NovelToon NovelToon

Rahim untuk Tuan Muda

1. Jadi Pelayan Bar

Ada kalanya, kehidupan tidak selalu berjalan dengan mulus. Terkadang, dunia seakan tidak mengizinkanmu untuk hidup bahagia. Meski sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi di penghujung jalan, muncul sebuah jurang yang begitu dalam.

Dan membuat semangatmu yang berawal membara, berubah patah. Hingga merasa tak ada lagi harapan tuk maju.

Dia bernama Alesia. Seorang gadis berusia 22 tahun. Yang hidup dengan sederhana. Berlatar belakang keluarga miskin. Hidup hanya berdua dengan ibunya bernama Amora. Wanita single parent sekaligus ayah untuknya.

Alesia tak memiliki adik atau pun kakak. Saat ini ia menjalani status nya sebagai mahasiswi penerima beasiswa di salah satu universitas negeri yang ada di ibu kota Jakarta.

Sayangnya, penyakit sang ibu yang sudah lama ada justru semakin memburuk. Batuk-batuk pada kondisi kesehatan Amora sang ibu semakin tak terkontrol. Hingga terjadilah, dimana Amora jatuh pingsan dan tak sadarkan diri.

Krek...

"Bu... Ales pulang!" gumam Alesia sedikit berteriak kecil. Memanggil-manggil sang ibu setelah menyelesaikan kuliahnya hari ini.

Dari sudut mata mencari, Alesia tak menemukan ibunya di kamar. Bahkan di ruang tengah pun tidak ada. Gadis itu semakin khawatir dan sedikit berlari kecil mencari-cari ke segala ruangan.

Sampai akhirnya...

"Ibu!!!" teriak Alesia. Saat menemukan ibunya yang jatuh tersungkur dan pingsan di dalam kamar mandi. Ada bercak darah di telapak tangan nya.

Buru-buru, Alesia menggotong dan membawanya ke luar. Wajahnya begitu panik dan lesuh. Ia terus berteriak meminta tolong pada tetangga sekitar. Hanya ada beberapa orang yang membantu.

Beruntung, Alesia bisa membawa sang ibu ke rumah sakit dengan tepat waktu. Karena kalau tidak...

"Untunglah, kamu membawa ibumu kesini tepat waktu. Kalau sedikit saja terlewatkan, nyawa nya sudah tidak bisa tertolong," ujar sang dokter mengatakan.

Kedua mata Alesia terlonjak kaget tak menyangka. Pupilnya sedikit bergetar dan melebar.

"Memangnya, ibu saya sakit apa, dok?" tanya Alesia bingung.

"Pasien terindikasi adanya jaringan sel kanker di dalam tubuhnya. Lebih tepatnya di bagian paru-paru. Kanker paru-paru sangat berbahaya bila tidak segera dilakukan tindakan operasi," jelasnya lagi.

"Apa, dok? Operasi?"

"Iya, operasi. Mohon untuk segera melunasi biaya administrasinya hari ini."

'Operasi? Uang dari mana aku bisa mendapatkan semua itu? Kuliah saja pun, dari bantuan beasiswa pemerintah. Apa yang harus kulakukan sekarang?' gumam Alesia dalam hati kebingungan.

"Dok, kira-kira sampai kapan ya? Batas waktu pembayarannya? Apa tidak bisa diberikan sedikit waktu lagi? Karena kalau untuk hari ini, saya belum ada uang. Tapi saya usahakan, pasti." Kata Alesia memohon dengan wajah sedu.

Dokter itu terlihat menghela napas panjang. Mungkinkah ia tampak iba dan kasihan pada Alesia?

"Saya beri waktu hingga dua hari dari sekarang. Selebih itu, saya tidak bisa menjamin keselamatan ibu anda ke depannya akan bagaimana."

"B-baik dok, terima kasih. Saya janji, saya pasti akan usahakan untuk mencari uang nya. Tapi tolong dok, lakukan apa saja agar ibu saya bisa selamat!" lagi-lagi Alesia memohon.

Dokter itu lantas mengangguk pelan, seraya menampilkan senyum kecutnya.

Entah apa maksudnya?

Alesia lalu pergi meninggalkan area rumah sakit. Setelah membawa ibunya kesana, ia sekarang kebingungan harus pergi kemana. Mencari pekerjaan baru di waktu singkat seperti ini rasanya tidak mudah.

Kesana-kesini mencari pekerjaan untuk biaya pengobatan ibunya, tapi semuanya nihil. Tak ada satu pun yang menerimanya. Bahkan kalau pun melamar di perusahaan, akan banyak memakan waktu. Dan tidak mungkin diterima saat itu juga.

Apalagi untuk menerima bayaran gaji satu bulannya. Tentunya harus menunggu pada bulan berikutnya. Alesia tak bisa menunggu itu.

Tiba-tiba pikirannya mengarah pada ingatan lalu. Teman kampus nya pernah menawarkannya pekerjaan di sebuah club malam. Menjadi penjual dan pengantar bir atau minuman alkohol di bar. Gaji yang di tawarkan oleh pemilik bar itu pun tidak sedikit.

Dalam waktu 15 hari, bisa mendapatkan gaji senilai 40 juta. Jika berhasil menjual banyaknya botol bir ke para pelanggan atau pun tamu yang datang ke bar itu.

'Apa pilihan ini sudah tepat? Kalau tidak bekerja disana, kemana lagi aku harus mencari pekerjaan yang lain? Kondisi ibu semakin memburuk kalau tidak secepatnya di operasi.' Alesia berkata dalam hati.

Hati dan pikirannya mengalami kegundahan. Akhirnya, ia pun memberanikan diri untuk mendatangi sebuah club malam itu. Sesuai yang direkomendasikan oleh teman kampus nya pada waktu lalu.

Hanya berbekalan diri dan tanpa membawa uang sepeser pun. Alesia memakai baju ala kadarnya. Ia langsung di sambut oleh pemilik dari bar itu. Seorang pria dewasa yang usianya mungkin sudah sekitar 45 tahunan.

"Kau teman nya Maura?" tanyanya. Setelah Alesia memperkenalkan diri.

Spontan, Alesia menganggukkan kepalanya pelan.

"Dia memang pernah bekerja disini sebelumnya. Tapi dua bulan yang lalu dia kabur. Setelah membawa uang setoran cocktail yang harus dia setorkan padaku. Sekitar 250 juta, uang yang dia bawa kabur itu."

Kedua mata Alesia melonjak kaget. Ia tak percaya, Maura bisa melakukan hal nekat begitu. Bahkan mengambil apa yang bukan menjadi miliknya.

"Pencariannya masih terus dilakukan sampai sekarang, melalui pantauan anak buahku. Aku harap, kau tidak meniru apa yang temanmu lakukan. Karena mau pergi sejauh mana, akan tetap ku temukan. Bukan uang yang ku kejar. Tapi, nyawa nya yang harus ia bayar. Dengan ketidak jujuran nya itu. Apa kau mengerti?"

Alesia hanya diam dan mengangguk sedari tadi. Ia takut salah bicara, karena ini pertama kalinya ia mendapat pekerjaan seperti ini.

"Siapa namamu?"

"Alesia."

"Hm... Alasanmu bekerja disini untuk apa? Beri aku satu alasan yang lebih spesifik. Agar aku bisa menerimamu di tempat ini."

Alesia mulai menceritakan penyakit ibunya. Untuk apa dan mengapa ia datang ke tempat ini. Pria itu pun akhirnya mengerti. Dan tampaknya ia pun iba pada keadaan serta situasi yang dialami oleh gadis sepertinya.

"Malam ini kau sudah boleh bekerja. Tapi, ganti pakaianmu dengan yang lain. Para penikmat cocktail akan silau dengan bajumu yang seperti ini."

"A-aku harus memakai baju yang seperti apa, Pak?"

"Pak? Jangan panggil aku 'pak'. Panggil tuan saja. Di belakang ada baju khusus pelayan wanita. Kau pakai saja itu. Setiap malam, kau harus bisa menjual banyak botol cocktail. Minimal 100 cocktail dalam semalam nya. Apa kau mengerti?"

"M-mengerti, tuan."

"Kalau begitu, mulailah bekerja sekarang."

Alesia mengangguk pelan, dan pergi meninggalkan ruang itu menuju ke area belakang. Langkah kakinya agak sedikit gemetar. Rasanya gugup baginya. Yang tidak pernah menginjakkan kaki ke tempat seperti ini. Tapi sekarang jadi harus terbiasa untuk setiap harinya.

Semua itu ia lakukan demi biaya pengobatan ibunya yang sakit keras. Apa pun, dan bagaimana pun. Alesia harus mendapatkan banyak uang.

2. Menerima Tawaran

"Apa ini? Baju? Aku harus memakai baju seperti ini?" gumam Alesia dalam hati.

Hatinya agak ragu saat ingin memakainya. Bagaimana tidak? Baju dress yang begitu tampak terbuka serta tipis. Berwarna merah kehitaman dengan tali yang melingkar tipis pada bagian bahu nya.

Semua model baju yang ada disana hampir sama bentuknya. Hanya berbeda warna dan jahitan saja. Dan itu satu-satunya baju yang termasuk lebih tertutup dari model baju yang lain. Ukurannya agak panjang hingga sampai ke bagian betis kaki.

"Kamu yang bernama Alesia?"

Tiba-tiba seorang wanita dewasa datang memakai pakaian yang lebih sensual dan tak kalah seksi darinya. Ia berjalan berlenggak lenggok mendekati Alesia.

"I-iya, kak."

"Cepat sedikit! Kau di cari sama bos, tuh! Para tamu konglomerat sudah berdatangan. Bukannya menyiapkan cocktail, malah berdiam diri disini. Ayo cepat!" katanya lagi, dengan nada sinis.

"B-baik, Kak."

Harga diri Alesia yang begitu tinggi harus di buang jauh-jauh untuk saat ini. Tidak boleh ada kata malu. Untuk berpenampilan begitu di hadapan banyaknya para tamu.

'Aku hanya akan menyajikan cocktail saja, kan? Tidak untuk hal yang merusak harga diriku, kan?' kata Alesia dalam hati.

Langkah kakinya agak gontai saat memasuki ruangan cocktail. Benar saja, sesampainya ia disana, sudah begitu banyak tamu. Hanya para pria dewasa dan muda. Kelihatannya mereka semua dari kalangan pebisnis. Alesia menyajikan cocktail yang sudah di siapkan oleh penyaji. Tugasnya hanya akan mengantar ke para tamu saja.

"Permisi, tuan. Ini cocktail pesanan nya." Ujar Alesia hati-hati, sembari menaruh beberapa minuman cocktail diatas meja itu.

"Wah, anak baru ya? Cantik sekali." Balas seorang pria tua. Mungkin usianya sudah memasuki kepala 5.

"Hei, itu milikku! Aku duluan yang melihatnya."

"Enak saja, aku yang tadi berbicara padanya lebih dulu."

Para pria tua mulai beradu mulut demi memperebutkan Alesia. Gadis itu berubah takut dan was-was. Langkah kakinya perlahan mundur serta menjauh. Ia pun kembali ke tempat cocktail tadi.

'Kalau bukan karena biaya pengobatan ibu, aku tidak akan mungkin mau bekerja disini.'

Dalam hati, Alesia meringis tangis. Ia takut, bila sewaktu-waktu keperawanan nya di ambil oleh para tua bangka itu. Apalagi disini tidak ada satu pun yang membelanya. Ia datang dan bekerja sendirian.

"Ini, kau antarkan cocktail nya pada pria itu!" ucap sang penyaji cocktail pada Alesia. Sambil menunjuk ke arah pria bertubuh kekar. Yang tengah terduduk dengan posisi tegap. Sembari berbicara dengan lawan bicaranya.

Alesia meneguk saliva nya. Hal yang pertama kali ia lihat pada pria itu adalah, penampilannya. Jelas pria itu seperti bukan pria sembarang. Usianya hampir tidak jauh dengannya. Mungkin sekitar 27 tahunan. Memakai setelan jas biru dongker, serta jam tangan mewah yang melingkar di lengan nya.

"Permisi, tuan. Ini pesanan cocktail nya!" kata Alesia, sembari memindahkan gelas yang ada di tangan nya ke atas meja itu. Namun...

PYURR!

Wanita yang tadi memanggil Alesia di belakang, seperti sengaja mendorong Alesia. Hingga membuat gadis itu tak sengaja menumpahkan cairan cocktail di baju jas milik pria itu.

'Oh ya ampun!'

"M-maaf, tuan. A-aku... Aku tidak sengaja. Maafkan aku, tuan. Sungguh, aku tidak tahu akan begini jadinya." Ucap Alesia berulang kali meminta maaf. Sambil menundukkan pandangan nya.

"Kau berhutang padaku untuk itu."

"H-hutang?"

"Ya, kau tahu berapa harga bajuku?"

Alesia spontan menggeleng pelan.

"Jo!"

Pria itu terlihat memanggil seseorang. Dan pria yang ada di samping nya berjalan mendekati Alesia.

"Harga baju Tuan Hari senilai $10.000, itu untuk setelan jas dan celana nya. Untuk sepatunya senilai $5000. Dan Nona harus membayar semuanya dengan total $15.000 secara keseluruhan." Jelas nya menerangkan pada Alesia.

"$15.000 ?" tanya Alesia memastikannya lagi.

"Benar, Nona. Mau di bayar tunai atau debit?"

"A-aku... Aku tidak punya uang sebanyak itu..."

Alesia tak mampu membayarnya. Pandangannya menunduk ke bawah. Pikirannya semakin runyam sekarang. Untuk biaya pengobatan ibunya saja ia belum ada. Bagaimana pula dengan membayar utang sebanyak itu? Dengan tempo waktu yang terbilang singkat.

"Tuan, bagaimana ini?" lelaki itu tampak bertanya kepada tuan nya.

Pria bernama Harison itu mengangkat sebelah tangan nya. Sembari berdiri dan berjalan meninggalkan bar itu.

"Maaf Nona, Anda harus ikut kami sekarang." Ucapnya pada Alesia. Sambil menujukkan jalan ke arah keluar padanya.

"A-apa? Tapi aku harus bekerja sekarang."

"Bekerja? Nona sudah mengotori baju Tuan muda Hari. Dan untuk itu, Nona harus menggantinya. Jadi ikuti saja jika tidak ingin di pecat dari tempat kerja ini."

Dengan wajah pucat, Alesia mengikuti pria itu. Orang yang disebut 'Jo' oleh lelaki yang sudah di kotori bajunya oleh Alesia. Dan tibalah mereka di depan sebuah mobil mewah berwarna hitam.

"Silakan masuk, Nona! Tuan muda sudah menunggu di dalam." Katanya lagi.

Alesia mengangguk pelan. Agak ragu, ia membuka pintu mobil itu. Pertama kali baginya memasuki kendaraan mewah yang bukan miliknya.

"T-tuan, maaf. A-aku tidak punya uang untuk mengganti bajumu. T-tapi aku bisa bekerja jadi apa saja. Tapi untuk malam ini, izinkan aku bekerja disini. A-aku baru diterima di pekerjaan ini. Kalau tidak, ibuku tidak jadi di operasi. A-aku mohon, tuan." Tutur Alesia sedu.

"Itu bukan urusanku. Kau tetap harus mengganti bajuku. Kau bilang, dengan pekerjaan apa saja? Benar begitu?"

Dengan pasrah, Alesia mengangguk lemah.

"Kalau begitu ikut dan diamlah! Jo, pergi ke apartemen!"

"Baik, tuan muda."

"T-tuan... pekerjaanku bagaimana?"

"Kau bilang kau ingin menjadi apa saja? Asalkan hutangmu lunas padaku."

"I-iya, tuan."

"Lalu? Diam dan menurut saja!"

Alesia tertunduk sedu. Tangannya mengepal dan meremas baju yang ia kenakan. Baru semalam ini ia bekerja disana. Tapi harus mendapat masalah baru yang tidak dia sengaja.

Tinggal satu hari lagi tersisa untuk ibunya. Alesia semakin cemas dan khawatir dengan kondisi Amora yang masih menggantung dengan biaya pengobatan yang belum ia temukan.

Justru ia malah bertemu dengan pria bernama Harison ini. Dan entah kemana ia akan diajak pergi bersamanya. Alesia bingung, mau kabur pun percuma. Ia sudah melakukan kesalahan yang tidak disengaja.

Tapi pria ini juga tidak ingin melepaskannya begitu saja.

___________

Mereka pun tiba di sebuah apartemen mewah yang berada di kawasan elite ibu kota. Pria itu dan sopir nya yang bernama Jo turun. Alesia pun juga ikut turun.

"Jo, berikan suratnya!" kata Harison pada pria yang ada di sisi nya.

Jo memberikan sebuah lembaran surat yang dilapisi oleh map cokelat. Dan di berikannya langsung pada Alesia.

"Baca dan tanda tangani surat itu! Jika kau ingin membayar hutangmu padaku."

Alesia pun mengambilnya dan mulai membacanya satu persatu dari bagian atas. Disana tertera, bahwa ia harus rela dan mau menjadi wanita penyewa rahim untuk pria itu. Ia akan dibayar dengan jumlah uang yang tidak sedikit jumlah nya. Dengan catatan, setelah melahirkan anak itu ia tidak boleh berhubungan maupun bertemu lagi dengan anak yang ia kandung.

"P-penyewa rahim?" tanya Alesia.

"Benar, Nona akan menjadi wanita penyewa rahim untuk Tuan muda kami."

"Kenapa harus menjadi penyewa rahim? Kenapa Anda tidak menikah saja? Aku tidak mau."

Mentah-mentah, Alesia menolak tawaran itu.

"Pikirkan kembali jawabanmu itu. Apa kau tidak kasihan pada ibumu yang sedang sakit parah?"

Tiba-tiba Alesia teringat ibunya yang masih terbaring di rumah sakit. Benar juga, mau mengelak bagaimana pun tak bisa. Pria itu membutuhkan anak, dan ia membutuhkan uang untuk biaya pengobatan ibunya.

"Beri aku satu alasan, mengapa aku harus jadi wanita penyewa rahimmu?"

"Pertama, karena Nona sendiri yang datang pada Tuan muda kami. Kedua, Nona mempunyai hutang yang harus dibayar dan di lunasi. Ketiga, Nona juga membutuhkan banyaknya uang untuk membayar biaya pengobatan ibu yang sedang sakit." Jelas Jo menerangkan.

"Tapi aku tidak sengaja menumpahkan cocktail itu ke baju nya." Sergah Alesia menolak kalau ia tidak datang ke pria itu.

"Tapi minuman nya sudah terlanjur tumpah mengenai baju Tuan muda Hari."

Alesia menghela napas panjang. Melawan pria licik itu rasanya agak sulit untuknya. Dengan berat hati, ia pun menerima tawaran itu. Sebagai wanita penyewa rahim.

Untuk pria bernama, Harison.

3. Saling Memanfaatkan

Alesia masuk ke dalam kamar apartemen milik tuan Harison. Sementara pria itu sedang berada di dalam kamar mandi. Tubuh nya bergetar ketakutan. Ia tidak siap jika harus menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya.

Krek...

Suara pintu kamar mandi terbuka. Tanda nya Harison sudah selesai dengan urusannya. Tubuh kekar dan tegapnya hanya berbalut baju kimono putih. Menutupi perut kotak dan simetris miliknya. Sementara Alesia sendiri duduk membelakangi dengan kondisi bingung dan gemetar sekarang ini.

"Aku sudah selesai mandi. Kau boleh mandi sekarang." Katanya, pada Alesia.

"B-baik.."

Gadis itu berjalan memasuki kamar mandi. Sesampainya di dalam sana ia celingukan mencari-cari handuk yang akan ia gunakan nanti. Hanya ada satu handuk kecil berukuran sepaha.

'Aku tidak membawa baju selain baju yang ku kenakan ini.' gumam nya dalam hati.

Akhirnya, gadis itu pun menggantungkan baju yang ia kenakan. Agar tidak basah, dan bisa ia gunakan lagi setelah selesai mandi.

Dalam mandi nya, Alesia tampak tidak tenang. Hatinya terus memikirkan kondisi kesehatan ibunya yang masih terbaring di rumah sakit. Apa pun yang ia lakukan saat ini, semua demi ibunya.

Ada nyawa yang harus ia bayar mahal. Dan ia tak ingin kehilangan nyawa berharga itu.

'Demi ibu, aku rela menjadi wanita penyewa rahim untuk pria itu. Aku butuh uang, dan dia butuh anak. Baiklah, hanya selama sembilan bulan. Setelah itu aku bisa pergi bebas dari sini.' Ucap nya dalam hati berkata.

Krek...

Alesia keluar mengenakan baju dress yang sama. Ia melihat pria itu tengah duduk sembari mengerjakan sesuatu pada laptop miliknya. Entah apa yang ia kerjakan. Tapi sepertinya penting.

'Orang kaya memang selalu sibuk, ya? Bahkan di saat tengah malam pun masih sempatnya bekerja.'

Alesia berjalan hati-hati mendekati ranjang. Harison menatap nanar dari kejauhan.

"Kenapa kau memakai baju itu lagi?" tanyanya pada Alesia.

"Aku tidak membawa baju lagi, tuan."

"Itu, disana. Jo sudah menyiapkan pakaian untukmu. Ambil dan pakailah!"

Harison menunjuk ke arah lemari yang bersebelahan dengan lemari miliknya. Alesia berjalan dan mendekati kesana. Tangannya lalu membuka kedua pintu lemari itu. Betapa terkejutnya ia saat melihat banyaknya baju-baju terpasang rapi di dalam nya.

Semuanya lengkap dengan baju dalaman juga. Ada dress, baju tidur, serta baju untuk acara formal. Tapi sayangnya, baju untuk tidur kebanyakan dengan model yang sama. Masih satu ras dengan model lingerie.

Alesia agak ragu mengambilnya. Sebab itu begitu tipis dan terkesan transparan. Kedua matanya lalu mencari-cari baju yang lain yang lebih menutup. Tapi hasilnya nihil.

Akhirnya, mau tidak mau ia pun memakai lingerie itu. Mengambil yang berwarna soft pink. Alesia lalu kembali memasuki kamar mandi. Untuk berganti baju dengan baju tidur itu.

'Kalau ibu tahu, aku jadi seorang wanita penyewa rahim. Apakah ia akan marah?'

Alesia lantas berjalan mendekati ranjang. Setelah dirinya sudah berganti baju. Hari melihatnya agak lama. Ia terlihat menaruh kembali laptop miliknya diatas meja.

"Selama menjadi wanita penyewa rahim untuk anakku, kau tidak boleh keluar dari apartemen ini. Dan juga, tidak boleh bekerja. Serta kemana pun." Ujar Harison posesif.

"Lalu pekerjaanku bagaimana?"

"Aku yang akan membayarmu. Mulai sekarang, kau akan bekerja untukku." Ucap Harison sembari mendekatkan dirinya pada Alesia. Membuat itu terdiam kaku tak bisa bergerak.

Harison mengunci pergerakan Alesia dengan tenaga nya yang kuat. Perlahan tubuh mereka saling bersentuhan satu sama lain. Alesia hanya diam dan merasakan sentuhan kasar yang dilakukan oleh Harison padanya. Sampai akhirnya, gadis itu mengerang kesakitan.

"Hiks... s-sakit..." keluh Alesia meringis tangis.

Air matanya luruh, setelah Harison menuntaskan hasrat padanya. Terlihat ada banyak bercak darah diatas sprei kasur putih itu. Harison tergelak kaget tak percaya. Bahwa ternyata wanita yang ia tiduri itu masih seorang gadis.

Perasaan nya jadi bersalah. Karena sudah menghilangkan keperawanan gadis itu. Namun, ia juga terpaksa melakukannya demi keluarganya yang terus memaksa dirinya mempunyai keturunan. Sebagai penerus Perdana Group.

Ya, Harison Perdana. Adalah seorang CEO sekaligus pewaris dari perusahaan Perdana Group. Perusahaan yang berjalan di bidang tekstil dan makanan terbesar di Asia.

Siapa yang tidak kenal dengan Perdana Group? Perusahaan raksasa di negeri ini. Cabang dari perusahaan nya sudah sampai ke berbagai negara eropa seperti Inggris dan Amerika.

Alesia sendiri bahkan pernah magang di perusahaan itu. Sayangnya, untuk diterima menjadi karyawan disana terbilang cukup sulit. Hanya orang-orang pintar dan terpilih yang bisa diterima menjadi bagian dari perusahaan mereka.

Entah bagaimana, Harison bahkan memilih untuk menyewa rahim perempuan. Bukankah lebih baik jika dia menikah? Lalu apa alasan nya ia tidak ingin menikah?

"Maaf... Aku tidak tahu kalau kau masih virgin." Ucap Harison meminta maaf.

Alesia meringis kesakitan pada organ intim nya di bawah sana. Air matanya bahkan masih tersisa. Meski sudah sedikit mengering. Dengan pelan, ia menggeleng.

"Tidak apa-apa, tuan. Ini sudah menjadi tugasku untuk melayanimu sebagai penyewa rahim." Kata Alesia sedu.

Spontan, Harison memeluk Alesia dengan sangat erat. Di bawah selimut yang sama, Alesia tampak kikuk dengan perlakuan Harison yang berubah lembut.

"Maafkan aku... Karena sudah memaksamu menjadi wanita penyewa rahim untukku." Katanya berkata.

"Mengapa Tuan melakukan ini? Mengapa tidak menikah saja? Bukankah itu lebih baik?" tanya Alesia.

Harison mengembuskan napasnya kasar. Ia tampak berpikir sesaat. Lalu menatap mata Alesia.

"Sebenarnya aku punya wanita pilihanku. Tapi dia pergi ke Amerika demi urusan pekerjaan nya sebagai model. Dia tidak mau mengandung anak. Sementara keluargaku sudah begitu lama menantikan keturunan dari darahku. Aku bingung dan kehilangan ide apalagi untuk bisa membujuknya menikah dan menjadi ibu untuk anakku. Tapi akhirnya aku tidak sengaja menemukanmu di bar itu. Ku pikir permasalahan kita sama. Sama-sama punya satu tujuan demi mencapai sesuatu. Kau membutuhkan uang, sementara aku butuh seorang anak."

"Meski dari seorang wanita yang tidak jelas asal-usulnya?"

"Tidak mengapa. Hanya anak, bukan ibu nya. Untuk ibu dari anak itu sudah ku tentukan."

Mendengar Harison berkata begitu, seketika perasaan Alesia berubah. Yang tadinya begitu semangat mendengar penjelasan Harison yang membutuhkan kehadiran anak untuk keluarganya. Tapi setelah mendengar yang barusan.

Sebuah harapan kecil yang ia pikiran sesaat perlahan memudar.

'Harusnya aku sadar, aku itu siapa? Hanya seorang gadis penyewa rahim. Tidak mungkin pria ini jatuh cinta padaku. Jangan terlalu banyak bermimpi, Alesia. Aku ini bukan orang yang setara dengan keluarga konglomerat nya.' gumam Alesia dalam hati sedu.

Bahkan setelah sembilan bulan kemudian, ia harus segera pergi dari kehidupan Harison dan bayi nya. Meski begitu, ada senilai uang yang tidak sedikit jumlahnya. Sebagai bayaran atas rahim yang sudah di sewa pada tuan muda kaya itu.

"Istirahatlah, kau pasti lelah. Selamat malam!" ucap Harison lembut, sembari mengecup kening Alesia.

Pria itu lalu tertidur sambil memeluk wanita yang ada di sisi nya sekarang. Alesia semakin dibuat bingung dengan perlakuan nya yang terkesan berlebihan.

'Tolong, jangan seperti ini. Aku takut jatuh cinta padanya bila dia begini. Aku hanya ingin menjalani tugasku. Dan pergi dari tempat ini.' Kata Alesia dalam hati bimbang.

Kedua matanya perlahan memejam. Berusaha menghilangkan pikiran-pikiran tentang pria yang sedang memeluknya dengan erat sekarang.

Akankah keduanya bisa jatuh cinta? Atau hanya sekadar ikatan kontrak semata.

Entahlah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!