Lampu temaram menerangi di ujung jalan.
Seorang pria muda berjalan keluar dari penjara. Ia memakai setelan hitam dengan rambut panjang yang berantakan. Meski penampilannya sedikit acak-acakan, tapi aura kejinya tak luntur.
Di depan penjara, 5 mobil mewah terparkir dengan rapi, diawasi belasan pengawal bertubuh kekar dan tegap. Di antara para pria itu, ada wanita cantik dan seksi yang memakai gaun merah di atas lutut.
Wanita itu menghampiri pria muda yang berdiri tak jauh dari dirinya. Ia berjalan melenggak-lenggok, memamerkan lekuk tubuhnya. Namun, pria muda itu mengabaikannya seolah tak melihatnya.
Sang wanita merasa sedikit kesal karena diabaikan. Padahal selama ini tidak ada pria yang tidak menelan ludah setiap kali melihat dirinya. Meski begitu, ia tetap memperkenalkan diri karena mengingat tujuan awalnya.
“Namaku Alexia Guttem. Anak dari Harry Guttem,” ucap Alexia mengulurkan tangan di depan pria itu. Ia menurunkan gengsi agar tak merusak rencana.
Pria muda itu tersenyum sinis dan tak menghiraukan uluran tangannya, “Aku mengenal Harry, tapi aku tidak pernah mendengar namamu sebelumnya.”
“Cih,” Alexia berdecak dan menarik kembali uluran tangannya. Ia tambah kesal dengan sifat acuh pria itu. Apalagi pria itu juga berani sekali menyebut nama ayahnya secara langsung.
"Aku adalah anak tunggal di keluarga Guttem. Aku memang tidak pernah menunjukkan diri kepada orang-orang tidak penting. Wajar saja kau tidak pernah mendengar tentangku," ucap Alexia sombong.
Lalu, Alexia menyilangkan tangan ke dada dan berkata dengan nada angkuh, “Sebulan lalu, ayahku menyuruhku untuk menyambut kebebasanmu dari penjara. Bahkan ia juga telah memikirkan banyak cara untuk menjadikanmu keluarga kami setelah kau bebas.”
Pria muda itu tidak bereaksi apa-apa, seolah penjelasan Alexia hanya angin lalu. Ia sama sekali tak menganggap penting wanita itu.
Melihat dirinya masih saja diabaikan, kekesalan Alexia memuncak, “Kau jangan besar kepala! Aku terpaksa datang menyambut kebebasanmu hanya karena perintah ayahku. Aku sama sekali tidak tertarik padamu, apalagi dengan narapidana sepertimu!”
Pria muda itu terkekeh, “Aku tahu Harry sedang merencanakan sesuatu. Aku juga tahu rencana bodoh apa yang akan dilakukannya. Katakan padanya jangan bertindak konyol.”
Seorang pengawal tak bisa menahan diri mendengar Tuan Besarnya dihina. Ia berteriak kepada pria muda itu, “Jaga ucapanmu! Tutup mulutmu jika kau masih sayang nyawa!”
Pria muda yang bernama Ansell itu masih tetap tersenyum, tapi ia melayangkan tinjunya. Pengawal yang berteriak padanya tadi sampai terbang dan jatuh pingsan.
Semua orang syok melihat kejadian itu. Padahal, Ansell hanya meninjunya sekali dan tidak terlihat terlalu kuat, tapi pengawal itu sampai terpelanting jauh.
Apalagi, pengawal itu adalah pengawal utama di Keluarga Guttem. Kekuatan dan keahliannya tak perlu diragukan lagi. Ia telah melewati banyak ujian dan pelatihan keras sebelum menjadi pengawal. Pengalamannya juga sangat banyak.
Namun, ia malah kalah dengan narapidana yang baru bebas.
“Bawa dia ke rumah sakit,” ucap Ansell dingin. Menghajar 1 pengawal adalah hal kecil baginya. Apalagi kekuatan pengawal itu tidak sebanding dengannya.
Sedangkan orang-orang di sana masih terbengong melihat itu. Bahkan, Alexia juga tidak menyangka jika Ansell akan langsung turun tangan.
Ia tak pernah mengecek latar belakang Ansell sebelumnya. Walau Harry sudah menyuruhnya melakukan ini sejak sebulan lalu, ia tak pernah berpikir jika Ansell bukan orang biasa. Tadinya ia berpikir jika Ansell hanyalah pria biasa yang berstatus narapidana.
Walaupun Alexia juga sebenarnya sedikit heran mengapa ayahnya ingin dia menyambut kebebasan seorang penjahat.
“Tanyakan pada ayahmu apakah dia berani tidak senang atau tidak jika aku menyebut namanya secara langsung,” perintah Ansell pada Alexia dengan nada angkuh.
Ia begitu percaya diri dengan ucapannya. Tidak akan ada yang berani marah jika ia menyebut nama seseorang secara langsung, bahkan seorang jenderal sekali pun.
Ansell pun berbalik dan akan pergi.
Kemudian, ia melanjutkan tanpa berbalik badan, “Oh, satu hal lagi. Jangan menganggap dirimu itu penting! Ucapan dan penjelasanmu tidak ada artinya bagiku. Apalagi pakaian murahanmu itu, tidak cukup untuk menarik diriku.”
Ansell berjalan ke seberang dan menghentikan taksi. Lalu, ia pergi tanpa meninggalkan jejak.
Alexia berdiri terpaku. Penyesalan menyeruak di hatinya. Andaikan ia tahu sejak awal jika identitas pria itu tidak biasa. Ia pasti bisa lebih menahan diri untuk menghadapinya.
Jika begini, Alexia yakin ayahnya akan marah padanya. Ia sangat tahu tabiat ayahnya. Jika ia sudah merencanakan sesuatu sejak lama, maka hal itu memang benar-benar ia inginkan.
Setelah kepergian Ansell, ayah Alexia menelepon, sesuai dugaan awal Alexia.
Awalnya Alexia ragu untuk menjawab panggilannya. Namun, ia tetap menjawab panggilannya setelah berpikir agak lama.
“Alexia? Apa kau berhasil menjemputnya?” tanya Harry tanpa basa-basi. Ia sudah menunggu dengan tidak sabar sejak tadi. Hatinya merasa gugup ingin mendengar jawaban putrinya.
“Ayah, dia tak ingin ikut bersama kami. Dia sudah pergi sekarang,” jawab Alexia jujur. Meski ia takut, tapi ia tak pernah berbohong pada ayahnya. Walau ia tahu jawabannya akan membuat ayahnya kecewa.
“Apa? Bagaimana bisa? Apa yang kau lakukan padanya? Apa kau tidak mendengarkan semua ucapanku sejak sebulan lalu?” emosi Harry tersulut dan ia melampiaskannya kepada Alexia.
Rencana matang yang telah ia susun sejak sebulan lalu sekarang sia-sia karena putrinya. Ia benar-benar lemas mendengar berita ini.
“Ayah, aku sudah bicara baik-baik padanya. Aku memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan menemuinya sesuai dengan yang ayah katakan. Aku sudah melakukan semua yang ayah katakan. Namun, ia adalah pria yang begitu sombong. Bahkan ia berani menyebut nama ayah secara langsung,” jelas Alexia berharap emosi ayahnya mereda.
Kemudian, ia melanjutkan, “Bahkan, ia menghajar salah satu pengawal yang tidak terima jika ayah dihina olehnya. Pengawal itu pingsan dan akan dibawa ke rumah sakit. Tidak hanya itu, setelah menjatuhkan pengawal, ia masih berani menyuruhku bertanya pada ayah apakah ayah akan marah atau tidak jika dia menyebut nama secara langsung. Memang pria yang tidak tahu tempatnya!”
Alexia menjelaskan semua dengan detail. Ia tak ingin ayahnya marah tanpa tahu kejadian yang sebenarnya.
“Dasar anak tidak berguna! Melakukan hal kecil saja kau tidak bisa! Kau memang putri yang tidak berharga!” bentak Harry marah dan menghina Alexia. Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya.
Hati Alexia terhenyak mendengar penghinaan ayahnya. Tidak apa jika orang lain atau pria tadi yang menghinanya, ia masih bisa mengabaikannya. Tapi sekarang, ayahnya sendiri yang selalu ia puja malah tak menghargai usahanya bahkan menghinanya.
"Ayah? Kata-kata itu .... Apa maksud ayah mengatakan itu?" tanya Alexia dengan suara sendu.
Walau ia sudah menjelaskan sedetail mungkin, kemarahan Harry pada Alexia tidak juga mereda.
Alexia masih membeku. Ia tak mengerti mengapa ayahnya bisa sampai semarah ini. Bahkan ucapannya juga begitu kasar dan menyakiti hati.
“Kau jangan pernah ikut campur lagi dalam masalah ini! Aku sendiri yang akan pergi ke rumahnya untuk meminta maaf,” ucap Harry dan memutuskan panggilan sepihak.
Alexia menatap nanar ponselnya, "Mengapa ayah tega melakukan ini? Hanya demi seorang narapidana? Siapa pria sialan itu sampai bisa membuat ayahku marah hebat?"
Alexia membanting ponselnya ke tanah dengan emosi.
Ia menarik napas dalam-dalam dan masuk ke dalam mobil. Ia membanting pintu dan membawa mobil pergi dengan kencang.
*
Ansell menghela napas pelan. Ia baru saja keluar dari penjara dan langsung dipertemukan dengan wanita seperti Alexia.
Untungnya Ansell bisa menanganinya.
Ansell mengecek ponsel yang baru saja ia dapat dari seseorang. Orang pertama yang ingin di cek Ansell adalah tunangannya.
Beberapa bulan sebelum ia keluar dari penjara, Ansell sudah menyuruh orang untuk meletakkan pelacak untuk tunangannya.
"Kau baik-baik saja, kan?" gumam Ansell lirih. Ia begitu merindukan tunangannya yang telah ia tinggalkan selama 5 tahun.
Namun, mata Ansell langsung membelalak melihat posisi tunangannya. Ia memiliki firasat buruk tentang hal itu dan langsung menyuruh supir taksi buru-buru ke lokasi itu.
*
Di dalam sebuah rumah.
Makanan mewah tersaji di meja makan. Anggur lezat juga tak ketinggalan berada di sana. Seorang pria dan wanita muda makan bersama dengan didampingi orang tua si pria.
Kedua orang tua itu adalah paman kedua dan tante kedua Ansell. Sedangkan pria muda itu adalah sepupu Ansell.
Lima tahun lalu, wanita muda yang bernama Nichole itu merupakan tunangan Ansell. Ia adalah wanita yang cantik dengan perawakan tinggi dan bertubuh ideal. Mereka adalah pasangan yang serasi dan sering membuat iri orang-orang.
Sejak Ansell masuk penjara, ia yang membantu mengurus perusahaan Ansell. Ia adalah wanita yang cerdas dan mampu mengurus perusahaan Ansell dengan baik.
Ia melakukannya tanpa pamrih. Ia membantu Ansell karena tulus mencintainya. Lagipula, Nichole tak ingin melihat Ansell hancur jika perusahaan ini dipegang oleh saudaranya yang serakah.
Ansell merasa sangat beruntung memilikinya.
Tante kedua Ansell, Jill, meletakkan sendoknya, “Nichole, apakah kau sudah punya jawaban? Apa kau akan menerima Julian anak tante?”
Jill mengelap mulutnya dengan tisu. Ia sudah cukup lama mengenal Nichole. Melihat sikap dan kepribadiannya, Nichole adalah menantu idamannya. Jadi, ia sangat tidak sabar menantikan Nichole akan menjadi istri anaknya.
Walaupun Nichole sudah bertunangan dengan keponakannya, ia tak peduli hal itu. Bagi Jill, Ansell hanyalah narapidana dan Nichole tidak pantas dengannya.
Nichole yang sebenarnya sudah sering ditanya tentang hal ini, ia masih tetap menolak dengan sopan, “Maaf, Tante. Aku sudah memiliki tunangan, yaitu Ansell. Kami saling mencintai. Walau ia di penjara sekarang, aku akan tetap menunggunya. Aku tidak bisa menerima Julian.”
Wajah paman kedua Ansell, Tom, dan Jill suram.
Walau bukan pertama kalinya Nichole mengatakan ini, tetap saja mereka memiliki harapan setiap kali bertanya. Yang mereka inginkan adalah Nichole menerima Julian.
“Nichole, kapan kau akan membuka matamu? Ansell itu tidak pantas bersanding denganmu. Julianlah yang pantas menjadi suamimu! Tinggalkan saja Ansell. Apalagi ini adalah momen yang paling pas karena ia sedang berada di penjara sekarang,” ucap paman Ansell tidak senang.
Ia sudah lama menunggu momen ini. Jika Nichole menikah dengan anaknya, perusahaan Ansell yang saat ini berada di tangan Nichole bisa mereka ambil menjadi hak milik.
Mereka benar-benar ingin sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.
“Benar. Ia adalah tahanan. Ia adalah seorang penjahat! Jangan jadikan penjahat sepertinya menjadi suamimu. Hidupmu tidak akan tenang dan damai,” imbuh Julian yang tidak terima dirinya ditolak.
Ia sudah lama mengejar Nichole, tapi tetap penolakan yang ia dapat. Ia juga merasa tak kalah tampan dan kaya dari Ansell, tapi Nichole tak terlihat tergoda dengannya.
Wajah Nichole suram. Ia tak ingin berlama-lama menghadapi orang tua dan anak itu. Ia memilih berpamitan dengan sopan, “Kalau tidak ada yang akan dibicarakan lagi, aku akan pulang dulu. Sampai jumpa.”
Nichole membereskan tas dan menyudahi makannya. Selera makannya benar-benar hilang saat ini. Tiga orang ini selalu membuatnya muak.
Namun, Julian menahan kepergiannya dan berkata, “Nichole, aku sudah menunggumu selama 5 tahun! Mengapa kau tetap tidak menyukaiku? Apa yang belum kulakukan untukmu? Aku sudah melakukan semua yang terbaik agar kau bisa membalas cintaku! Aku melakukan segalanya agar kau bisa melihat ketulusanku!”
Nichole hanya diam dan perlahan melepaskan cengkraman tangan Julian. Ia sudah muak dengan sikap Julian. Padahal ia sudah menolaknya berkali-kali, tapi Julian tetap tidak menyerah.
Selain itu, Nichole juga tak pernah menerima kebaikannya yang memiliki maksud lain. Ia tak ingin Julian berpikir Nichole menyukainya.
"Aku sudah bilang, aku tidak menyukaimu. Aku juga tidak akan menikahimu. Aku hanya mencintai Ansell dan akan menikah dengannya, bukan denganmu," jawab Nichole dengan kesal.
“Apa kau tidak ingat? Kau tidak akan menjadi apa-apa jika tidak ada keluarga kami! Kau tidak akan menjadi wanita berprestasi tanpa bantuan kami! Kau hanyalah wanita biasa, seorang tunangan narapidana yang tidak tahu tentang bisnis. Kau jangan jadi orang yang lupa diri! Kau harus ingat siapa yang membantumu!” teriak Julian marah. Cengkramannya pada tangan Nichole semakin kuat.
Nichole yang tidak bisa lagi menahan diri pun menjawab, “Kalau memang begitu yang kau pikirkan, sepertinya sekarang lebih enak untuk membahasnya.”
Ia tersenyum sinis ke arah Julian.
“Aku tidak akan pernah berkencan denganmu!” Nichole menekan setiap kata yang ia ucapkan. Kali ini ia menolak dengan lebih tegas.
Ia benar-benar tak ingin lagi diganggu oleh mereka.
Lalu, ia menatap ke arah Tom, “Kerja sama kita ini adil dan saling menguntungkan. Semua yang dikatakan Julian adalah omong kosong! Kita memang sepakat untuk kerja sama dan kau tidak berhak mengungkit keuntungan yang kudapatkan. Aku juga tidak akan mengungkit keuntungan yang kalian dapatkan. Jadi, jangan berkata aku tidak tahu diri.”
Nichole kembali menatap sinis Julian, “Aku juga memperingatkanmu jangan terlalu berlebihan. Aku tidak akan pernah menyukaimu. Camkan itu dalam pikiranmu!”
Jill yang tidak terima melihat suami dan anaknya dihina, ia berkata, “Nichole, apa kau begitu bangga karena ia menyukaimu? Kau pikir kau begitu cantik dan pintar? Julian menyukaimu hanya karena ayahmu! Jangan jadi wanita yang tidak tahu diuntung! Jangan merasa menjadi wanita yang paling dikejar-kejar.”
Jill meluapkan semua emosinya. Ia menghina Nichole dan menjelek-jelekkannya. Padahal selama ini Jill selalu bersikap seolah Nichole adalah putrinya.
“Aku wanita yang tidak tahu diuntung?” tanya Nichole sambil tersenyum meremehkan. Hatinya sedikit tersentak, tapi ia tak ingin menghiraukan itu.
“Jika bukan aku yang mengurus perusahaan Ansell, perusahaan ini pasti akan kalian telan habis-habisan,” ucap Nichole telak.
Ansell begitu kasihan memiliki saudara yang begitu serakah. Tom dan Jill selalu mengincar harta Ansell. Sedangkan anaknya mengincar tunangan Ansell.
Nichole tidak bodoh. Ia tahu apa tujuan mereka.
Ia pun melanjutkan, “Aku tahu bagaimana sifat kalian. Selama ini aku masih menghargai kalian hanya karena Ansell. Sekarang aku sudah memutuskan untuk tidak bekerja sama lagi dengan kalian!”
Julian merasa semakin marah.
Tidak hanya dirinya ditolak, tapi Nichole juga berani ingin membatalkan kerja sama dengannya.
“Jangan banyak bicara! Aku akan membuatmu berlutut dan memohon ampun padaku!” teriak Julian meluapkan emosinya.
Julian mengencangkan cengkramannya dan menarik Nichole dengan paksa. Ia ingin memperkosa Nichole untuk memberi pelajaran agar Nichole berlutut memohon ampun padanya.
Tenaga Nichole tidak sebanding dengan Julian. Ia sudah berusaha memberontak sekuat mungkin, tapi tetap tak bisa terlepas dari kekangan Julian. Keringat sudah bercucuran dan hatinya panik.
Tak ada yang membantu Nichole. Tom dan Jill pun hanya menonton anaknya melakukan itu pada Nichole. Mereka tak peduli walau anak mereka melakukan hal menjijikkan.
"Suamiku, sepertinya kita tak perlu melakukan apapun sekarang. Anak kita sudah bisa berpikir cerdas," ucap Jill tersenyum miring.
Tom yang mendengar itu juga ikut tersenyum, "Kau benar, istriku. Anak kita sudah tumbuh menjadi pria cerdas."
Nichole merasa sangat kesal mendengar ucapan dua orang itu. Mereka benar-benar orang tua yang buruk karena tak bisa mengajarkan anaknya mana yang baik dan benar.
"Kalian benar-benar keji! Orang tua macam apa kalian?" bentak Nichole.
"Pfft. Kau tidak berhak mengomentari urusan kami," jawab Jill terkekeh.
"Nak, jangan sampai dia kabur," ucap Tom pada Julian.
Melihat orang tuanya mendukung, Julian mengangguk semangat. Ia menatap Nichole dengan mesum dan ganas sambil tetap berusaha menarik Nichole dalam pelukannya.
"Lepaskan aku! Kau jangan berani macam-macam! Jika tidak, aku akan melaporkanmu ke polisi!" ancam Nichole sambil terus memberontak.
Air matanya hampir menetes. Ia teringat Ansell yang sedang berada di penjara. Ia tak ingin mengecewakan Ansell jika hal menjijikkan ini sampai terjadi.
Nichole benar-benar takut.
"Hahaha, tidak ada siapa-siapa di sini. Kau juga tidak ada yang membantu. Jika kau melapor polisi, kau tidak memiliki bukti, hahaha," jawab Julian mengejek Nichole.
"Brengsek!" maki Nichole. Semakin ia mencoba melepaskan diri, semakin kencang Julian mencengkeramnya.
"Nichole, sebentar lagi kau akan menjadi milikku seutuhnya. Ansell si narapidana itu tidak akan bisa melakukan apa-apa," ucap Julian sambil tertawa keras.
Namun, tiba-tiba pintu utama terbuka.
Ansell berjalan masuk dengan ekspresi dingin. Orang-orang yang ada di sana langsung mengenali Ansell dan membeku melihat kehadirannya.
Bahkan, Julian langsung memucat dan cengkramannya melemah.
Nichole segera mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari kekangan Julian. Matanya berkaca-kaca melihat kehadiran Ansell yang sudah ia tunggu selama bertahun-tahun.
“Ansell!” teriak Nichole langsung menghamburkan diri ke pelukan Ansell. Air mata yang sejak tadi ia tahan tak dapat lagi terbendung. Ia melepaskan semua rindu dan ketakutannya dalam pelukan Ansell.
Selama 5 tahun di penjara, Ansell pun selalu merindukan Nichole setiap saat. Ia memeluk Nichole dengan erat.
“Aku sangat-sangat merindukanmu. Kau sudah bekerja keras dan melakukan yang terbaik selama 5 tahun ini,” ucap Ansell memuji Nichole dan menciumi kepalanya. Mereka masih berpelukan bersama sambil melepaskan rindu.
Nichole mengangguk dan menangis bahagia.
Tiada sehari pun tanpa Ansell memikirkan Nichole. Walau ia memiliki kesibukan lain di penjara, tapi saat malam tiba, Nichole selalu muncul dalam benaknya.
Ia memikirkan apa yang sedang Nichole lakukan, apakah ia kesulitan selama Ansell pergi, apakah ia baik-baik saja saat sendiri. Ansell selalu mengkhawatirkan Nichole.
Kemudian, Nichole bertanya dengan suara gemetar, “Ansell, mengapa kau selalu menolak jika aku ingin menemui? Apa kau tak mau bertemu denganku? Apa aku tak pantas menemuimu?”
Selama ini, Ansell tak pernah menerima kunjungan Nichole. Ia selalu menolak hadir jika Nichole yang datang. Ia menghapus air mata Nichole dan menjawab, “Jangan menangis. Aku akan menjelaskan semuanya nanti.”
“Sekarang, aku ingin menyapa saudaraku dulu,” ucap Ansell menatap Julian dingin dan tajam.
"Lama tidak bertemu, saudaraku," ucap Ansell dingin. Ia meregangkan otot-otot jarinya dan melangkah ke depan.
"A-apa yang akan kau lakukan? Me-mengapa kau bisa di sini sekarang?" ucap Julian mundur ke belakang. Tubuhnya bergetar hebat sekarang.
Keberaniannya tadi sudah luntur tak berbekas.
Tanpa basa-basi lagi, Ansell langsung memukuli Julian bertubi-tubi dan membabi buta. Ia bagaikan monster yang tidak makan bertahun-tahun.
Tak ada yang bisa menghentikan Ansell. Rasa marahnya memuncak melihat Nichole hampir diperkosa oleh Julian. Jika ia tidak datang tepat waktu dan Nichole tidak mengulur waktu, mungkin Julian sudah mati di tangannya sekarang.
Setiap pukulan Ansell selalu tepat sasaran. Julian yang masih terkejut dengan kedatangan Ansell, ia tak sempat melawan ketika Ansell menghajarnya. Tenaga dan kekuatannya jauh berbeda dengan Ansell.
Akhirnya, Julian pun pingsan tanpa bisa melawan.
Paman kedua Ansell, Tom, tahu jika kedatangan Ansell bukanlah hal yang baik. Namun, ia tak mengatakan apa-apa dan hanya bisa melihat putranya dihajar habis-habisan.
Sedangkan tante kedua Ansell, Jill, mengamuk dan berkata, “Ansell! Kau benar-benar tak memiliki sopan santun! Mengapa kau menghajar Julian hingga pingsan? Apa kau ingin membunuhnya? Dasar kau penjahat! Kau memang pantas masuk penjara! Mengapa kau sudah bebas? Apa kau ingin masuk penjara lagi karena menghabisi anakku?"
Plak!
Nichole tak bisa menahan diri dan berani menampar Jill. Ia berkata, “Jika Tante berani menghina priaku lagi, aku tidak akan segan merobek hancur mulutmu!”
"Dasar wanita murahan! Kau tidak tahu malu! Tangan kotormu itu berani sekali menyentuh pipiku!" bentak Jill kencang sambil memegangi pipinya yang merah. Ia tak berani membalas Nichole karena ada Ansell di sana.
"Mulutmu itu yang murahan! Aku tak akan membiarkan kau menghina priaku! Ingat kata-kataku ini. Aku akan merobek hancur mulutmu," jawab Nichole tegas. Ketakutannya tadi sudah hilang sejak Ansell datang.
Tom yang melihat keadaan semakin memburuk, ia segera melerai dan menghentikan, “Ansell, Nichole, kita adalah keluarga. Jangan terlalu kejam dengan keluarga sendiri. Tolong tahan diri kalian.”
Tom tak bisa membiarkan ini terus terjadi. Hal ini hanya akan merugikannya. Bisa saja tidak hanya Julian yang dibuat pingsan oleh Ansell, tapi dia dan Jill juga akan menjadi taget selanjutnya.
Ansell tertawa meremehkan, “Aku sudah selalu menjaga hubungan keluarga ini. Aku selalu menahan diri. Jika tidak, aku tidak akan membiarkan kalian berlangsung hidup.”
Tom dan Jill merinding mendengar pernyataan Ansell. Mereka takut dengan ancamannya. Apalagi mereka sadar jika ucapan Ansell pasti tidak bercanda.
Walau tadinya mereka bersikap seolah menantang Ansell, tapi sebenarnya mereka tak pernah mampu melawan Ansell. Apalagi melihat kondisi Ansell saat ini.
Ia terlihat semakin kuat sejak keluar penjara. Tatapannya juga terasa semakin tajam. Ucapannya tegas dan tak terbantahkan.
Ansell berdiri dengan tegak dan menaikkan dagunya. Ia berkata, “Karena aku sudah pulang, maka kalian sudah bisa mengembalikan perusahaanku. Aku akan memberikan waktu 3 hari.”
Tom langsung mengiyakan karena tidak berani melawan Ansell, “Baiklah. Aku akan mengembalikannya sesegera mungkin.”
Ansell mengangguk dan langsung membawa Nichole pergi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!