Megantara Stewart merupakan anak pertama dari keluarga Stewart. Dia lahir dari rahim ibu yang bernama Lucretia Stewart dan ayah nya bernama Barnest Stewart.
Megantara yang akrab di panggil Megan tersebut merupakan seorang CEO di salah satu perusahaan ayahnya yang bergerak dibidang pertambangan batubara.
Cuek dan kaku serta dingin itulah kepribadian yang menggambarkan dirinya, tapi tak lantas membuat pesonanya memudar dimata kaum hawa. Ketampanan dan pesonanya selalu bisa memikat hati para perempuan. Tapi sayang, tak ada satupun wanita yang bisa memikat hatinya, lebih tepatnya tidak mau melirik perempuan dulu, hatinya seperti mati pada perempuan untuk sa'at ini, entahlah, semua bermula dari penghianatan sang kekasih beberapa waktu lalu.
*****
Waktu itu...
"Sayang ... kapan kamu akan menemui orang tua ku, kapan kita nikah nya sayang?" rengek Jessica pada seorang lelaki sambil menyandarkan kepalanya dibahu sang lelaki.
"Iya sayang, sabar, tunggu proyek yang satu ini selesai ya, aku ingin mengadakan pesta yang besar untuk pernikahan kita nantinya," jawab sang pria.
Dia adalah azward Sebastian, anak tunggal dari keluarga sebastian pemilik salah satu perusahaan terbesar di kotanya. Tapi Azward memilih jadi arsitek dia belum mau bekerja di perusahaan ayahnya.
"Iya sayang, aku akan menunggumu," Jessica berkata sambil memeluk sang kekasih dari samping. Entah siapa kekasihnya yang sebenarnya, pasalnya Jessica merupakan kekasih Megan selama empat tahun ini.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi sepasang mata dan telinga telah melihat dan mendengar ucapan mereka. Dia adalah Megan, kekasih Jessica selama empat tahun ini.
Megan yang ingin membeli makanan pesanan sang adik hanya terpaku menyaksikan keyataan di depan mata.
"Ternyata dia menghianati ku."
Betapa kecewanya hati Megan, perempuan yang selama ini dianggapnya begitu mencintainya, hingga ia rela berkorban demi sang kekasih. Waktu dan materi telah dia korbankan untuk sang kekasih, tapi ternyata yang didapat hanyalah penghianatan.
Tanpa pikir panjang , Megan berbalik dan meninggal restoran tempat sang kekasih memadu kasih dengan pria lain. Entah kenapa, bukannya memergoki dan melabrak mereka, Megan malah pergi begitu saja.
"Aaarghhhh, ternyata selama ini aku memanjakan perempuan ular, untung aku belum menikahi nya." Megan memukul stir mobil untuk melampiaskan kemarahannya.
"Aku harus mencari restoran lain, persetan dengan tuh perempuan.''
Megan menyalakan mesin mobil dan mencari restoran lain, dia tidak mau adik nya terlalu lama menunggu, bisa-bisa sang adik kelaparan menunggunya.
Meskipun ada asisten rumah tangga yang memasak dirumah, tapi kali ini Bella Stewart, adiknya megan yang imut dan manis itu, ingin memakan makanan ala Jepang.
***
Dirumah Megan
"Bi ... Bella mana?" tanya Megan pada sang asisten rumah tangganya.
"Ada dikamar Den, mau bibi panggilkan?"
"Biar saya saja." Megan meletakkan makanan yang dibawanya diatas meja makan seraya berlalu menuju kamar adiknya.
Tok, tok, tok.
"Kakak udah pulang? yuk kita makan," ajak Bella pada sang kakak.
"Kakak ngak lapar, kamu aja makan sendiri, kakak mau istirahat, capek bangat," tolak Megan.
"Ngak mau, kakak harus temani Bella," rengek Bella kemudian menarik tangan sang kakak, karena Megan tidak mau menemani nya makan. Sebenarnya bukannya ngk mau, tapi dia sedang dalam situasi hati yang tidak baik.
"Hufftt..." Megan menghembuskan nafas kasar.
Di meja makan.
"Loh kok ... rasanya beda dari yang biasa kak?" tanya Bella setelah menghentikan kunyahannya pada suapan pertama. "Pasti belinya bukan direstoran langganan kita ya?" protes Bella.
"Iya, ditempat biasa udah habis makanan ini." bohong Megan.
"Udah, makan aja, enak juga kok."
"Iya sih enak." Bella kembali melanjutkan makannya.
Hening, beberapa sa'at tanpa percakapan, mereka sibuk dengan makanan masing-masing meski wajah Megan tetap kusut dan fikirannya melayang entah kemana.
"Kakak kenapa bengong?" Pertanyaan Bella mengagetkan Megan.
"Ngk kenapa-kenapa."
"Trus kenapa bengong?"
"Kakak kecapekan," jawab Megan berbohong.
"Sepertinya kakak ada masalah, masalah pekerjaan atau masalah kekasih kakak yang matre itu?"
"Kenapa kamu bilang matre?" Megan terkejut dengan pertanyaan sang adik.
"Iya matre, semua orang juga tau kalau dia matre, ketemuannya kalau ngak shopping ya kesalon, cuma ngabisin duit kakak doang. Kakak aja yang bucin, ngk tau bedain yang tulus sama yang pura-pura".
"Hufft."
"Kenapa diam, benar kan yang Bella bilang?"
"Kamu kapan perpisahan?" Megan berusaha mengalihkan bahasan.
"Uh, mengalihkan pembicaraan aja." Bella merasa kesal. "Minggu depan, kakak ikut kan?" tanya Bella.
"Kakak usahain, papa sama mama kapan pulang?"
"Mama bilang sih dua hari sebelum acara."
***
"Ma, Bella mana sih? kog lama amat? nanti kita telat, acara nya 15 menit lagi lo ini." Megan yang berdiri di depan sekolahnya Bella, tampak gelisah gegara adiknya yang mau perpisahan belum juga nyampe.
"Tuh dia." Lucia, mamanya Megan menunjuk kearah mobil yang baru datang dan terlihatlah seorang perempuan cantik keluar dari dalam mobil yang dibukakan pintu oleh sopirnya.
"Kog lama sayang?" tanya lucia pada sang anak, Bella pun lalu menggandeng sang ibu.
"Iya ma, salonnya kedatangan banyak pelanggan hari ini, jadi Bella harus menunggu."
Karena hari ini adalah hari perpisahan di sekolah ternama, maka para siswa pun kebanyakan pergi kesalon yang sama hari ini, salon yang banyak didatangi para keluarga konglomerat, karena itu, Bella pun harus sedikit menunggu.
"Yuk kita masuk!" ajak Barnest Stewart ayahnya Bella dan Megan.
"Kak, ayuk!" Bella sedikit berteriak karena melihat Megan yang terlihat bengong.
"Eh iya." Megan pun terkejut. "Ayok."
"MasyaAllah, kenapa dia secantik itu? apa karna dia didandanin dan tidak memakai seragam sekolah kayak biasanya? seperti bukan adikku yang biasa kulihat." Batin Megan, dia merasa ada yang salah dengan dirinya, pasalnya, jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya sa'at memandang sang adik sa'at ini.
Dia yang dari tadi memandang Bella merasa pangling melihat perubahan penampilan sang adik. Dengan perasaan tak menentu, Meganpun melangkah masuk mengekori adik dan kedua orangtuanya.
Didalampun Megan merasa tak tenang, dia selalu gelisah, hingga ayahnya pun menegurnya. "Kamu kenapa? kenapa kayak cacing kepanasan gitu?"
"Eh, ngk kenapa-kenapa pa, kebelet aja," dusta Megan.
"Ya udah, sana ketoilet, ngapain masih disini?"
"Ya sudah aku ke toilet dulu." Megan pun melangkah keluar, tapi bukan ketoilet, melainkan ketaman sekolah.
Hingga acara selesai, Megan tak kunjung memasuki aula, sampai papa dan mamanya kebingungan menunggunya.
"Coba telpon ma!" Saran Bella.
"Oiya, sebentar, mama telpon dulu."
Drrttt.
drrttt.
"Ya ma." Sahut Megan
"Kamu dimana?, acaranya udah selesai nich, kenapa kamu menghilanh gitu? omel mamanya.
"Di taman ma, gerah didalam" jawab Megan.
"Gerah apaan? mama sama papa kamu ngk merasa gerah kog."
"Kita mau langsung pulang nih ma?" tanya Megan mengalihkan bahasan.
"Ngak, kita mau foto keluarga dulu, kamu tunggu disitu, jangan kemana-kemana!" Perintah sang mama.
"Foto dimana, Ma?"
"Ditaman aja, kamu sih, main pergi-pergi aja."
"Iya iya, aku tunggu disini, Mama jangan ngomel-ngomel! nanti cepat tua."
"Ih dasar, anak durhaka." Lucia mematikan telepon nya.
"Dimana Megan Ma?" tanya Barnest.
"Ditaman Pa, yuk kita kesana!"
Mereka pun menuju taman, dan melakukan foto brsama disana, dan ada juga sesi foto mama dan papa saja, mama dan papa dengan Bella di tengah,ada juga Bella dan Megan saja, yang mana, Megan tidak bisa tersenyum hingga Mamanya menegur agar dia tersenyum.
*****
"Ini tidak benar, dia adikku, aku tidak mungkin menyukai adikku sendiri," batin Megan menepis perasaan aneh yang ia rasakan pada Bella, adiknya sendiri.
"Tapi bagaimana caranya agar aku bisa menghilangkan perasaan terlarang ini, sedangkan aku selalu bersamanya, sebaiknya aku minta papa untuk memindahkanku ke luar negri, lebih baik aku meneruskan usaha papa yang ada Rusia."
"Pa, Pa. kak Megan mana? kog belum turun?" Bella yang baru turun dan bergabung dengan orang tuanya, mereka ingin makan, menanyakan Megan karena dia tidak melihat Megan dimeja makan.
"Ngk tau tuh, ketiduran mungkin," jawab sang Mama.
"Biar Bella panggil Ma, mungkin iya ketiduran," Ia pun bangkit dari duduknya dan langsung menuju kamar Megan.
Tok, tok, tok.
Megan yang sedang melamun seketika terkejut mendengar pintu di ketuk. Dia pun berdiri dan berjalan menuju pintu.
Krek.
Saat pintu dibuka, Megan pun kaget karena orang yang difikirkannya sekarang berada didepan kamarnya.
"Kakak kenapa belum turun? Pama sama Papa udah nungguin kakak buat makan bersama."
"Iya" Jawab Megan singkat.
Merekapun turun dengan Megan mengekori Bella dibelakang dengan perasaan yang masih tak karuan.
"Ma, Pa, aku," Megan menjeda ucapannya. "Bisa ngak aku dipindahkan ke Rusia, maksud aku, aku ingin memimpin perusahaan Papa yang di Rusia, biar Papa aja di sini, jadi Mama sama Papa ngak perlu capek-capek bolak-balik ke sana," ungkap Megan.
Semua orang saling lirik, dan bertanya-tanya mengapa Megan ingin ke Rusia? bukankah selama ini dia tidak mau kesana? setiap kali papanya menyuruhnya memimpin perusahaan yang di Rusia, dia selalu menolak, alasannya ingin menjaga Bella.
"Kenapa kakak tiba-tiba ingin kesana? bukankah kakak ingin menjaga Bella disini?" tanya Bella.
"Kalau aku disini, aku takut jika perasaan aneh ini tumbuh jadi cinta, cinta padamu adikku," batin Megan.
"Iya, kenapa sekarang kamu mau kesana? dari dulu Papa menyuruh kamu kesana tapi kamu tidak mau. Sekarang perusahaan sudah Papa percayakan kepada keponakan Papa, dia juga berjanji akan amanah dan mengembangkan perusahaan," ucap sang Ayah.
"Huft. Ya udahlah, mau bagaimana lagi?" Megan mendengus kesal.
"Kamu sih ada-ada aja, kenapa baru sekarang pengen kesana?" sela Mamanya.
Tak ada percakapan hingga mereka selesai makan, Bella pun merasa ada yang aneh dengan kakaknya, dia menjadi kaku seperti pada orang lain. Dia pun merasa canggung untuk dekat dan bertanya. Bella dan Megan masuk kekamar mereka masing-masing. Sedangkan orang tua mereka keruang keluarga.
"Pa, kenapa Megan ingin ke Rusia? apa dia ada masalah?"
"Papa juga ngak tau Ma, dia itu anaknya tertutup, ngak suka berbagi, jangankan sama orang lain, sama kita aja orang tuanya dia ngk mau cerita."
Tak ada lagi percakapan, mereka pun menonton televisi sambil saling merengkuh. Dikamarpun Bella masih heran dengan perubahan sang kakak, bertanyapun ia sungkan.
***
Pagi-pagi sekali Megan bangun dan segera bersiap untuk kekantor, karna ia tak mau bertemu dengan sang adik.
Di meja makan pun semua menunggu Megan, tapi yang ditunggu tidak juga muncul, hingga Bella menyusul kekamar kakak nya. Akan tetapi, tak ada jawaban setelah tiga kali dia memanggil dan mengetuk pintu.
Dia pun membuka pintu, tapi tak ada orang didalam, pun tak terdengar suara air dikamar mandi yang akan menandakan adanya orang didalam.
"Ngak ada Ma, mungkin udah berangkat," jelas Bella setelah tiba lagi di ruang makan.
"Kog tumben sih Pa? memangnya ada pekerjaan mendesak?"
"Papa juga ngak tau ma," jawab Barnest. "Bi, apa Megan sudah berangkat?" Tanyanya pada sang bibi yang datang membawa sarapan pagi.
"Oh, udah Tuan, Den Megan udah berangkat setengah jam lalu, dan tidak sempat sarapan tuan," jawab si bibi. Barnest pun mengangguk.
Mereka pun sarapan pagi tanpa kehadiran Megan seperti biasa.
Hari-hari berlalu, Meganpun selalu menghindari bertemu Bella, dia juga makin jutek jika ditanya, jika ditanyapun, jawabannya hanya alakarnya.
Bella pun dibuat kesal oleh sifat kakaknya itu, hingga akhirnya dia memutuskan kuliah di Inggris tempat kakek dan neneknya yang tak lain adalah orang tua Barnest, karena Barnest sesungguhnya keturunan Inggris.
"Kenapa kamu ingin kuliah disana sayang? bukankah disini kamu kuliah dikampus favorit mu?" tanya sang mama.
"Iya ma, Bella pengen disana aja, pengen ngerasain pendidikan disana, katanyakan bagus kuliah diluar negeri, ya walaupun disini juga ngak kalah bagus, tapi suasa disana kan beda ma."
"Ya sudah, terserah kamu aja Sayang, yang penting anak Mama mendapatkan pendidikan terbaik, lulus dengan nilai terbaik," Lucia membelai rambut sang anak.
"Ingat, jangan dekat-dekat sama laki-laki, jangan mudah tergoda dengan rayuannya, kamu harus fokus belajar" Lucia mengingatkan.
"Iya Ma, Bella juga ngak mau dekat-dekat sama laki-laki, mau fokus belajar dulu, lagian ya ma, kalu Bella dekat sama laki-laki, kak Megan bakalan ngamuk."
Dulu, waktu Bella masih sekolah, Megan pernah marah-marah sama teman lelakinya, bahkan hampir memukulnya kalau Bella tidak melerai dan menjelaskan yang sebenarnya, hanya karena melihat si laki-laki duduk didekat Bella, padahal mereka lagi belajar kelompok, dan lagian mereka tidak berdua, ada dua teman perempuan Bella lainnya.
Kalau mengingat itu, Bella merasa sangat kesal pada Megan, dia merasa sangat malu sama teman-temannya kala itu.
***
Satu minggu berlalu, dan sekarang Bella pun talah siap dengan barang-barang nya yang dimasukkan kedalam koper. Dan sekarang dia berada di ruang keluarga.
"Kamu mau kemana?" Tanya Megan setelah beberapa waktu belakangan ini menghindari Bella, dia yang baru pulang dari joging karna sekarang hari minggu, merasa heran karna adiknya telah rapi dengan beberapa koper disampingnya.
"Bella mau pindah kuliah Kak, ke Inggris," jawab Bella.
"Kenapa pindah? apa kampus kamu yang sekarang tidak bagus? apa kamu mau ninggalin kakak, mama, sama papa? trus kamu disana sama siapa? dan kenapa juga ke Inggris?" tanya Megan seperti wartawan karna hatinya sesungguhnya tidak mau berjauhan dengan sang adik.
Yang ditanya hanya diam karna tak tau mau menjawab apa, papa dan mama merekapun saling lirik.
"Kenapa diam?" tanya Megan lagi.
"Bella harus jawab yang mana Kak?" Bella balik bertanya.
"Begini Megan, adikmu akan pindah kuliah, dia mau kuliah diluar negri, disana dia akan tinggal bersama nenek dan kakek kalian." Lucia menjelas kan.
Megan pun akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa. Disatu sisi, dia ingin tidak bertemu dengan adiknya untuk sementara waktu, sampai dia bisa mengendalikan perasaan nya. Tapi disisi lain, dia juga merasa berat melepaskan adiknya pergi, dia pasti akan sangat merindukan sang adik, belum lagi dia tidak aka bisa menjaganya kalau dia tidak berada disampingnya.
Pada akhirnya, keberangkatan Bellapun terjadi, dengan Lucia menemaninya hingga sampai tujuan, Barnest tidak bisa ikut mengantar karna dia akan bertemu rekan bisnisnya hari nini, sedangkan Megan beralasan ada pekerjaan yang harus dikerjakannya. Megan benar-benar merasa dilema.
*****
Ada apa dengan diriku ini?
Mencintai yang tak seharusnya
Mengharapkan yang tak semestinya
Aku tak ingin melihatnya untuk sa'at ini
Karna akan menumbuh suburkan cinta dihati
Kini diapun telah jauh
Tak lagi dalam pandangan ku
Tapi aku malah merindukannya
Haruskah aku menentang takdir
Mengejar dia, sesuatu yang tak pasti
Kini hatiku dilema
Menperjuangkan, atau mengikhlaskan.
Megan mengusap wajahnya gusar, sudah dua tahun adiknya tidak pulang, itu artinya sudah dua tahun pula dia tidak melihat sang adik.
Megan sangat merindukan Bella, tapi dia tidak berani untuk menemui yang dirindukan, sesekali mereka masih telponan menanyakan kabar masing-masing, layaknya kakak dan adik, itupun Bella yang menghubungi lebih dulu.
"Kak, kenapa sih kakak ngak pernah telvon Bella duluan? Slalu aja Bella yang menghubungi lebih dulu, kakak ngk kangen sama Bella?" Tanya Bella ketika mereka sedang mengobrol ditelpon waktu itu.
"Kangen banget malah" Bathin Megan.
"Ngak gitu Bel, waktu disini sama waktu disana beda, jadi kakak ngak mau gangguin kamu, bisa jadi kalau kakak yang nelvon duluan, kamunya lagi sibuk belajar, atau mungkin disana udah malam, takut kamu keganggu tidurnya." Sahut Megan menjelaskan.
"Ellaaahh, bilang aja kakak sibuk ngurusin pacar kakak yang cantik itu! sampai-sampai kakak bucin," sela Bella.
"Bukan bucin, hanya saja kakak ngak terlalu mengawasinya, jadi kakak ngk tau kalau dia selingkuh," Megan merasa bodoh telah keceplosan.
"Apa? selingkuh? ya ampun kaaak, kasian bangat kamu."
"Trus, gimana hubungan kalian sekarang? apa kakak mema'afkannya? secarakan kakak udah bucin sama dia?" tanya Bella sekaligus menyindir sang kakak.
"kamiiii, udah putus," jawab Megan.
"Hah? yang benar kak? nah, itu baru benar," Bella menghasut kakaknya. "Ngomong-ngomong gimana kakak mutusinnya?" tanya Bella.
"Waktu itu....." Meganpun menceritakan bagaimana dia memutuskan Jessica.
flashback
"Aku ingin ketemu, ditempat biasa jam satu siang!" Megan mengirim pesan pada Jessica kala itu, yang dibalas ya oleh Jessica.
Dia merasa senang karna Megan mengajaknya ketemuan, biasanya Jessicalah yang selalu minta untuk bertemu. Jessica tentu saja sangat antusias, karna dia bisa shopping sepuasnya.
Biasanya seperti itu, kalau udah ketemu sama Megan, pulangnya Jessica udah makin kinclong dan pasti menenteng belanjaan dengan harga yang sudah pasti waw.
Meganpun menunggu Jessica, dan selang lima menit yang ditunggupun datang. Jessica ingin cipika cipiki dengan Megan, tapi Megan menolak dan menyuruhnya segera duduk.
Setelah Jessica duduk, tanpa basa basi lagi, Megan mengatakan ingin mengakhiri hubungan mereka, tentu saja Jessica yang mendengar terkejut dibuatnya.
"Tapi kenapa sayang? bukankah sebentar lagi kita akan menikah? kenapa kamu ingin mengakhiri hubungan kita? apa kamu udah ngak sayang lagi sama aku? apa kamu udah menemukan perempuan lain di luar sana?" tanya Jessica dengan wajah dibuat sesedih mungkin, tapi Megan tidak berempati sedikitpun.
"Bukan aku, tapi kamu, kamu yang udah ngak sayang lagi sama aku, entahlah, apakah selama ini kamu memang tulus mencintai dan menyayangiku, atau hanya kepura-puraan belaka," Megan menghela nafas untuk menstabilkan emosinya yang sebenarnya sudah naik mengingat penghianatan Jessica.
"Dan kamu juga yang sudah memiliki laki-laki lain, untuk apa aku menikahi perempuan penghianat sepertimu?" tegas Megan.
"Jaga ucapanmu Megan! aku mencari laki-laki lain itu karna kamu juga, kamu yang dingin dan kaku serta ngak bisa memberikan kasih sayang seperti Azward, makanya aku berpaling darimu" ucap Jessica pun dengan tegas.
"Oh namanya Azward, nama yang bagus, semoga sifat dan prilakunya juga bagus," jawab Megan. "Kalau begitu, cepatlah kalian menikah! daripada menambah dosa, bermesraan ngak tau tempat," sindir Megan mengingat kemesraan mereka di tempat umum waktu itu.
"Ya, kami memang mau menikah, setelah proyeknya yang di Medan selesai, maka dia akan menikahi ku, dia berjanji mengadakan pesta yang mewah untuk hari spesial kami." bangga Jessica.
"Ya sudah, semoga kamu beruntung memilihnya," Ucap Megan tapi ragu ucapannya sendiri, pasalnya dia sudah tau siapa Azward.
Dua jam setelah mengetahui perselingkuhan Jessica, Megan menyuruh bawahannya menyelidiki lelaki yang besama Jessica tersebut.
Malamnya Megan mendapat laporan dari bawahannya mengenai Azward, dia adalah anak dari Sebastian, salah satu pengusaha kaya dikota Bandung. Tapi Azward adalah laki-laki playboy, yang suka bergonta ganti wanita dan akan dibuangnya kalau sudah ditidurinya, benar-benar jahat dan licik.
Semua perempuan yang dikencaninya, diiming-imingi dengan pernikahan, yang mewah pula lagi, setelah dia mendapatkan apa yang dia mau, maka dia akan mencampak perempuan itu.
"Pastilah aku beruntung menikah dengannya, dia itu sudahlah kaya, tampan, baik, pengertian dan penyayang, pokoknya semuanya ada padanya," jawab Jessica bangga.
"Ngak kayak kamu Megan, wajah sih memang tampan," Jessica tetap mengakui ketampanan Megan. "Tapi kamu itu kaku, ngak seperti laki-laki lain yang bisa menghangatkan suasana, siapa juga yang betah sama kamu kalau bukan karna uang," jelas Jessica membuat Megan merasa dimanfa'atkan selama ini.
"Lagian kamu ngak kaya-kaya amat, beda dengan Azward, dia itu anak pengusaha kaya di kota Bandung dan memiliki usaha sendiri, ngak kayak kamu yang masih berada diketiak ayahmu," cela Jessica, dia tidak tahu bahwa Megan memiliki tiga restoran mahal yang dirintisnya sendiri tanpa bantuan ayahnya.
"Ya sudah, aku pamit dulu, jaga dirimu, dan jangan mau tidur dengan laki-laki manapun sebelum kalian menikah," ucap Megan mengingatkan.
Walaupun dia kecewa, dia masih memiliki rasa kasihan pada perempuan yang baru saja diputuskannya itu. Dia tidak ingin Jessica di iming-imingi dan dimanfa'atkan oleh laki-laki tak bertanggung jawab, baik itu Azward ataupun yang lainnya.
Tanpa menunggu jawaban, Meganpun bangkit dan berlalu dari hadapan Jessica.
***
"Ya gitu, akhirnya kami mengakhiri hubungan kami," jawab Megan setelah menjelaskan pertemuannya dengan Jessica.
"Trus kakak ngak jadi donk nikahnya? yah kasihan banget kakakku yang tampan ini, gagal nikah, padahal udah tua," ejek Bella.
"Eh, apa maksudmu udah tua? kakak masih muda, masih dua puluh sembilan tahun, lebih sedikit, enak aja bilang kakak tua," omel Megan.
"Ya ya ya, kakakku yang masih muda, trus nikahnya umur berapa? umur empat puluh tahun? atau nunggu Bella?"
"Nunggu kamu?" tanya Megan heran, tapi hatinya dag dig dug.
"Iya, nunggu Bella nikah dulu, baru kakak nikah, ya begitu?"
Meganpun gelagapan membalas perkataan sang adik, dia salah mengartikan dengan kalimat nunggu Bella, dia berfikir Bella mau jadi istrinya nanti setelah dia selesai kuliah, ternyata Megan salah.
"Hmm, i-ya, eh ngak tau lah, kakak lagi nunggu jodoh, mungkin saja belum lahir, atau masih bocil."
"Jodoh itu dijemput kak, bukan ditunggu! kakak itu laki-laki, jadi harus mencarinya bukan cuma menunggu, gimana sih," protes Bella.
"Iya kakak usahain, kamu disana jaga diri, jangan dekat laki-laki, dan jangan pacaran! nanti kamu yang bakalan rugi. Belajarlah yang benar agar nilaimu bagus, dan setelah tamat bisa langsung memimpin perusahaan papa yang ada dikota Bandung." Megan mengingatkan adiknya.
"Iya kak" jawab Bella
"Ya sudah, kakak matiin dulu telvonnya, kakak sebentar lagiada meeting," ucap Megan ingin mengakhiri obrolan dan Bellapun menyetujui.
Kini, dikursi kebesaran yang ada dikantornya, Meganpun melamun sendirian, dia masih merasakan kecewa, hingga belum mau membuka hati pada perempuan lain,takut dikecewakan lagi, fikirnya.
Tapi hatinya merasakan sesuatu yang aneh pada Bella yang tak dirasakan pada perempuan lain yang suka mencari perhatiannya, hingga pintu diketuk, membuyarkan lamunan dan angan sang CEO yang belum beruntung dalam urusan perasaan.
Dan muncullah Jefri sang asisten, mengingatkan sang atasan karna rekan kerja mereka sudah sampai di lobi
"Tuan, rapat akan segera kita mulai, mereka sudah dilobi," lapor Jefri sambil menunduk.
Megan berdiri dari kursinya dan melangkah keluar dengan gagahnya yang penuh wibawa, meninggalkan Megan yang tadi yang sedikit melemah akibat perasaannya sendiri.
Dengan langkah tegap dan tegas, Meganpun menuju ruang meeting, yang diikuti sang asisten. Para karyawan wanitanya pun terkagum-kagum melihat ketampanan sang atasan, hingga mereka terus memandang hingga punggungnya menghilang dibalik pintu yang ditutup kembali.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!