Gemerlap dunia malam sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Indah, si cantik dengan sejuta pesona. Tubuh sintal serta kaki jenjang yang selalu di balut dengan mini dress berwarna dark adalah ciri khasnya.
Tepat pukul sepuluh malam Indah menyelesaikan pekerjaan dengan bertukar peluh di sebuah hotel bersama pria hidung belang yang mencari kepuasan sesaat.
Gadis itu memang cukup terkenal karena nilai jual dan cara memuaskan yang tak di dapat oleh gadis malam lainnya.
"Aaaaaakkkkkkkk......." erangan dari pria yang kini mulai lemas setelah merasakan pelepasan ulah nakal Indah.
Indah segera turun dari atas perut pria itu dan segera bergegas masuk kedalam toilet untuk membersihkan tubuhnya.
Pekerjaan pertama selesai, masih ada pekerjaan selanjutnya yang harus ia kerjakan. Setelah berganti pakaiannya dan merapikan kembali make up tipisnya yang membuat wajahnya lebih terlihat dewasa dan menantang.
"Om.....Cinta balik dulu ya, servis kali ini cukup sampai di sini kalo om butuh Cinta lagi bisa calling-calling cinta ya om!" ucap cinta dengan nada manja dan belaian lembut jemarinya di rahang tegas pria yang saat ini sedang terkapar lemas di atas peraduan.
"Kamu hebat baby, om pasti calling kamu lagi, tapi nggak cukup waktu satu hari untuk menunggu giliran sayang, jadwalnya terlalu padat, om bahkan harus membuat janji tiga hari sebelumnya. Segitu pintarnya kamu dalam bekerja hingga pelangganmu begitu banyak dan selalu ketagihan!"
"Akh om ini bisa aja, servis itu memang nomor satu kan om, lebih bersabar akan terasa lebih mantap om!"
"Kamu ini memang nakal!" ucapnya dengan tangan yang tak bisa diam meraih apapun yang dianggapnya menggoda.
"Ya udah Cinta harus buru-buru om, udah ada tamu selanjutnya yang menunggu!"
"Ini untuk kamu sayang! hati-hati di jalan ya!" pria itu memberikan beberapa lembar lagi uang berwarna merah yang ia selipkan di sela-sela dada Indah.
"Ini bonus untuk Indah om? banyak banget, tadi kan udah om transfer uangnya!"
"Anggap saja itu sebagai bonus kerja kamu yang memuaskan, om suka dan jika kamu mau lebih om siap memberikan seberapapun yang kamu inginkan asal kamu memberikan sesuatu yang selama ini kamu jaga untuk om, bagaimana?"
"Ini aja udah cukup buat Cinta Om, nggak boleh serakah," Indah mengedipkan sebelah matanya.
"Ya udah Indah balik dulu ya om, dadah om ganteng..." setelah pamit Indah segera keluar dari kamar hotel tempatnya meraup rupiah yang tak sedikit.
Langkahnya kembali menyusuri setiap koridor hotel, setelah membersihkan tubuhnya Indah kembali menebarkan pesona keindahan sesuai dengan namanya.
Indah/ Cinta nama panggilan saat dia bekerja, lebih lengkapnya lagi Cinta Sellindah. Dia lebih nyaman di panggil Cinta saat bekerja karena dia menganggap pekerjaanya yang kotor ini butuh sedikit bumbu cinta agar bisa sampai di titik kepuasan pelanggannya.Sedangkan di luar dari ini dia lebih di kenal sebagai Indah, panggilan sayang dari kedua orang tuanya.
Panggilan telpon tak menyurutkan langkah Indah untuk segera sampai di club' tempat tamu selanjutnya yang sudah sejak tadi menunggu.
"Hallo beb.."
".............."
"Iya bilang tunggu bentar, sekitar 20 menit gue sampe sana, loe tau lah gue baru kelar nich, tuh si om strong bener mulut gue aja masih kebas rasanya!"
"............."
"Siiipp atur aja, loe potong 20% beb nggak apa-apa, nanti kalo gue lagi halangan loe bisa ambil pelanggan gue, oke!"
"........"
"Beres ya udah gue lan........"
BRUGHH
Cetaaarrrr
"OMG hape gue!" Indah melebarkan matanya saat melihat ponsel ditanggannya sudah beralih tempat di atas lantai dengan layar yang pecah, tangannya segera meraih ponsel tersebut dan mengecek kewarasannya.
Nafas lega keluar dari mulutnya saat melihat ponselnya masih bisa menyala dan bisa di pergunakan walaupun ada beberapa titik yang pecah.
Indah segera berdiri dan mengangkat kepalanya untuk melihat siapa gerangan yang ia tabrak tadi.
Tampan, satu kata yang keluar dari hatinya saat melihat sosok pria dewasa di depannya dengan tubuh tegap yang memiliki tinggi badan profesional dan jangan lupa tubuh atletisnya begitu sedap di pandang.
Indah segera berusaha untuk sadar dan menggelengkan kepalanya, bukan saatnya mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu mempesona ini.
"Maaf Om, saya nggak sengaja nabrak om, saya lagi buru-buru om!" ucap Indah merasa tidak enak karena di sini dia yang salah, berjalan tidak memperhatikan sekitar karena sibuk menerima panggilan.
"Hmmm......" tidak ada kata yang keluar dari mulut pria itu, hanya satu deheman untuk menjawab permintaan maaf Indah.
Indah melirik wanita sebelahnya yang sedang bergelayut manja dengan tampilan tak kalah sexy darinya, alis Indah terangkat satu dengan senyum tipis sedikit menggoda.
"Ternyata satu frekuensi sama gue!" batin Indah.
"Ya udah om, saya permisi dulu!" Indah segera melangkahkan kakinya meninggalkan pria yang sejak tadi memperhatikan dengan senyum tipis bahkan hampir tidak terlihat.
"Ayo sayang.....!" ucap wanita disampingnya dengan suara mendayu.
"Ya....." Keduanya melangkah menuju kamar hotel yang sudah di pesan oleh asistennya.
Sprei yang semula rapi kini sudah berantakan, bahkan bantal yang tersusun kini ikut terjun ke lantai.
Suara Indah yang keluar dari bibir wanita yang kini dalam kekuasaannya memenuhi kamar hotel yang mulai terasa panas, serta pertukaran peluh membuat kenikmatan semakin utuh.
Hingga semburan larva pijar mengiringi robohnya pertahanan sang pria, tubuhnya tergeletak dengan dada naik turun dan nafas yang memburu.
"Cepat kamu bersih-bersih dan keluar dari sini!" ucap pria itu dengan nada dingin yang menjadi ciri khasnya.
" Kamu mengusirku? bahkan tubuhku saja rasanya masih lemas, kamu anggap aku apa hah!" wanita itu tidak terima atas perlakuan laki-laki yang beberapa jam lalu dengan liar menggagahinya.
"Kamu hanya wanita yang aku bayar mahal untuk pemuas nafsu ku saja! jadi cepat kamu pergi sekarang juga!" bentak pria itu lalu membuang muka.
Dengan hati kesal dan wajah yang di tekuk wanita itu segera turun dari ranjang dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai.
Melihat wanita bayarannya sudah keluar dari kamarnya pria itu segera menghubungi sahabat yang merangkap sebagai asisten pribadinya.
"Hallo Adit!"
"Ngapa malem-malem ganggu gue dech loe!"
"Ck, udah loe transfer uangnya?"
"Udah, emang udah kelar?"
" Berisik loe!"
"Tumben cepet, servisnya wow banget ya?"
"Ada yang buat gue lebih berfantasi!
"Apaan Nicho loe jangan bikin ulah ya!"
Pria itu tersenyum manis mendengar ucapan sahabatnya kemudian segera memutuskan panggilan secara sepihak.
"Kamu harus aku dapatkan!" ucapnya dengan senyum yang sudah lama tidak di perlihatkan kepada siapapun termasuk keluarganya.
Karena masa lalu membuatnya menjadi pria yang setiap malam selalu berpetualang dengan wanita yang berbeda.
Indah menuruni taksi dan segera masuk ke dalam club' malam untuk menemui tamu selanjutnya yang merupakan tamu ekslusif dari sahabatnya karena kebetulan hari ini dia sedang berhalangan dan harus off untuk bekerja.
Banyak kicauan pria-pria nakal saat langkah jenjangnya memasuki area club' malam yang penuh hingar bingar suara musik dengan bau alkohol yang menyengat, gadis dengan pakaian minimnya kini mulai menangkap sosok yang ia cari.
Sapaan yang datang padanya dengan lembut ia jawab tetapi begitu terngiang di telinga para pendengar.
"Cin...." seru Asti teman seprofesi seperjuangan yang merangkap sebagai sahabat.
"Hay beb...." mereka cipika cipiki, hal itu memang suatu kebiasaan yang selalu meraka lakukan setiap kali berjumpa.
"Lama dech, si om udah merinding disko tuh udah ada yang meronta dari tadi minta keluar dari kandang," ucap Asti dengan kedipan genit di matanya dengan tangan yang mulai nakal menjamah sesuatu di balik celana kerja pria yang sejak tadi menahan hasratnya dengan menghisap rokok.
"Ugh udah mulai on ya om, sorry ya Cinta tadi telat banget soalnya harus nidurin pusaka punya langganan yang udah lama buat jadwal."
"Nggak apa-apa, om sabar kok!" jawab pria butuh belaian itu.
"Ya udah mau langsung aja apa masih mau disini dulu di buat on sama Asti om?"
"Langsung juga boleh...."
"Ugh si om udah nggak sabar ternyata, tapi sesuai peraturan yang ada ya om! Asti udah bilang belum sama om?"
"Udah, nggak apa-apa yang penting memuaskan!" jawab si om dengan senyuman nakal dan tangan yang sudah singgah di paha mulus Indah.
"Udah mulai nakal dia beb, gue eksekusi dulu ya, sampai ketemu besok, gue kerja dulu oke!" pamit Indah kemudian menarik tangan pelanggannya untuk segera masuk ke dalam kamar yang ada di dalam club' tersebut.
Saat berjalan menuju kamar Indah bertemu dengan Toni pemilik dari club' malam yang sering Indah singgahi.
"Kak..."
"Hey Cin, wah pelanggan baru nich!" ucap Toni saat melirik Indah yang berjalan bersama pria dewasa. Toni sudah cukup paham pekerjaan Indah bahkan dia juga sedikit tau latar belakang gadis itu.
"Jangan kebablasan indah!" bisik Toni kemudian melebarkan senyumnya, "oke kalo gitu have fun ya Cin!" Toni menatap Indah dengan rasa iba, baginya tak mudah menjadi Indah.
"Pasti kak!" seru Indah dengan mengacungkan kedua ibu jarinya.
"Ayo om!" keduanya segera masuk ke dalam kamar dan Indah kembali mengulang kegiatan yang sama demi meraup rupiah hingga mencapai pelepasan tanda pekerjaan Indah terselesaikan.
Indah pulang kerumah menjelang Pagi, bahkan baru saja ia terlelap sudah harus bangun lagi. Dirinya bersiap untuk berangkat ke sekolah, dengan seragam putih abu-abunya Indah lebih terlihat seperti gadis imut sesuai dengan umurnya walaupun tidak bisa di pungkiri Indah tetap terlihat sexy.
Sebelum sampai di sekolah, Indah menyempatkan diri untuk menjenguk mamahnya terlebih dahulu.
"Bi....bagaimana kondisi mamah?" lirih Indah saat memasuki ruangan yang sudah tiga tahun belakangan ini Indah datangi setiap hari.
"Masih sama non, nyonya butuh cuci darah rutin setiap seminggu sekali sebelum operasi transplantasi ginjal di lakukan," jawab bibi, seorang pembantu yang selama ini setia pada keluarga Indah.
"Sudah ada Bi?" tanya Indah lagi sebelum memasuki ruangan mamahnya.
"Belum dapet non, tapi dokter masih terus mengusahakan semaksimal mungkin untuk kesehatan nyonya."
"Ya udah, Indah masuk dulu ya Bi," Indah segera memasuki ruangan inap mamahnya, kamar VIP yang Indah berikan dengan pelayanan yang sebagus mungkin.
"Mamah...."
"Nak, mau berangkat sekolah?" tanya sang mamah dengan senyumnya yang mengembang.
"Iya mah, maaf Indah nggak bisa jagain mamah terus di sini," Indah menyentuh tangan mamahnya yang semakin lama semakin kurus.
"Nggak apa-apa nak, anak mamah kan harus bekerja dan sekolah, gimana sekolahnya? lancar? anak mamah cantik sekali," Mamah menyembunyikan kesedihan di balik senyumnya, hatinya begitu sakit karena selama beliau sakit tidak bisa mendampingi Indah di masa-masa sulitnya.
"Lancar mah, nilai Indah baik sebentar lagi ulangan sekolah, nanti Indah kasih ke mamah kalo Indah sudah dapat nilainya ya? biar mamah tau, kepintaran yang di miliki mamah dan papah menurun ke diri Indah."
"Iya sayang, kamu memang yang terbaik Indah, mamah doakan semoga semua lancar ya, jika sudah capek bekerja, mamah bisa pulang saja dan berobat jalan, karena mamah tau biaya rumah sakit ini sangat mahal nak!"
"Nggak apa-apa mah, jangan di pikirkan yang terpenting sekarang mamah cepat sembuh agar bisa terus mendampingi Indah ya," ucap Indah dengan tatapan sendu kemudian dia pamit berangkat sekolah.
"Indah berangkat sekolah dulu ya mah, sehat terus mamah," Indah mencium tangan serta kening sang mamah kemudian keluar dari ruangan dengan senyum manisnya.
"Bi, Indah nitip mamah ya kalo ada apa-apa seperti biasa langsung telpon Indah aja," ucap Indah saat sudah di luar ruangan.
"Siap non, nggak perlu khawatir, bibi akan terus menjaga nyonya dengan baik."
"Ini buat bibi, nanti kalo kurang atau butuh apa-apa jangan sungkan bilang sama Indah ya," Indah memberikan beberapa lembar uang berwarna merah " ya udah Indah berangkat dulu."
"Hati-hati non!" ucap sang bibi dan di jawab anggukan oleh Indah.
Bibi menarik nafas panjang, dia begitu menyayangi keluarga ini terlebih dengan Indah yang sudah di asuhnya sejak kecil. Tak bisa ia bayangkan bagaimana sulitnya bertahan menjalani hidup dengan segala tuntutan yang ada.
Sepanjang perjalanan tangis Indah pecah, setiap kali keluar dari rumah sakit Indah tidak akan kuat menutupi kesedihannya. Hatinya begitu hancur tiap kali melihat tubuh lemah sang mamah.
Semenjak sang Papah berpulang, bagi Indah dunia seakan runtuh. Mamah yang kuat pun jatuh sakit, sementara harta kekayaan peninggalan papah semakin lama semakin habis untuk pengobatan mamah dan membayar hutang perusahaan yang belum papahnya lunasi. Hingga perusahaan harus gulung tikar karena tidak ada yang menghandle.
Indah yang merupakan anak semata wayang, harus berdiri sendiri untuk bertahan dan mencari uang untuk biaya sekolah serta biaya rumah sakit sang mamah.
Hingga Indah memutuskan untuk bekerja di dunia malam karena desakan hidup yang membuatnya harus menjajakan tubuhnya kepada pria hidung belang dan para suami-suami yang serakah akan kenikmatan dunia.
Bagi Indah hidup itu nggak selamanya manis, ada kala kita di atas dan secara tiba-tiba jatuh hingga terluka.
"SMA Nusa Darma ya neng?"
"Iya pak," jawab Indah kemudian segera meraih tasnya dan mengambil uang untuk membayar taksi.
"Ini pak ongkosnya," Indah memberikan selembar uang berwarna merah kepada sopir taksi tersebut kemudian membuka pintu mobil.
"Kembaliannya neng!"
"Buat bapak aja, lumayan buat beli nasi uduk Pak!" seru Indah kemudian segera memasuki gerbang yang sudah tertutup setengah oleh scurity.
"Kembaliannya 57 ribu terus kalo di buat beli nasi uduk bisa kenyang tiga hari ini mah neng, yang nggak-nggak aja, tapi Alhamdulillah ya Allah rejeki dari neng cantik, berkah ya neng!"
Indah tergesa-gesa memasuki sekolah dan berlari menuju kelas hingga dia tidak menyadari jika Pak Maman petugas kebersihan sedang mengepel lantai.
"Aaaaaaaaa.........."
BRUGHH
"Neng Indah!"
Indah menatap Pak Maman dengan muka polosnya, Pak Maman dengan sigap ingin membantu Indah untuk bangun.
"Pak, Indah jatuh nggak sich sebenarnya kok nggak sakit?"
"Mendingan neng Indah buru bangun neng timbang jadi masalah! Ayo bapak bantu," ucap Pak Maman kemudian mengulurkan tangannya.
"Apa sich pak Maman nich, Indah bisa bangun sendiri Pak." Indah segera beranjak tanpa menyadari ada seseorang yang sejak tadi mengumpat kesal menahan punggungnya yang sakit akibat Indah terjatuh menimpa tubuhnya yang tadi kebetulan berjalan di belakangnya.
"Oh SSHHIIIT......!" umpatnya saat merasakan benda keramatnya bersenggolan dengan bemper Indah saat gadis itu ingin beranjak.
Indah yang mendengar ada suara di belakangnya segara menoleh, begitu terkejutnya dia saat ini tengah duduk di atas tubuh seorang pemuda tepatnya pas di atas barang kramatnya.
"Kok ganjel, punya loe bangun ya? dasar cowok, nggak bisa banget loe lihat body montok dikit, otak loe ngeres. Pak pinjem sapunya pak buat saya nyapu otak cowok modelan kayak gini!"
"Mulut loe bisa diem nggak sich, berdiri loe! bukan otak gue yang kotor tapi loe aja yang malah sengaja gesekin bemper loe ke si Mickey!"
"Ngadi-ngadi loe!" celetuk Indah.
"Den Chiko, ayo bapak tolongin sini," tangan pemuda yang bernama Chiko itu menerima uluran tangan dari Pak Maman.
"Auuuuwwwww berasa kayak abis ketibanan karung beras gue, sakit banget punggung gue," Chiko meringis kesakitan.
Indah yang mendengar ucapan Chiko itu di buat menganga, saat tubuhnya di samakan karung beras.
"Apa kata loe, loe nyamain gue sama karung beras, mata loe minta di bawa ke dokter. Pinteran Mickey loe itu ternyata dari pada otak pemiliknya!" Ketus Indah yang sempat melirik celana Chiko kemudian kembali melihat wajahnya.
"Ganteng doank, tapi ngeselin!" batin Indah.
Gadis itu segera berbalik dan ingin segera menuju kelas sebelum keduluan guru mapel.
"Eh mau kemana loe!" Chiko menarik lengan Indah hingga langkah gadis itu terhenti.
"Apa lagi?"
"Nggak ada makasihnya loe, coba aja kalo nggak ada gue udah benjol pala loe! mana tuh mulut ngatain mata dan otak gue lagi."
"Terus loe mau apa?"
"Tidurin Mickey gue!" sentak Chiko dengan suara rendah yang membuat Indah melebarkan matanya.
"Gila ya loe, minta sabun aja sono loe sama pak Maman biar bisa solo karir di toilet! dasar mupeng!"
Indah segera menghempaskan tangannya hingga membuat cekalan Chiko terlepas kemudian segera berlari menuju kelas.
"Loe yang gila! bukan tanggung jawab malah kabur gitu aja, muka loe imut tapi body loe buat si Mickey cenat cenut!" umpat Chiko saat mata terus memandang punggung Indah yang semakin menjauh.
Indah mulai mengantuk saat guru mulai menerangkan, tetapi sebisa mungkin matanya tetap terjaga dan menyimak pelajaran, karna baginya sekolah itu tetap yang utama. Hingga guru menyelesaikan materi dan bell istirahatpun berbunyi.
Indah segera menjatuhkan kepalanya di atas meja saat guru keluar dari kelas. Matanya segera terpejam untuk menembus alam mimpi, anggap aja ini boci alias bobo ciang.
"Indah, kantin yok!" ajak Asti yang sudah menahan lapar sejak pagi.
"Ngantuk gue!" ucap Indah dengan mata terpejam
"Ikh makan dulu baru tidur!" Asti meraih lengan Indah dan mengajaknya segera beranjak.
"Gue tau loe belum makan, sekarang kita cari makan yang seger-seger oke!" ucap Asti sedikir memaksa yang membuat Indah mau tidak mau akhirnya menuruti.
Keduanya makan dengan lahap, mata Indah serasa melek saat dengan nikmatnya dia menikmati bakso pedas dan hangat di tenggorokan. Begitupun dengan Asti, soto dengan racikan sambal dan kecap yang ia berikan di tambah perasan jeruk nipis yang membuat soto semakin segar.
Disela-sela makannya Chiko dan kedua temannya datang dan ikut duduk di meja yang sama karena meja yang lainnya sudah terisi penuh.
Mata Indah menatap tajam siapa yang duduk di hadapannya, kejadian tadi pagi terngiang diingatan saat tau siapa gerangan orang itu dan mampu membuat nafsu makannya anjlok.
"Gue balik dulu As, ngantuk!"
"Eh .... makanan loe aja belom habis Indah, jangan ngadi-ngadi dech loe, makan!" ketus Asti, dia yang tau bagaimana kehidupan Indah yang harus mengurus semua sendiri tidak ingin sampai Indah sakit.
"Makan aja Indah, kita-kita nggak bakal gangguin kok, malah makin nafsu makannya kalo di depan mata ada yang cantik bening sebening Indah," ucap Soni sahabat dari Chiko.
Melihat temannya yang menggoda Indah secara terang-terangan membuat Chiko kesal dan segera memfokuskan dirinya pada makanannya agar segera kembali ke kelas.
"Iya kalah sambel yang bikin melek kalo udah liat Indah ya kan!" sahut Kiki dan di benarkan oleh Soni.
"Yang ada kalo liat Indah malah merem melek bro," celetuk Soni, kemudian keduanya tertawa renyah.
"Dari pada ngoceh mulu mending loe pada makan!" sentak Chiko yang tak tahan mendengar kedua sahabatnya yang terus menggoda Indah.
Hal itu justru membuat Indah menggelengkan kepala. Indah yang sudah biasa di goda oleh para pria dewasa tidak terpengaruh dengan godaan teman sebaya, tetapi justru Indah heran dengan sikap Chiko yang berlebihan dan itu juga sama seperti yang Asti pikirkan.
Sepulang sekolah Indah dan Asti segera meninggalkan kelas, mereka berencana untuk menjenguk temannya yang sedang sakit.
"Jadi kan?"
"Jadi, tapi nggak bisa lama gue, mata gue ngantuk banget mau tidur."
Sesampainya mereka di sebuah unit apartemen tempat tinggal teman mereka, Indah dan Asti di buat menganga melihat kelakuan temannya.
"Parah loe! jadi loe nggak sakit?" oceh Asti saat mereka melihat kondisi Jenni yang biasa saja dengan senyum yang memamerkan seluruh giginya.
"Terus itu siapa Jen?"
"Sugar Dady," bisik Jenni saat mereka sudah duduk di ruang tamu.
"Gila, loe jadinya sugar baby nya om itu?" Asti dan Indah tidak menyangka temannya mau di simpan oleh pria gendut yang berumur sekitar 40 tahunan dan jauh dari kata tampan bagi keduanya, hal itu membuat mereka bergidik.
"Kok bisa?" tanya Indah polos.
"Bisa donk, duitnya banyak Indah," ucap Jenni dengan begitu bahagia dan hanya di tanggapi dengan senyum kaku dari Indah.
Mereka bertiga memiliki asal usul berbeda dan alasan berbeda hingga terjun ke dunia malam. Asti bisa sampai menjual diri hingga sekarang harus meminum alat kontrasepsi berawal dari keluarga yang broken home hingga ke dua orang tuanya sibuk masing-masing dengan pasangan mereka yang baru tanpa peduli lagi dengan anaknya yang masih butuh kasih sayang dan biaya.
Sedangkan Jenni, sudah terbiasa hidup enak sejak kecil, tetapi saat orang tuanya bangkrut dan jatuh sakit hingga meninggal dia harus bekerja dan mencukupi kebutuhan ketiga adiknya yang masih sekolah.
"Ya udah kalo gitu, gue balik ya mau istirahat, bae-bae loe, jangan ampe kebobolan!" ucap Indah kemudian menarik lengan Asti untuk segera keluar.
"Tenang aja aman!" jawab Jennie santai.
Indah dan Asti segera keluar dan memutuskan untuk pulang, melihat tatapan mata pria yang menjadikan temannya simpanan membuat keduanya tidak betah dan bergidik ngeri.
"Gila si Jenni, bisanya dia mau sama yang modelan begitu!" Asti memijat pelipisnya saat mereka sudah berada di dalam taksi.
"Kalo lagi maen muka si omnya di tutupin pake duit kali As!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!