NovelToon NovelToon

Bidadari Penghapus Luka

Bab 1

Suasana di tempat katering Dapur Berkah cukup sibuk pagi ini. Kebetulan ada pesanan katering lima ratus boks nasi untuk sebuah acara amal.

Hasna, gadis dua puluh tiga tahun yang menjadi pemilik tempat usaha katering itu. Usaha keluarga yang berhasil dijalankannya kembali dan ditekuninya selama menempuh pendidikan perguruan tinggi itu cukup bisa diperhitungkan.

Terbukti dengan dua cabang yang telah berhasil dibukanya. Begitupun banyaknya pelanggan yang mempercayakan acaranya pada usaha katering yang dikelolanya. Tak hanya menyediakan menu berupa nasi dengan paket komplit lainnya. Namun juga cake dan pastry.

"Mbak, tolong dicek lagi yah sebelum dikirim ke pelanggan." Pinta Hasna pada salah satu pegawainya.

"Siap mbak Hasna."

Hasna kembali mengecek semua orderan yang akan dikirimkan siang ini. Karena acara akan dilaksanakan sore hari.

"Mbak, untuk cakenya apa nantinya akan dikirimkan secara bersamaan?" Tanya salah satu pegawai Hasna.

"Tidak. Nanti cakenya akan dikirimkan setelah kita mengirimkan boks nasi. Saya akan cek dulu pesanannya." Jawab Hasna.

"Baik mbak"

Begitulah Hasna, walaupun dia pemilik usaha, namun dia tak pernah lepas tangan saat berurusan dengan para pelanggannya. Karena menurutnya kepuasan dari pelanggan adalah nomer satu.

Itulah sebabnya, walaupun usaha yang ditekuninya baru berjalan sekitar tiga tahun lamanya itu, mampu disandingkan dengan usaha kuliner yang senior.

Gadis berparas ayu itu segera melangkah keluar dari gedung katering miliknya. Ia segera menuju ke toko cake and pastry miliknya yang bersebelahan dengan gedung katering.

Sebenarnya tempat katering miliknya berlantai dua. Awalnya toko cake and pastry miliknya ada di lantai dua. Namun karena usahanya berkembang sangat pesat, akhirnya dia menyewa ruko disebelah tempat usaha kateringnya. Awalnya hanya menyewa, tapi tahun lalu ruko ini berhasil dimilikinya dan direnovasi menjadi toko dan juga kafe dilantai dua.

Drrrtt...drrrttt...

Ponsel yang digenggamnya berbunyi. Panggilan dari kakek, keluarga satu-satunya yang mengasuh dirinya sepeninggal kedua orang tuanya.

"Halo, assalamu'alaikum kek?" ucap Hasna saat panggilan telah tersambung.

"Wa'alaikumussalam, nak. Kamu sibuk?." Terdengar suara kakek dari seberang sana.

"Lumayan sih kek, ngecek pesanan yang akan dikirim siang nanti. Ada apa?"

"Gimana, sudah siap?" Tanya Hasna dari gerakan bibir pada pagawai tokonya, karena sambungan telepon masih tersambung.

"Beres mbak" jawab Nadia, orang kepercayaannya.

"Malam nanti, bisa pulang cepat nak?" Tanya kakek.

"Insyaallah bisa kek. Hasna hanya cek pesanan. Nanti setelah diantar, Hasna mau cek pembukuan toko dan katering. Setelah itu Hasna langsung pulang."

"Baiklah, kakek tunggu cucu kesayangan kakek pulang. Hati-hati ya nak."

"Iya kek. Oh ya, kakek mau dibawain apa nanti?"

"Tidak perlu nak, cukup senyuman gadis kecil kakek."

"Baiklah kek, tunggu Hasna pulang." kekeh Hasna. "Assalamu'alaikum kakek."

"Wa'alaikumussalam, sayang." Sambungan pun terputus.

Setelah memastikan semua pesanan pelanggan, Hasna segera menyelasaikan pekerjaannya mengecek laporan keuangan.

***

"Assalamu'alaikum, kek." Hasna mencium tangan kakek setelah mengucapkan salam.

"Wa'alaikumussalam, sini duduklah nak." Kakek menepuk sisi kanan tempat beliau duduk agar diduduki Hasna.

"Ada apa kek? Sepertinya ada hal yang serius?."

Tak langsung menjawab, justru kakek menghela nafas panjang. Hasna pun menggenggam talapak tangan kakek.

"Kek, ada apa?" Hasna mengulang pertanyaan itu kembali.

"Katakanlah kek."

"Hasna, maafkan kakek. Mungkin apa yang akan kakek katakan, dapat melukaimu secara tidak sengaja." jawab kakek

Tak segera menjawab perkataan sang kakek, justru Hasna menatap lurus manik mata tua yang penuh cinta itu.

"Dulu, Firman ayahmu mengalami kebangkrutan dalam usahanya bersama ibumu. Usaha yang mereka rintis hampir saja gulung tikar. Kalau tidak ada kemurahan hati dari pak Andi, mungkin usaha ayahmu benar-benar bangkrut, dan usaha katering ini tidak akan bisa bertahan sampai sekarang." Kakek menjeda ucapannya dan menatap lurus manik sang cucu yang sangat dikasihinya.

Hasna masih setia menunggu ucapan kakek selanjutnya, tanpa adanya keinginan untuk menyela sedikitpun.

"Hasna, minggu lalu keluarga pak Andi menelepon kakek. Beliau ingin meminta hal berharga yang selama ini kakek jaga. Dulu sewaktu ayahmu masih hidup, ayahmu pernah akan mengembalikan modal yang dipinjamkan oleh pak Andi. Namun pak Andi menolak, dan merangkul ayahmu seperti keluarganya sendiri. Dan disaat, beliau meminta suatu hal yang sangat berharga yang dimiliki keluarga kita, kakek tidak sanggup menolak. Tapi kakek tidak bisa memutuskannya sendiri." ucap kakek.

"Kalau kekek yakin akan memberikannya kepada mereka, dan kakek mampu. Maka berikanlah kek. Kakek tidak usah memikirkan bagaimana kita akan mendapatkannya kembali. Harta bisa dicari ,tapi hutang budi tak akan pernah bisa kita ganti, walaupun dengan nominal yang sama." Ucap Hasna begitu bijak.

"Tapi nak, bukan masalah berapa nominal yang harus kita ganti kepad beliau." Ucapan kakek terdengar masih mengambang.

"Lalu?"

"Keluarga pak Andi meminta kakek untuk menikahkan putri dari almarhum putra kekek, yaitu kamu, dengan putra beliau." ucap kakek hati-hati.

Seketika genggaman tangan Hasna merenggang. Ia begitu terkejut dengan apa yang disampaikan oleh sang kakek. Tak tau bagaimana ia menyikapi masalah yang tengah dihadapi. Semuanya terjadi secara tiba-tiba.

"Nak, kakek tau apa yang kamu rasakan sekarang. Kakek tidak akan memutuskan secara sepihak. Bagaimanapun nantinya kamu yang akan menjalaninya. Menikah adalah ibadah terpanjang yang akan dijalani seumur hidup. Baik buruknya rumah tangga tergantung bagaimana kamu dan pasangan menjalaninya. Tak perlu kamu menjawabnya sekarang nak. Pikirkanlah matang-matang. Mintalah petunjuk pada Allah. Semoga jawaban yang terbaik yang akan kamu peroleh." Ucap kakek sambil mengusap lembut pucuk kepala cucu perempuannya.

"Sekarang istirahatlah nak." Kakek pun beranjak meninggalkan Hasna seorang diri di ruang tengah menuju ke kamar beliau.

Hasna menghirup nafas sepenuh dada untuk menetralkan suasana yang berkecamuk di dalam dadanya. Tak pernah terfikirkan olehnya akan menikah secepat ini. Masih banyak impian yang ingin dicapainya. Ia ingin menjadi seorang cucu yang bisa dibanggakan oleh seseorang yang telah membesarkannya dengan penuh sayang.

***

"Nak, tidak sarapan dulu?" Tanya kakek saat melihat Hasna sudah menenteng tas dan menyambar kunci mobilnya.

"Tidak kek, Hasna buru-buru. Hasna mau mengecek persiapan pembukaan restoran kek." Hasna Hanya meneguk segelas susu hangat di atas meja makan.

"Jadi diresmikan bulan depan?" Tanya kakek sambil menyuap sarapannya.

"Dua minggu lagi kek. Ini sudah tangah bulan." Hasna terkikik menjawabnya.

"Yaaa, kakek hampir lupa kalau ini sudah tengah bulan." Kakek ikut terkekeh

"Ya sudah, hati-hati dijalan. Jangan lupa makan tepat waktu sayang."

"Iya kakek. Hasna pergi dulu. Assalamu'alaikum." Hasna berpamitan sambil mencium tangan kakek.

"Wa'alaikumussalam." Jawab kakek sambil mencium pucuk kepala cucu tersayangnya.

Mobil Hasna berlalu meninggalkan pekarangan rumah menuju ke tempat yang akan dijadikannya restoran. Ya, usaha katering Hasna mulai melebarkan sayapnya merambah ke usaha restoran.

Hasna memang memiliki hobi memasak. Sejak dirinya masih kecil, Hasna sering membantu ibunya di dapur katering guna menyiapkan pesanan para pelanggan. Dan inilah salah satu alasan Hasna mempertahankan usaha keluarganya. Yang awalnya hanya usaha katering rumahan, menjadi usaha katering besar dengan dua cabang beserta dua toko kue and pastry. Dan sekarang ia akan memulai usaha restoran.

Setelah kepergian orang tuanya, Hasna tumbuh menjadi gadis yang mandiri. Bahkan biaya pendidikannya pun tak bergantung dari harta sang kakek.

Dia mampu membiayai pendidikannya sampai selesai dari hasil keringatnya sendiri, juga dari bea siswa yang ia peroleh.

Bab 2

Jam menunjukkan hampir pukul empat sore. Setelah selesai memastikan semua persiapan pembukaan restoran sudah beres, Hasna memutuskan untuk pulang.

Namun sampai dipertengahan jalan, hujan turun dengan derasnya. Terpaksa Hasna menghentikan perjalanan dan mencari restoran terdekat. Karena kebetulan dia belum sempat makan siang dan sholat ashar.

"Permisi mbak, mushollahnya disebelah mana ya?" Tanya Hasna kepada salah satu pegawai restoran.

"Mbak lurus saja, lalu belok kanan. Tepat disebelah kiri toilet." Jawab pelayan itu ramah.

"Oh iya, terima kasih."

Hasna segera menuju ke mushollah yang ditunjukkan pagawai wanita tadi. Saat mengantri di toilet tak sengaja ia berpapasan dengan seorang wanita cantik yang memakai mini dress diatas lutut. Rambut ditata sedemikian rapi dengan gelombang diujungnya.

Terlihat wanita itu memoleskan lipstik merah terang yang begitu kontras dengan warna kulitnya. Anggun, itu kata yang pertama keluar jika melihat penampilannya.

Tapi yang menjadi fokus Hasna adalah, belahan dada yang rendah dan dengan sengaja memamerkan isinya. Astaghfirullah, semua lelaki akan terbangkitkan hasratnya jika melihat penampilan wanita itu. Apalagi cuaca yang begitu mendukung.

***

Hasna memesan makanan dan segelas minuman hangat setelah melaksanakan kewajibannya sebagai muslimah. Semakin lama semakin penuh pengunjung restoran ini. Bahkan banyak juga yang tak beranjak walaupun makanan di piring mereka telah tandas. Di luar hujan masih deras.

Hasna menikmati makanannya. Sesekali dia mengecek email para customer yang masuk di ponselnya. Alhamdulillah tak pernah sepi orderan. Hasna sangat bersyukur bisa mengembangkan bisnis orang tuanya. Bahkan dia sudah memiliki hampir lima puluh pegawai di lima gerai usahanya.

"Ehmmm....permisi." Suara deheman seorang laki-laki mengalihkan atensi Hasna dari layar ponselnya.

"Boleh, saya ikutan gabung?" Lanjut lelaki itu. Seketika Hasna menautkan kedua alisnya.

"Semua meja sudah penuh, saya hanya butuh tempat untuk menghabiskan makanan saya." Sepertinya lelaki itu paham atas keterkejutan perempuan dihadapannya itu.

Seketika Hasna menyapukan pandangannya di sekeliling restoran. Benar saja, semua meja penuh terisi.

"Jadi bagaimana?" Lelaki itu masih menunggu izin dari Hasna.

"Ya, silahkan." Hasna mempersilahkan lelaki itu untuk bergabung di mejanya.

Suasana kembali hening, Hasna melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Netranya tak sengaja menangkap sosok wanita yang ditemuinya di toilet tadi tengah memaki seorang pelayan restoran.

Tak lama kemudian seorang berkemeja rapi menghampiri mereke berdua. Sepertinya menejer restoran yang kemudian menegur pegawainya dan meminta maaf pada wanita berbaju merah.

Lalu wanita itu pergi bersama seorang lelaki berpakaian jas rapi. Terlihat dari penampilannya, sepertinya baju wanita itu ketumpahan sesuatu.

"Tapi tidak bisa mendadak juga ma, semuanya butuh persiapan." Suara lelaki didepan Hasna menginterupsi perhatian gadis itu.

"Makanya mama minta bantuan sama kamu." Jawab seseorang dari seberang sana.

"Iya, acaranya besok kan? Tapi tidak mungkin bisa menyiapkan semuanya serba dadakan gini." Ucap lelaki itu lagi. Hasna tetap menyimak percakapan yang tak sengaja di didengarnya sambil menikmati makanannya.

"Tempat, kita sudah reservasi, tapi untuk katering tamu undangan masih belum ada."

"Ya nanti coba Kevin tanya-tanya sama teman-teman Kevin dulu. Siapa tau ada yang bisa rekomendasiin jasa katering buat acara dadakan mama ini." Ponsel yang semula menempel di telinga kiri lelaki itupun diletakkan diatas meja. Pertanda panggilan sudah diakhiri.

"Maaf mbak, kalau saya mengganggu." Ucap lelaki itu.

"Emmm...tidak apa-apa." Jawab Hasna sambil tersenyum.

"Emmm...maaf kalau saya mencuri dengar percakapan anda ditelepon." Ucap Hasna sopan

"Aah...tidak apa-apa. Suara saya pasti tadi sedikit keras." Jawab pemuda disertai seulas senyuman.

"Emmm...apa mas butuh jasa katering?" Tanya Hasna to the point. Lelaki didepannya seketika mengernyitkan kening mendengarnya.

"Maaf." Sambung gadis itu dengan sedikit canggung karena melihat tanggapan pemuda dihadapannya itu.

"Ah...iya. saya butuh jasa katering untuk acara mama saya besok sore. Tapi saya bingung jika harus memesan secara dadakan dalam jumlah yang tidak sedikit."

"Saya ada rekomendasi jasa katering, kalau mas nya mau." Tawar Hasna.

Ya anggap saja seperti menerapkan strategi marketing. Hasna mencari celah untuk menawarkan secara tidak langsung pada calon customer.

"Boleh, kalau mbak...."

"Hasna." Jawabnya cepat

"Kevin." Pemuda itu mengulurkan tangak kananya untuk berkenalan dengan Hasna. Namun Hasna hanya menagkupkan kedua tangannya didepan dada sambil tersenyum.

"Ah...maaf." Kevin menarik kembali tangan kanannya.

"Gimana, apa bisa saya minta nomer yang bisa saya hubungi? Maksud saya nomer katering."

Hasna mengeluarkan kartu nama dari dalam tasnya, dan menyodorkannya dihadapan lelaki itu. Kevin menerimanya dengan sedikit kelegaan, karena tidak harus mendengarkan omelan sang mama jika dia gagal menjalankan tugas dari beliau.

"Dapur Berkah, Hasna Ayudia?" Kevin mengalihkan pandangannya dari kartu nama yang dipegang pada gadis didepannya itu.

"Iya, itu usaha katering milik saya." Sepertinya Hasna mengetahui arti tatapan lelaki dihadapannya itu.

"Wah...kebetulan sekali kalau begitu. Apa mbak ada waktu? Mengingat acaranya besok malam. Maksud saya, saya ingin mengenalkan mbak Hasna pada mama saya. Karena saya juga tidak bisa memutuskan apa yang akan dipesan nanti."

Hasna melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, sudah masuk waktu maghrib. Hujan di luar pun sudah reda.

"Bisa mas, tapi saya izin untuk sholat sebentar ya. Setelah itu saya akan temui ibunya mas Kevin."

"Ya, silahkan."

Hasna segera beranjak meninggalkan Kevin sendiri di meja. Ia segera menuju mushollah restoran.

***

Setelah sholat dan memberikan kabar pada sang kakek, Hasna segera menuju ke meja tempatnya semula. Terlihat Kevin melambaikan tangan ke arahnya.

Ternyata dimeja tempatnya tadi sudah ada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik duduk dan samping kiri Kevin. Kalau diperhatikan dari parasnya, ada kemiripan dengan Kevin. Mungkin itu ibunya.

Sungguh kebetulan, ternyata sang mama sedang berada diluar rumah. Dan saat Kevin menghubunginya, beliau langsung menuju ke tempat Kevin saat ini.

"Mbak Hasna, perkenalkan ini mama saya. Ma ini mbak Hasna pemilik katering yang Kevin ceritakan tadi." Kedua wanita beda usia itu saling berjabat tangan untuk berkenalan.

"Begini nak Hasna, saya rencananya akan mengadakan acara santunan dengan anak yatim, yang nantinya akan mengundang sekitar seribu orang. Besar sekali harapan saya kalau nak Hasna bisa membantu menyediakan katering untuk acara nanti." Ucap Bu Rosita, mamanya Kelvin.

"Maaf mbak Hasna, kalaupun nantinya mbak Hasna menolak tidak apa-apa kok. Mengingat acaranya juga mendadak." Kata Kevin menyela sebelum hasna menjawab perkataan ibunya.

Karena Kevin tau kalau ibunya ini suka sedikit memaksa. Seulas senyuman tersungging di bibir perempuan berjilbab biru muda itu.

"Tidak masalah mas Kevin." Jawab Hasna dengan tenang. Lalu mengalihkan netranya pada ibu pemuda itu.

"Kebetulan saya punya dua cabang jasa katering lagi. Jadi dengan jumlah segitu tidak akan ada masalah. Ibu tinggal tentukan saja menu serta tempat pengantarannya. Nanti insyaallah akan kami antarkan tepat waktu." Lanjutnya.

"Alhamdulillah, terima kasih sekali nak Hasna." Senyum kelegaan terlihat jalas di wajah wanita paruh baya itu.

"Oh iya nak Hasna, jika ada rekomendasi untuk kue dan sejenisnya, bisa juga sekalian beritahukan pada tante"

"Ma..." Kevin merasa tidak enak mendengar permintaan mamanya pada Hasna.

"Mama hanya bertanya Kevin." Sela wanita yang dipanggilnya mama itu.

"Kebetulan saya juga mengelola toko kue dan pastry. Kalau ibu bersedia, saya akan mengirimkan menu-menunya."

"Wah tante tidak menyangka kalau Kevin ada kenalan pengusaha muda yang cantik. Eh... jangan panggil ibu, tante saja supaya lebih akrab." ucap bu Rosita.

Kedua pipi Hasna bersemu merah mendengarkan pujian dari wanita dihadapannya itu. Setelah mengirimkan contoh menu kepada Bu Rosita, dan beliau memilih menu nasi beserta beberapa kue yang akan dipesannya. Pembayaran pun langsung dilakukan saat itu juga.

Setelah mengobrol kembali selama tiga puluh menit, akhirnya Hasna pamit undur diri. Mengingat malam semakin larut.

***

Pukul delapan malam, Hasna baru sampai di rumah. Dan kebetulan kakek sudah beristirahat. Akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat juga dikamarnya.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Hasna bersiap merebahkan diri diatas kasur nan empuk miliknya. Namun suara dering ponsel membuatnya batal mendaratkan punggungnya. Segera dibukanya aplikasi perpesanan di hpnya. Dari nomer yang tidak dikenal. Ternyata dari Bu Rosita, yang mengirimkan alamat tempat diadakannya acara.

Setelah membalas pesan itu, Hasna mulai merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata.

Bab 3

Beberapa mobil boks berhenti di depan sebuah gedung hotel. Kemudian menurunkan banyak kotak berisi nasi dan kue. Terlihat Hasna juga turut hadir disana.

Tangan kanannya merogoh ponsel dalam tas selempang kecil yang menggantung dipundaknya. Hasna bermaksud menelepon tante Rosita, yang kebetulan memesan katering di tempat usahanya.

Namun getakannya terhenti saat seorang pemuda yang tak lain adalah Kevin, berjalan menghampirinya.

"Mbak Hasna." Sapa Kevin, gadis berjilbab marun itupun menoleh ke arah sumber suara.

"Mas Kevin, assalamu'alaikum." Ucapnya seraya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Wa...Wa'alaikumussalam." Jawab Kevin sedikit canggung, karena hampir tidak pernah ia mengucapkan salam jika bertemu seseorang.

"Mbak Hasna mau bertemu dengan mama saya?" Tanya Kevin yang berusaha menghilangkan kecanggungan yang ada pada dirinya.

"Iya mas. Tante Rosita nya ada?"

"Ada, mari ikut saya mbak." Kevin mempersilahkan Hasna untuk masuk ke dalam gedung.

"Panggil saja saya Hasna, sepertinya usia saya masih dibawah mas Kevin. Saya merasa tidak enak."

"Ah...baiklah, jadi berasa tua saya." Kekeh lelaki itu.

"Silahkan."

Hasna mengekori langkah Kevin untuk bertemu mamanya.

"Assalamu'alaikum tante." Hasna bersalaman dengan Bu Rosita.

"Wa'alaikumussalam, nak Hasna." Jawab Bu Rosita, namun matanya mengarah pada sang putra. Ekspresi yang sama ditunjukkan oleh bu Rosita saat menjawab salam dari Hasna. Kevin hanya tersenyum canggung melihat tatapan sang ibu.

"Apa ada hal yang serius, yang perlu dibicarakan sama tante?." Ucap Bu Rosita mengawali pembicaraan dengan gadis muda di hadapannya itu.

"Iya tante. Saya ingin menitipkan dua ratus boks nasi beserta kuenya untuk dibagikan juga pada anak-anak yatim. Mohon diterima ya tante." Ucap Hasna dengan sopan.

Bu Rosita sedikit terkejut dengan ucapan Hasna, pun dengan Kevin.

"Bukannya tante tidak mau menerima, tapi untuk apa nak Hasna? Tante bahkan memesan lebih, agar tidak sampai ada yang tidak kebagian. " Wanita paruh baya itu sedikit bingung dengan perkataan Hasna.

"Kebetulan tante mengadakan acara amal untuk anak-anak yatim. Jadi saya menitipkan sedekah atas nama orang tua saya untuk mereka. Semoga mereka berkenaan mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua saya tante." Jawab Hasna dengan tatapan mata sendu dan seulas senyuman.

"Diterima ya tante." Ucapnya lagi, dan terdengar seperti sebuah permohonan.

"Baiklah, saya akan sampaikan nanti." Jawab Bu Rosita akhirnya.

"Terima kasih banyak tante, kalau begitu saya permisi. Assalamu'alaikum." Pamit Hasna sambil menjabat tangan Bu Rosita dan menangkupkan kedua tangannya kepada Kevin.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Kevin dan Bu Rosita bersamaan

Hasna pun meninggalkan tempat acara, menyisakan Kevin beserta ibunya yang terpana akan tingkah gadis bergamis panjang itu.

"Bagus, pertahankan boy." Ucap Bu Rosita sembari menepuk pundak putranya. Seketika Kevin mengalihkan pandangannya pada ibunya.

"Maksud mama apa?" Kevin sedikit bingung dengan perkataan sang ibu.

"Dia gadis yang baik, sopan dan sangat lembut. Mama suka itu. Mama akan sangat bersyukur jika dia bisa menjadi pendamping hidup kamu." Ucap wanita itu dengan senyuman yang sangat lebar.

"Ma, Kevin baru mengenalnya semalam. Itupun tidak disengaja. Siapa tau dia sudah memiliki pasangan, bahkan sudah bersuami."

"Mama yakin dia masih single, mama tidak melihat ada cincin melingkar di jari manisnya." Sanggah ibunya.

"Kalau dia sudah memiliki kekasih?"

"Tidak mungkin. Modelan gadis seperti Hasna, tidak akan mau yang namanya pacaran."

"Terus, buat apa mama suruh Kevin buat deketin dia?" Seketika sang ibu memukul lengan putranya itu. Sepertinya sang putra masih belum bisa menterjemahkan maksud perkataannya.

"Siapa yang suruh deketin buat pacaran? Lamar dia, jadikan menantu di keluarga kita." Jawab Bu Rosita tanpa ragu dan berlalu meninggalkan sang putra. Seketika mulut Kevin terbuka saking terkejutnya dengan ucapan sang mama.

***

Semakin hari kesibukan Hasna semakin bertambah, seiring akan dibukanya restoran barunya.

Hasna ingin merintis usaha Restoran setelah memiliki tiga usaha ketering dan dua toko cake and pastry. Dulu itu adalah impian almarhum kedua orang tuanya. Dan sekarang Hasna berhasil merealisasikan mimpi orang-orang terkasihnya itu.

Acara tinggal dua hari lagi. Hasna memeriksa ponselnya, barangkali ada panggilan atau pesan dari sang kakek. Mengingat akhir-akhir ini ia pulang setelah sang kakek beristirahat. Jarang ada waktu untuk sekedar mengobrol berdua.

Ternyata banyak sekali pesan dari beberapa customer dan para EO yang menangani grand opening H.Ay Restaurant, restoran miliknya. Ada satu pesan yang menarik atensinya, pesan dari nomer yang tidak dikenal.

~Assalamu'alaikum Hasna. Ini tante Diana, istri om Andi.~

Sekilas ia membaca pesan teks yang dikirimkan padanya. Kedua alisnya bertaut setelah membacanya.

"Tante Diana? Om Andi? Mereka siapa?" Gumamnya

Drrrtt...drrrtt...

Suara panggilan dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Ternyata dari nomer yang sama. Segera diangkatnya untuk menjawab rasa penasarannya.

"Halo, assalamu'alaikum." Sapanya

"Wa'alaikumussalam Hasna. Ini tante Diana, istrinya om Andi." Terdengar suara seorang wanita memperkenalkan dirinya.

"Kakek Rusdi sudah bercerita kan sama Hasna?" Hasna masih diam menyimak perkataan wanita di seberang telepon.

"Rencananya, insyaallah besok malam kami akan ke rumah untuk membahas tentang kamu dan anak tante. Semoga kamu sudah mendapatkan jawabannya ya, sayang." Sambungnya.

Deg... ternyata masalah itu. Lidah Hasna tiba-tiba menjadi kelu. Tak sepatah katapun yang mampu terucap.

"Hasna, kamu masih disitu kan, sayang?" Tanya Bu Diana, karena tak ada sahutan apapun dari lawan bicaranya.

"I...iya tante. Nanti akan saya sampaikan sama kakek perihal kedatangan tante ke rumah." Akhirnya ada juga kata yang terucap.

"Ya udah kalau begitu, tante tutup dulu ya teleponnya, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Sambungan pun terputus.

Ditatapnya sejenak layar ponsel miliknya. Hasna hampir saja melupakan pembicaraannya bersama sang kakek tempo hari. Bahkan benar benar tidak mengingatnya..

Dia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Hasna mencoba tenang dengan menghela nafas sepenuh dada. Telepon barusan benar benar menyita pikirannya.

Tak pernah terpikirkan sebelumnya, jika ia harus menikah di usia muda. Bahkan usianya belumlah genap dua puluh tiga tahun. Masih banyak yang ingin ia capai sebelum di sibukkan dengan masalah rumah tangga.

Hasna memijit keningnya perlahan. Berkali kali menghela nafas dan menghembuskannya perlahan.

Pikirannya benar benar terpecah. Seharusnya masalah pribadi tak boleh dicampur adukkan dengan masalah pekerjaan. Dia harus profesional.

Segera ia tuntaskan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi. Ia tak mau sampai membawa pekerjaan ke rumah, disaat fokusnya terpecah.

Segera ia menyambar kunci mobilnya dan pulang untuk menemui sang kakek. Mumpung masih sore, masih ada waktu baginya untuk membicarakan hal ini.

"Mbak Dina, aku pulang duluan ya. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku." Hasna berpamitan kepada salah satu pegawainya.

"Baik mbak Hasna, hati-hati dijalan."

"Makasih mbak, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!