Di sebuah kota terdapat gedung bertingkat yang terdiri berbagai lantai, salah satu gedung itu tempat dimana seorang wanita bekerja sebagai karyawan kantor.
Ia yang memiliki paras yang cantik, pintar dan cerdas membuat siapapun iri dengan prestasi yang wanita itu miliki. Dia adalah Felia, wanita cantik yang baru memasuki umur 21 tahun berhasil meraih pekerjaan yang luar biasa.
Dengan umur segitu ia sudah mendapatkan keuntungan besar, dan saat ini ia dinobatkan sebagai wanita cerdas sebagai kepercayaan perusahaan terkenal.
Felia menyapa seluruh staf yang ada di perusahaan, karyawan di sana menyukai sifat ramah Felia membuat siapapun menyukai sosok kehadiran Felia.
Tidak dengan satu wanita, wanita itu sama sekali tidak menyukai kehadiran Felia. Dia sudah berusaha mengalahkan Felia tetapi wanita itu selalu memang.
"Hai, Felia." sapa seorang wanita yang melambaikan tangan dari kejauhan.
Felia yang melihat Cici menghampiri wanita itu, "Aku tidak terlambat ke kantor kan?" tanya Felia saat mereka sudah melangkah menuju ruang kerja
"Mana mungkin telat, sekarang masih jam berapa."
"Hehe.. Aku kira sudah telat, jadi aku datang buru-buru dari rumah." kata Felia dengan menampakan senyum manisnya, Cici yang melihat sikap Felia membuat dia muak akan sifat yang diberikan Felia.
"Masih ada waktu lima menit kita ke kantin aja, pasti kamu belum makan?" lagi-lagi Felia menampakan gigi rata saat Cici mengetahui kebiasaannya.
"Sudah aku duga kamu pasti jarang makan pagi. Gimana gak kambuh tuh penyakit makan pagi aja susah," omel Cici membuat Felia tersenyum, dia beruntung memiliki sahabat seperti Cici.
Mereka berdua sampai di kantin yang masih belum di jelajahi anak kantor, dua wanita itu memilih makanan yang sudah tersusun rapih di etalase.
"Sudah milih makanan yang kamu ambil?" tanya Cici sudah membawa sarapan yang dia beli, ia melihat Felia masih menatap makanan di etalase.
"Belum. Aku bingung mau makan apa, semua makanan di sini enak-enak semua." ucap Felia tanpa menatap Cici, ia masih menatap makanan yang ada di depan mata.
"Sudahlah pilih yang kamu mau, sebentar lagi masuk nanti diomelin bos kalau sampai telat." kata Cici yang sudah jengah dengan sikap Felia, ia dengan cepat memilih makanan dan langsung dibayar.
"Gimana sudah?" Felia mengangguk menjawab pertanyaan yang diberikan Cici.
Keduanya pergi dari kantin menuju tempat kerja, satu ruangan dengan Cici membuat dirinya mudah melihat sahabatnya. Semua karyawan menyibukkan diri melakukan pekerjaan masing-masing. Begitupun dengan Felia, dari awal ia duduk sudah banyak pekerjaan yang menumpuk ditambah ia adalah kepercayaan perusahaan.
Tok.. Tok..
Suara ketukan meja membuat semua karyawan melihat begitupun dengan Felia, ia yang melihat sosok lelaki tersenyum kearahnya langsung memeluk lelaki itu.
Dengan senang hati lelaki itu menyambut pelukan hangat dari sang kekasih, "Kamu kapan kembali? Kenapa gak kabarin aku kalau kamu sudah kembali?" tanya Felia yang sudah melepaskan pelukannya.
"Semalam aku sudah sampai di Indonesia. Maaf baru kabarin kamu, aku mau kasih kejutan sama kamu." ucap Louis menyentuh puncak kepala Felia.
"Ekhem. Pak, ini masih di kantor loh masa udah pacaran aja."
"Ya pak. Di sini banyak yang jomblo pak, jangan mesra-mesraan di sinilah." protes karyawan wanita melihat keromantisan Felia.
"Makanya cari cowok biar gak jomblo." ejek Louis terhadap karyawan wanita, Felia tertawa melihat interaksi karyawan dengan atasan.
"Yaudah, kamu kembali bekerja. Aku mau keruangan nanti jam makan siang kita makan siang bareng." ucap Louis membuat Felia mengangguk, lelaki itu pergi setelah bertemu dengan sang kekasih.
"Iri deh liat kamu Felia."
"Ya, kamu beruntung banget dapatin pacar seperti Louis. Udah baik, anak orang kaya, ganteng lagi. Cocok deh sama kamu!"
Felia yang mendapatkan pujian dari semua karyawan hanya bisa tersenyum, tidak dengan Cici. Wanita itu kesal saat Felia terus mendapatkan pujian sedangkan dirinya tidak pernah mendapatkan apapun.
"Kenapa harus Felia yang mendapatkan pujian dari semua orang. Kenapa tidak denganku, apa semua karyawan di sini tidak bosen terus memuji Felia." batin Cici menatap meja Felia, seluruh wajah Cici sudah terbalut emosi saat mendengar Felia terus mendapatkan pujian.
Di tambah lagi Felia memiliki kekasih yang sempurna, sedangkan dia hanyalah orang buangan yang tidak pernah dianggap di kantor ini.
***
Ia tidak sengaja melihat Felia tertawa bahagia bersama Louis, lelaki yang sudah menjadi kekasih Felia dan ia juga menyukai lelaki itu.
"Kenapa harus Louis. Kenapa bukan lelaki lain aja yang menjadi pasangan Felia, gimana dengan perasaanku." batin Cici terus menatap pasangan kekasih itu, tanpa berlama-lama di kantin ia dengan cepat pergi dari sana.
"Gimana pekerjaan kamu selama aku tidak di kantor? Kamu tidak macam-macam dengan lelaki lain kan?" pertanyaan yang diberikan Louis membuatnya tersenyum.
"Kau cemburu?"
"CK. Mana ada aku cemburu, aku takut mereka genit atau macam-macam sama kamu." jawaban yang diberikan Louis membuatnya tertawa, karena pria ini tidak mengakui kalau dirinya cemburu.
"Bilang aja kamu cemburu." ledek Felia membuat Louis menatap Felia.
"Aku tidak mungkin cemburu sama laki-laki sampah di luar sana, dari pada kamu bersama dengan laki-laki sampah lebih baik sama aku." Felia menggeleng kepala melihat kekesalan di raut wajah Louis, sudah tau cemburu masih tidak mau mengakui kalau dirinya cemburu.
"Sayang, sebentar lagi kita menikah kapan kamu kenalin aku sama ayah kamu. Bukannya kamu janji mau kenalin aku sama ayah kamu." kata Felia yang secara tiba-tiba mengatakan hal itu, Louis yang baru saja meneguk kopi hampir tersedak dengan ucapan Felia.
Louis menatap Felia selesai meletakan secangkir kopi, "Sabar ya sayang. Aku lagi nunggu momen yang pas untuk ketemu sama ayah, kamu taukan ayah aku sibuk jadi susah ketemu dengannya."
Felia menghela nafas dengan jawaban yang diberikan Louis, ia menatap Louis saat pria ini masih menatapnya. "Kapan? Mau sampai kapan kamu tidak kenalin aku sama ayah kamu. Kamu taukan hubungan kita sudah berapa lama, dan kita punya rencana mau menikah. Mau sampai kapan kamu tidak kenalin aku sama ayah kamu."
Louis menyentuh tangan Felia, "Kamu sabar dulu ya. Tunggu momen yang pas nanti aku bakal kenalin kamu sama ayah aku."
"Oke. Aku bakal tunggu, tapi sampai kamu belum kenalin aku sama ayah kamu kita putus." ucap Felia dengan memberikan ancaman untuk Louis.
"Ya. Aku akan usahakan untuk kenalin kamu sama ayah aku, tapi kamu sabar dulu nanti ada waktunya aku bakal kenalin kamu sama ayah."
"Sekarang kamu habiskan makanan kamu dan aku bakal cari waktu untuk bicara dengan ayah." ucap Louis kembali, Felia mengikuti keinginan Louis dan memilih menghabiskan sarapan.
Pulang kerja Louis mengantarkan Felia pulang, sudah menjadi rutinitasnya dia mengantar Felia pulang karena ia tidak ingin melihat Felia pulang sendiri.
Mobil yang dibawa Louis berhenti di depan rumah Felia, ia menatap Felia yang sibuk dengan sabuk pengaman.
"Aku masuk dulu ya. Kamu mau mampir dulu gak?" tawar Felia menatap Louis.
"Nggak usah. Aku tau pasti kamu capek, jadi kamu istirahat aja." ucap Louis membuat Felia mengangguk, ia mengambil tas dan memeluk tubuh Louis.
"Aku duluan ya. Kamu hati-hati di jalan jangan ngebut bawa mobilnya."
"Ya sayang." Louis mengecup kening Felia sebelum wanita itu keluar dari mobil, ia yang sudah melihat Felia turun langsung pergi.
Sosok lelaki yang baru saja keluar dari ruangan kerja melihat Louis baru saja kembali, ia melihat lelaki itu duduk di ruang tamu.
"Gimana kantor? Kantor tidak ada masalah kan?" tanya lelaki itu membuat Louis jengah dengan pertanyaan yang diberikan pria ini.
"Louis. Kau ini kenapa diem saja, saya lagi bicara sama kamu." ia menatap Louis yang masih fokus dengan televisi.
"Tidak ada masalah di kantor, jadi kau tidak usah banyak tanya." ucap Louis tanpa menatap lelaki itu.
Pria itu menghampiri Louis yang sibuk menonton telivisi, pria itu meletakan minuman yang dibawa dan duduk di samping Louis.
"Kapan kamu kenalin ayah sama pacar kamu. Dari awal ayah datang ayah belum pernah melihat pacar kamu." kata Edbert mengambil dua minuman kaleng satu minuman di berikan untuk Louis.
"Kenapa anda sibuk memikirkan saya, bukannya anda sudah tidak peduli dengan saya." Louis membuka minuman kaleng dan meminum minuman kaleng.
"Ayah gak mungkin gak peduli sama kamu, kamu ini anak ayah satu-satunya. Sesibuk apapun ayah pasti peduli sama kamu."
Louis meletakan minuman kaleng yang sudah habis, ia mengambil remote televisi untuk mengganti saluran televisi.
"Besok aku akan kenalin ayah dengan calon istriku, tapi ayah tidak boleh melarang ku berpisah dengannya. Aku tidak mau hubunganku dengannya berakhir seperti hubungan ayah dengan ibu." kata Louis menyindir Edbert, lelaki itu terdiam saat Louis mengingat kenangan dia dengan sang istri.
"Kau masih marah dengan ayahmu ini? Sampai kamu tidak bisa memaafkan kesalahan ayah?" tutur Edbert dengan wajah sedih, ia sangat sedih karena sang anak selalu membencinya.
"CK. Kesalahan anda lebih fatal dari kesalahan anda ke saya, jadi jangan berharap saya bisa memaafkan kesalahan kamu di masa lalu." Louis beranjak dari sofa saat Edbert menatap kepergian Louis.
Ia mengeluarkan handphone, di sana ada sebuah foto istri dan dirinya. Di foto itulah ia bisa merasakan senyum sang istri, walau sang istri sudah meninggal.
"Sampai kapan putramu akan memaafkan aku. Sudah belasan tahun dia membenciku tapi dia belum bisa memaafkan ku, sekarang dia mengabaikan keberadaan ku." batin Edbert masih menatap foto istri dan dirinya.
Louis mencari keberadaan Felia, dia malah bertemu dengan sahabat Felia Cici.
"Felia belum datang?" tanya Louis menatap Cici, Cici yang membawa kertas fotocopy menatap Louis.
"Belum, biasanya jam segini ia lagi di jalan. Kenapa kau mencarinya?" kata Cici sibuk merapikan riasan.
"Tidak apa. Terima kasih Ci, aku pergi dulu." Cici yang melihat kepergian Louis merasakan amarah di seluruh tubuh, sudah banyak cara ia lakukan untuk mendapatkan perhatian Louis tapi lelaki itu terus mengabaikannya.
"Hari ini kamu masih bisa mengabaikan aku Louis, tapi suatu saat kamu akan tunduk kepadaku dan mencintaiku." batin Cici.
Seperti biasa Felia bersikap ramah kepada semua karyawan, saat ia mau menyapa Cici wanita itu malah mengabaikannya.
"Kau ini kenapa? Apa ada masalah denganmu?" tanya Felia menatap Cici, wanita itu terus saja sibuk tanpa memperdulikan pertanyaan Felia.
"Sudahlah, mungkin saja dia lagi ada masalah." Felia tidak tau kalau sebenarnya Cici menahan amarah dan kekesalan yang terdapat di tangan, buktinya saja wanita itu terus menatap Felia dengan pandangan mengerikan.
Felia melihat Cici berada di ruangan Louis, ia melihat Cici ketakutan saat Louis sibuk mengecek proposal kantor.
"Selamat pagi, pak." Louis yang mendengar suara kekasihnya menatap Felia, ia melihat wanita itu menghampirinya dengan membawa berkas perusahaan.
"Ini laporan yang bapak minta." Felia meletakan laporan tersebut saat laporan yang diberikan Cici diabaikan.
Merasa diabaikan membuat dirinya kesal, melihat Felia berada di ruangan Louis semakin kekesalannya bertambah.
"Kenapa Felia harus datang, kenapa dia tidak pergi aja dari kantor ini." batin Cici menatap tajam kearah Felia.
Louis menatap Cici masih berada di ruangannya, "Kenapa kamu masih ada di sini?"
"Saya..."
"Cepat kembali keruangan kamu, saya mau bicara dengan Felia." lontar Louis terhadap Cici.
"Baik pak, saya permisi." Felia menatap kepergian Cici, ia merasa kalau sahabatnya ini tidak menyukai kehadirannya.
"Kenapa sayang?" tanya Louis memperhatikan Felia menatap kepergian Cici.
"Bukan apa-apa."
***
Malam ini adalah malam bahagia untuk Felia, karena dia akan bertemu dengan calon mertuanya yang sebentar lagi akan menjadi mertuanya sendiri.
Louis yang sudah berada di rumah Felia menunggu kedatangan kekasihnya, "Sayang." panggil Felia membuat Louis menatap penampilan Felia yang begitu cantik.
Louis bangun dari tempat duduk melihat kecantikan Felia begitu berbeda, "Malam ini kamu cantik sekali, aku sampai tidak bisa mengenali kamu."
"Makasih, kamu juga malam ini sangat tampan." puji Felia membuat Louis tersenyum, ia membawa Felia bertemu dengan Edbert.
"Kenapa kau diam saja? Bukannya kamu sudah menantikan momen ini?" kata Louis yang sudah menjalankan mobil.
"Ini pertama kalinya aku bertemu dengan ayahmu, aku takut nanti ayahmu tidak menerima kehadiranku." Louis mengambil tangan Felia yang berada di atas paha, ia yang merasakan sentuhan yang diberikan Louis menatap lelaki itu.
"Kamu tenang aja ayah tidak akan mengusir kamu. Kalau dia berani mengusir kamu aku akan membelamu."
Mereka berdua keluar dari mobil, lagi lagi ia merasa gugup melihat rumah yang ada di depan matanya. Louis menghampiri Felia untuk memberikan ketenangan untuk kekasihnya.
"Sudah santai aja jangan gugup gitu ada aku." sebelum masuk Felia sempat menghela nafas barulah Louis menggandeng tangan Felia.
"Ayah." panggilan Louis membuat Edbert menatap wanita di samping putranya.
"Kenalin dia Felia kekasihku." ucap Louis, Felia memberikan senyuman kepada Edbert tetapi pria itu terdiam yang terpesona dengan penampilan Felia.
"Om." Edbert tersadar saat Felia memanggilnya, ia melihat Felia memberikan sebuah tangan untuk memperkenalkan diri.
"Edbert."
"Kamu duduk aja dulu aku mau ke kamar." bisik Louis, ia mencoba menenangkan diri untuk menghilangkan rasa gugup.
Ia mencoba bersikap normal walaupun jantungnya sudah melompat ke sana kemari, "Dimana kamu ketemu dengan putra saya?"
Pertanyaan yang diberikan Edbert membuat Felia menatap, ia melihat pria itu sibuk menuangkan air minum.
"Saya bekerja di perusahaan Louis om. Saya sudah lama mengenal Louis mungkin sudah empat tahun."
"Kenapa kamu memilih Louis? Bukannya kamu mendekati putra saya hanya menginginkan hartanya saja." Felia tercengang saat pria ini menganggap dirinya wanita matre, dia sama sekali tidak pernah memikirkan untuk mengeruk harta yang dimiliki Louis.
"Maaf om sepertinya om salah paham. Saya tidak pernah memikirkan untuk menguasai harta Louis, saya masih mampu bekerja mencari uang dari pada memanfaatkan harta orang lain." jawaban yang diberikan Felia membuat dirinya tidak percaya, karena yang dia tau semua wanita itu sama hanya memanfaatkan hartanya saja.
"Bagaimana kalau nanti saya tidak menerima kamu di keluarga saya?" lontar Edbert membuat Felia menatap, pertanyaan itu membuat dirinya semakin bingung.
Edbert memberikan satu minuman kaleng untuk Felia, ia menatap kekasih Louis saat wanita ini masih menatap dengan ekspresi bingung.
"Kenapa kamu diam saja, bukannya kamu sudah tau jawabannya." Felia tersadar saat minuman kaleng sudah berada di depan mata, sebelum membuka minuman kaleng berisi soda ia kembali menatap Edbert.
"Saya memang karyawan biasa di perusahaan Louis, tapi saya bekerja di perusahaan itu hasil jerih payah sendiri tanpa bantuan orang lain. Dan om sepertinya salah menilai saya, sampai kapanpun saya tidak pernah berharap untuk meninggalkan Louis apalagi mengeruk harta yang dimiliki Louis."
Edbert masih setia mendengarkan setiap kata yang diucapkan Felia, tetapi wanita itu malah membuka kaleng soda yang ia beri.
"Om tenang aja saya tidak mungkin mengambil harta yang dimiliki Louis, kalau saya sampai mengambil harta yang dimiliki Louis saya akan mengakhiri hubungan saya dengan Louis." Edbert terdiam dengan perkataan Felia, baru kali ini ia menemukan wanita seperti Felia yang tidak pernah memikirkan tentang harta.
"Kalian seru sekali ngobrolnya lagi ngomongin apa?" kata Louis yang baru saja datang, lelaki itu memilih duduk di samping Felia.
Louis menatap Felia dan juga Edbert, mereka malah sibuk melakukan aktifitas tanpa menjawab ucapannya. Semenjak di dalam Felia terus terdiam tanpa bicara apapun, biasanya wanita ini selalu mengajak dirinya bicara.
Felia yang merasa tangannya di sentuh menatap Louis, "Kamu kenapa diam aja, dari awal kamu ketemu ayah sikap kamu aneh. Apa ayah bicara yang tidak-tidak sama kamu?"
"Ayah kamu sangat baik, dia sampai memperhatikan calon istri anaknya supaya tidak salah memilih. Kamu beruntung bertemu ayah seperti dia."
"Jawab saja gak usah bicara seperti itu, aku tau pasti ayah bicara yang tidak-tidak sama kamu. Gak mungkin kamu diam pasti kamu memikirkan ucapan ayah, cepat katakan apa yang kalian bicarakan saat aku tidak ada."
Felia menghela nafas saat dia memilih menatap kearah depan, "Ayah kamu menganggap ku wanita matre, dia takut aku akan menghabiskan harta kamu. Makanya dia bicara itu sama aku takut kamu di manfaatin sama wanita."
"Sudah ku duga pasti ayah akan bicara itu. Setiap hari ayah selalu menganggap kalau wanita adalah matre, kenapa pria itu tidak pernah berubah malah berpikir negatif terhadap wanita yang selalu dekat denganku." batin Louis, ia masih fokus menyetir walau pikirannya sudah kemana-mana.
"Maksud anda apa bicara seperti itu sama Felia." ucapan yang secara tiba-tiba yang diberikan Louis membuat Edbert membalikan badan dan menjauh dari jendela.
"Ternyata wanita itu sudah mengatakannya sama kamu, pantas kamu sebegitu marah sampai membela wanita itu." Edbert melangkah menuju kursi tunggal dengan mengeluarkan bungkusan rokok yang selalu dia bawa.
Ia kembali menatap Louis saat lelaki itu masih menatapnya, "Kenapa kau milih dia? Bukannya masih banyak wanita di luar sana yang lebih dari dia, dan lebih setara dengan keluarga kita."
"Apa kau pernah menghargai seorang wanita? Sampai kau membenci wanita yang saat ini dekat denganku?" Edbert meletakan batang rokok di asbak, ia melihat Louis menuju dapur.
"Dia hanyalah wanita biasa tidak sebanding dengan kita, kau taukan dia hanyalah karyawan bukan anak orang kaya. Jadi lebih baik kau tinggalkan dia dan memilih wanita yang setara denganmu." Louis meletakan kaleng soda yang dia ambil dari kulkas, ia menatap Edbert saat lelaki itu memilih fokus dengan handphone.
"Kau tidak berhak mencampuri hubunganku dengan Felia, maupun kau meminta anak buah mu untuk datang dan meminta Felia meninggalkan aku, aku tidak akan pernah meninggalkan Felia." Louis pergi saat helaan nafas diberikan Edbert.
{Cari tau tentang Felia. Saya mau informasi mengenai wanita itu segera kamu dapatkan.}
"Kau mau kemana?" tanya Edbert melihat Louis membawa koper, ia meminta seseorang untuk memasukan kopernya ke garansi mobil.
"Saya akan kembali ke apartemen. Dan anda tidak berhak dengan hubungan saya apalagi mengurus kehidupan saya, lebih baik urus saja urusan anda dari pada mengurus kehidupan saya." selesai mengatakan itu Louis pergi meninggalkan Edbert di rumah sendiri.
Helaan terus helaan yang ia berikan, putranya sama sekali tidak menginginkan tinggal di rumah ini dan memilih pergi ke apartemen.
Sampai di apartemen Louis memberikan kunci kamar kepada pekerja yang bekerja di rumah Edbert, ia meminta pria itu untuk meletakan barang bawaan dan dia memilih pergi ke kantor.
Louis baru saja tiba di kantor melihat meja kerja Felia kosong, "Kemana Felia? Apa hari ini dia tidak masuk kerja?"
***
Sedangkan Felia sibuk bekerja di lapangan, kesibukannya bekerja membuat dirinya lupa ngabarin Louis. Ia menjauh dari semua orang untuk menghubungi Louis, akhirnya panggilan telepon terhubung.
"Kau ini kemana aja, dari tadi aku cariin kamu. Kenapa kamu tidak hubungi aku?" kata Louis yang mengetahui jadwal Felia bekerja di lapangan, ia tersenyum mendengar kekhawatiran yang diberikan Louis.
"Maaf sayang, aku lupa kabarin kamu. Gimana pekerjaan kamu apa urusan kantor aman?" tanya Felia langsung menanyakan kantor bukan kabarnya.
"huft, aku ini pacar kamu Felia. Kenapa kamu menanyakan urusan kantor dari pada pacar kamu sendiri."
"Kau masih saja cemburu. Baiklah, aku tanya tentang kamu. Kamu udah sarapan?" kali ini Felia bertanya dengan lembut membuat Louis tersenyum.
"Belum, habis pekerjaan kamu selesai bagaimana kita makan siang bersama."
"Oke, setelah pekerjaan aku selesai aku akan hubungi kamu untuk makan siang bersama." Felia mengakhiri panggilan telepon saat seseorang memintanya untuk menemui kepala perusahaan.
Di luar ada seorang wanita sibuk menguping pembicaraan mereka, dia adalah Cici yang dari tadi sibuk menguping pembicaraan Louis dengan Felia. Yang awalnya Cici mau memberikan laporan kantor tidak sengaja mendengar suara Louis, ia memutuskan untuk mendengar semua percakapan Louis sampai selesai.
"Bagaimana caranya aku bisa menghancurkan Felia dan membuat Louis jatuh cinta kepadaku." ucap Cici di dalam hati, barulah Cici mengetuk pintu untuk mengantarkan berkas yang ia bawa.
Louis masih setia mengecek laporan kantor sampai ia mendengar suara dari karyawan, "Letakan saja laporan itu di meja saya dan kamu boleh pergi."
Cici melakukan ucapan Louis tapi ia masih setia memandang wajah Louis, baru kali ini ia bisa memandang Louis selama ini walau lelaki itu tidak pernah menatapnya.
Louis menghentikan pekerjaannya saat melihat Cici masih berdiri menatap dirinya, "Kenapa kau masih ada di sini? Bukannya saya menyuruh kamu pergi dari ruangan saya." pekik Louis.
"Maaf pak. Saya..."
"Kalau kau hanya mengatakan yang tidak penting lebih baik keluar dari ruangan saya." sekali lagi Louis mengusir Cici, wanita itu menahan kemarahan yang sampai saat ini belum ia keluarkan.
Dia memilih keluar dari ruangan Louis, sampai dimana ia menghubungi seseorang untuk membantunya.
"Hari ini kau masih bisa mengusirku, dan menganggap ku tidak. Tapi suatu saat kamu akan menjadi milikku, Louis." Cici pergi dari ruangan Louis.
"Gimana apa kau sudah mendapatkan informasi mengenai, Felia?" tanya Edbert menatap lelaki yang berdiri di hadapannya.
Tanpa menjawab ucapan Edbert, lelaki itu memberikan bukti informasi mengenai Felia. Ia terus mengamati semua bukti yang didapatkan, sampai ia menemukan satu informasi yang semakin dirinya kagum.
"Ternyata wanita itu bukan wanita yang selama ini aku takutkan, Louis benar kalau Felia bukan wanita matre. Dia wanita pekerja keras sampai wanita itu berjuang mempertahankan hidupnya." batin Edbert masih melihat informasi yang didapatkan orang kepercayaannya.
Selesai melihat informasi tentang Felia ia kembali menatap orang kepercayaannya, "Kamu bisa kembali. Bagi saya informasi ini sudah cukup."
"Baik, tuan." lelaki itu pergi saat Edbert masih membuka informasi mengenai Felia.
"Sayang, ayah meminta aku bawa kamu menemui ayah." kata Louis secara tiba-tiba membuat Felia tersedak, ia mengambil air minum saat Louis memberikan segelas air.
"Kamu tidak apa-apa, 'kan?" tanya Louis mengkhawatirkan keadaan Felia.
"Aku tidak apa-apa. Barusan kamu bicara apa?"
"Ayah meminta kita datang menemuinya. Aku gak tau ayah mau bicara apa, yang pasti dia mau bicara hal penting tentang hubungan kita."
Felia menghentikan sarapan menatap Louis dengan serius, "Hubungan kita? Bukannya ayah kamu tidak menyukai aku, malah dia menganggap aku wanita matre."
"Aku yakin ayah sudah berubah pikiran makanya dia meminta aku untuk menemuinya lagi." Louis meletakan sendok di piring, ia memilih menyentuh tangan Felia.
"Kamu gak usah khawatir, aku janji akan selalu ada untuk kamu." perkataan Louis membuatnya sedikit tenang, walaupun hatinya semakin dibuat kacau saat bertemu dengan Edbert.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!