NovelToon NovelToon

Rumah Tua Peninggalan Papa

Bab 1.

Winda istri dari Herman yang seorang pengusaha camilan di pabrik kecilnya.

Selalu membantu ibu-ibu di sekitar pabriknya untuk bekerjasama dengannya, agar bisa menghasilkan walau dari rumah.

Banyak dari ibu-ibu disana yang sangat antusias masuk ke tempat Winda. Usia pernikahan Winda dan Herman sekarang sudah 5 tahun, dan baru saat ini Winda hamil anak pertamanya.

Herman seorang pengusaha dan setiap hari bekerja di kantornya sibuk dengan beberapa berkas-berkasnya setiap hari. Herman memiliki sekretaris yang muda dan seksi, bahkan sangat cantik sekali.

Laras nama sekretarisnya, dia masih gadis namun sudah hampir kepala tiga. Sekarang Laras suka menggoda Herman di kantor, karena Herman memang tampan dan yang paling penting bagi Laras adalah dia pria tajir yang sangat masuk ke kriterianya.

***

Pagi itu Herman sedang masuk ke gedung kantornya, Laras melihat dari kejauhan. Dia segera cepat-cepat pergi membuatkan teh untuk Herman di ruangannya. Dengan tergesa-gesa dia masuk ke dalam ruangan dan berpura-pura membersihkan dan menata ruangan itu.

Herman masuk ke dalam ruangannya, dan berjalan menghampiri Laras disana.

"Ehem," Herman bersuara.

"Selamat pagi pak Herman, silahkan duduk pak. Ini ada teh yang baru saya siapkan untuk bapak pagi ini." Laras menyuguhkannya.

Tetapi Laras masih berdiri di samping Herman dengan rok pendeknya yang mini. Herman sedikit melirik ke arah rok itu dan menikmati pemandangan yang ada di hadapannya.

"Bagaimana pak tehnya? Apa ada yang kurang dengan tehnya pak?" tanya Laras dengan manja.

"Tak ada, tehnya sangat manis dan hangat sekali." Herman berkata tapi masih melirik matanya.

"Kalau begitu saya permisi dulu ya pak, mau mengerjakan tugas lagi. Nanti saya akan kesini lagi membawa tugas itu kemari." ucap Laras yang sedikit menggoda.

Herman tersadar akan hal itu, dan dia juga tergoda dengan sekretarisnya yang baru. Dia masih terlihat belia tak seperti dari usianya yang sudah cukup matang untuk berkeluarga.

Namun Laras belum berkeluarga dan belum menikah sampai saat ini.

Laras tinggal bersama ibunya yang sudah sedikit tua, dan ibunya sangat senang dan bangga melihat anaknya bisa di terima perusahaan itu.

Besar harapan ibunya untuk bisa merubah nasib anaknya yang dulu selalu dicemooh orang-orang kampung mereka.

Sekarang setelah sekian lama gak pulang ke kampung, ibunya Laras sangat rindu semuanya itu. Jadi Laras pun mengizinkan ibunya untuk pulang ke kampung mereka. Besoknya ibu pergi dengan supir pribadi Laras, dan baru akan pulang setelah beberapa hari disana, Laras pun sendirian dirumahnya.

Saat itu hujan turun dengan derasnya, gemuruh dimana-mana, dan Laras bingung mau pulang. Sedangkan supir bersama ibu di kampung, kalau mau naik taksi harus pesan atau jalan kedepan terlebih dahulu.

Sementara hujan deras dan tak bisa memesan taksi, jadi Laras menunggu sampai hujannya reda dan berhenti.

Pas saat itu Herman melintas dengan mobilnya, yang kebetulan melihat Laras belum pulang dari depan gedung kantornya.

"Laras, kamu kenapa duduk disitu dan bukan pulang kerumah?" tanya Herman.

"Iya pak, saya lagi nunggu hujan reda dan nanti akan pulang dengan taksi." ucap Laras.

"Laras ayo naik ke mobil saya, biar saya antar kamu pulang kerumah." Herman berinisiatif untuk mengantarnya.

Laras segera naik dan tak berpikir lagi atau menolaknya. Dia sangat senang dan langsung berniat sesuatu kepada Herman atasannya.

"Dimana mobil mu dan supir mu?" tanya Herman.

"Supir dan mobil dibawa ke kampung sama ibu pak, kasihan ibu kalau pergi naik angkutan. Jadi saya suruh ikut sama ibu saja ke kampung dan mengantarnya."Laras bersikap baik dan manis.

"Dia wanita yang baik, dan memikirkan ibunya saat itu. Sungguh berkepribadian yang menawan. Sudahlah cantik, seksi dan baik hati lagi." Herman berkata dalam hatinya.

"Pak?!"

"Kenapa melamun dan dari tadi melirik saya terus, lihat ke jalan lah pak. Nanti bisa kenapa-kenapa sama kita, dan saya belum menikah lagi." Laras mulai menggoda.

"Hahaha..., kalau kenapa-kenapa sama kamu mas mau kok bertanggung jawab. Dan menikahi kamu juga mas bersedia." Herman termakan umpan yang Laras berikan.

"Ah, bapak bisa saja.., mana mungkin orang seperti saya dinikahi sama bapak yang kaya, dan tampan." Laras semakin memuji Herman.

"Jangan panggil saya bapak dong.., apa saya sudah sangat tua sekali ya dipandang? Kesannya saya bapak kamu saja sih..?" Herman sedikit kesal.

"Maaf pak, eh mas.., Laras masih canggung menyebutnya. Karena tak biasa memanggil begitu. Laras juga belum pernah memiliki kekasih sih mas...," Laras mulai gombal dan berbohong.

"Mana mungkin wanita cantik dan seksi seperti kamu tak pernah memiliki kekasih?" Herman mulai mengulik.

"Pernah sih pak.., eh mas, tapi disakiti terus. Jadinya saya tak ingin mengingatnya kembali." Laras bersikap sedih.

Laras mencari simpati kepada Herman, dia sengaja sedikit menangis agar Herman iba dan kasihan padanya. Herman pun mulai terkena tipu muslihatnya Laras malam itu. Laras memang ingin membuat Herman tak akan lepas dari dirinya. Dan Laras tak perduli walau Herman sudah memiliki istri dan menikah.

Laras akan tetap ingin bersama Herman karena kekayaannya, dan ingin bisa menjadi nyonya besar serta bergelimang harta hidupnya.

Tentang istrinya Herman Laras tak perduli dan menurutnya nanti bisa di sembunyikan pernikahan mereka.

"Mas, belok ke kiri masuk ke komplek sebelah kanan, nah itu rumah saya." kata Laras menunjukkan arah.

"Oke, baiklah kalau begitu." Herman tersenyum manis.

Tak beberapa lama mobil itu berhenti di depan rumah Laras dan hujan belum juga reda. Malam itu terlalu dingin dan petir di mana-mana.

"Mas, mampir dulu biar Laras buatkan teh jahe hangat untuk kamu. Diluar sangat dingin nanti kamu bisa masuk angin mas." kata Laras.

Herman pun menyetujuinya dan segera ikut turun ke rumahnya Laras.

Mereka masuk kedalam rumah karena di luar sangat dingin sekali.

"Sebentar ya mas, biar aku siapkan tehnya, silahkan duduk mas." Laras dengan sopan mempersilahkannya.

"Iya Laras, terima kasih." kata Herman yang langsung duduk di sofa.

Laras menyiapkan tehnya dan mengganti pakaiannya yang basah. Lalu berjalan menyuguhkan teh jahe yang ada di tangannya kepada Herman.

"Silahkan mas, ini teh jahenya biar tak masuk angin nanti. Terima kasih ya mas sudah mengantar Laras, kalau tak ada mas pasti entah bagaimana diluar sana." Laras tersenyum.

Herman meminum tehnya dan sambil melirik ke Laras dengan bajunya yang sedikit mini. Dia memakai setelan bercelana pendek dan itu adalah baju piyama untuk tidur. Herman menjadi gelisah melihatnya dan tak bisa menahan diri, ditambah cuaca yang sangat pas menurutnya.

"Kenapa mas?" tanya Laras.

"Ah, gak apa-apa." kata Herman yang malu karena ketahuan gelisah di hadapan Laras.

Tak beberapa lama Herman pun pamit pulang kerumahnya, dan meninggalkan Laras di rumahnya sendirian.

Dan Herman berkata lain kali akan main lagi ke rumahnya Laras, kalau Laras nya tak keberatan. Laras sangat senang dan sedikit bertepuk tangan, karena permainannya sudah berhasil dimainkan.

"Tinggal menjalani peran yang baik hati dan sedikit lagi akan menjadi nyonya di kediaman Herman." berkata dalam hatinya.

Bab 2.

Herman sampai di rumahnya, dan segera mandi serta bersih-bersih. Dia ingin segera tidur di kamarnya, namun Winda istrinya sudah menunggu untuk makan bersama.

"Mas, kamu tidak makan? Aku menunggu mu pulang untuk makan bersama mu." Winda memberi tahu ke suaminya.

"Hari ini mas sudah makan, kau makanlah sana jangan sampai anak ku kelaparan nanti di dalam." ujar Herman.

Herman selalu perhatian kepada anaknya saja dan kepada Winda karena ada maunya saja. Dan Herman sekarang mulai berpikir bagaimana nanti ke depannya. Hubungan dengan Winda istrinya itu, Herman sudah merasa bosan dan jenuh.

Sementara Winda sangat mencintai suaminya dengan hati yang tulus. Bahkan dia rela untuk mengandung anak walau dokter tak mengizinkannya karena rahimnya yang tak akan bisa menahan janin itu.

Namun Winda tetap ingin hamil dan memberikan keturunan kepada Herman. Winda ingin merasakan menjadi seorang ibu dan istri yang seutuhnya, selayaknya wanita yang sudah menikah memiliki seorang anak.

Herman selalu menginginkan anak dari istrinya, karena bila Winda tak memiliki anak dan tak bisa hamil Herman akan menikah lagi tapi tak akan menceraikannya.

Winda tak ingin begitu, apa lagi Winda sudah tak memiliki siapa pun saat ini. Dia hanya sebatang kara dan tak tahu ada dimana semua sanak saudaranya.

Semenjak papanya meninggal dan tak ada sanak keluarga yang datang ke rumahnya untuk melayat. Winda pun tak tahu mengapa begitu, dan apa pun alasan mereka bersikap begitu Winda tak tahu.

***

Laras di rumahnya...

💌 "Mas, sudah sampai dirumah?" pesan dari Laras masuk di ponselnya Herman.

💌 "Sudah sayang.., mas sedang tiduran nih di kasur. Kamu sendiri lagi ngapain?" tanya Herman yang mulai melanjutkan pesan dari Laras.

💌 "Sama dong mas, tapi Laras sendirian. Kalau mas kan ada istrinya jadi gak kesepian. Sementara aku...," Laras menggantungkan pembicaraannya.

💌 "Kamu tadi gak bilang sama mas kalau kamu mau mas temani di rumah. Coba kalau kamu bilang kan Mas bisa disana saja tanpa harus pulang ke rumah." ujar Herman mulai beraksi.

Mereka pun saling membalas pesan selagi Winda makan di meja makan dan belum masuk ke kamarnya.

Suara ponsel Herman pun di silent olehnya, agar Winda tak mendengarkan suara ponsel Herman yang selalu masuk pesan dari Laras.

Winda sudah selesai makan malamnya dan dia juga sudah selesai mengecek pekerjaannya untuk besok.

Winda walau terlahir dari keluarga yang kaya tapi dia tetap bekerja dan berkarya. Karena dia sangat suka menghasilkan dan selalu kreatif dengan ide-idenya.

Herman selalu mencari cara untuk membalikkan nama aset-aset yang di miliki oleh Winda menjadi namanya.

Namun Winda tidak bodoh untuk hal itu, dia diam-diam akan membuat ahli waris dan balikkan nama aset-asetnya atas nama anaknya nanti bila telah lahir.

Kriett...

Terdengar suara pintu, Winda masuk ke dalam kamarnya dan akan segera naik ke kasurnya untuk tidur di samping suaminya. Lalu Herman meletakkan ponselnya dan berbalik membelakangi Winda.

Herman tak ingin tidur ke arah Winda, karena sudah tak suka melihat dirinya. Winda pun tak mempermasalahkannya yang terpenting Herman menyayangi anak yang ada dalam kandungannya.

Lagian kalau urusan suami istri, dokter masih melarang karena rawan untuk kandungannya. Dan Herman pun juga tak pernah menanyakannya, Winda hanya berpikiran positif dan berharap bisa rela berkorban dan menahan dirinya.

Mungkin itu yang membuat Herman bosan kepada Winda yang sekarang tengah hamil 6 bulan.

Dan setelah 3 kemudian anak mereka akan lahir ke dunia.

Winda pun tertidur dan terlelap dalam mimpinya. Winda malam itu melihat anak perempuan yang cantik, berambut panjang dan juga berkulit putih. Dia memanggil dirinya mama dan bernama clara, dia anak yang dilahirkan olehnya.

"Mama, maafkan aku ya ma."

"Mama yang tenang disana, aku akan mencari tahu semuanya dan akan merebut semua milik mama dari tangan mereka." ucap anak itu dam memeluk Winda.

"Argh...!"

Hosh..

Hosh...

Hosh...

Winda terbangun dari tidurnya dan melihat disampingnya Herman sudah tak ada. Terdengar suara orang mandi di kamar mandi dalam kamarnya, dan suara Herman yang sedang bersiul dari dalam.

"Mas Herman sudah mandi? pukul berapa kah ini?" tanya Winda dalam hatinya.

Winda pun melirik jam dinding di depannya dan melihat ternyata hari sudah siang. sekarang sudah pukul 7:00 pagi, dan Winda belum siap apa-apa saat itu.

****

Haris hari ini pulang dari pelayarannya, dan sudah memberi kabar kepada Laras. Dan hari ini pun Laras izin untuk pulang cepat karena ingin pergi bersama pacarnya Haris.

Haris bekerja sebagai nakhoda dan selalu berlayar dan kembali sekitar 6 bulan sekali. Jadi Laras sangat bebas tanpa ada kekasihnya di dekatnya, Haris juga orangnya terlalu bucin dengan Laras.

Entah kenapa Haris tak bisa lepas dari Laras dan sangat terpaut hatinya kepada Laras. Padahal diluar sana ada banyak wanita yang lebih cantik dari Laras, dan mereka juga sudah menyatakan cinta pada Haris. Tapi Haris tak menghiraukannya juga, dan malah memilih setia pada Laras sebagai kekasihnya.

"Mas Haris..!" Laras sudah datang menemui Haris di tempat biasa mereka selalu bertemu.

Laras sudah minta izin untuk pulang cepat, dengan beralasan tantenya yang sakit di rumah sakit saat ini. Herman pun memberikan izin tanpa bertanya apa pun kepada Laras.

Herman sangat banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, dan semuanya itu merupakan sumber uang untuk perusahaannya.

Winda juga setiap bulannya selalu memeriksa pembukuan bagian keuangan mereka.

Dan Winda masih memantau perusahaan papanya itu, karena hanya itu yang dia punya dari papanya yang telah tiada. Sementara rumah itu juga milik papanya Winda dan sudah di balik namakan oleh winda menjadi namanya sendiri.

Laras dan Haris...

Mereka sekarang sedang makan malam bersama di sebuah resto, dan akan berbelanja membawa Laras serta ke salon sebagai permintaannya. Namun tak semudah itu, Haris juga ada permintaan dari semua itu. Setiap dia pulang Laras harus tidur bersamanya dan menemaninya selama belum pergi berlayar kembali.

Dan Laras selalu setuju dengan hal itu, tapi Haris harus bisa memenuhi semua yang Laras mau. Dan itu tak masalah bagi Haris, karena Haris termasuk memiliki gaji yang cukup besar dan merasa dapat memenuhi semua yang Laras mau.

Dan rumah Laras yang di kompleks itu juga merupakan pemberian Haris dan sudah atas nama Laras sepenuhnya. Namun ada yang tidak di sukai Laras dari Haris, dia tak mau beralih dari pekerjaannya yang terlalu lama pulang. Laras jadi tak suka kalau di tinggal sendirian terlalu lama dan harus LDR dengannya. Maka Laras mencari kesenangannya dengan pria kaya lain yang bisa membuatnya bahagia.

Bab 3.

Sudah seminggu ini Laras selalu pulang duluan dan ada yang menjemputnya. Herman melihat dari jendela ruangannya melihat ke arah bawah. Seorang pria suka sekali menjemputnya, tapi Laras mengatakan bahwa itu sepupunya yang selalu menjemputnya untuk membawanya ke rumah sakit tempat tantenya di rawat.

Laras mengatakan kalau tantenya itu mama dari pria yang selalu menjemputnya. Tapi Herman merasa curiga melihat mereka berdua yang selalu mencium pipi Laras saat bertemu. Laras selalu bisa mengelabui Haris kekasihnya yang terlalu mencintainya.

Namun Haris belum juga menikahinya, padahal Laras sudah sangat ingin dinikahi dan menjadi istrinya Haris. Tapi Haris ingin menyusun rencana dan membelikan rumah serta yang lainnya untuk Laras. Dan akan membuat usaha sendiri agar Laras tak ditinggal lagi setelah menikah, Haris juga ingin berhenti dari kerja kapalnya itu.

Dia sudah lelah kerja kapal selama 10 tahun dan dia ingin ada usaha dan menikah memiliki keluarga bahagia di istananya sendiri. Namun Laras selalu mendesaknya untuk segera melamar dan menikahinya saat malam itu bertemu kembali.

"Mas kapan kau akan menikahi aku? Sebenarnya kau ini serius gak sih sama ku?" tanya Laras.

"Sudahlah jangan mulai itu-itu saja yang kau tanyakan!" bentak Haris.

"Tapi mas? Aku malu kalau begini saja terus-terusan.., nanti ibu ku selalu mendesak ku dan menjodohkan ku pada yang lain." ujar Laras yang tetap mengotot juga.

"Sudahlah, aku besok akan pergi berangkat lagi saja kalau kau selalu bertanya-tanya terus." kata Haris yang sangat marah.

Haris pun pergi dan meninggalkan Laras saat itu juga, dia tak ingin bersama Laras malam itu. Namun dia masih mencintai Laras dan kali ini dia akan pergi untuk waktu yang lama. Haris ingin mengumpulkan uangnya dan segera melamar Laras saat kembali nanti.

Laras menangis dan tak terima di tinggalkan Haris begitu saja, Laras pun segera pulang dengan naik taksi malam itu. Akhirnya Laras sampai dirumah dan melihat mamanya sudah pulang kerumah bersama supir pribadinya tersebut.

Mamanya heran melihat Laras yang pulang dengan mata sembabnya, lalu Laras tak menghiraukan saat mamanya bertanya akan keadaannya.

Laras langsung masuk ke kamar dan tidur di kasurnya dengan masih berlinang air matanya.

💌 Tring...

Sebuah pesan masuk ke ponselnya Laras, pesan itu dari Haris yang berkata agar Laras menunggunya 2 tahun lagi. Haris akan kembali untuk melamarnya dan menikahinya, namun Laras hanya membacanya saja tanpa membalas pesan itu ke Haris.

💌 Tring...

"Laras, kamu sedang apa? Sudah makan apa belum? Mas jemput di rumah ya, mas sudah di jalan." ujar Herman.

"Iya mas," jawab Laras.

Laras sengaja menjawab dan setuju, dia ingin keluar untuk hilangkan penatnya lagi dan meringankan sakit kepalanya.

Tin, tin, tin...

Herman datang dan membunyikan klakson mobilnya. Laras pun keluar tanpa mengatakan apa pun ke mamanya, dia menjadi tak mau bicara pada mamanya karena mamanya terlalu sibuk menanyakan urusannya.

****

Sementara Winda dirumah menunggu kepulangan suaminya dan ingin makan bersama. Tapi tiba-tiba Winda mengerang karena kesakitan.

Argh...!

Argh...!

"Tolong perut saya sakit...! Tolong..., argh...!" Winda berteriak menahan sakitnya.

"Ibu? Ibu kenapa bu?!" tanya art nya yang panik.

"Tolong bawa saya ke rumah sakit, perut saya sakit sekali. Sepertinya saya akan melahirkan.., argh...!" Winda terus merintih kesakitan.

Art dan sopir pun pergi ke rumah sakit malam itu juga, Winda menyuruh art nya untuk menelpon dan memberi kabar kepada suaminya Herman.

Namun art nya menelpon dengan ponsel Winda tidak di jawab oleh Herman. Winda masih menahan rasa sakitnya di dalam mobil itu, dan tiba-tiba air ketubannya pecah dan perutnya Winda semakin sakit terasa.

"Argh...! Sakit...!" ucapnya.

"Pak cepatlah sedikit, ibu sudah pecah ketuban dan akan segera keluar bayi yang ada dalam kandungannya." art nya berkata pada pak supir.

"Baiklah mbok, saya akan percepat lagi laju mobilnya." pekik supir itu.

Mobil melaju dengan sangat kencang, dan menyalakan lampu belakang dengan tanda darurat urgent, agar yang berada di belakang mengerti saat itu.

Mobil mereka sampai di depan UGD dan suster jaga langsung menangani Winda dan menolong wanita itu untuk segera ke ruang persalinan. Art nya masih bingung dan panik, dia masih terus menghubungi Herman malam itu berulang kali.

"Mas siapa sih itu dari tadi menelpon kamu?" tanya Laras yang merasa terganggu.

"Istri ku, paling nungguin aku pulang ke rumah dan menanyakan keberadaan ku saat ini." ujar Herman yang tak perduli akan istrinya.

Lalu art nya mengirim pesan ke ponsel Herman dan mengatakan kalau Winda di rumah sakit dan akan melahirkan.

Herman langsung terkejut dan sangat senang, dia berharap anaknya itu adalah seorang laki-laki yang seperti dia inginkan.

"Sayang sepertinya aku harus ke rumah sakit sekarang, istri ku Winda akan segera melahirkan disana." ucapnya.

"Tapi mas, bagaimana dengan kencan kita saat ini..?" Laras pun kesal.

"Tenanglah, nanti setelah lahir anak itu kita akan pergi berdua lagi ke Eropa hanya berdua saja. Dah sayang jangan marah, ini kartu kredit ku kau boleh pakai berbelanja apa saja yang kau suka." ujar Herman yang buru-buru pergi dari Laras.

"Katanya gak perduli, tapi giliran istrinya di rumah sakit malah langsung pergi kesana. Bagaimana sih nih om-om."

"Tapi gak apa deh, kan ada kartu ini jadi aku tak terlalu sedih dan kecewa-kecewa amat lah ya..?"

"Aku pulang sajalah sekarang, besok baru akan shopping...! Yeah...," Laras terlihat sangat senang sekali.

Laras akhirnya pulang ke rumahnya dan untuk beristirahat, dia kali ini pulang dalam suasana hati yang sangat bahagia. Dan mamanya juga sedikit merasa heran dengan sikap anaknya yang berbeda-beda malam itu.

Namun mamanya tak mau menanyakannya lagi, setelah Laras pulang mamanya pun langsung mengunci pintu dan pergi ke kamarnya untuk segera tidur juga.

Karena nanti pagi mamanya akan pergi ke arisan ibu-ibu yang memang teman-temannya yang kaya raya.

Kehidupan mereka sekarang sangat mewah, dan semua itu di dapat dari Haris pacarnya Laras yang menjadi nahkoda. Haris sangat sayang dan cinta kepada Laras, sampai semua dia kasih dan sudah dia korbankan saat ini. Tetapi sekarang Laras malah bermain-main dengan suami dari Winda yang itu sudah tahu adalah suaminya orang lain.

Herman di rumah sakit...

Sampai disana Herman melihat art mereka dan dia menghampirinya.

"Dimana ibu sekarang mbak? Apakah sudah lahir?" tanya Herman kepada art nya.

"Belum pak, ibu masih ada di dalam. Dan kita tak boleh masuk kata dokternya." art itu terlihat cemas.

Herman juga terlihat cemas dan mondar-mandir di depan ruang persalinan itu. Dan tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi yang sangat kencang sekali.

Oak...

Oak...

"Sudah lahir pak?!" kata art nya yang sangat senang.

Dan Herman juga senang dengar suara bayi yang sangat keras itu, jantungnya terasa ingin copot sangking senangnya saat tahu sudah lahir. Namun mereka belum mengetahui jenis kelamin anak yang dilahirkan Winda malam itu pukul 12:00 pas tengah malam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!