NovelToon NovelToon

TERPAKSA DUA ISTRI

KEHILANGAN KESUCIAN

      Baru tiga bulan ini, Ceo perusahaan PT Tunggal Resmi telah berganti. Sistem kerjanya juga sama ikut berganti, dan bahkan peraturan tampak begitu rumit serumit percintaan si Ceo patah hati.

       Tiga bulan lalu, dia menduduki tahta miliknya. Karena memang dia adalah anak tunggal dari konglomerat kaya yang memiliki perusahaan ternama di bidang properti dan juga hunian mewah yang diberi nama dengan hunian Green Land Indonesia atau disingkat (GLI).

     Pria yang sering disebut Ceo patah hati ini memiliki tinggi badan sekitar 185 dan beratnya yang tampak ideal dengan tingginya. Wajahnya tidak diragukan lagi, karena memang dia peranakan Indonesia-Belanda.

   Tiga bulan berlalu, dia terjebak dalam trauma yang dia sebabkan sendiri, karena amarah dan dendam  atas percintaannya yang gagal.

   Sulit untuknya lupa tentang dikhianati wanita menjadikan dia pria pemabuk saat ini bahkan sampai di ruangan kerjapun selarut ini masih berkutit dengan minumannya.

    Para staf membicarakan dirinya, yang kurang ramah terhadap karyawan, dan staf disana selalu menyebut dia Ceo patah hati.

   Malam itu sang sekretaris pribadi yang dulunya adalah sekretaris dari Papanya sendiri yaitu Rinjani Anindita yang sering dipanggil dengan dengan Dita itu telah bergelar menjadi istri dalam kontrak yang terpaksa.

      "Dita, kamu jangan pulang dulu! Keruangan saya sekarang karena ada hal penting!" jelas terdengar panggilan suara dari telpon Dita itu.

    Wajah Dita tampak malas mendengar suara pria tersebut, namun dia hanyalah sekretaris dari Ceo patah hati yang selalu dia umpat dalam hatinya tersebut.

   Baru saja kakinya ingin melangkah pulang bersama dengan rekan  kerjanya yang selalu menyimpan cinta terhadap Dita itu, namun sekarang dia mengurungkan niatnya untuk pulang.

    "Erkan, kamu pulang duluan deh, pak Ceo kayaknya mau nambah kerjaan aku lagi," ucap Dita sedikit malas.

  "Apa? Ini kan udah waktunya pulang Jani, dan ini juga udah cukup larut," jawab Erkan yang kala itu memang menyimpan perasaan terhadap Dita.

"Yah..mau gimana lagi, kamu tau sendiri kan Ceo kita itu tidak bisa dibantah!" Jawab Dita dengan wajah datar.

"Kamu gak apa-apa kan? Kalau apa aku tungguin kamu sampai selesai," ucap Erkan lagi.

"Erkan, gak usah aku nanti pulang naik taksi aja, aku takut nanti lama, mendingan kamu pulang saja jangan khawatir," ucap Dita lagi sambil tersenyum tipis.

"Entahlah kenapa Erlangga selalu memberimu beban seperti ini, memang dia itu sepupuku tapi aku juga sulit untuk menasehatinya," ucap Erkan yang kala itu mengeluhkan sosok Erlangga tersebut yang ternyata sepupu Erkan.

   Ya! Erlangga Harlan adalah sepupu dari Erkan Harlan, namun keduanya memiliki jabatan berbeda serta sifat yang jauh juga berbedanya.

   "Huh! Kenapa wanita itu lama sekali keruangan!" umpat Erlangga yang saat ini masih meneguk minuman ditangannya.

  Tampak memerah wajahnya dan masih meracau kemana-mana mulutnya saat ini.

Dia tampak mabuk parah dalam ruangan itu, namun entah mengapa dia menyuruh sekretarisnya tersebut untuk datang keruangan tersebut.

   Sedikit perbincangan Erkan dan Dita tadi, ternyata membuat kemarahan Erlangga memuncak. Ponsel Dita kembali berdering kuat, dia yang sudah berada dilantai bawah itu saat ini terburu-buru kembali ke lift.

   "Erkan, udah dulu ya, lihat nih Ceo patah hati nelpon terus!" ucap Dita sambil berlari cepat dan melambaikan tangannya kepada Erkan.

   Erkan tampak kecewa, karena Dita sulit ditaklukkannya. Dita seolah tidak peka dengan perasaan Erkan yang telah lama menjadi rekan serta sahabatnya di perusahaan ini.

  Disini jabatan Erkan juga lumayan tinggi, dia dijadikan dewan direksi oleh Omnya sendiri yaitu Tuan Hendrik Harlan. Mama Erkan adalah adik dari Tuan Hendrik dan mereka hanya dua bersaudara saja.

   Karena memang pemegang dan pewaris itu adalah lelaki, maka harta dari mendiang Tuan Harlan jatuh kepada Papa Erlangga. 

  Keluarga mereka baik-baik saja, Erkan pria yang baik, dia juga tampan bahkan sifatnya juga tenang dan santun. Yang dia tahu menurut dan bekerja dengan baik saja tidak banyak menuntut apapun dari harta keluarganya.

     Kembali kepada Dita yang saat ini sudah berada di lantai 10 perusahaan PT Tunggal Resmi itu. Ya, ruangan Ceo tersebut memang terletak di lantai yang paling atas sekali.

     Tok..tok..

   Dengan nafas yang masih belum teratur itu, Dita dengan cepat mengetuk pintu ruangan Erlangga tersebut. 

  "Masuk!" suara arahan tersebut terdengar kuat namun tidak sinkron.

  Tidak berpikir panjang lagi, Dita dengan cepat masuk kedalam dan dia tertunduk takut melihat banyak botol minuman keras diatas meja sang Ceo.

   "Duduk!" Lagi-lagi nada perintah tersebut terdengar menakutkan.

   Dita hanya tertunduk saat ini, ingin angkat bicara namun dia takut salah karena dia melihat sang Ceo sedang dalam pengaruh minuman keras.

    Erkan tiba-tiba bangkit dari kursi Ceonya tersebut, dengan pandangan mata yang cukup aneh dan jalannya yang sempoyongan.

    Ada map yang dia pegang, Dita sedikit takut saat ini, namun dia tetap mencoba tenang dan mengendalikan pikirannya agar positif.

   "Tukar semua jadwalku besok, sekarang juga!" ucap Erlangga sambil melemparkan map itu ke wajah Dita.

   Prak!

 

   "Auh..lepaskan saya Pak!" 

   "Tidak! Aku tidak akan lepaskan kau! Kau menyakitiku Miranda! Kenapa kau bermain gila dengan pria brengsek itu, 7 tahun kita bersama tapi kau malah memberikan segalanya untuk pria yang baru kau kenal! Brengsek kau Miranda!"

   Tiba-tiba tubuh Erlangga tersungkur diatas tubuh Dita yang saat ini sudah menggigil ketakutan. Erlangga juga meracau aneh menyebut Dita dengan sebutan Miranda.

  Siapa Miranda? Dita pun tidak tahu menahu mengenai wanita yang sedang Erlangga ocehkan itu.

     "Pak lepaskan saya Pak!" Dita memelas saaat ini dia mencoba mereraikan pelukan Erlangga yang sangat kuat itu.

   

  "Tidak! Jangan menolakku lagi!" 

   Bagaimana bisa tubuh kecil itu melepaskan dekapan Erlangga yang berbadan tegar dan tegap itu. Miranda sedikit ngos-ngosan dia tidak bisa melepaskan dekapan antara nafsu dengan amarah itu.

   Tubuh Dita diangkat dan dihempaskan diatas sofa yang berada dalam ruangan Erlangga tersebut.

   "Ja…jangan lakukan ini pak!"

  

   Mata jantan yang dipengaruhi minuman keras itu tampak memiliki dendam dan amarah yang besar.

    Dita sudah tidak bisa mengelak lagi, bibir nya sulit membuka suara, bahkan teriakan tolongnya hanya bergema dalam hatinya saat ini.

   Habis bibirnya dilahap oleh Erlangga yang penuh pelampiasan kemarahan tersebut. Dita mencoba mengelak namun tangan kekar itu dengan cepat masuk merobek baju kemeja putih milik Dita. 

   Keindahan Dita Pun terlihat, mata nafsu dan amarah itu melahapnya tangan kekarnya juga meremas kuat. Dita meringis kesakitan, dia ketakutan bahkan tubuhnya gemetar.

     Erlangga tampak bergairah dan terus menciumi Dita dari atas sampai bawah saat ini, Dita sudah pasrah dengan keadaannya sekarang.

     Tubuh Dita sudah berkeringat, namun saat ini Erlangga masih saja meracau menyebut nama Miranda dan setelah bersamaan suara kuat seperti erangan hebat terdengar dari mulut Erlangga dan rasa sakit yang dalam dirasakan oleh Dita.

    Tubuh Dita gemetar ketakutan, Erlangga melemas seketika, baju dan setelan rok hitam bermotif zigzag itu sudah naik keatas bahkan terbuka semuanya.

    Lenyap telah lenyap, apa yang dijaga selama ini akhirnya lenyap di tangan sang Ceo patah hati yang selalu dihindari oleh Dita itu.

    Suara tangisan Dita terdengar setelah semuanya terjadi, tampaknya Erlangga merasa puas dan gilanya lagi dia masih terbaring diatas sofa itu. Jam terlihat pukul 9 malam lebih sekarang, Dita memandangi tubuh lelaki itu dengan tangannya yang cepat memakai pakaiannya tersebut.

    Dia lari ke kamar mandi yang ada di ruangan itu, memperbaiki tampilan wajahnya dan dia meninggalkan pria itu disana.

   "Oh..Miranda..kau memang nikmat!" Racauan itu kembali terlontar dari mulut yang hampir kehabisan nafas itu.

****

     

BERHENTI!

   "Apa Jani sudah dirumah ya?" tanya Erkan dalam hatinya saat ini.

    Dia yang sedari tadi sudah sampai di apartemennya itu, dan bersantai menikmati bulan yang selalu menjadi pavoritnya.

  Meneguk secangkir kopi dengan mengingat sang pujaan hati itulah kegiatan malam yang selalu Erkanlakukan sebelum dia terlelap.

 Ya! Rinjani Anindita yang sering dipanggil Dita itu, namun Erkanmemiliki panggilan khususnya yaitu Jani. Menurutnya itu panggilan yang cukup manis untuk seorang wanita bertubuh mungil rambut hitamnya yang lewat sebahu itu, pinggang yang ramping kulit yang putih bersih.

   Senyumnya juga menawan, ada lesung pipi disebelah kanan pipi wanita mungil itu. Dia wanita tangguh yang kuat, yang merantau jauh dari kampung halamannya demi menghidupi keluarganya yang serba kekurangan.

   Dia bekerja keras untuk keluarganya, untuk seorang Ayah yang harus selalu cuci darah karena penyakit leukemia, dan ada juga komplikasi jantung. 

   Serta 3 orang adik yang masih dalam tanggungan hidupnya saat ini. Dua orang adik lelaki, dan 1 orang adik perempuannya yang sebentar lagi harus masuk kuliah.

    Banyak beban yang mengharuskan Rinjani Anindita itu bertahan di perusahaan yang saat ini telah menghancurkan masa depannya.

    Malam itu Erkana mencoba menghubungi Jani, namun ponsel Jani tersebut tidak aktif sama sekali.

   Entahlah pikir Erkan mungkin saja baterai ponselnya habis, atau Jani sudah terlelap. 

  Malam yang sendu itu dia habiskan dalam kamar mandi kosannya yang kala itu sebelum menjadi istri Ceo Galau tersebut Rinjani Anindita mengekos karena biaya kos biasa tidak terlalu mahal untuk tubuhnya yang mungil.

    Malam sendu itu berlalu dengan cepatnya, keesokan harinya Dita tidak masuk ke kantor, tubuhnya merasa sakit dan dia meriang. 

  Trauma yang cukup mendalam doa rasakan, sedangkan saat ini terlihat jam setengah 7, Erlangga terbangun dari sofa berwarna crem itu dengan kepala yang cukup pusing, serta pakaian yang tak teratur.

  Dia tersandar memegangi dahinya saat ini, mencoba mengingat semua kejadian malam tadi. Melihat ada sedikit bercak darah tertinggal di ujung sofa itu, membuat jantung Erlangga berdegub kuat.

  "Darah?"

  

  "Apa yang kulakuan tadi malam?''

  "Astaga!" Dia meremas rambutnya dengan kuat, bahkan saat ini dia dengan cepat masuk ke kamar mandi untuk membereskan tubuhnya yang masih berbau alkohol itu.

   Untung saja dalam ruangan itu ada beberapa pakaiannya yang selalu disiapkan Dita setiap harinya. Karena Erlangga tipe pria yang jika ada pertemuan atau meeting dengan klien penting dia tidak ingin memakai pakain yang sama.

   Dia membereskan segalanya, tidak tampak begitu lama, ruangan itu dia semprot dengan parfume andalannya tersebut.

    "Huh…tenag Erlang, Loe gak sengaja dan ini bisa dibicarakan!" ucapnya sendiri pada dirinya.

   Mencoba mengambil gagang telpon, dan menekan nomor telpon Dita disana. Bahkan tidak ada sedikit deringan yang terdengar.

   Wajah Erlangga sedikit panik saat ini, dia pun mencoba menghubungi Erkan. Erkan yang masih dalam perjalan ke kantor pagi itu dengan cepat mengangkat panggilan sepupu sekaligus Ceonya itu.

   "Hallo Pak Ceo!" ucap Erkan lebih awal.

  "KAN, kau dimana? Apa Dita bersamamu?" tanya Erlangga yang langsung tutup point.

"Dita? Tidak, dia tidak bersamaku, memangnya kenapa? Apa dia belum sampai?" tanya balik Erkan.

  "Kalau dia udah sampai gak mungkin aku hubungi kau Erkan!" jawabnya sedikit geram.

  "Kau sudah menghubungi ponselnya?" tanya Erkan mulai cemas.

 "Sudah, tapi tidak masuk sama sekali, dia tidak ada bicara apapun drnganmu semalam?" Siasat Erlangga.

  "Tidak ada, terakhir kami bersama saat mau pulang, itu pun dia kan menjumpaimu terakhir kali yang kau menelponnya," jawab Erkan.

  "Hem..baiklah aku tutup dulu," ucap Erlangga tampak semakin cemas dan jantungnya berdegup dia tidak ingin meneruskan perbincangan di talian telepon itu.

   Erkan bingung dengan suara dan kegelisahan yang cukup jelas digambarkan dalam talian telepon tersebut. Dia pun yang mencemaskan pujaan hatinya, mencoba menekan nomor ponsel Dita yang dia panggil Jani itu dengan cepat.

   "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif."  

  Benar kata Erlangga, bahkan panggilan itu tidak terhubung sama sekali. Kemana Rinjani Anindita saat ini??

     

  Entahlah kedua pria yang tak jauh berbeda usia itu sama-sama merasa gelisah dan gundah gulana.

  Jika Erkan dia gelisah karena memang dia cinta dengan Rinjani Anindita. Sedangkan Erlangga pula dia gelisah karena takut Dita akan membuka mulutnya serta menuntutnya dengan kasus pelecehan, maka reputasi sebagai ceo arogan pria dingin sedingin kutub utara selatan barat daya itu bakalan hilang dalam pandangan staf-staf yang mengidolakan Erlangga tersebut.

    "Sialan! Kemana wanita itu!" umpat Erlangga sedikit kesal pagi ini.

    Dia takut, perusahaannya akan jatuh, namun dia mencoba mencari cara bagaimana agar masalah ini akan teratasi.

   Dita yang tidak punya siapa-siapa  itu hanya mengurung diri dalam kamar kosnya tersebut. Jam telahpun hampir siang saat ini.

  Erkan juga bingung Dita tidak masuk ke kantor namun Dita juga tidak mengabarinya sama sekali.

   Melihat jam di tangan itu adalah jam makan siang, Erlangga yang dari pagi bingung dan takut memutuskan untuk meminta alamat Dita kepada Erkan Yang memang Erlangga tahu Dita dan Erkan Cukup dekat hubungan mereka.

    Menemui Erkan didalam ruangannya tanpa mengetuk pintu karena memang dia Ceo disana dan kaki jenjangnya bebas melangkah semau dia.

   "Erkan!" terkejut Erkan Yang tampak sibuk dengan ponselnya dari tadi.

  "Ha..pak Ceo, ada apa Erlang?" tanya Erkan Dengan wajahnya yang cukup terkejut itu.

  "Kau tau alamat Dita?" Tanya Erlangga yang tampak datar itu.

 "Dita? Untuk apa?" 

"Jangan banyak tanya, cukup berikan saja!" Bentaknya yang tampak tidak suka disiasat tersebut.

"Hm… itu aku share lokasi di ponselmu," ucapnya dengan wajah datar namun hati penuh dengan tanda tanya.

  "Oke thanks," berlalu begitu saja dengan cepat keluar dan merapikan jas berwarna biru dongker serta setelan celana yang senada.

"Ada apa dengan Erlangga dan Jani?" Tanya Erkan Dalam hatinya saat ini.

Dia tahu tadi malam Jani yang pujaan hatinya itu terakhir bertemu hanya dengan Erlangga sepupunya itu, namun tidak biasanya Erlangga mau ambil berat apalagi mengenai dengan Dita.

  Karena memang sebelum ini, Erlangga tidak terlalu memiliki keharmonisan dengan staf-stafnya di kantor. Dia sibuk larut dalam hal percintaannya yang gagal itu.

   "Aku harus membuat wanita itu bungkam, dan tidak akan mengganggu hidupku!" ucap Erlangga saat ini sambil melajukan mobilnya ke arah jalan kosan milik Dita.

    Tampaknya kosan itu tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu 30 menit saja dari kantor milik Erlangga tersebut. Terlihat sederhana, Kosan tersebut dengan cepat Erlangga masuki.

    "Maaf pria dilarang masuk!" ucap salah seorang wanita yang tampak menghentikan langkah sang Ceo.

   Erlangga menatap wanita itu dengan tatapan datar dan cuek, dia yang masih berlagak punya segalanya memberikan ucapan wanita itu dan mengacuhkannya.

   Berjalan tanpa mendengar ucapan wanita itu, sang Ceo sombong dan arogan itu jalan terus menerobos gerbang kosan wanita tersebut.

   "Berhenti!"

   Siapa yang menghentikan langkah sang CEO?

****

ERLANGGA MENCARI DITA

  "Lepaskan tangan kotor anda!" ucap sang Ceo menepis tangan sekuriti itu.

   "Maaf pak anda tidak bisa masuk, ini khusus wanita saja, jika ingin bertemu hanya diperbolehkan di luar saja," jelasnya.

  "Saya Erlangga Harlan, pemilik tanah kawasan sini," ucapnya dengan angkuh.

 "Keluarga Harlan? Terdengar suara wanita paruh baya di belakang Erlangga yang baru memasuki kawasan kosan itu.

   "Mmmm maaf ada apa ini ribut-ribut?" Tanya wanita itu.

"Maaf Bu, Bapak ini memaksa untuk masuk kedalam, peraturannya kan tidak boleh begitu," jelas sekuriti tersebut.

"Maaf Tuan, jika ingin bertemu anda cukup disini," jelas wanita yang ternyata pemilik kosan itu.

"Termasuk keluarga Harlan?" ucapnya angkuh.

"Keluarga Harlan? Apa anda pewaris tunggal itu?" Tanya ibu kos tersebut.

"Ya benar," jawabnya tanpa membuka kaca mata hitamnya tersebut.

Wanita itu tampak menelan salivanya, karena memang kawasan disini pemiliknya adalah keluarga besar Harlan, dan Kosan ini terbangun atas dasar belas kasihan keluarga Harlan tersebut.

   Tidak dilakukan penggusuran karena memang ternyata suami wanita yang pemilik kosan tersebut teman baik Tuan Harlan.

  Tanah ini diberikan  cuma-cuma oleh keluarga Harlan tersebut. Akhirnya karena berat hati dan wanita itu tahu tentang cerita hutang budi suaminya dengan keluarga Harlan itu akhirnya memutuskan membicarakan hal ini empat mata dengan Erlangga.

   "Maaf Tuan, silahkan masuk kedalam," ucapnya dengan sopan.

   Seolah memberi kode kepada sekuriti itu untuk tidak ikut campur, akhirnya Erlangga ikut masuk kedalam berjalan dengan angkuhnya dan banyak pasang mata wanita-wanita yang mengekos disana yang tampak berlalu lalang menatap gagahnya seorang Erlangga Harlan.

     Mereka pun berada diruangan bawah, wanita itu menyuruh Erlangga untuk duduk dan menyuruh pelayannya menyiapkan minuman untuk Erlangga yang dianggap tamu agung tersebut.

   "Tidak perlu repot-repot, anda cukup panggilkan seseorang yang bernama Rinjani Anindita," ucapnya yang tampak tidak ramah sama sekali dengan ibu kos itu.

  "Baik Tuan," jawabnya datar.

   Sikapnya yang angkuh bahkan sedikit tidak sopan tersebut, namun karena mengingat ada terikat hutang budi di zaman dulu membuat sang pemilik kos tak berkutik dengan keangkuhan pria itu.

   Dari bawah panggilan bergema, namun tidak ada yang turun bahkan tidak terdengar langkah kaki dari Rinjani Anindita itu.

  "Maaf Tuan, sepertinya Dita sedang tidak di kamarnya," ucapnya.

  "Di sebelah mana kamarnya Dita?" Tanya pria angkuh itu.

"Ada di lantai dua atas paling akhir," jawabnya.

"Baik, biarkan saya naik ke atas," ucapnya berdiri dengan kaki yang jenjang dan jalan yang lurus.

     Hanya bisa pasrah dan anggukan yang tampak begitu membingungkan jiwa ibu kos tersebut. Siang seperti ini didatangi anak konglomerat terkenal pemilik kawasan tanah di area tersebut.

   Dia naik tangga demi tangga, banyak sosok mata memandangnya berjalan, ada juga wanita genit menyapanya namun dia yang angkuh, arogan bahkan cuek dan memiliki hati batu dan sikap seperti kutub utara itu hanya berjalan untuk menuju kamar seorang Dita saja.

    "Dasar wanita kos-kosan murah!" umpatnya sambil berjalan.

    Seperti arahan sang pemilik kos tersebut dia yang saat ini sudah berada tepat di depan kamar milik Rinjani Anindita itu mencoba membetulkan jasnya dan kacamatanya dan tetap membuat wajah datar tanpa terlihat bersalah tersebut.

  Padahal hatinya diselimuti kegelisahan yang mendalam, namun dia yang merasa tinggi tetap mencoba menjadi pria yang seolah selalu bisa menang dari wanita.

   Tok..tok!

 Tok..tok!

  Empat ketukan kuat, membuat Dita yang dari tadi malam tak henti mengeluarkan air mata, entah itu trauma dan penyesalan mendalam, dia yang terlelap karena lelahnya menangis akhirnya terkejut karena ketukan itu begitu kuat.

    Mencoba mengikat rambut panjang sebahunya, wajahnya sembab Apalgi area bagian matanya terlihat membengkak. Kesedihan di wajah wanita itu tampak terlihat jelas.

   "Siapa?" tanya Dita dari dalam dengan suara parau.

 "Aku!" terdengar tidak asing namun masih penasaran Dita.

  Cekrek…

  Pintu terbuka sedikit lebar, Dita mencoba menolak dan menarik jas pria yang telah menghancurkan aset berharganya tersebut. 

   "Kau, pria brengsek! Pergi kau!" umpat Dita kesal dan marah.

  Traumanya tampak membuat dia kuat dan marahnya saat ini benar-benar tidak terkontrol.

  "Hey, tenanglah! Aku ini bosmu!" ucapnya lagi mencoba mengingatkan Dita akan siapa dirinya itu.

"Aku tidak perduli siapapun kau, intinya  kau pria brengsek, kau sialan! Dan aku akan menuntutmu!" umpat Dita mengeluErkan amarahnya.

"Hey, berhenti mengumpatku begitu, kau ini wanita murahan saja, jangan terlalu berlagak tinggi, sampai kau mau menuntutku, aku akan memberi konpensasi atas kejadian tadi malam!"

"Tidak! Aku tidak ingin apapun darimu! Kau pergi!" Pintu itu ditutup dengan kuat dan tangisan wanita itu pecah saat ini.

   "Dita! Buka pintunya!" Bentak Erlangga.

  "Aku ingin memberimu tawaran bagus!" Teriaknya lagi.

"Diam kau, pergi sana aku tidak akan mendengErkan apapun lagi dari mulut pria sialan sepertimu!" Umpat Dita dari dalam.

 "Dita, kau dengar ini, jika kau bersedia kita menikah sekarang!" ucapnya tiba-tiba.

  Entah mengapa pria arogan itu mengucapkan kata menikah dengan Dita yang tampak memberontak tersebut. Dita pun yang masih dalam amarahnya tersebut masih saja mengumpat seorang Erlangga.

  "Tidak, aku tidak akan menikah dengan pria brengsek sepertimu, tidak tahu malu!" jawabnya.

   "Oke baiklah, jika kau ingin menuntutku, kau tidak memiliki bukti apapun itu, dan aku juga tidak akan membiErkanmu menjatuhkan kehidupanku dan perusahaan, kupastikan kau yang sengsara!" ucap Erlangga mengancam.

  Tidak ada sahutan apapun, akhirnya Erlangga meninggalkan kamar Dita tersebut, dengan wajah memerah.

  "Sialan! Wanita seperti dia saja aku harus mengemis agar membuat kesepakatan?" Lihat saja kau akan menghubungiku kembali! Aku tahu wanita sepertimu akan gila uang!" umpatnya kesal.

   Berjalan tanpa melihat kiri kanan, wajah memerah namun masih tampak menunjukkan kegagahannya didepan semua orang.

  Memang terdengar suara keributan, namun ibu kos sudah menyuruh para anak kosnya tersebut agar tidak ada yang ikut campur akan hal ini.

   Dia masuk ke arah parkiran dimana mobilnya terparkir disana dan telah menutup pintu mobil itu dengan kuat saat ini.

  "Sial! Wanita sial!" Lihat saja kau akan bertekuk lutut denganku!" ucapnya.

   Melihat jam dinding udah hampir setengah dua, Dita menggapai ponselnya saat ini. Dari tadi malam sengaja dia tidak aktifkan.

    Baru saja ponsel itu dia aktifkan, masuk notifikasi bertubi-tubi dari ponselnya tersebut. Entah itu pesan dari Erkan atau dari adiknya yang berada di kampung jauh disana.

     "Kak, Ayah kita drop, sekarang kami sedang dirumah sakit, dan biaya yang harus dibayarkan untuk perawatan ini sekitar 20 juta," pesan itu dibaca dengan sambil meneteskan airmata.

   Tinggal Ayahnya saat ini yang bisa membuatnya kuat, ibunya telah lama meninggalkan mereka. Setelah lahirnya adik ketiganya yang bernama Satria.

   Dan adiknya itu pun sudah tumbuh dewasa masuk di kelas 1 sekolah menengah pertama saat ini. Sedangkan adik keduanya telah masuk sekolah menengah atas. Adik pertamanya pula seorang wanita yang wajahnya tidak kalah cantik dengan Dita sekitar dua bulan lagi akan masuk di bangku perkuliahan.

   Banyak tanggungan kehidupan yang harus dia jalani, saat ini tabungannya menipis, 20 juta bukan angka yang sedikit. Memang gajinya lumayan di perusahaan itu, namun karena selalu mengirim ke kampung saat ini uang seperti itu sangat banyak dan sulit dia dapatkan.

  "Dimana aku harus cari uang 20 juta ini," tanyanya dalam hati.

  Hanya bisa menatap ponselnya tersebut. Saat ini pula masuk kembali notifikasi pesan chat yang bertuliskan nama CEO Galau. Siapa lagi kalau bukan Erlangga Harlan.

   Dita tahu kisah cinta Erlangga yang diputuskan  oleh pacarnya yang barada di prancis saat  ini. Kabar ini sudah tersebar apalagi Erkan juga telah menceritakan tentang itu.

   Makanya Erlangga pulang ke Indonesia dan mau menggantikan posisi ayahnya tersebut. Karena memang Miranda kekasih yang dia cintai dan selalu dia ikuti kemanapun itu akhirnya menyelingkuhi dirinya tersebut.

  

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!