NovelToon NovelToon

CINTA YANG SALAH

SIAPA YANG MENGANDUNG

Aku menggosok tubuhku dengan kasar di bawah pancuran yang terdapat di dalam kamar mandi sebuah penginapan sederhana yang terletak di pinggiran kota.

Aku sungguh tidak mengerti, bagaimana bisa aku terbangun dengan sesosok pria asing yang terlelap di sampingku tanpa busana beberapa waktu lalu.

Jelas pria itu bukan suamiku. Aku tidak mengenalnya, walaupun wajahnya terasa familiar di mataku, tetapi tetap saja aku tidak tahu siapa pria itu.

Segera aku bangkit dari ranjang dengan perlahan, takut jika pria itu terbangun dan menyergapku kembali, kemudian memaksaku untuk melakukan sesuatu yang tidak kuinginkan.

Setelah berhasil turun dari ranjang, aku segera berlari ke kamar mandi lalu membersihkan diri dari noda tak terlihat yang sangat membuatku merasa jijik tak keruan. Dan sekarang di sinilah aku, masih berusaha menghilangkan sisa dosa yang menempel di tubuhku. Menggosoknya kuat-kuat hingga kulitku terasa perih dan memerah.

Setelah memastikan tubuhku bersih, aku segera mengenakan pakaian, masih di dalam kamar mandi. Mana berani aku keluar dari dalam kamar mandi hanya menggunakan handuk, kemudian dengan bebas memasang kembali pakaianku di depan pria asing yang tidak kukenal. Walaupun pria itu sekarang sedang tertidur lelap, tetap saja aku merasa tidak nyaman. Rasanya aku ingin menangis sekarang, tetapi tidak bisa.

***

Beberapa saat kemudian aku menuju halte terdekat, menanti bus yang akan membawaku kembali ke kota. Kutinggalkan pria asing tadi dalam keadaan masih terlelap. Aku sama sekali tidak berniat untuk membangunkannya dan pamit padanya.

Tidak perlu menunggu lama akhirnya bus yang kutunggu pun tiba. Aku segera masuk ke dalam dan duduk dengan nyaman di kursi penumpang.

Di dalam perjalanan, air mataku terus menetes. Sungguh aku sudah berusaha untuk menahannya, tetapi percuma saja. Air mata itu meluncur sendiri dari kedua mataku tanpa bisa aku kendalikan.

Bayangan sosok pria asing yang berbaring di sampingku tadi sungguh sangat menganggu. Bagaimana jika suamiku tahu? Bagaimana jika mertuaku tahu? Mereka semua pasti akan marah dan memakiku walaupun aku mengatakan bahwa aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku bisa berada di sebuah penginapan dengan seorang pria asing.

***

Hari-hari berikutnya kujalani seperti biasa. Tidak ada kejadian istimewa yang terjadi di sekitarku, kecuali fakta bahwa suamiku tahu jikalau beberapa minggu lalu aku berada di sebuah penginapan bersama dengan seorang pria.

Aku sungguh terkejut, bagaimana bisa suamiku tahu. Sedangkan saat di penginapan aku tidak bertemu dengan satu pun orang yang kukenal.

"Mas, biar kujelaskan. Aku--"

"Itu hukuman buatmu, Naima! Hukuman karena kamu tidak becus menjadi seorang istri. Bayangkan, Naima, kita menikah sudah hampir sebelas tahun dan kamu belum mengandung hingga sekarang!"

Deg!

Apa yang suamiku katakan barusan?

Hukuman! Hukuman untuk apa?

"Maksud, Mas ...?" Aku menggantungkan ucapanku, bingung hendak mengakhirinya seperti apa, karena tiba-tiba saja suamiku mengatakan hal yang sngat tidak masuk akal bagiku.

"Sudahlah!"

Mas Tio--suamiku--kemudian berlalu dari hadapanku. Meninggalkanku yang masih memiliki 1001 pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya.

Rasanya sakit sekali mendengar ucapan mas Tio tadi yang menyinggung perihal keturunan. aku memang tidak bisa memberinya anak hingga sekarang. Wajar jika ia sakit hati, tapi pantaskan aku dihukum atas kekurangan yang kumiliki.

Aku mulai berpikir, apakah mungkin Mas Tio menghukumku dengan cara melemparkan tubuhku pada pria lain. Ah, mana mungkin. Mana mungkin suamiku melakukan itu.

Malam itu seingatku, aku sedang menemaninya menghadiri sebuah makan malam yang diadakan oleh salah satu rekan kerjanya di sebuah vila.

Saat pesta sedang berlangsung, suamiku malah memutuskan untuk bermain judi. Hal itu membuatku marah dan menjauh dari dirinya juga teman-temannya.

Akan tetapi, beberapa saat kemudian Mas Tio menghampiriku dengan segelas minuman dingin yang menyegarkan dan meminta maaf kepadaku. Setelahnya aku tidak ingat apapun lagi.

***

"Suamimu menjadikanmu taruhan di atas meja judi, Naima. Percayalah padaku!"

Andre, salah satu teman Mas Tio mengatakan hal konyol yang tidak bisa aku percaya saat kami tidak sengaja berpapasan di sebuah toko buku yang letaknya tidak seberapa jauh dari kantor Mas Tio.

Mana mungkin suamiku tega melakukan itu kepadaku! Tidak ada suami yang rela istrinya ditiduri oleh pria lain. Sungguh tidak masuk akal ucapan Andre.

"Dewa yang memenangkanmu. Dia yang membawamu ke penginapan itu atas izin dari suamimu. Aku rasa selama berminggu-minggu ini dia menyesal, sehingga dia terus menanyakan tentang keadaanmu kepadaku." Andre masih terus berusaha untuk meyakinkanku.

Aku tertawa dan di saat bersamaan aku pun menangis. "Jangan main-main denganku, Ndre. Aku tidak suka bercanda dan jujur saja candaan ini tidak lucu sama sekali."

Andre menggelengkan kepala. "Aku tidak bercanda, Nai, aku mengatakan yang sebenarnya."

Aku memijat pelipisku, beberapa saat kemudian aku merasa kepalaku sakit sekali, pandanganku mulai mengabur dan gelap.

***

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tidak ada siapa pun kecuali diriku yang terbaring di sebuah ranjang pasien dengan selang infus menempel di punggung tangan.

Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki menuju ruangan tempatku berada. Seorang dokter terlihat memasuki ruangan disusul oleh seorang pria tinggi dan tampan yang terlihat tidak asing di mataku.

"Dia harus bedrest. Kandungannya lemah sekali. Akan sangat berbahaya jika dia terlalu banyak kegiatan dan stres, apalagi usia kandungannya masih sangat muda, baru memasuki dua minggu." Suara dokter itu terdengar hingga ke tempatku berbaring.

Aku mengerutkan dahi, kandungan siapa yang dokter itu bicarakan. Pasti dokter itu salah masuk ruangan.

Aku segera berdeham, membuat kedua pria itu mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Ya." Dokter itu menghampiriku.

"Apa yang terjadi kepadaku, Dok? Dan di mana aku? Apa aku sudah boleh pulang?" Aku mencerca dokter itu dengan banyak pertanyaan sekaligus.

"Anda belum boleh pulang, Bu. Anda akan dirawat sesuai dengan permintaan suami Anda."

"Suami?" aku kembali mengerutkan dahi. " Di mana suamiku?" tanyaku bingung.

Dokter itu tertawa lepas, membuatku semakin bingung.

"Ibu hamil memang ada-ada saja. Masa dengan wajah suami sendiri lupa, sih!"

"Hah, ibu hamil?!"

Bersambung ....

AKU MANDUL, DOK!

Aku Saraswati Naima, biasa dipanggil Naima.  Aku menikah dengan Mas Tio Nugraha sejak sebelas tahun yang lalu saat usiaku baru 18 tahun dan hingga saat ini kami belum dikaruniai seorang anak.

Aku merupakan wanita yang bisa dikatakan menarik, dengan tinggi mendekati 170 cm, kulit kuning langsat dan rambut panjang berwarna hitam pekat.

Di lima tahun pertama pernikahan kami, Mas Tio tidak pernah sekali pun menyalahkan aku atas keadaan yang tidak baik ini. Ia justru menjadi sosok yang selalu berada di sampingku dan melindungiku dari serangan kata-kata menyakitkan yang biasanya keluar dari mulut tetangga, teman, bahkan keluarganya.

Mas Tio bahkan menolak untuk melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan kami berdua, dengan alasan bahwa jika sudah tiba waktunya, maka kami pasti akan memiliki momongan.

Kami sehat dan normal. Itulah selalu yang Mas Tio katakan kepadaku.

Hingga suatu hari ia merasa kesal saat perusahaan tempatnya bekerja mengadakan acara Familly Gathering.

Semua rekan kerjanya membawa anak dan istri, sementara dirinya hanya membawa istri ... tanpa anak!

Hari itu banyak rekan kerja yang menggodanya, mungkin hanya dimaksudkan untuk bercanda, tetapi sungguh kekurangan kami bukanlah hal yang pantas untuk dijadikan bahan candaan dan sejak hari itu sikap Mas Tio berubah dingin kepadaku.

Secara tidak langsung akhirnya ia ikut berbaris di barisan orang-orang yang mencibirku.

Aku benar-benar putus asa dan sakit hati akan semua perubahan yang terjadi kepada Mas Tio. Dia bahkan selalu menyebutku dengan sebutan Si Mandul dan Si Pembawa Sial.

Lalu sekarang aku di sini, terduduk sambil menatap bingung pada dokter yang ada di hadapanku.

"Aku mandul, Dok. Aku tidak mungkin hamil!" seruku. Namun, tanpa sadar tangan ini menyentuh dan mengusap lembut perut yang masih rata seperti sebelumnya.

"Mandul? Siapa yang mengatakan itu? Apa Anda sudah melakukan pemeriksaan sebelumnya?" Dokter itu menuntut jawaban dariku.

Deg!

Benar, aku bahkan belum pernah melakukan pemeriksaan. Aku hanya tersugesti dengan kata-kata yang kerap dilontarkan kepadaku. Suami, mertua dan orang-orang di sekitarku menganggap dirikulah yang bermasalah, bukan suamiku.

"Siapa yang mengatakannya?" tanya Dokter itu lagi, kali ini ada nada sedikit memaksa dalam pertanyaannya.

"Suamiku!" lirihku.

***

"Kamu harus beristirahat, Naima. Kamu sudah dengar apa kata dokter tadi, 'kan?!"

Pria itu terus mengikutiku sejak aku memaksa pulang dari rumah sakit.

Saat ini kami sedang berada di terotoar. Aku menolak tawarannya untuk mengantarkanku pulang dengan mobilnya. Alih-alih pergi meninggalkanku, pria itu justru mengikutiku berjalan kaki, padahal aku tidak memiliki tujuan hendak ke mana.

Dia adalah Dewa. Pria yang beberapa minggu lalu tertidur di sampingku. Jika aku tidak salah, maka pria itu adalah ayah dari bayi yang sedang kukandung.

Itu jika memang benar aku sedang mengandung.

"Kenapa kamu terus mengikutiku!" teriakku kepada pria tinggi dan luar biasa tampan itu. "Enyahlah dari hadapanku, sungguh aku sama sekali tidak ingin melihatmu!"

Aku mendorong tubuhnya menjauh, kemudian melanjutkan langkahku. Sambil terisak aku terus melangkah tanpa tahu  harus ke mana. Aku sama sekali tidak ingin kembali ke rumah saat ini.

***

Hari sudah sore, sinar kemerahan mulai nampak di langit yang artinya sang pemilik cahaya akan menyingkir sementara untuk memberikan kesempatan pada  bulan dan bintang-bintang menggantikan dirinya menghiasi langit.

Aku masih terduduk di sini, di atas pasir halus dan berwarna keabuan. Menatap gulungan ombak yang datang dan pergi.

Di sampingku tersedia berbagai macam makana ringan, mulai dari buah-buahan, manisan, asinan, susu dalam kemasan bahkan kue tart pun ada, tetapi tidak dari satu pun makanan itu yang kusentuh.

Padahal cairan di mulutku rasanya ingin menetes melihat asinan buah yang menggiurkan itu.

Semua makanan itu berasal dari Dewa, ia masih berada di sekitarku sejak siang tadi. Duduk di atas pasir yang tidak jauh dariku, berusaha menjaga jarak agar aku tidak mengusirnya. Hanya sesekali ia menghampiriku dan membawakan makanan-makanan itu untukku. Entah dari mana ia mendapatkan semua itu, aku sungguh tidak peduli.

Aku menatap ponselku yang sejak tadi berada dalam genggaman. Sudah berkali-kali aku menghubungi Mas Tio, tetapi tidak sekali pun ia menerima panggilanku. Hingga akhirnya aku tidak sabar lagi dan mengirimkan pesan singkat kepadanya.

[Mas, benarkah kamu menjadikanku taruhan di atas meja judi? Benarkah kamu membiarkan pria bernama Sadewa untuk membawaku ke sebuah penginapan? Jika benar, aku akan melaporkanmu ke polisi, Mas. Aku tidak main-main?"]

Ting!

Sebuah pesan masuk dan ternyata pesan itu adalah pesan balasan dari Mas Tio.

[Kurang ajar! Beraninya kamu, Naima. Dasar istri pembawa sial?!]

Aku menghela napas membaca isi pesan itu. Baiklah, perang akan dimulai.

Bersambung ....

TINJU UNTUK SUAMIKU!

Hari sudah semakin gelap sekarang dan udara dingin juga mulai menbuatku mengigil. Akhirnya dengan sangat berat hati aku memutuskan untuk kembali ke rumah suamiku. Memangnya mau ke mana lagi? Aku tidak memiliki keluarga di kota ini yang rumahnya bisa kukunjungi jika aku sedang berada dalam masalah.

Sebenarnya kembali ke rumah suamiku sama saja dengan kembali ke rumahku sendiri, toh kami adalah pasangan suami istri. Akan tetapi, setelah mengetahui apa yang Mas Tio lakukan kepadaku, sungguh aku tidak lagi sudi menganggapnya sebagai suami.

Memang aku belum tahu pasti bagaimana kejadian sebenarnya. Bisa saja Andre dan Dewa berbohong kepadaku, tetapi jika mengingat kembali perkataan Mas Tio kemarin tentang hukumanku, semuanya menjadi masuk akal. Namun, apakah mungkin Mas Tio tega melakukan semua hal buruk itu kepadaku? Mana ada suami yang tega menjadikan istrinya sebagai taruhan dan membiarkan istrinya dibawa oleh pria lain menuju penginapan tepat di bawah hidungnya!

Aku menghela napas dengan kasar, sebelum akhirnya aku bangkit berdiri dengan susah payah karena kakiku sepertinya kesemutan.

Dewa yang melihat aku kesusahan untuk berdiri segera berlari menghampiriku. Raut wajahnya terliha khawatir. "Ada yang sakit, Naima?" tanyanya.

"Jangan mendekat!" desisku.

Ia menuruti perkataanku dengan mundur beberapa langkah, tidak terlalu jauh sehingga jika aku terjatuh ia bisa dengan mudah menghampiriku kembali. Bagus, biar bagaiman pun juga si Sadewa ini selalu menuruti apa perkataanku. Jika kubilang jangan mendekat, ia tidak mendekat. Setidaknya aku tahu bahwa ia menghargai keinginanku.

***

"Jangan keras kepala, Naima. Kita tidak mungkin pulang dengan berjalan kaki. Saat ke pantai tadi juga kita berjalan kaki. Apa kamu tidak capek?" Dewa merentangkan tangannya di hadapanku agar aku berhenti melangkah dan menerima tawarannya.

Baru saja ia menghentikan sebuah taksi untukku dan memintaku agar masuk ke dalamnya, tetapi aku menolak mentah-mentah permintaannya itu.

"Aku sama sekali tidak capek. Kamu saja yang naik taksi itu, aku tidak mau!"

"Jangan begini, Naima. Setidaknya kasihanilah bayi di dalam kandunganmu!"

Deg!

Ada perasaan aneh saat ia menyebutkan kata bayi. Kedua mataku tiba-tiba saja terasa panas. Ada rasa haru yang tidak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Tetapi tetap saja rasanya tidak mungkin aku menerima kebaikan dari orang yang telah menodaiku.

"Aku bisa mengurus diriku sendiri. Terima kasih!" Aku kemudian berlari menjauh darinya, tetapi si Dewa itu tidak menyerah. Bukanya pergi, ia malah mengejarku, dan sudah bisa ditebak jika kakinya yang panjang dapat dengan mudah menyusulku.

"Maafkan aku, tapi aku tidak punya cara lain, dan apa yang kulakukan ini demi kebaikanmu, Naima, maaf!" ujar sadewa sembari menyatukan kedua tangan di hadapanku.

Belum sempat aku menanyakan apa maksud dari perkataannya itu, tiba-tiba saja kedua tangan kekar itu merangkulku dan menggendongku menuju taksi yang tadi ia hentikan.

Aku berteriak dan meronta, berusaha turun dari gendongannya, tetapi percuma. Tubuhku yang kecil ini tidak ada apa-apanya jika ingin melawan tubuh kekar Sadewa.

Tidak lama kemudian aku sudah duduk di kursi penumpang dan Dewa duduk di sebelahku.

"Beraninya kamu menggendongku!" desisku.

"Aku menggendong bayiku, tetapi karena bayiku masih berada di dalam perutmu, mau tidak mau aku harus menggendongmu sekalian. Jika tidak, mana mungkin aku mau menggendong wanita keras kepala sepertimu," ucapnya tanpa menatapku sama sekali.

"Bayimu? Percaya diri sekali kamu," desisku.

"Aku percaya anak itu adalah anakku, Naima." Kali ini ia menatap langsung ke dalam mataku.

Aku segera membuang muka. Aku tidak ingin terjebak dalam tatapannya yang begitu sendu. agar pikiranku teralihkan dari sosok Sadewa yang memesona, aku mulai memikirkan Mas Tio. Kapan terakhir kali kami berhubungan setelah pesta makan malam di kediaman rekan kerjanya itu? Dan jawabannya adalah, tidak pernah!

Memang benar apa yang dikatakan Sadewa jikalau bayi yang kukandung pastilah bayinya. Semenjak malam itu, belum pernah sekali pun Mas Tio menyentuhku, itu berarti bayi ini ... ah, nanti saja kupikirkan. Memikirkannya membuat kepalaku semakin terasa sakit.

***

"Dari mana saja kamu Naima? Pulang malam dan diantar oleh pria asing!" Mertuaku menyambut kedatanganku dengan tatapan sinis dan omelan yang sudah biasa aku dengar.

"Aku bukan orang asing, Bu. Aku merupakan rekan kerja Tio." Dewa yang menjawab omelan dari mertuaku, seolah tidak ingin jika wanita tua di hadapan kami terus mengomeliku.

"Oh. Bawahannya?" Ibu tersenyum kecut. Sudah biasa ia merendahkan orang lain seperti itu. Sehingga aku tidak lagi merasa heran.

Dewa tersenyum. Lalu ia mengeluarkan kartu nama dari dalam dompetnya dan menyerahkannya kepada mertuaku.

"Baca, Naima. Ibu tidak bisa lihat kalau tulisan kecil-kecil begini." Ibu menyerahkan kartu nama Sadewa kepadaku.

Aku mengmbil kartu nama itu lalu membacanya sesuai permintaan Ibu.

"Sadewa Putra Wijaya, CEO ... haah!" Aku menutup mulut dengan tangan. Lalu mengucek mata, barangkali mataku salah melihat tulisan yang tertera di kartu nama itu.

CEO, ia tidak mungkin seorang CEO. Ya, kuakui ia memang tampan dan penampilannya terlihat berkelas, tetapi rasanya tidak mungkin sekali. Bagaimana bisa seorang CEO memiliki kelakuan yang sangat tidak manusiawi.

Ya, menurutku meniduri istri orang lain adalah kelakuan yang sangat tidak manusiawi.

"Lanjutkan, Naima. Apa jabatannnya tadi, hah?!"

Mertuaku kembali berteriak, membuatku terkejut dan seketika lamunanku pun buyar.

"Dia CEO, Bu," ucapku.

"Oh, cuma CEO. Anak saya itu manajer, jadi kamu jangan macam-macam, ya. Kalau kamu berani main-main sama istri anak saya, nanti saya suruh anak saya pecat kamu."

Aku mengeluh dalam hati mendengar ucapan Ibu mertuaku. Sepertinya ia tidak tahu apa itu artinya CEO.

Mendengar perkataan Ibu mertuaku, Dewa hanya tertawa. Suara tawanya terdengar renyah dan menenangkan.

"Naima! Dasar istri kurang ajar! Apa maksud pesan yang kamu kirim kepadaku tadi, hah?!"

Mas Tio keluar dari dalam rumah, sepertinya ia tidak menyadari bahwa Dewa berada di dekatku, sehingga dengan mudahnya suamiku itu menjambak rambutku dengan kasar.

Aku mengaduh, tetapi percuma. Hal seperti ini sudah sering terjadi, bahkan saat melihat apa yang sedang kualami, ibu mertuaku tidak pernah berusaha untuk menolong.

Biasanya aku hanya diam saja, lalu kemudian menangisi nasibku seorang diri, tetapi kali ini berbeda ....

Bug!

Sebuah tinju melesat di hadapanku dengan cepat dan tepat mengenai wajah suamiku hiingga darah keluar dari lubang hidungnya.

"Rasakan!" batinku.

"Kurang ajar kamu!" teriak Mas Tio, dia terlihat marah dan bersiap untuk membalas tinju dari orang yang telah berani kurang ajar kepadanya.

Tangannya sudah mengepal, tetapi kemudian ia terkejut saat melihat siapa yang telah berani melayangkan tinju ke wajahnya. "Hah, P-Pak Dewa!"

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!