''Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, Dengan Rahmat Allah SWT Tuhan semesta Alam, saudara Ali Jaber Bin Husen Al Basri saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri Kandungku Kinara Zivanna Bhaskara binti Gilang Bhaskara dengan mas kawin satu buah mushaf Al-Qur'an, seperangkat alat sholat dan cincin berlian 28karat di bayar tunai!"
''Saya terima nikah dan kawinnya Kinara Zivanna Bhaskara binti Gilang Bhaskara untuk saya, dengan mas kawin satu buah mushaf Al-Qur'an, seperangkat alat sholat dan cincin berlian 28karat dibayar tunai!''
''Bagaimana para saksi, sah??''
''Sah!''
''Sah!''
Brraaakk...
''Hentikan!!! Pernikahan ini tidak sah!!!''
Deg!
Deg!
''Faizah..''
''Kak Faizah...''
''Faizah???''
''Hentikan pernikahan ini!!! Kau tidak boleh menikahinya! Kau hanya boleh menikah denganku saja!!'' seru Faizah dengan suara melengking hebat.
Semua yang ada disana terdiam dan tertegun mendengar ucapan Faizah. ''Apa maksudmu tidak sah?? Pernikahan ini sah Dimata hukum dan Agama! Aku baru saja mengucapkan nya! Siapa kamu berani mengatakan jika pernikahan ini tidak sah??'' tanya Ali dengan rahang mengetat.
Faizah menatap sendu pada Ali. ''Kenapa?? Kenapa Abang memilihnya yang masih kecil? Sedang ada aku yang sudah dewasa sebanding dengan mu?? Apa lebihnya Kinara dibandingkan aku??''
Ali menatap datar pada Faizah. ''Aku Tidak mengenal mu siapa. Yang pertama kali ku lihat dan ku kenal adalah Kinara, istriku! Mungkin memang pertemuan kami singkat. Tapi.. Kinara adalah jawaban dari setiap doa ku selama ini. Dimana nya yang salah??''
Faizah terisak. ''Kamu salah, karena telah memilihnya. Sedang ada aku yang seumuran dengan mu. Aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu? Apa aku salah?''
Ali terkejut dengan ucapan Faizah, sedang Nara semakin kecil hatinya saat Faizah mengatakan jika ia juga menyukai suaminya.
Nara menunduk, tangannya bergetar. Ali tau, dengan segera ia memegang kedua tangan itu dihadapan Faizah.
''Maafkan aku Faizah.. tapi aku tidak menyukaimu! Pertama kali aku datang kesini dan untuk pertama kalinya yang aku lihat adalah Kinara. Gadis kecil yang begitu lugu namun hatiku bergetar saat memandang nya. Sikapnya yang lembut dan juga santun semakin membuat hatiku jatuh cinta padanya. Kamu tidak salah jika kamu menyukai ku. Karena kita tidak tau kepada siapa hati ini akan terpaut. Tapi.. aku tidak menyukai mu Faizah.. maaf.. maafkan aku. Aku tidak bisa menerima mu! Aku menginginkan Kinara bukan yang lain! Kinara adalah jawaban dari doa yang selalu aku panjatkan selama ini. Maaf Faizah.'' Tegas Ali begitu menusuk relung hati Faizah.
Ali menggenggam erat tangan Kinara yang semakin dingin. Ia tidak menoleh sedikitpun pada Kinara, tapi matanya menatap datar pada Faizah. Kinara terharu, ternyata dirinya begitu di inginkan oleh Ali untuk berada disampingnya.
Sempat insicure dengan kenyataan baru saja. Tapi perkataan Ali baru saja, seperti angin segar yang berhembus menerpa dirinya.
Faizah menatap Kinara. Mata sayu nan lembut, bibir tipis, hidung mancung dan mata sipit seperti Papi Gilang. Kinara begitu mirip dengan Kakak keduanya yaitu Annisa.
Bagai pinang di belah dua. Sangat mirip. Kadang Papi Gilang salah memanggil Kinara dengan Annisa.
Faizah menatap nyalang pada Kinara, matanya memerah. Tangannya mengepal erat. Ia bergerak mendekati Kinara, dengan segera ia menarik baju Kinara hingga Kinara hampir terjatuh jika tidak di pegang oleh Ali.
''Dasar gadis kecil sialaaaaannn!!! Gara-gara kamu! Bang Ali tidak mau denganku! Kau pembawa sial di dalam hidupku! Pergi kau! Enyah dari hidupku! Pergi!! Kau selalu merebut apapun yang aku mau!!! Gara-gara kau, bang Ali tidak ingin menikah denganku!! Aaaaaa... sialaaaaannn... pergi kau!! pergiiiii!!!''
Deg!
Deg!
''Dasar wanita murah!! Sialaaaaannn!!!'' umpat Faizah dengan wajah memerah.
Tangannya terus menggapai Kinara yang berada di pelukan Ali saat ini. Ali menghadang tangan Faizah agar tidak memukul istrinya. Sedang Kinara semakin kuat memeluk tubuh Ali. Ia terisak disana.
''B-bang.. udah..'' bisik Kinara begitu pelan. Wajahnya berbunyi di dada bidang Ali yang kini sedang menahan tangan Faizah untuk mencakar nya.
Semua yang ada disana terkejut melihat kebrutalan Faizah. Lana dan Maura yang baru saja masuk mereka berdua mematung di depan pintu ruangan resepsi itu.
Terlihat jika Faizah sedang mencoba untuk mencakar Kinara yang berada di dalam pelukan Ali. Tidak hanya tangan, kakinya juga ikut menendang Kinara.
Dukk..
Dukk..
''Allahu!!'' seru Kinara saat merasakan jika tubuhnya di tendang oleh Faizah secara brutal. Ali melototkan mata nya pada Faizah. Tapi Faizah tidak peduli.
''Dasar sialaaaaannn!! Wanita pembawa sial!! Gara-gara kau! aku selalu yang menanggung kesialan ini! Dulu pun begitu, kenapa semua orang begitu memuja mu?! heh?! sialaaaaannn.. pembawa siallll!!!!''
Dddduuuuaaaaarrrrrrrrr...
Papi Gilang mengetatkan rahangnya. Begitu juga dengan Mak Alisa. Apalagi Ali. Wajahnya memerah menahan amarah.
Geram, karena kelakuan Faizah yang tidak terkontrol ingin melukai Kinara, Ali mendorong wanita itu hingga terjatuh dengan terjengkang ke belakang.
Brrruukkk..
Deg!
''Kau! jangan sekali-kali kau mengatakan jika Kinara ku adalah pembawa sial! Dia keberuntungan ku! Jika sekali lagi aku mendengar kau mengatakan seperti itu untuk istriku, aku sendiri yang akan merobek mulutmu hingga kau tidak bisa berbicara lagi seperti sekarang! Pergiiiii!!'' teriak Ali begitu menggelegar di seluruh ruangan itu.
Semua yang ada disana terjingkat kaget karena lengkingan suara Ali. Faizah menatap nanar padanya. Rahangnya semakin mengetat saat melihat Kinara sedang mengelus dada bidang Ali yang sedang naik turun menahan amarah.
''Nggak!! aku nggak akan pergi!!! Kamu harus menikah denganku! Bukan dengannya! Dia pembawa sial untukmu!''
''Diaaaaammmm!!!'' sentak Ali lagi semakin marah.
''Nggak!!!!!'' balas Faizah dengan suara yang tak kalah tinggi dari Ali.
''Cukup!'' sentak Papi Gilang dengan rahang mengeras. Ia mengepalkan kedua tangannya. Ia menatap nyalang pada Faizah, putri ketiga besan nya.
Mak Alisa mendekati Papi Gilang. ia mengelus tubuh sang suami. Papi Gilang memejamkan kedua matanya.
''Sabar.. nggak akan ada jalan keluar kalau kamu marah-marah seperti ini, Pi.. Adek udah sah kok jadi istri Ali. Jadi.. tidak ada yang perlu di ribut kan lagi disini. Malu.. Mak malu sama tamu kita! Kak Madan, Aini! Bawa pulang putri kalian dari sini! Dan kamu Faizah! Berhenti mengejar sesuatu yang bukan menjadi milikmu! Jika memang kamu ingin mendapatkan Ali, kenapa kau tidak merayu Allah, agar mau memberikan nya padamu? Bukan dengan cara seperti ini! Mak kecewa sama kamu! Kamu sudah mempermalukan keluarga Mak di sini! Pulanglah!'' tegas Mak Alisa dengan wajah datarnya.
Suara lembut dan mendayu itu, menusuk relung hati siapa yang mendengar nya. Mata Nara berkaca-kaca.
Ia menunduk. ''Maaf Papi.. Mami.. gara-gara adek, pesta bang Lana jadi seperti ini.. hiks.. maaf..'' Isak Nara.
Lagi, tangan Ali mengepalkan kedua tangannya. Ia menatap nyalang pada Faizah. Ingin sekali mencekik leher wanita itu. Jika tidak mengingat, gadis sebaya adiknya itu merupakan saudara ipar Lana, maka ia akan menyeretnya dan menghempaskannya keluar.
Tapi akal sehatnya masih berfungsi saat ini. Daripada Ali marah pada gadis yang tidak jelas itu. Lebih baik ia memeluk Nara untuk mendamaikan hatinya yang sedang gundah karena emosi yang memuncak.
''Ssstt .. udah.. kita istirahat ya? Ayo!'' ajak Ali pada Nara.
Nara mengangguk, dengan segera ia menuntun Nara untuk menuju kamar hotel milik mereka. Diikuti oleh keluarga Ali yang lainnya.
💕💕💕💕💕
Hallo ha.. assalamualaikum.. hehehe..
Othor rilis cerita baru lagi nih.
Cerita ini khusus adek Nara, ya?
Mana nih pendukung adek Nara??
Othor tunggu ye disini. Jangan lupa like , komen, vote, rate dan kembang nya juga. 😁😁😁
Othor tunggu ye??
Di kamar Nara.
Seluruh keluarga berkumpul di sana. Termasuk Mak Alisa, Papi Gilang, Lana dan juga kedua besannya.
Nara menatap mereka semua dengan tatapan sendunya. Ia juga menatap Ali yang kini sedang menatapnya. Ali tersenyum lembut pada Nara. Gadis kecil berparas ayu itu tersenyum dan menunduk.
Ali mengusap kepalanya yang tertutup hijab gaun pengantin. Tidak ada yang berbicara sepatah katapun.
Semuanya larut dalam keheningan dan pikiran masing-masing. Seluruh keluarga berkumpul disana, terkecuali Ira. Kakak sulung mereka semua.
Ira tidak bisa hadir. Karena ia punya bayi yang baru berusia satu tahun delapan bulan. Sebaya dengan Malda. Lagi aktif-aktif nya. Dan kebetulan pula, hari ini bocah kecil itu sakit.
Jadi Ira tidak bisa hadir. Raga dan kedua orang tuanya ikut hadir tapi mereka berada diluar bersama kedua adik Lana. Yaitu Rayyan dan Algi. Kedua Abang Nara. Mereka tidak berbicara sepatah katapun karena sedang menunggu Abi Madan.
''Kita tunggu Abi Madan ya? Beliau ingin kesini katanya. Nih, baru aja beliau WA Abang.'' Kata Lana pada semuanya.
Semuanya mengangguk setuju. Tak lama kemudian, Abi Madan dan Maura pun tiba. Mereka berdua masuk setelah Lana membukakan pintu untuk mereka masuk.
Terlihat Nara terdiam duduk bersama Ali di ranjang. Wajahnya sembab. Sedangkan Ali biasa saja. Karena ia tidak mungkin marah kepada Abi Madan. Mertua Bang Lana.
Wong, Abi Madan pun tak tau kalau Faizah akan muncul disaat ijab qobul mereka telah selesai dan mengamuk disana.
Abi Madan duduk di dekat Papi Gilang, dan kedua orang tua Ali. Abi Madan menatap mereka dengan rasa bersalah.
''Maafkan kelakuan anak saya tadi.. saya tidak tau kalau Faizah akan bertindak nekat seperti itu. Maafkan saya Pak Husen.. mohon maafkan kesalahan putri saya.'' Pinta Abi Madan dengan wajah menunduk.
Maura berjalan mendekati Nara, tapi di tahan oleh Lana. ''Tak apa. Biarkan aku menemani Nara, ya Bang?'' kata Maura saat Lana menggeleng kan kepalanya.
Mak Alisa mengangguk. Lana pasrah. Ia melepas kan tangannya dari lengan Maura. Maura berjalan mendekati Ali.
''Boleh kakak pinjam, istrimu Ali??'' tanya Maura pada Ali.
Ali mengangguk, ''Silahkan Kak.'' Sahut Ali.
Dengan segera ia menarik Nara yang sedang melamun. ''Ayo dek! Kita duduk di balkon. Kayaknya seger deh!'' celutuk Maura sambil menarik tangan adik iparnya itu.
Melihat Maura menarik tangan nya, mata Nara kembali mengembun. Tanpa sadar, ia menubruk tubuh Maura hingga Maura terhuyung ke depan.
''Astaghfirullah!! Sabar Dek! Kita masih di jalan loh.. ayo ih! Gimana jalannya ini??'' Maura terkejut saat merasakan tubuh nya di peluk Nara dari samping.
Mak Alisa dan Lana terkekeh melihat tingkah kedua saudara ipar itu. Papi Gilang tersenyum tipis, melihat Nara begitu dekat dengan Maura.
''Ayo ih! jangan di peluk dulu adek.. ini gimana jalannya coba?! Mau kamu, kita terjatuh berdua ke bawah sana, sedang resepsi aja belum di gelar??''
''Kakak...'' rengek Nara pada Maura.
Nara mengurai pelukannya, ia menatap Maura dengan bibir manyun. Ali terkekeh. Begitu juga dengan para orang tua.
''Ayo ih! jangan manyun gitu bibirnya! Mau kamu disengat lebah kepala hitam??'' Lana dan Ali melototkan matanya.
Kelima orang tua disana tertawa mendengar ucapan Maura. Nara jadi bingung. ''Lebah kepala hitam?? Memang nya ada ya??'' tanya si polos Nara.
''Ada. Banyak malahan. Ada berapa itu, satu, dua, tiga, empat, ada lima orang lebah kepala hitamnya!''
Buhahahaha...
Semua yang ada disana tertawa terbahak mendengar celutukan Maura. Lana sampai menggeleng kan kepalanya melihat tingkah sang istri.
''Mana sih kak? Nggak ada ih! Kakak mah bohong!'' seru Nara dengan mencebik sebal.
Maura terkekeh, ''Sini kakak bisikin. Tapi, kamu harus janji. Pura-pura nggak tau aja nanti ya?'' bisik Maura sambil mendekati Nara dan membawa gadis kecil itu duduk di balkon.
Tiba disana mereka berdua duduk dengan berdiam diri. Sementara para orang tua, melanjutkan kembali percakapan mereka yang tertunda tadi.
''Maafkan kesalahan putri saya, Pak Husen. Gilang. Tak ada maksudku sama sekali untuk mempermalukan kalian di depan penghulu tadi. Saya pun malu karena kelakuan anak saya. Maafkan saya Pak, Gi, Lis.. saya merasa malu sama Besan karena kelakuan anak saya. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tolong maafkan saya..'' pinta Abi Madan lagi dengan raut wajah yang sangat merasa bersalah.
Mami Alisa tersenyum pada Abi Madan dan itu membuat Papi Gilang berwajah datar. Mami Alisa menggelitik Pinggang Papi Gilang agar tidak berwajah datar seperti itu.
Papi Gilang tersenyum kaku.
''Tak apa Kak. Nama nya juga anak gadis. Kalau nggak suka ya .. di ungkapkan! Faizah itu gadis yang unik. Hanya saja.. dia butuh seseorang yang bisa membawanya ke jalan yang lebih baik lagi. Tidakkah kamu lihat tadi, bagaimana brutalnya dia saat ingin memukul putriku, Nara??'' Mami Alisa terkekeh.
''Dia terluka karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Baru pertama kali suka, yang disukai malah menikah dengan gadis lain. Siapa pun pasti akan tidak menyukai nya. Ada sebagian gadis akan memilih diam untuk menutup luka hartinya, ada juga sebagian gadis yang lain seperti Faizah tadi. Yang dengan berani menemui sang mempelai pria dan kalap saat melihat mempelai wanitanya yang ternyata adik kecil yang dulu sering bermain dengannya. Aku memaklumi itu Kak. Tak apa. Iya kan Pi??'' tanya Mak Alisa pada Papi Gilang dan diangguki dengan senyum kaku di wajah nya.
Nara tertegun dengan ucapan Mami Alisa. Ia membenarkan itu semua. Abi Madan menunduk malu. ''Maaf Lis.. maaf..'' Abi Madan menunduk kan wajahnya.
Lana dan Maura saling berpandangan, mereka berdua tau jika kelemahan Abi Madan ada pada Mami Alisa.
Lana dan Maura hanya bisa menghela nafasnya. Berharap, masalah ini tidak berbuntut panjang.
Semoga saja.
''Ya sudah, kalau begitu Nara dan Ali pun harus bersiap ya? Setelah acara resepsi Lana, maka akan menyusul resepsi kalian berdua. Sekalian saja. Mumpung keluarga kita berkumpul semua disini.'' Kata Mami Alisa dan diangguki oleh semua nya.
Maura mendekati Nara dan berbisik tentang hal tadi. ''Kamu ingin tau kan, yang mana lebah kepala hitam diruangan ini?''
Si polos Nara mengangguk. Maura terkikik geli. Sekarang sifat jahil Lana menular padanya. ''Suami kamu, Abang kamu, Papi, Abi dan juga Abi Husen! Mereka itu semua lebah kepala hitam yang suka sekali menghisap bibir para istri jika bibir kita sering kali manyun seperti bebek!''
Nara melototkan matanya. Bibirnya yang tadi manyun, kini ia lipat ke dalam dengan kepala menggeleng. Maura tertawa terbahak bahak.
Lana dan Ali suami Nara hanya menggeleng melihat kelakuan absurd Maura. Kakak ipar Nara istrinya Bang Lana.
💕💕💕💕
Yuhuuu..
Selamat pagi!!!! 👋👋
Udah pada siapan belum? Othor belum nih! hehehe..
Nulis satu bab dulu. Mumpung si bocil othor lagi bobok cuantik! hihihi..
Like dan komen, vote, kembang dan rate untuk othor ye? 😁😁
Happy reading...
Budaya kan like setiap kali kalian mampir di cerita baru othor ye?
Ngomongin tentang Ali nih ye, othor juga pernah suka dengan pemuda yang bernama Ali. Othor sangat menyukai nya. Tapi sayang, dia tidak menyukai othor.
Cinta bertepuk sebelah tangan eeuuuyyy. Sama seperti Faizah ini. Kenangan masa lalu saat othor masih pelajar SMA. hihihi..
Happy reading...
🌺🌺🌺🌺
Setelah acara resepsi Lana dan Maura di gelar, kini giliran Nara dan Ali yang akan melakukan resepsi.
Nara sudah dihias oleh MUA panggilan Mami Alisa yang juga tadi merias Maura. Ali juga sudah siap. Ia sedang duduk di samping Nara yang sedang di hias kepala nya dengan berbagai macam bunga khas pakaian adat Aceh.
''Cantik sekali!'' celutuk Ali tanpa sadar.
Para MUA yang sedang merias Nara terkekeh. ''Benar sekali Tuan. Istri anda ini memanglah sangat cantik. Kalau tidak salah, saya juga pernah merias kakaknya. Emm.. siapa ya namanya. Beliau menikah dengan seorang pengusaha di bidang otomotif gitu. Siapa ya? Ck! Dasar aku ini pelanggan nya terlalu banyak, jadi lupa deh!'' gerutunya dengan tangan terus bergerak memasak bunga di kepala Nara.
Nara Terkekeh kecil. ''Kak Annisa Tante.. beliau istrinya Bang Tama. Abang angkat kami. Ada tuh orangnya di depan bersama suaminya dan juga kedua anaknya.'' jelas Nara sambil memegang bunga goyang yang sedang dipasang di kepalanya.
Ali menatap tak berkedip pada sang istri kecilnya. MUA perias Annisa terkikik geli. Nara tidak sadar jika sedang ditatap begitu dalam oleh sang suami tampan nya.
''Sudah siap??'' tanya Mami Alisa yang tiba-tiba saja masuk mengejutkan Ali dan Nara.
Mereka berdua tersenyum melihat Mami Alisa. ''Masyaallah cantiknya putri Mami... ya Allah.. selalu jaga putri dan menantu ku ini! Semoga keluarga kalian selalu di limpahkan Rahmat Allah SWT. Dan di jauhkan dari godaan syaitan terkutuk!''
''Amiin...'' sahut mereka semua mengaminkan doa Mami Alisa.
Ali masih menetap pada Nara. Tak bosan-bosannya Ali memandang sang istri. Mami Alisa terkekeh Melihat nya.
''Sudah?'' tanyanya Pada MUA itu.
''Sudah Nyonya! Sangat cantik! Sesuai dengan orangnya!''
Kinara tersipu malu. Ali terkekeh lagi. Ia tak kan bosan untuk melihat wajah Nara. Sedari pertama kali bertemu dengan Nara saja Ali langsung suka pada gadis bungsu Papi Gilang itu.
Setelah semuanya beres, Ali beserta keluarga nya berjalan keluar terlebih dahulu. Mereka harus mengikuti prosesi adat Aceh yang sudah di tunggu di depan.
Sementara Nara di tuntun untuk duduk di pelaminan, Ali dan keluarga besarnya sudah berdiri di depan pintu dan sedang disambut oleh tarian khas adat Aceh. Yaitu Ranup lam puan.
Proses penyambutan ini memang semua dilakukan bagi sepasang pengantin yang baru saja menikah. Ini adalah salah satu adat untuk penyambutan untuk mempelai pria pada saat ia masuk kerumah mempelai wanita.
Tarian ini tidak hanya menyambut pengantin saja, tetapi juga hal lainnya. Seperti penyambutan kedatangan bupati dan juga acara lainnya.
Tarian Ranup lam puan ini merupakan tarian adat khas Aceh yang di tarikan oleh beberapa orang wanita yang menggambarkan estetika dan etika tinggi di kalangan masyarakat.
Tarian khusus ada di Aceh saja. Dan kebetulan karena Mamak Alisa adalah keturunan Aceh asli, jadi beliau sengaja memanggil para penari yang langsung di datangkan dari Aceh itu.
Penari yang datang langsung dari sanggar Nenek Irma, adiknya kakek Yoga. Wanita yang sudah sepuh itu masih bisa mengurus sanggar tari miliknya. Semua itu ia lakukan untuk sang keponakan tercinta yaitu Mami Alisa.
Dan disinilah Ali berada. Ia sedang dihadapkan pada gadis belia seumuran dengan istri kecilnya. Kinara.
Para penari itu sengaja mendatangi Ali, ia suguhkan sirih dihadapan Ali untuk di ambil. Ali mengambil nya dan menggantinya dengan amplop kuning lumayan tebal.
Semua yang ada disana bersorak senang. Penari itu melanjutkan lagi tariannya. Setelah selesai, Ali di pegangin oleh kedua penari itu dan di tuntun pada sang istri yang sedang menunggu nya di pelaminan.
Ali mengernyitkan dahinya saat melihat sang istri wajahnya tertutup dengan kain senada dengan songket yang ia kenakan.
Tiba di depan Nara, Ali menatap nya bingung. Mami Alisa terkekeh, ''Ikuti dulu adatnya baru setelah itu kamu boleh bertanya, Hem?'' kata Mami Alisa pada Ali.
Ali mengangguk dengan wajah yang masih bingung. Proses adat penyambutan Ali pun selesai.
Kini mereka berdua sudah di dudukan di pelaminan berdampingan dengan Lana dan Maura. Ali sempat melirik Lana, Lana terkekeh melihat wajah kebingungan adik iparnya itu.
''Abang!''
Deg!
Ali menoleh pada Nara. ''Sayang, kamu??''
Nara terkekeh, ''Ini itu demi masa depan adek, Abang! Tadi Mami sempat melihat kepala sekolah Bang Lana datang kesini yang juga merupakan kepala yayasan di tempat adek sekolah sekarang. Makanya tadi sebelum keluar, Mami memasangkan niqob ini di wajah adek. Seperti Kak Ira dulu! Hem.. kakak ku itu tidak datang kesini. Kalau tidak, Abang pasti tidak terkejut jika melihatku menggunakan niqob miliknya ini, hehehe..'' Nara Terkekeh setelah mengatakan hal itu kepada Ali.
Ali pun ikut terkekeh. Mami Alisa dan Papi Gilang tersenyum dan mengangguk. Acara resepsi itu begitu meriah dilaksanakan. Hingga pada malam harinya pun acara itu masih saja terlaksana.
Mereka duduk bersama di pelaminan Lana dan Maura. Sempat ada yang bertanya, kenapa Ali bisa berdiri bersama Lana. Apakah Ali menikahi adik Lana?
Mereka terkejut mendengar pertanyaan seseorang itu. Tapi, Lana bisa mengatasinya dengan mengatakan jika Ali merupakan adik sekaligus saudara baginya. Tidak jadi masalah baginya jika mereka berdiri di satu pelaminan yang sama. Toh, Ali juga sudah memiliki istri.
Tidak jadi masalah, begitu kata Lana meyakinkan orang itu. Orang itu mengangguk setuju. Setelah orang itu pergi mereka bisa bernafas lega.
Tiba saatnya berfoto bersama keluarga. Lana dan Maura terlebih dahulu. Baru setelahnya Ali dan Nara. Sempat fotografer itu tertegun sejenak karena melihat hasil kamera bidikannya.
Ali dan Nara begitu serasi. Senyum tulus yang mereka keluarkan tidak dibuat-buat. Begitu dapat. Fotografer itu menunjukkan nya pada Papi Gilang. Papi Gilang terkekeh. Ia menatap Mami Alisa.
''Kamu tau? Nara itu begitu mirip dengan Maminya. Dan Ali itu begitu mirip denganku pada saat kami menikah dulu. Senyum tulus sarat akan cinta hingga di dalam sebuah potret pun begitu terlihat. Lihatlah, mereka itu begitu kentara terlihat jika sudah duduk berdua. Dunia hanya milik mereka berdua!'' kata Papi Gilang kepada fotografer sewaan nya.
Fotografer yang sama saat memotretnya dulu. Alhamdulillah nya beliau masih hidup sampai saat ini. Itulah yang sangat Papi Gilang syukuri.
Sementara Ali dan Nara mereka sibuk dengan dunianya sendiri. Ali masih sibuk menggoda Nara. Sedang Nara hanya bisa tersipu malu. Sesekali tangan kecil itu memukul dada bidang sang suami.
Semua itu di abadikan oleh sang fotografer suruhan Papi Gilang itu. Ada satu pose mereka yang begitu romantis menurut sang foto grafer itu. Yaitu saat Nara melepas niqobnya di depan Ali karena Ali ingin melihat wajahnya.
Nara tersipu dan menunduk, sedang Ali Terkekeh dan mencapit dagu manis itu.
Cekrek!
Cekrek!
Suara jepretan kamera itu terdengar oleh Lana dan Maura. Mereka tersenyum saat melihat Ali dan Nara. Saat ini Lana dan Maura beristirahat sebentar. Karena lelah menyambut tamu yang terus berdatangan untuk memberikan selamat pada pernikahan mereka.
Acara itu selesai tepat pukul sepuluh malam.
Ali dan Nara sedang dikamar saat ini. Nara sedang berusaha membuka baju nya dibantu oleh Ali sang suami.
''Sudah, mandilah dengan air hangat agar tubuhmu tetap rileks. Nanti Abang menyusul. Abang mau lempangkan kaki dan pinggang dulu. Pegel!'' keluhnya pada Nara.
Nara terkekeh dan mengangguk. Setelah nya ia masuk dan menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang terasa kaku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!