NovelToon NovelToon

My Little Maid, My Love

Awal Pertemuan

Brughhh brughhh brakk!!!!

Sebuah dentuman keras terdengar menggema di sebuah perbukitan kecil yang berada di sebuah pedesaan. Akibat hujan turun begitu derasnya membuat jalanan menjadi licin hingga sebuah mobil audi yang melintas di disekitar bukit tersebut hilang kendali dan berakhir terperosok ke dalam sebuah jurang yang cukup dalam.

Mobil yang kenderai oleh seorang pria itu jatuh terguling beberapa kali sampai akhirnya si pengemudi terpental keluar dari mobil tersebut. Tubuhnya terkapar ke atas tanah dengan sejumlah luka yang cukup parah. Pria itu meringis kesakitan ketika merasakan ada sebuah cairan merah kental yang mengalir di pelipisnya.

Cuaca yang tidak mendukung juga semakin memperburuk keadaan, pria itu tak kuasa menahan rasa sakit dan juga dingin secara bersamaan. Ia merasakan jika malaikat maut kini sudah mengintainya.

"Tuhan... Jika ini sudah saatnya, aku siap menghadapmu. Tetapi jika belum, berikan aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya" pria itu membatin. Ia menatap langit mendung di atasnya, dirinya sudah pasrah jika memang hari ini adalah hari terakhir ia melihat indahnya bumi dan langit.

Secara perlahan pria itu mulai memejamkan matanya, namun beberapa saat kemudian ia tidak merasakan air hujan itu mengenai wajahnya. Ia membuka matanya kembali, samar-samar ia bisa melihat seorang gadis kecil tengah berdiri di sampingnya usianya sekitar 8 tahun. Rupanya gadis itu tengah melindungi tubuhnya dari derasnya hujan oleh payung merah yang dibawanya. Pria itu dengan sekuat tenaga mengumpulkan kesadarannya untuk melihat sosok gadis penyelamatnya ini.

"Tuan tidak apa-apa?"

Suara gadis itu menyapa indera pendengarannya, entah kenapa ia seperti mendapat energi dari suara manis itu.

"To.. long aku hhhh" Pria itu mulai bersuara. Ia tidak tahu siapa gadis itu, akan tetapi ia yakin bahwa gadis kecil ini adalah malaikat penolong yang Tuhan kirimkan padanya.

Apa itu artinya Tuhan telah memberinya kesempatan?

"Apa yang harus lakukan?" Samar-samar pria itu mendengar kegelisahan gadis di depannya. Gadis itu mendekatkan diri pada tubuh pria malang itu untuk memastikan apakah pria ini masih sadar atau tidak.

"Ah Mama!!!" Gadis itu tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, gadis kecil itu akan memanggil mamanya. Dia hanya anak kecil jadi tidak mungkin jika ia menolong pria itu sendirian.

"Tuan aku akan mencari pertolongan" gadis itu hendak beranjak dari tempatnya namun pria itu menahan tangannya.

"Dingin...hhh" Lagi pria itu berbicara dengan suara yang begitu parau dan tubuh bergetar hebat.

Gadis itu tampak berpikir, lalu akhirnya dengan segala keberaniannya gadis itu menarik pria tersebut untuk berlindung ke sebuah pohon yang lumayan besar agar tubuhnya tidak terlalu kehujanan. Tubuhnya yang mungil terlihat bersusah payah menarik tubuh besar pria itu. Gadis itu rela tubuhnya basah dan berbagi payung merahnya agar pria tampan di hadapannya ini tidak kedinginan

Pria itu menyandarkan punggungnya ke sebuah pohon di belakangnya, matanya terpejam merasakan sakit di kepalanya karena benturan keras akibat kecelakaan yang dia alami. Namun tak lama kemudian matanya kembali terbuka saat merasakan sesuatu melingkar di lehernya. Itu sebuah syal.

Kemudian ia merasakan sebuah genggaman hangat ditangannya. Siapa lagi kalau bukan tangan gadis itu.

"Apa yang kau laku..kan?" Ia bisa melihat gadis kecil itu berjongkok di samping tubuhnya sambil menatapnya dengan tatapan polos khas anak kecil, namun tersirat rasa penasaran disana.

"Tuan kedinginan, jadi aku memakaikannya untukmu dan ini adalah salah satu cara agar Tuan tidak kedingingan" telapak tangannya menggosok-gosok permukaan kulit tangan pria tersebut. Gadis itu bermaksud untuk menghantarkan rasa panas di telapak tangannya. Mamanya selalu melakukan hal tersebut jika dirinya sedang kedinginan, dan kini ia mempraktikannya pada pria asing di depannya. Gadis itu tidak merasa takut, mungkin sebagian anak kecil di luar sana akan ketakutan atau atau menghindar dari orang asing. Tapi gadis ini berbeda, pria itu bisa merasakan ketulusan yang luar biasa di balik pancaran bola matanya.

Untuk beberapa saat pria itu terdiam, kemudian tersenyum kecil. Ia merasa tersanjung dengan perhatian yang diberikan gadis kecil itu padanya. Hatinya seketika menghangat.

"Siapa namamu?" Tanya pria itu penasaran. Gadis itu mendongak menatapnya, kemudian tersenyum begitu manis. Tiba-tiba saja jantung pria itu berdetak begitu cepat, ini aneh hanya karena senyuman gadis kecil ini saja jantungnya bisa berdebar layaknya seseorang yang sedang jatuh cinta. Pria itu sudah lama tidak merasakan sensasi seperti ini.

"Aku..."

"Astaga!! Tuan Marvin?"

Sebuah suara berhasil menghentikan ucapan gadis itu, ia terkejut saat segerombolan pria berjas hitam dan kacamata hitam berjalan kearahnya. Siapa mereka?

Gadis itu terlihat ketakutan melihat segerombolan pria menyeramkan itu, menurutnya mereka terlihat seperti sekumpulan penculik yang biasa ia lihat di film maupun drama. Alhasil gadis itu segera berlari menjauh dan bersembunyi dibalik pohon yang lain yang jaraknya cukup jauh. Meninggalkan payung merah dan juga syal merahnya yang masih melingkar di leher pria itu.

"Heyy!!! Kau mau kemana?? Arrhhh" pria itu mencoba memanggil si gadis, namun tubuh mungil itu tidak merespon. Pria itu meringis saat kepalanya berdenyut sakit yang luar biasa.

"Kita pasti bertemu lagi, aku akan menemukanmu"

Batin pria itu hingga akhirnya kehilangan kesadaran.

Berhenti Mencari Wanita Untukku!

8 Tahun kemudian

Seorang pria berjalan menuruni anak tangga rumahnya dengan langkah cepat, wajahnya tampak di tekuk saat seorang wanita terus berbicara dibelakangnya dan terus mengikutinya. Pria itu adalah Marvin Xavier, sosok pria rupawan berusia 27 tahun yang berprofesi sebagai pengusaha muda kaya raya. Wajahnya yang nyaris sempurna begitu digilai wanita. Sorot matanya yang tajam, garis wajah yang tegas, serta bibir tebal yang tampak seksi membuat para wanita di luar sana begitu mendambakan sosok pria tersebut.

"Sudah ku bilang berhenti mencari wanita untukku mah, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau dijodohkan dengan siapapun kecuali gadis pilihanku sendiri!" Marvin menatap wanita di belakangnya dengan garang, telinganya sudah panas mendengar ocehan wanita yang berstatus sebagai mama kandungnya sendiri.

"Lantas mau sampai kapan kau akan melajang Marvin! Ingat berapa tahun usiamu sekarang hah! mama ingin segera menimang cucu darimu" Livy Xavier menatap Marvin frustasi. Wanita itu menuntut Marvin untuk mengenalkan calon menantu padanya. Sampai saat ini Marvin belum pernah membawa wanita satupun untuk dikenalkan padanya dalam waktu 8 tahun terakhir. Itulah yang membuat wanita paruh baya itu begitu cerewet.

Sebelumnya Marvin pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita, namun hubungannya kandas begitu saja karena sang kekasih yang begitu ia cintai mengkhianatinya.

"Pokoknya mama tidak mau tahu tahun depan kau harus sudah menikah. Jika tidak maka dengan terpaksa kau harus di jodohkan!" Tegas Livy Xavier, lalu berlalu meninggalkan kediaman Marvin.

Jangan berharap anak dan mama itu tinggal bersama, karena pada faktanya mereka tidak tinggal dalam satu atap. Marvin memilih untuk tinggal sendiri di rumah megah hasil kerja kerasnya menjadi seorang pemimpin perusahaan yang sebelumnya dipimpin oleh mendiang ayahnya. Marvin adalah pewaris tunggal dari Xavier Group yang selama ini menjadi perusahaan tekstil terbesar di Negaranya.

Lantas dimana Livy tinggal?

Wanita itu tinggal di Singapura. Semenjak suaminya meninggal 8 tahun yang lalu, Livy memilih meneruskan bisnis kulinernya disana dan menikah lagi dengan seorang pengusaha asal negara tersebut.

Marvin menatap kepergian mamanya dengan geram, bukan sekali dua kali sang mama menyuruhnya untuk segera menikah. Telinganya bahkan sudah kebas mendengar ocehan Livy yang selalu menuntutnya. Bukannya dia tidak mau menikah, hanya saja sampai saat ini belum ada satupun wanita yang pas di hatinya. Kecuali satu gadis yang selalu menganggu pikirannya selama 8 tahun terakhir ini, seorang gadis kecil yang menjadi malaikat penolongnya dan sialnya ia tidak tahu dimana keberadaannya sekarang.

Marvin mengeluarkan ponselnya guna menghubungi seseorang, tak butuh waktu lama teleponnya sudah dijawab oleh seorang pria di seberang sana.

"James.. Bagaimana? apakah ada perkembangan?"

Pria yang Marvin panggil tersebut adalah salah satu pengawal setianya sekaligus kaki tangannya. James ditugaskan untuk mencari keberdaan malaikat penolongnya yang sampai saat ini belum di temukan.

"Kami sudah mencarinya ke beberapa daerah Tuan, tapi kami belum bisa menemukan keberadan nona Brianna Carissa" balasnya.

"Baiklah, cari lagi ke tempat lain hingga dapat. Jika perlu kau telusuri seluruh kota di negara ini"

Marvin langsung menutup telponnya secara sepihak. Helaan nafas berat terdengar dari mulutnya, bahkan ini sudah 8 tahun lamanya ia mencari namun tidak ada titik terang.

"Sebenarnya kau dimana Brianna Carissa?"

Ya Marvin sudah tahu nama malaikat penolongnya. Sehari setelah Marvin mengalami kecelakaan ia langsung menyuruh James untuk mencari tahu nama gadis itu. Namun pada saat ia ingin menemui gadis kecil itu kembali, wilayah tempat tinggal gadis itu mengalami bencana yakni longsor yang cukup parah akibat curah hujan yang tinggi akhir-akhir ini, sehingga seluruh warga disana termasuk gadis itu harus mengungsi ke tempat lain. Tidak ada korban jiwa dalam bencana itu, sehingga Marvin begitu yakin jika Brianna masih hidup.

#

Sementara itu di salah satu rumah sederhana di sebuah desa terpencil. Seorang gadis cantik terlihat murung melihat sang mama memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Brianna Carissa, begitulah namanya. Wajahnya begitu cantik dan polos, usianya masih 16 tahun. Ia hidup bersama sang mama di sebuah desa yang cukup jauh dari pusat kota.

"mama kenapa kita harus pindah lagi?" Tanya Brianna ketika sang mama sudah selesai membereskan pakaiannya. Yasmine terlihat menghela nafasnya kemudian menghampiri putri semata wayangnya.

"Kita harus merubah nasib kita menjadi lebih baik lagi sayang."

"Apa hidup di Jakarta bisa membuat kita menjadi kaya?" Tanya Brianna dengan polos. Yasmine tersenyum mendengarnya, lalu mengelus kepala Brianna penuh sayang.

"Brianna ingin melanjutkan sekolah?" Bukannya menjawab sang ibu justru melontarkan pertanyaan.

"Tentu saja mah, aku ingin sekolah lagi seperti teman-temanku yang lain. Apa aku akan melanjutkan sekolah disana?" Brianna tampak bersemangat, membuat Yasmine merasa bersalah karena himpitan ekonomi sekolah putrinya harus terhenti.

Semenjak suaminya meninggal, keadaan ekonomi mereka tidak sebaik dulu. Keluarganya bukanlah dari kalangan konglomerat, suaminya dulu bekerja sebagai seorang security. Penghasilannya mungkin tidak sebesar pekerja kantoran, namun itu cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan bisa menyekolahkan Brianna hingga sekolah menengah pertama.

"mama akan bekerja di kota, dan bibi Emma bilang penghasilan disana sangat besar kebetulan putrinya juga bekerja disana. Jadi mama bisa mengumpulkan uang dengan cepat untuk biaya sekolahmu nanti."

"Benarkah? Memangnya mama akan bekerja sebagai apa?"

"Pelayan"

"Pelayan?"

"Ya, mama akan bekerja dengan seorang pengusaha kaya raya disana. Rumahnya sangat besar sehingga membutuhkan banyak karyawan dan Samantha juga bekerja disana".

Samantha adalah salah satu putri dari tetangganya yang sempat merekomendasikan pekerjaan tersebut kepada Yasmine. Ini adalah salah satu peluang baginya untuk merubah nasib. Selama ini ia harus bekerja serabutan untuk menghidupi dirinya dan juga putri cantiknya. Ia tidak bisa hidup dalam garis kemiskinan terus menerus terutama untuk putrinya, setidaknya kehidupan Brianna harus lebih cerah dengan melanjutkan sekolahnya setinggi mungkin agar kelak bisa mengangkat derajat keluarganya.

"Kau tidak keberatan kan?" Tanya Yasmine memastikan.

"Jika ini memang terbaik untuk kita kenapa tidak? Lagipula aku tidak bisa jauh-jauh dari mama"

Yasmine tersenyum puas mendengar jawaban putrinya. Dipeluknya tubuh gadis kecilnya itu kedalam dekapan hangatnya. Brianna adalah satu-satunya harta yang ia miliki sekarang, ia akan melakukan apapun demi kebahagiaan putrinya.

"Sekarang tidurlah, besok pagi kita berangkat"

Pelayan Baru di Rumah Marvin

Butuh waktu 5 jam perjalanan untuk Brianna dan ibunya sampai di kota A. Saat di perjalanan tidak terhitung berapa kali Brianna mengungkapkan rasa takjubnya terhadap gedung-gedung pencakar langit maupun arsitektur modern yang berdiri kokoh menampilkan keindahannya. Ini pertama kalinya Brianna datang ke ibu kota negaranya. Jadi jangan heran jika gadis cantik itu tampak terlihat kampungan, karena dirinya hanyalah gadis desa yang jauh dari modernisasi.

Seperti saat ini gadis itu sama sekali tidak bisa berkata apa-apa saat melihat rumah besar yang berdiri angkuh di depannya. Rumah mewah ala eropa yang pertama kali ia lihat sepanjang hidupnya. Apakah ini yang dimaksud rumah majikan ibunya?

"mama yakin ini rumahnya?" Tanya Brianna memastikan, ia takut mereka salah alamat. Bagaimana jika rumah besar tersebut adalah rumah seorang Presiden?

"Benar sayang ini memang rumahnya. Ayo kita masuk"

Setelah meminta izin pada beberapa security yang berjaga akhirnya mereka diizinkan untuk masuk. Penjagaan disana sangatlah ketat bahkan dari gerbang sampai pintu rumah utama Yasmine dan Brianna harus diawasi oleh dua security. Melihat penampilan Yasmine dan Brianna saja mereka terlihat ragu akan kedatangan kedua wanita berbeda usia itu. Bahkan ada yang menyangka jika mereka hanyalah orang miskin yang meminta sumbangan. Benar-benar menyebalkan. Namun Yasmine segera menjelaskan, jika dirinya akan bekerja di rumah tersebut.

*

"Silahkan duduk, saya akan memanggil kepala pelayan rumah ini" salah satu pelayan mempersilahkan Yasmine dan Brianna untuk duduk. Mereka berdua tidak langsung di bawa ke rumah utama, melainkan sebuah paviliun tempat para pelayan berkumpul dan beristirahat.

Paviliun itu sengaja di bangun agar si pemilik rumah tidak merasa terganggu dengan banyaknya pelayan di rumahnya. Mereka akan masuk ke rumah utama di jam-jam tertentu sesuai dengan pekerjaan yang mereka pegang.

Tak lama kemudian seorang wanita berumur sekitar 50 tahunnan datang menghampiri mereka berdua. Wajahnya tampak tegas dan berwibawa. Beliau adalah Emily, seorang kepala pelayan yang mengorganisir setiap para pelayan disana.

"salam nyonya" sapa Yasmine hormat.

Wanita itu membalasnya dengan senyuman tipis lalu duduk di hadapan mereka. Wanita itu cukup ramah ternyata.

"Tolong perkenalkan diri, dan apa tujuan kalian kemari." Ucap wanita itu to the point.

Yasmine langsung memperkenalkan dirinya dan juga Brianna, serta tujuan apa mereka datang kesini.

"Jadi kau datang kesini membawa putrimu?" Tanya emily

"Ya, aku tidak tega meninggalkannya sendiri di rumah. Jadi aku memutuskan untuk membawanya. Apa kau keberatan nyonya?"

"Kau seorang single parent?"

Yasmine mengangguk meng-iyakan. Sebenarnya wanita itu merasa gugup di wawancara seperti ini, apalagi mengenai putrinya ia takut kepala pelayan itu melarangnya membawa Brianna tinggal bersama.

"Sayangnya aturan disini tidak diperbolehkan untuk membawa anak, kecuali..."

"Aku akan ikut bekerja disini Nyonya" potong Brianna cepat. Hal tersebut membuat Yasmine terkejut.

"Brianna apa yang kau katakan?"

"Tidak apa-apa ma, lagipula umurku sudah 16 tahun bukan bayi 6 bulan" lanjut Brianna membuat emily tersenyum dalam diam.

"Bolehkan nyonya? Aku bisa menyapu, mengepel, memasak air, mencuci piring ah... Memberi makan kucing aku juga bisa" jelas Brianna dengan ekspresi polosnya. Tak disangka ucapan Brianna tersebut membuat emily terkekeh pelan. Ia suka melihat semangat gadis belia di hadapannya ini.

"Bagaimana dengan sekolahmu?"

"Aku tidak sekolah nyonya, mama ingin bekerja disini karena ingin mengumpulkan uang untuk biaya sekolahku nanti" Brianna menatap ibunya, kemudian menggenggam tangannya dengan erat.

emily tampak terenyuh melihat interaksi ibu dan anak itu. Seketika ia merindukan putrinya yang sudah lama meninggal, mungkin jika putrinya masih hidup akan seumuran dengan Brianna.

"Baiklah... Kalian boleh bekerja disini. Tapi ingat ikuti peraturan disini."

"Benarkah?? Terimakasih Nyonya, terimakasih banyak."

"Aku akan menjelaskan peraturannya dan kalian berdua ikuti aku" emily beranjak dari tempatnya dengan cepat diikuti oleh Yasmine dan Brianna yang tampak bahagia.

emily membawa Brianna dan ibunya untuk berkeliling melihat besarnya rumah tersebut. Brianna menatap takjub interior rumah bergaya eropa itu. Ini adalah rumah termegah yang pernah Brianna lihat, terlihat seperti sebuah istana yang ada di negeri dongeng.

Kini mereka tengah berada di rumah utama, lebih tepatnya di ruang tengah. Begitu mereka masuk sebuah pigura besar membingkai seorang pria tampan yang tengah berdiri dengan gagahnya.

"Perkenalkan ini adalah majikan kalian namanya tuan Marvin Xavier, beliau adalah pewaris tunggal Xavier Group. Kalian jangan sampai mengecewakannya, karena jika sampai itu terjadi beliau tidak akan segan-segan untuk menendang kalian dari rumah ini. Kesalahan kecil saja akan menjadi fatal." Jelas emily penuh keseriusan.

Brianna terdiam menatap foto tersebut dengan lekat, sepertinya wajah itu tidak asing di mata gadis itu. Sepertinya ia pernah melihat pria itu, tapi dimana,,?

"Brianna, ayo sayang" Yasmine segera memanggilnya, membuat lamunan gadis itu buyar.

"Ah iya ma"

Setelah berkeliling di lantai pertama kini mereka berada di lantai dua, dimana di lantai tersebut terdapat beberapa kamar salah satunya kamar Tuan mereka, Marvin Xavier.

"Ini adalah kamar tuan Marvin, dan sebelahnya adalah ruang perpustakaan sekaligus ruang kerjanya. Kalian tidak boleh masuk sembarangan kecuali jika beliau sendiri yang memintanya. Sampai disini ada yang ingin ditanyakan?"

"Tidak nyonya sudah cukup"

"Baiklah setelah ini kalian bisa istirahat di paviliun. Besok pagi kalian mulai bekerja"

"Baik Nyonya terimakasih banyak, mohon bimbingannya"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!