NovelToon NovelToon

Bintangku

Pengamen kecil

Jakarta, Puluhan mobil berhenti tepat di persimpangan saat lampu lalu lintas itu berwarna merah, seorang anak perempuan duduk tenang di jok belakang  mobil hitam. Ia baru saja pulang dari sekolahnya. Cuaca panas di luar membuat ia memejamkan matanya menikmati ac mobil.

Sayup-sayup terdengar suara dari balik jendela mobilnya, anak perempuan itu melirik kesebelah pak hasan, supir keluarganya. Dari balik jendela itu nampak seorang anak laki-laki seumuran denganya sedang semangatnya bernyanyi. Ia memukul-mukul sebuah krincingan  ke tangannya.

Bocah itu menarik perhatiannya, sehingga ia menurunkan kaca mobil disebelahnya. Pak Hasan nampak kaget. Dan mengecek si majikan kecil melalui spion.

“kenapa non?” tanya ia.

Anak perempuan dengan rambut panjang yang dikuncir itu menggeleng, kemudian mencari sesuatu ditasnya.

“ini”anak perempuan itu menyodorkan uang ke si pengamen kecil.

“Terima kasih”katanya dengan wajah riang.

“Ini”kata anak perempuan itu menyodorkan sebuah permen lollipop.

“wah terima kasih” wajah senang sangat terlihat dari wajahnya.

“Tutup kacanya non, sebentar lagi kita jalan” kata pak Hasan melihat angka di rambu lampu merah itu.

Anak perempuan itu mengangguk,

“Nama kamu siapa?” tanya dia sebelum menutup kaca.

“Beo, kamu?”

“Aku Bintang” teriaknya kemudian kaca mobil itu tertutup sempurna.

 

***

 

Hal itu terus berulang-ulang dari hari ke hari, seakan telah ditunggu-tunggu Beo selalu menunggu mobil yang Bintang naiki di lampu merah.

Semua mobil terus berlalu lalang, maya Beo terus saja menyusuri jalan. Tak tampak yang ia cari. Tak ada tanda-tanda keberadaan mobil yang ia tunggu hari ini.

“Hari ini Minggu, anak perempuan itu pasti libur sekolah” jelas seorang anak laki-laki berusia lebih tua darinya.

Keadaan anak yang tua itu tidak berbeda jauh dengan Beo, baju kaus dan lusuh tampak dia kenakan. Ada sebuah sobekan di bagian bahunya.

“Beo gak tau hari bang” jawab Beo dan tertawa kecil.

“Dia itu anak orang kaya, jangan berharap kamu bisa jadi temannya” ucap anak laki-laki berumur 13 tahun yang bernama Abdul.

“Iyah bang abdul” Beo terlihat sedih.

“Udah, ayo kita ngamen lagi” ajak Abdul.

“Iyah ayo Bang” Beo mengikuti langkah Abdul.

Sempat ia melihat ke arah lampu merah untuk sesaat. Dalam hatinya ia masih berharap akan ada suara Bintang memanggilnya.

Sementara itu,

“Oma”panggil Bintang masuk ke dalam kamar sang oma.

“ Apa sayang? Bintang duduk sini” jawab sang nenek yang bernama Rosmawati.

Oma Rosmawati menepuk, pelan kasur disamping tempat ia duduk. Ia meletakkan buku yang dari tadi ia baca dipangkuannya. Sebuah kacamata bergantung diwajahnya.

Oma Rosmawati tidak terlalu tua, usianya baru 54 tahun. Bintang cucunya satu-satunya dari satu-satunya anak laki-lakinya. Rosmawati sangat menyayangi Bintang. Dari umur 5 tahun bintang sudah yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan.

“kenapa sayang?”

“Oma, Bintang boleh kasih es krim dan roti ke teman-teman di lampu merah gak” tanya Bintang.

“Emang Bintang punya teman disana? “ tanya Omanya kaget saat mendengar permintaan cucunya.

“Punya..” jawab Bintang cepat.

“Emang Bintang punya uang untuk beli es krim dan rotinya”

“Punya oma, kan Bintang punya celengan. Tapi Bintang minta uang oma juga biat tambahannya” jelas Bintang.

Rosmawati tertawa kecil.

“Iyah boleh.. kapan mau kesananya”

“Sore ini boleh oma?” tanya Bintang penuh semangat.

“Tentu, tapi oma gak bisa temankan. Perginya sama pak Hasan ya”

“Siap Oma”

 

 

Bintang dikerumuni anak-anak diperkampungan dekat lampu merah, Pak Hasan dengan sigap lansung berdiri didepan Bintang untuk melindungi. Mereka berebut roti dan eskrim dari tangan pak Hasan dan Bintang.

Kepala Bintang celingak-celinguk mencari seseorang, tapi sama sekali tak ia temukan diantara anak-anak yang datang.

“Bang tunggu” panggil Bintang pada Abdul yang pergi setelah mengambil eskrim.

“Kenapa?”

“Beo mana?” tanya Bintang.

“Beo lagi di gubuknya, lagi jagain kakeknya”

“kakeknya” ulang Bintang.

“Iyah, kakeknya sakit, jadi dia yang jagain”

“Bisa anterin aku ke tempat dia”

“Tentu”

Bintang berjalan pelan, pak Hasan berjalan dibelakangnya mengekori. Jalanan yang ia lewati terlihat becek tergenang air.

“Non.. pulang aja yuk. Nanti dimarahin oma loh” Pak Hasan mengingatkan.

“Ketemu Beo bentar aja kok, habis itu kita pulang”

Tak lama mereka sampai disebuah gubuk dengan papan seadanya, beberapa bagiannya ditempeli kardus.

“Ini gubuknya, Beo.. Beo” panggil Abdul kemudian

Tak lama muncul anak laki-laki yang Bintang kenal, Bintang tersenyum pada Beo. Beo juga terlihat senang dengan siapa yang dilihatnya.

“Dia nyariin kamu” kata Abdul.

“ Makasih ya bang, udah ngantar” kata Bintang.

“ Iyah, makasih juga es krimnya” kata Abdul kemudian pergi.

“Kamu kok bisa sampai disini Bintang?” tanya Beo.

“Iyah, tadi Bintang bagi-bagi es krim di sana. Tapi Bintang gak lihat Beo, makanya bintang cari kesini” jelas Bintang.

“Kakek Beo sakit, jadi Beo jagain dia?”

“Oh.. Es krim ama roti yang Bintang bagi-bagi disana udah habis. Beo udah makan belum?” tanya Bintang.

Beo menggeleng pelan.

“Pak Hasan, uang lebih beli es krim tadi masih adakan? Tolong belikan nasi ya” pinta Bintang.

“Trus non gimana kalau bapak pergi” Pak Hasan sepertinya khawatir kalau harus meninggalkan cucu majikannya disini.

“Bintang tunggu disini, gak apa-apa kok” kata Bintang meyakinkan.

Pak Hasan menatap Bintang dan Beo bergantian.

“Kamu tolong jagain Bintang ya” kata Pak Hasan.

“Baik Pak” jawab Beo kemudian menatap Bintang.

 

@@@

Kalung

Setelah Pak Hasan pergi Bintang di ajak Beo masuk gubuknya, gubuk itu hanya beralaskan karton bekas. Kain-kain tampak berserakan disana, tempat itu sempit dan kumuh. Seorang pria tua dengan badan kurus, ia mengenakan baju kaus lusuh yang sobek dibeberapa bagiannya. Rambutnya putih beruban, kumis dan janggutnya pun mulai memutih.

Ia membuka matanya saat Beo membangunkannya, kemudian terbatuk. Dengan sigap Beo mengambil minuman di mug plastik berwarna hijau.

“Minum dulu airnya” kata Beo membantu kakeknya minum.

Kemudian sang kakek berbaring lagi, Bintang hanya memperhatikan dalam diam. Dia masih berdiri di depan pintu masuk.

“Bintang duduk disini” ajak Beo untuk duduk didekatnya.

Baru saja Bintang melangkah mau duduk disebelah Beo, ia langsung berteriak dan mundur dengan cepat.

“Ada kecoak” tangisnya.

“Mana” Beo langsung mencari makhluk yang bikin sahabat kecilnya ini menangis.

Si kecoak merasa hidupnya terancam saat sebuah sandal hampir mengenainya, si kecoak dengan cepat kabur.

“Udah..udah. kecoaknya udah pergi” Beo berusaha menenangkan Bintang yang menangis.

Bintang menghapus air matanya dan kemudian menatap Beo yang berdiri dengan wajah Khawatir didepannya.

“Ayo duduk”

Bintang mengangguk tapi masih saja dia melihat ke sekelilingnya, mana tahu tiba-tiba si kecoak datang lagi berniat untuk balas dendam.

“Bintang takut kecoak”tanya Beo.

Bintang mengangguk,

“Kecoak itu serem, kakinya banyak. Hihhhhh” Bintang merinding sendiri membayangkan.

Beo tertawa kecil.

“Beo tinggal cuman sama kakek aja” tanya Bintang melirik kakeknya Beo yang tertidur.

“Iyah, Beo gak tahu siapa orang tua Beo. Kata kakek mereka udah meninggal” jelas Beo.

Bintang menatap Beo kemudian kakeknya bergantian, hati Bintang merasa sedih. Ia menatap Beo kemudian tersenyum.

“Nama kamu kok kayak burung” Bintang mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Iyah, kakek Beo yang ngasih. Gak tau Beo sih apa alasannya”

Bintang tertawa kecil.

“Bintang pasti punya mama dan papa yang sayang sama

“Kakeknya udah Beo bawa berobat?”

Beo menggeleng.

“Belum, belum ada uangnya” jelas Beo kemudian melirik kakeknya.

Bintang terdiam sesaat, ia juga tidak punya uang untuk membantu Beo. Kalau minta sama Oma, nanti Oma belum tentu mau ngasih.

“Bintang tau” kata Bintang tiba-tiba.

“Tahu apa?” Beo heran tak mengerti maksud Bintang.

Kemudian Bintang mengeluarkan sebuah kalung berbandul bintang dari balik baju kausnya. Kalung itu berwarna perak. Bintang melepaskan kalung yang melingkari kepalanya.

“Ini kalung peninggalan Mama Bintang, Beo bisa jual ini, terus uangnya untuk bawa kakek berobat” jelas Bintang.

“Jangan.. itu kan peninggalan mama kamu”

“Gapapa, kakek untuk saat ini lebih penting” kata Bintang.

Bintang menerima kalung berwarna perak itu, terdiam untuk sesaat menatap kalung itu dan Bintang secara bergantian.

“Makasih ya, Beo janji. Beo akan balikan ini lagi ke Bintang”

“Hu...uh janji ya” Bintang mengangkat kelingkingnya.

“Janji”

(Ikhlas atau gak sih ngasihnya hihihi)

“Non” Pak Hasan datang dari arah pintu. Ia terlihat terburu-buru, dia terlihat ngos-ngosan. Tangannya menenteng kantung kresek warna merah, yang terlihat 2 bungkus nasi didalamnya.

Bintang lansung mendorong tangan Beo yang menggenggam kalungnya untuk menyembunyikan kalung itu. Kemudian mengangkat telunjuknya didepan bibir sambil tersenyum.

“Bapak lari-lari” tanya Bintang tertawa.

“Khawatir soalnya ninggalin non disini” jujurnya.

“Makasih ya pak” kata Bintang.

“Iyah non, ini nasinya”

@@@

Pamit

Langit terlihat cerah, warna birunya menghiasi hamparan luasnya. Awan berarak kecil-kecil disudut yang lain. Matahari menantang bumi dengan garangnya.

Keringat membasahi baju Beo, ia duduk sambil berkipas dengan karton bekas di pinggiran toko yang tutup. Baru satu jam ia mengamen, ia sudah lelah karena cuaca yang panas.

“Panas kali bang”

“Iyah yo, kayaknya malam mau hujan nih soalnya sekarang panas sekali” abdul teman sesama pengamen yang ikut berteduh bersamanya.

“Kalau kamu gak kuat disini aja dulu, abang ngamen dulu ya. Soalnya baru dapat sedikit” jelas Abdul.

“Iyah bang, Beo istirahat sebentar”

Abdul pergi keperempatan sedangkan Beo masih berdiri di depan sebuah toko, ia masih sibuk mengipasi tubuhnya.

“Beo..” panggil suara anak perempuan yang Beo kenal.

“Bintang” Beo nampak senang dengan kedatangan Bintang.

Bintang mendekat kemudian menyodorkan sebuah kantong kresek, Beo menatap Bintang untuk sesaat kemudian setelah mendapat anggukan dari bintang, Beo mengambil kantong itu.

“Es krim” ucap Beo senang saat melihat isinya.

 

Beo menikmati es krim coklat itu dengan lahap, ia sangat suka rasanya. Sangat jarang ia makan es krim, bukan jarang. Tapi bisa dibilang ia makan es krim bisa dihitung.

“Suka”tanya Bintang yang dari tadi memperhatikan Beo.

Beo mengangguk, ia sesekali menjilat sisa es krim di bibirnya sendiri.

“Bintang gak makan es krim” tanya Beo baru sadar jika sahabatnya itu hanya duduk melihatnya dari tadi.

“Udah” jawab Bintang.

“Beo..” panggil Bintang.

“Hmmm”

“Kayaknya besok-besok kita gak akan jumpa lagi”

“Hah..” Beo menghentikan aktivitasnya menjilati es krim yang hanya tinggal stiknya saja.

“Maksud Bintang apa?” tanya Beo tak mengerti.

“Besok Bintang sama Oma akan ke Sydney”

“Sidney? Sidney tu jauh ya? Jauh mana dari Surabaya?” tanya Beo.

Bintang tertawa mendengar pertanyaan sahabatnya itu, tapi dilihat dari wajahnya Beo sama sekali tidak bercanda.

“Jauh Sidney, jauh banget. Sydney tu gak di Indonesia. Tapi udah di Australia” jelas Bintang.

Meskipun Beo tak mengerti, tapi yang ia tahu bahwa sahabatnya akan pergi sangat jauh. Dan itu benar-benar membuat ia sedih.

“Kapan pulangnya” tanya Beo.

“Gak tau”

Beo terdiam, sahabatnya akan pergi jauh dan tidak tau akan pulang kapan. Bukankah itu menyedihkan. Apa lagi saat dia ingat kalau ia belum mengembalikan kalung milik Bintang.

“Bintang tunggu Beo disini sebentar” kata Beo tanpa menunggu persetujuan Bintang langsung berdiri dan pergi menyeberangi jalan.

“Beo tunggu” tapi Beo sudah pergi jauh. Bintang hanya bisa menunggu beo disitu sampai ia kembali. Sudah cukup lama Bintang terdiam disana menunggu Beo, ia mulai khawatir apa lagi kalau seandainya pak Hasan datang dan mencarinya.

“Non, ayo pulang” tebakan Bintang benar. Pak Hasan akhirnya datang, ia dari tadi disuruh Bintang menunggu di ujung jalan.

Bintang terdiam sesaat, ia mencari sosok Beo yang tadi pergi namun tak ia temukan dimana keberadaan Beo dari tadi.

Bintang mengangguk kemudian mengikuti langkah kaki Pak hasan menuju mobil yang terparkir.

“Silahkan non” kata Pak Hasan membuka pintu mobil bagian belakang.

Masih juga Bintang melihat kearah belakangnya, berharap Beo datang. Namun sama sekali tak ada juga sahabatnya itu.

Bintang naik ke atas mobil,  duduk di jok mobil tepat sebelum pintu ditutup Bintang mendengar namanya dipanggil.

“Tunggu Pak” kata Bintang mencari sumber suara .

Bintang langsung dari mobilnya, didapatinya Beo berlari menuju arahnya, Beo ngos-ngosan begitu sampai didepan Bintang.

“Ini” katanya membuka genggaman tangannya dan di atas telapak tangannya terlihat sebuah cincin plastik berwarna hijau di lingkaran cincinnya dan warna kuning pada Bintangnya. Cincin itu berbentuk bintang.

“Ini untuk Bintang, memang cuman cincin mainan. Tapi anggap saja sebagai pengganti kalung Bintang sementara” jelas Beo.

Bintang tersenyum kemudian mengambil cincin itu dan memasang di telunjuknya. Cincin itu longgar ditelunjuk Bintang tapi Bintang tetap tersenyum senang menerima hadiah itu,

“makasih ya Beo, Bintang suka” katanya.

Beo mengangguk,

“Semoga kita bertemu lagi ya” kata Beo mengulurkan tangannya, Bintang membalas jabatan tangan Beo.

“Iyah”

Bintang kemudian naik keatas mobilnya, kemudian meninggalkan Beo yang kemudian terisak, air matanya mulai membasahi pipinya, ia sangat sedih kehilangan Bintang.

“Bintang ”panggilnya dalam isakan tangis.

Ia mengangkat tangganya, melampai kearah mobil Bintang yang terus menjauh.

“Semoga bertemu lagi”teriaknya, meskipun ia tau Bintang tidak akan mendengarnya pqling tidak Tuhan mendengarkan. Semoga Tuhan mempertemukan kita.

@@@

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!