NovelToon NovelToon

Kekasihku Nona Muda

1. Diputuskan Sepihak

ari kafe dengan wajah yang cemberut.

'Ah, sial! Dia pasti sangat marah.' batin Alvin.

Alvin berjalan pelan mendekat pada Karina yang kini tengah berjalan menuruni tangga kafe, sepertinya gadis itu akan pulang.

"Karina, kau mau kemana?" tanya Alvin sambil meraih tangan Karina, namun segera di tepis gadis itu dengan kasar.

"Pulang!" jawab Karina cuek. "Aku mau pulang!"

"Pulang?" tanya Alvin dengan senyum canggung, "Tapi aku kan baru sampai! Ayo kita masuk dan makan dulu."

Karina menggeleng singkat. "Tidak, aku sudah kenyang! Aku mau pulang saja sekarang!"

"Tapi Karina, aku kan belum makan. Sepulang dari kampus tadi aku harus mengerjakan tugas kuliah terlebih dahulu. Setelah itu baru aku langsung kemari, jadi saat ini aku sangat lapar. Ayo kita masuk dan makan dulu!"

"Itu bukan urusanku, Alvin." sentak Karina. "Kau sudah makan atau belum, itu tidak

Mata Alvin sontak membulat ketika mendengar kalimat kasar yang keluar dari bibir kekasihnya itu.

"A-Apa, Karina?" suara Alvin terdengar gagap. Ia benar-benar terkejut dengan kata-kata Karina padanya barusan. "Sayang, apa yang kau katakan barusan?"

"Aku bilang kau bodoh!" Karina mengulangi kata-katanya, kali ini dengan nada yang di tekan. Dan hal itu sontak saja kembali membuat Alvin kau saja! Aku juga sudah tidak peduli lagi."

Karina kini sudah hampir melanjutkan langkahnya namun kembali terhenti saat ia mengingat sesuatu. Ia menatap singkat kantong plastik di tangannya dan tersenyum sinis.

"Ah ini! Ini benda milikmu...

"Tapi kenapa di kembalikan?" Alvin na yang saat ini sudah berjalan menjauhinya.

"Karina!" Alvin berlari mengejar Karina dan langsung menahan lengan gadis itu. "Tunggu dulu Karina! Apa yang baru saja kau katakan? Apa maksudmu?"

"Apa ucapanku kurang jelas untukmu?" Karina menatap tajam pada Alvin. "Dengar! Sebenarnya tujuan awalku memintamu datang kemari adalah untuk meminta putus darimu."

Alvin menatap Karina tak percaya. "Kau mengajakku kemari hanya untuk mengatakan bahwa kita putus?"

Karina menarik tangannya agar terlepas dari pegangan Alvin. "Ya, tepat sekali! Aku mengajakmu kemari bukan untuk makan. Tapi aku ingin meminta putus darimu. Dan wow... ini aneh, karena tidak biasanya kau menjadi sangat pintar."

Alvin menatap kekasihnya itu dengan ekspresi yang sudah tak bisa di artikan lagi. Ia bahkan tidak bisa mempercayai semua kalimat yang Karina katakan padanya.

"Sayang, kau mau kita putus, tapi kenapa?" tanya Alvin dengan wajah sedihnya yang sudah tak bisa dia tahan lagi.

"Aku bosan denganmu, Alvin!" Karina berujar dengan santainya. "Lagipula, kau ini terlalu miskin. Selama menjalin hubungan kita bahkan tidak pernah satu kali pun makan di restoran mewah."

"Karina, jangan bercanda! Jika itu alasannya, kau tahu jelas aku tidak mungkin bisa membawamu ke sana. Aku hidup sendiri dan harus membagi semua kebutuhanku, seperti biaya kuliah dan biaya hidup lainnya. Mana bisa aku membawamu makan di tempat mewah."

Karina langsung tersenyum sinis. "Ya, maka dari itu aku ingin putus darimu."

Alvin terdiam.

Ia sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi terutama setelah ia mendengar apa sebenarnya alasan Karina meminta putus darinya. Hatinya benar-benar terasa sakit saat ini.

"Alvin, kau tampan! Sangat tampan. Tapi aku tidak mungkin hidup jika hanya menerima ketampananmu saja, aku juga butuh uang. Awalnya aku bisa menerima kondisi keuanganmu, tapi semakin lama aku semakin sadar, banyak pria yang lebih kaya menginginkanku!" Karina bicara panjang lebar tanpa memikirkan perasaan pemuda di hadapannya itu.

"Tapi aku sudah memberikan banyak hal padamu, Karina! Setiap akhir bulan aku juga selalu memberikan hal-hal yang kau inginkan." Alvin bicara dengan nada lirihnya.

"Aku tau! Tapi aku ingin yang lebih, Alvin!" Karina lalu menghela nafasnya kasar. "Semua yang kau berikan itu tidak cukup sama sekali untukku."

"Karina tapi-"

"Sudahlah, Alvin!" potong Karina cepat. "Oh ya, aku hanya mengembalikan boneka milikmu karena hanya benda itu yang tidak aku butuhkan. Aku tidak mungkin mengembalikan pakaian yang sudah kau belikan, karena percuma...kau juga pasti tidak akan menggunakan pakaian wanita, ya kan?"

Setelah mengatakan itu Karina hanya tersenyum sinis kemudian melangkah pergi. Namun Alvin yang masih tidak bisa terima kembali mengejarnya.

"Karina dengar! Aku tidak mau putus! Aku sangat mencintaimu." kata Alvin sambil berusaha menahan lengan Karina.

"Itu masalahmu Alvin!" ujar Karina dingin tanpa menghentikan langkahnya. Ia dengan kasar menghempaskan lengannya dari pegangan Alvin. "Lepaskan! Aku ingin pergi, cepat lepas!"

Alvin kini terus melangkah mengikuti Karina dari belakang. "Karina, aku mohon padamu, beri aku satu kesempatan lagi."

"Sudahlah Alvin!" ucap Karina yang mulai terdengar jengkel. "Aku lelah sekarang, aku ingin pulang!"

"Karina, kau tidak bisa meninggalkan aku begitu saja."

"Aku bisa, minggir!"

Tepat saat itu sebuah mobil mewah berhenti di dekat mereka, kemudian terlihat seorang lelaki bertubuh atletis keluar dari mobil mewah itu. Lelaki itu berjalan mendekat pada Alvin dan Karina.

"Maaf pria kurus, bisakah kau jauh-jauh dari pacarku!" ujar lelaki atletis itu kemudian mendorong tubuh Alvin agar menjauh.

Mendengar ucapan lelaki itu seketika kedua mata Alvin membulat. Lihatlah! Bola matanya seakan ingin keluar, jantungnya juga berdegup kencang karena terkejut. Dia bilang pacar?

Apalagi ini?

"A-apa kau bilang? Karina p-pacarmu?" ujar Alvin dengan tatapan tak percaya.

"Ya, Karina adalah pacarku!" ujar lelaki itu dengan nada angkuh.

***

Peringatan Keras :

KALAU TIDAK SUKA, JANGAN DILANJUT!

2. Kenyataan Pahit

Mendengar pengakuan mengejutkan dari lelaki bertubuh kekar itu sontak saja membuat mata Alvin semakin membulat.

"Kau bilang Karina adalah pacarmu?" tanya Alvin dengan tatapan tak percaya. "Jangan bicara omong kosong! Itu jelas tidak mungkin karena Karina adalah pacarku, lalu bagaimana bisa dia menjadi pacarmu?"

Lelaki atletis itu tertawa kecil saat mendengar pertanyaan konyol yang baru saja keluar dari mulut Alvin.

"Aku curiga, kau pasti tidak tau kalau Karina sudah berselingkuh darimu kan?" ujarnya sinis.

Mendengar itu kedua mata Alvin langsung beralih pada Karina, menatap kaget pada sang kekasih. "Karina! Apa yang dia katakan barusan? Kau, kau sudah berselingkuh dariku?"

"Kenapa memangnya?" Karina melipat kedua tangannya di depan dada dan menaikkan sebelah alisnya, menatap Alvin dengan sinis.

Karina kemudian menghela. "Baiklah, biar aku perjelas saja semuanya disini. Dia ini Steve! Mahasiswa tingkat lima, dia senior kita di kampus dan kuliah di jurusan yang sama denganku. Dan ya! Aku memang sudah memilih untuk berselingkuh darimu, kenapa? Kau tidak terima?"

"Karina! Apa yang kau katakan?" Alvin berujar dengan lirih. "Kenapa kau berselingkuh dariku?"

Lelaki atletis bernama Steve itu tertawa renyah, menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku pemuda di hadapannya ini.

"Karina sayang, kau dengar pertanyaan konyol macam apa yang baru saja keluar dari mulut pemuda kurus ini?" ujar Steve dengan senyum mengejek.

Karina mengangguk mengiyakan, tersenyum pada lelaki itu kemudian menatap Alvin dengan dingin. "Aku mendengarnya dengan jelas, Steve. Dan bukankah sudah pernah aku bilang padamu kalau dia ini sangat bodoh!"

Alvin bergerak hendak mendekat pada Karina namun langkahnya terhenti saat melihat gadis itu tiba-tiba merangkul lengan milik lelaki bernama Steve itu.

"Kami sudah pacaran dua bulan!" ujar Karina memasang raut angkuh.

"Apa ini, Karina? Jadi semua ini benar?" Alvin menatap Karina dengan mata yang berkaca-kaca.

Melihat semua kelakuan Karina saat ini membuat hatinya terasa sangat perih. Bahkan jantungnya serasa di tusuk dengan sesuatu yang sangat tajam hingga ia merasa sakit tiada tara setelah mendengar ucapan dari gadis yang baru saja mengajaknya putus itu.

Steve mendecih. "Astaga, pertanyaan bodoh macam apa lagi yang baru saja di lontarkan pemuda ini pada kita, sayang?"

Steve menatap Karina sebentar kemudian beralih pada Alvin, menatap pemuda tampan namun bodoh di hadapannya itu sambil tersenyum mengejek.

"Jangan dengarkan dia, Steve! Kau tahu, karena sifat bodohnya itulah yang menjadi penyebab aku sangat tidak betah menjalani hubungan dengannya. Dan aku benar-benar tidak mau memiliki hubungan apapun lagi dengannya sekarang."

"Bukankah dia pintar saat di kampus?" tanya lelaki itu pada Karina. "Dia kan terkenal karena kepintarannya?"

"Ya, untuk bidang pendidikan dia memang pintar. Tapi untuk urusan hati, dia memang sangat bodoh." Karina lalu menghela pelan. "Kau tau, sayang? Selama ini aku merasa pacaran dengan anak kecil! Dia benar-benar seperti bocah." Karina merengek pada lelaki berbadan tegap itu.

"Kau benar sayang!" Steve melirik Alvin dengan malas.

"Di kampus dia memang sering mendapat julukan mahasiswa cerdas. Tapi aku tidak menyangka jika di dunia ini aku akan bertemu dengan lelaki yang bodoh untuk masalah hubungan seperti dia ini. Tapi sekarang aku paham alasan kenapa kau sangat ingin meninggalkannya." lanjut Steve lagi.

"Diam kalian!" bentak Alvin nyaring.

Alvin mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ia merasa sangat kesal karena terus di sebut bodoh berkali-kali seperti itu.

"Aku tidak bodoh!" sambung Alvin kesal.

Steve menyeringai.

"Wow! Lihat ini, dia berani membentakku!" Steve menatap Alvin dengan tatapan tajam. "Kau berani padaku, hah?"

"Berani? Ck, jangan hanya karena badan besarmu itu kau pikir aku takut padamu!" tantang Alvin balik.

Rahang Steve mengeras, "Bocah ini cukup berani rupanya."

"Aku tidak takut padamu!" ucap Alvin dengan nada yang di tekan. Alvin kemudian bergerak maju dan mencoba memukul Steve, namun gerakannya terhenti saat Steve dengan gesit menahan kepalan tangannya itu.

"Jangan menantangku, bocah!" ujar Steve kemudian menghempaskan tangan Alvin begitu saja. "Kau bahkan tidak bisa memukul dengan benar!"

Steve lalu bergerak maju dan mendorong tubuh Alvin hingga tubuh kurus pemuda itu langsung tersungkur ke atas tanah.

"Cih, apa-apaan ini?" Steve menatap remeh pada Alvin yang sudah terjembab ke atas tanah. "Pemuda lemah sepertimu ingin memukulku? Lucu sekali." ledek Steve setelah berhasil melumpuhkan Alvin dengan cara yang baginya sangatlah mudah.

Alvin tampak sangat kesal pada pemuda di hadapannya itu terutama karena semua ejekan yang di tujukan Steve padanya. Alvin membenci dirinya sendiri yang saat ini benar-benar tidak berdaya dan tidak mampu melawan lelaki berotot itu.

Setelah itu Steve langsung menoleh pada Karina yang kini tengah menatap Alvin yang tengah terbaring di atas tanah, di hadapannya. Gadis itu bahkan tampak tak peduli dengan apa yang terjadi.

"Karina, kau lihat apa yang terjadi barusan? Pemuda bodoh ini lucu sekali. Dia tidak sadar dengan tubuh kurus dan lemahnya itu. Dan malah berani bermain-main denganku!"

Karina mendecih sinis. "Itu bukan lucu Steve, tapi menjijikan!"

Steve kembali menoleh pada Alvin yang masih dalam posisi terbaring di atas tanah. "Kau dengar itu, bodoh? Karina bilang kalau kau ini menjijikan!" ledek Steve.

"Pantas saja Karina selalu berniat untuk pergi meninggalkanmu dan lebih memilihku sebagai kekasihnya barunya, kau terlalu lemah untuk ukuran laki-laki." ujar Steve terus-menerus meledek Alvin. "Aku yakin tidak akan ada wanita yang mau menjadi kekasihmu lagi. Karina saja menyesal sudah bersamamu waktu itu, benar kan sayang?" 

"Ya sayang! Dia populer di kampus sebagai orang paling tampan dan pintar, tapi aku menyesal setelah menyadari betapa bodohnya dia. Selain itu dia juga sangat miskin." Karina berujar dengan wajah sebal.

"Karina, tapi kita-"

"Dengar Alvin! Aku memilih Steve karena sifatnya jauh lebih dewasa darimu. Lagipula siapa yang akan menolak laki-laki seperti Steve ini? Dia bisa memberiku apapun yang kau bahkan tidak bisa memberikannya."

Tubuh Alvin gemetar hebat. Sejak tadi ia sudah berusaha untuk menahan emosinya. Ia memukul tanah yang ada di dekatnya, mencoba menyalurkan emosi yang ia rasakan. "Karina, kenapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku padamu?"

Karina tidak menjawab, ia hanya memutar bola matanya malas. Karina kemudian menarik tangan Steve untuk mengajaknya pergi dari tempat itu.

"Steve, ayo kita pergi dari sini. Aku yakin, sebentar lagi lelaki bodoh ini pasti akan membuat drama yang menyedihkan di sini dan akan membuat kita berdua malu." Karina terus menggeret lengan Steve menuju mobil milik lelaki itu. "Sebentar lagi dia pasti akan menangis, karena dia ini sangat cengeng."

Steve mengangguk dan hanya menggedikkan bahunya acuh. Ia dengan santainya mengikuti tarikan Karina. "Baiklah, sayang! Aku sih terserah padamu saja."

Kedua sejoli itu akhirnya melangkah pergi menuju mobil Steve yang memang terparkir di dekat mereka.

"Tunggu Karina!" teriak Alvin, namun tidak dihiraukan sama sekali oleh gadis itu.

Alvin sontak bangkit dari posisi tersungkurnya dan langsung mengejar Karina yang saat ini sudah memasuki mobil milik Steve. Alvin tak peduli dan menggedor-gedor kaca mobil yang di naiki Karina.

"Karina, tunggu! Jangan tinggalkan aku. Aku tidak mau putus denganmu, aku benar-benar sayang padamu!" teriak Alvin. "Karina! Dengarkan aku dulu!"

Namun mobil itu terus bergerak meninggalkan Alvin hingga akhirnya menghilang di ujung tikungan jalan. Melihat kepergian Karina itu, Alvin tidak lagi bisa menahan emosinya hingga akhirnya tangisnya pun pecah.

"Aku salah apa, Karina?" ujar Alvin pada dirinya sendiri dengan air mata yang sudah meleleh di pipinya.

***

3. Pria Asing Di Hotel

"Astaga!"

Itu pagi hari saat terdengar suara teriakan dari dalam sebuah kamar hotel. Seorang gadis tampak sedang melotot lebar, menatap tubuh seorang pria yang berbaring di sebelahnya.

"Apa? Ada masalah apa?" tanya pria asing yang berada di sebelahnya itu. Pria asing itu terbangun dari tidurnya karena terkejut oleh teriakan gadis itu.

Evelyn, nama gadis itu terlihat tak peduli dengan keterkejutan pria asing itu. Dengan kekuatan penuh ia menendang pria asing itu hingga terjungkal ke atas lantai.

BRUK!

"Aw~" pekik pria asing itu saat tubuhnya terjatuh dari tempat tidur setelah mendapat tendangan. "Apa-apaan sih kau?"

Evelyn menunjuk pria asing yang tengah terbaring kesakitan di lantai itu sembari melotot. "Siapa kau?"

"Hah?"

"Aku bertanya siapa kau!"

"Apa maksudmu, heh!"

"Jawab aku, sialán! Aku bertanya siapa kau!" teriak Evelyn.

"Kenapa kau malah berteriak, sih?" ujar lelaki itu tampak menggosok-gosok pantátnya yang terasa sakit dengan gerakan malas.

"Aku bertanya, siapa kau. Dan apa yang sedang kau lakukan di sini? Ini kamar hotelku" balas Evelyn kembali berteriak sembari menunjuk wajah pria asing yang saat ini tengah mengusak-usak malas matanya, masih tampak masih mengantuk rupanya. "Oh ya ampun, juga kenapa kau tak berpakaian?"

"Aku?" tanya pria itu menunjuk dirinya sendiri. Ia lalu menurunkan pandangannya untuk melihat tubuhnya yang tak mengenakan apapun.

"Apa sebenarnya yang kau lakukan di kamarku, hah?"

Pria itu segera bangkit dari lantai dan berdiri menatap Evelyn dengan heran. "Kau bertanya apa yang kulakukan di sini?"

"Ya, kenapa kau bisa masuk ke kamarku?"

Pria itu menatap Evelyn yang tampak terkejut selama beberapa saat. Ia lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap gadis cantik di hadapannya itu dengan pandangan heran.

"Kau bahkan bertanya bagaimana aku bisa masuk kemari? Apa kau sedang bercanda?"

"Jawab saja, sialán!"

"Tentu saja, aku akan menjawab pertanyaan konyolmu itu. Jawabannya adalah karena kau sendiri-lah yang sudah membawaku ke sini." jawab pria itu balas mengumpati Evelyn dalam bahasa Inggris.

"Apa?"

"Kau tidak dengar apa yang kukatakan?"

"Aku yang membawamu!?"

"Ya. Kita bertemu di klub malam. Berkenalan. Barulah setelah itu kita berpesta dengan yang lain. Dan kau…"

Evelyn menaikkan sebelah alisnya.

"Aku? Aku kenapa?"

"Begini…" pria itu menghela napasnya dengan malas. "Aku tahu kalau ini terdengar agak gila, tapi saat di klub semalam kau memperkenalkan dirimu dan kau bilang padaku, ayo kita nikmati malam ini. Setelah itu kita pergi ke kamar hotel ini."

Evelyn terhenyak. "Aku mengatakan itu padamu?"

"Ya!" Jadi bisakah aku melanjutkan tidurku lagi?"

"Tunggu dulu!"

"Apalagi?" ujar pria itu jengah.

"Siapa namamu?"

"David." ujar pria itu. "Kita berkenalan semalam. Kau pasti lupa."

"Benarkah aku yang membawamu kemari, David?"

"Ya, kau yang mengajakku. Aku yakin. Aku ingat. Seratus persen. Aku sudah mengatakan padamu tadi."

Evelyn terhenyak. Ia menyesali betapa ceroboh dirinya. Yah, Evelyn akan berusaha agar hal seperti ini tak akan terjadi lagi. Itu artinya setelah ini dia harus lebih berhati-hati.

"Bisakah sekarang aku naik ke tempat tidur? Sejujurnya, aku ingin kembali tidur. Aku masih sangat mengantuk." ujar pria itu kemudian naik kembali ke atas tempat tidur dan mendekatkan wajahnya pada Evelyn, "ah… atau kau mau kita melanjutkan apa yang terjadi semalam? Ngomong-ngomong kau luar biasa sekali semalam." godanya sembari mengedipkan sebelah matanya.

"Menjauhlah dariku! Sialan!" ujar Evelyn menatap lelaki itu geli.

"Kau garang semalam. Dan aku suka."

"Aku bilang menjauh dariku!" Evelyn dengan kasar mendorong mundur tubuh pria itu yang langsung di balas dengan gedikkan bahu yang santai.

"Baiklah kalau kau menolak. Sayang sekali." ujar pria itu. "Kalau begitu aku akan lanjut tidur saja, oke.."

Evelyn tak menjawab. Ia menatap pria yang berada di sebelahnya itu dengan datar. Pria itu tampak berbaring dan memasang kembali selimut ke tubuhnya, tanpa memperdulikan tatapan Evelyn.

Evelyn mengerjapkan matanya, lalu di detik selanjutnya ia langsung tersadar atas apa yang baru saja terjadi padanya. Benarkah dia yang sudah membawa pria ini ke kamarnya sendiri.

Tangan Evelyn bergerak untuk membuka sedikit selimut yang menutupi bagian tubuhnya dan menyadari kalau ia tak mengenakan sehelai pun pakaian.

"Ya ampun, aku melakukannya lagi." gumamnya menggelengkan kepala sembari memijit pangkal hidungnya.

Ah, Evelyn yakin kalau ia pasti sudah minum terlalu banyak di pesta semalam sampai-sampai tak sadar sudah membawa pria ini ke hotel tempat ia menginap.

Sejujurnya, tidur dengan pria asing seperti ini adalah kebiasaan lama Evelyn. Dan sudah lama Evelyn tidak bermain-main dengan pria asing, seperti ini. Lebih tepatnya, seperti pensiun. Ini sudah sangat lama sejak ia berjanji pada dirinya sendiri untuk berhenti bermain cinta dengan lelaki dan fokus bersenang-senang dengan dirinya sendiri.

Dan kali ini Evelyn pergi ke Bali untuk liburan dengan teman-temannya tapi malah berakhir dengan tidur dengan pria asing seperti ini.

"Maafkan dirimu sendiri, Evelyn." gumamnya menghela napasnya pelan dan menutup kedua mata, berharap semua ini hanyalah mimpi.

Evelyn mengangkat selimutnya sekali lagi untuk mengintip tubuhnya. Ia benar-benar tak mengenakan sehelai pun pakaian sekarang dan harus cepat-cepat mencari pakaian miliknya. Ia harus mengenakan pakaiannya.

Evelyn mengedarkan pandangannya untuk mencari pakaian yang ia kenakan semalam.

Gadis itu menghela napasnya pelan saat tak menemukan pakaiannya. Hanya ada dalaman yang tergeletak di atas lantai. Ah, Evelyn yakin kalau semalam pasti sangat kacau sampai ia tak tahu dimana pakaiannya berada saat ini.

Saat sibuk mencari pakaian, mata Evelyn justru terarah pada dinding ruangan, menatap jam yang menggantung di dinding. Matanya langsung membulat saat melihat jam. Bukankah pagi ini ia harus pergi ke bandara. Evelyn menyadari kalau ini sudah hampir terlambat untuk pergi ke bandara.

Evelyn harus pulang ke Indonesia hari ini. Ia bahkan sudah memesan tiket pesawatnya kemarin.

"Sial!" umpat Evelyn buru-buru turun dari tempat tidur, menarik dan membawa selimutnya berlari menuju kamar mandi, membuat pria asing yang tengah tidur itu kembali terbangun.

"Ada apa?" ujar pria itu, melihat Evelyn heran.

Tak ada jawaban apapun dari Evelyn. Gadis itu tampak sibuk membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi.

"Apa kau akan pergi?" tanya pria itu pada Evelyn yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Buru-buru sekali."

"Ya, jika aku tak buru-buru aku akan ketinggalan pesawat. Penerbanganku akan berangkat sebentar lagi." ujar Evelyn memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam koper, "Kau lihat pakaianku semalam?"

"Di sana!" Pria itu menunjuk ke arah sofa.

Evelyn berlari ke arah sofa dan menemukan pakaiannya dalam keadaan kusut. Tapi tak masalah selama ia masih bisa mengenakannya.

"Aku masih punya waktu sampai besok untuk menginap di hotel ini. Aku sudah membayar penuh. Kau bisa menggunakannya sampai nanti malam, kalau kau mau."

"Tidak, aku akan pulang ke rumahku dan pergi bekerja setelah ini. Tapi aku mungkin akan mandi saja."

"Baiklah, terserahmu saja." ujar Evelyn sebelum mengemasi barang-barangnya.

Setelah merapikan penampilannya, Evelyn menyeret kopernya dengan langkah terburu-buru keluar dari hotel.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!