Perkenalan tokoh dan karakter
Liora Annetta
Liora Annetta, gadis cantik yang periang, ramah, murah senyum, rajin menabung, dan tentu saja senang membantu papanya di toko bunga.
Dia adalah anak gadis satu-satunya papa Miko. Mereka tinggal berdua bersama bi Itan disebuah rumah yang lumayan besar. Mamanya meninggal sejak tiga tahun lalu karena suatu penyakit. Tidak bisa dibayangkan betapa hancur dan perih hati Lily dan papa Miko waktu itu. Namun hidup harus tetap berlanjut. Seiring berjalannya waktu, pelan-pelan mereka bisa menerima kenyataan pahit itu.
Lily, begitu nama panggilannya sehari-hari. Dia baru saja selesai ujian nasional tingkat SMA. Sambil menunggu hasil kelulusan keluar, dia membantu papa Miko di toko bunga. Sebenarnya waktu sekolah dulu, Lily juga sering membantu papa melayani pelanggan kalau tidak ada ekstrakulikuler dan kegiatan sekolah lainnya.
Lily sangat menyukai bunga, sama seperti mendiang mamanya. Dengan berada diantara bunga-bunga itu, Lily merasa mamanya hadir dan selalu bersamanya.
Gidion Ignasius
Dion adalah pria jutek, tidak banyak omong, tubuh tinggi dan berotot, bisa dibilang sosok laki-laki sempurna idaman semua wanita, dan yang pasti wajahnya ganteng tak bercela. Wanita manapun yang melihatnya akan terkagum-kagum bahkan tergila-gila padanya. Dulu dia tidak begitu. Mantan kekasihnya yang membuat sifatnya dari yang hangat menjadi beku seperti es di antartika.
Jika dia kesal atau marah, sorot matanya akan seperti membakar tubuhmu hidup-hidup. Namun jika dia tersenyum, kamu akan seperti melihat buah kurma di bulan puasa yang ingin segera kamu santap saking manisnya.
Papa Miko
Perawakannya masih macho, rambut masih hitam, namun sudah ada garis halus di dahinya.
Seorang ayah yang selalu memberi kehangatan untuk Lily. Berwatak tegas dan lembut, namun akan sangat buas kalau ada yang berani menyakiti anak semata wayangnya itu. Kebahagiaannya adalah Lily.
Dia tidak pernah membiarkan Lily bersedih apalagi sampai menangis kalau mengingat tentang mamanya. Kasih sayangnya terus mengalir untuk Lily. Dia tidak mau menikah lagi karena dengan kehadiran Lily saja di sampingnya sudah membuatnya bahagia.
Toko bunga Liona. Begitulah dia memberi nama toko bunganya itu sesuai dengan nama istrinya, mama Lily. Papa Miko juga punya kafe kecil di dekat toko bunganya itu.
Tuan dan nyonya Surya
Mereka adalah orang tua Dion. Mereka pengusaha sukses yang memiliki cabang perusahaan dimana-mana. Punya dua orang anak, Tiara dan Dion. Tiara sudah menikah dan tinggal di luar negeri. Hanya sesekali Tiara dan keluarga kecilnya pulang ke tanah air kalau ada waktu senggang. Mereka dipercayakan untuk mengurus bisnis di negara tersebut.
Sifat tuan Surya keras dalam mendidik anak. Kalau Tiara dan Dion membuat kesalahan, hukuman tidak dapat ditawar lagi. Mungkin karena didikan yang seperti itu, Tiara dan Dion tumbuh menjadi anak yang disiplin dan bijaksana.
Nyonya Surya seorang ibu yang memiliki kelembutan layaknya ibu pada umumnya.
Dia juga keras namun tidak sekeras suaminya.
Nyonya Surya merupakan pelanggan tetap toko bunga Liona. Kalau ada acara penting keluarga atau acara penting lainnya, dia selalu memesan bunga kepada papa Miko. Untuk kebutuhan taman di rumahpun nyonya Surya selalu mengandalkan toko bunga Liona.
Kira-kira begitulah yang bisa author gambarkan dengan kata-kata. Semoga kalian syuka😊
Ciiitt!
Rem mobil mendadak berhenti di depan toko bunga Liona.
Gadis yang sedang duduk itu seketika lamunannya buyar karena mendengar decit rem mobil. Menoleh kepada sang empunya mobil, lalu senyumnya terulas. "Pagi Tante. Tante kok baru datang? Katanya jam delapan kesininya," ujar Lily setelah berdiri di dekat mobil itu.
"Pagi juga Lily cantik manis. Iya, ini anak Tante susah diajaknya. Pake drama dulu tadi pagi. Mana bunganya Ly?" Tante Surya menjawab sekenanya dan sepertinya terburu-buru.
"Sebentar, ya, Tante," Lily menjawab malu-malu karena dibilang cantik manis. Gadis itu melangkah masuk ke dalam toko. Tidak berapa lama dia keluar lagi dengan membawa bunga daisy putih yang masih segar, kelopak bunga itu besar dan tangkainya diikat dengan pita warna putih. Bunga itu sudah ditata rapi sedemikian cantik nan indah membentuk sebuket bunga.
"Ini Tante." Lily menyerahkan bunga itu.
"Kamu taruh di belakang saja ya Lily. Kasih saja sama anak tante." Tante Surya masih enggan untuk keluar dari mobil karena sibuk menepuk-nepuk busa bedak ke wajahnya. Lily mengangguk dan bergeser ke pintu mobil belakang.
"Om, mana anaknya om?" Tanya Lily pada seseorang yang duduk di belakang mobil.
"OM?? ANAK???" Dion yang sedari tadi diam dan mengacuhkan percakapan antara maminya dan Lily terkejut dipanggil om dan menanyakan anak pula.
"Iya, anak om yang manis itu dimana ya?" Gadis penjual bunga itu celingak-celinguk mencari-cari ke dalam mobil.
Om dan Tante Surya terbahak di depan. Tidak menyangka Lily akan memanggil Dion dengan sebutan 'om'. Dion makin sebal mendengar mami dan papinya menertawakannya.
Lily menghampiri lagi Tante Surya dan membungkukkan badannya ingin melihat semua yang ada di dalam mobil.
"Loh, Om Surya kok ada dua?" Lily bertanya heran setelah melihat siapa yang duduk di belakang kemudi. Raut wajah Lily yang kebingungan semakin membuat mereka terkekeh.
"Lily, Lily. Suami tante yang ini. Yang di belakang itu anak tante. Dan anak kecil yang Tante bawa tempo hari, itu Ariel, cucu Tante," jawab wanita berpakaian modis itu setelah berhenti tertawa.
"Oh maaf Tante, Om, habisnya kayak kembar sih." Lily malu sendiri dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menghampiri Dion lagi.
"Ini Pak bunganya." Lily menyerahkan bunga. "Salam ya Pak sama anak Bapak yang lucu itu," ucap Lily lagi. Dion mengeram jengkel seraya menerima bunga itu. Haha, Tuan dan Nyonya Surya terbahak lagi mendengar penuturan Lily. Lily hanya diam, menurutnya tidak ada yang salah dengan kata-katanya.
"Lily, kami berangkat dulu ya. Takut acaranya sudah dimulai," pamit Tante Surya setelah tawanya sudah bisa dikondisikan. Gadis manis itu mengiyakan sambil tersenyum. Lalu mobil melaju lagi dengan kecepatan lumayan cepat.
******
"Mi, Pi senang banget ngetawain Dion." Tuding pria yang duduk dibelakang karena sepanjang perjalanan, mami dan papinya tidak henti-henti membuatnya jadi bahan tawaan akibat ucapan yang dilontarkan Lily tadi.
"Mangkanya kamu cepat-cepat nikah dong sayang, ingat umur. Lily aja berpikir kalau kamu bapaknya si Ariel. Malah dibilang kamu kembar sama papi kamu." Tante Surya terkekeh lagi.
"Memangnya Dion setua itu." Dion mendengus memikirkan lagi kata-kata Lily.
"Eitt, maksud kamu Papi sudah sangat tua, gitu? Kalau Papi ajak kamu lomba lari, kamu pasti jauh ketinggalan. Kamu harus tahu, Papi masih punya tenaga yang kuat." Om Surya mengangkat lengan kanannya dan menunjukkan ototnya yang strong.
"Pi, sudah, lihat ke depan nanti malah nabrak." Suara mami tegas takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Dulu waktu Papi seumuranmu, Tiara sudah berumur dua tahun. Lah kamu, pacar aja nggak punya gimana mau punya anak." Papi tersenyum mengejek lagi setelah beberapa saat.
"Pi, pernikahan itu 'kan bukan main-main. Mana mungkin Dion asal-asalan mengajak anak orang untuk menikah. Papi sama Mami yang bilang pernikahan itu sakral dan kalau bisa sekali seumur hidup." Dion
"Di usiamu yang sudah matang begini, kamu harus segera bertindak Dion. Apa kamu masih mengharapkan mantan kamu si Clara Clara itu?" Papi
"Ahh sudahlah Pi, aku sudah lama melupakannya." Dion malas membahas mantan.
"Dion, menurutmu bagaimana Lily?" Tante Surya memecahkan keheningan setelah beberapa saat.
"Bagaimana apanya, Mi?" Dion tidak tertarik dengan topik pembicaraan.
"Ya menurutmu dia seperti apa? Wajahnya, gayanya, cara bicaranya."
"Seperti anak-anak."
"Oh anak-anak, ya. Tadinya Mami mau menjodohkanmu dengan dia. Tapi sepertinya kamu tidak tertarik. Baiklah, nanti di acara pernikahan masih banyak teman mami yang punya anak gadis cantik-cantik." Mami mengedipkan sebelah matanya ke arah Dion, menggodanya.
"Mi, ini aku 'kan sudah mau ikut ke pesta itu. Jangan mulai lagi deh acara jodoh-jodohan. Dion nggak suka."
"Kalau Papi jadi kamu, Papi akan melamar Lily jadi istri. Lily itu anaknya lucu, baik dan manis. Tiap hari pasti akan dibikin tertawa." Om Surya memberi pendapat.
"Iya Pi, Mami juga suka sama si Lily. Anaknya menggemaskan. Tapi apa boleh buat, Dion sepertinya tidak suka." Timpal Tante Surya.
Dion menarik napas, malas ikut terlibat percakapan orang tuanya. Dia lebih memilih sibuk dengan ponselnya.
Mereka akan menghadiri acara resepsi pernikahan anak sahabat mereka. Tante Surya dimintai untuk membawa bunga pegangan sang pengantin sebagai persediaan. Dion sebenarnya tidak mau datang ke acara seperti ini, karena sudah pasti akan ditanya kapan nyusul. Namun karena ancaman mami akan menjodohkannya Dion pun menurut.
Tema pernikahan yang dipilih oleh pengantin adalah outdoor. Pelaminan terbuat dari akrilik bernuansa floral yang memiliki perpaduan warna pastel membuat pelaminan terlihat mewah. Kursi-kursi metal buat para tamu berwarna transparan yang cantik dan kekinian membuat dekorasi semakin memukau.
Kain putih dibentangkan di frame besi sebelah kanan dan kiri kursi tamu undangan. Ditambahkan dengan karangan bunga dengan warna cantik. Hanya ada beberapa lampu sebagai ornamen karena acara resepsi berlangsung di siang hari, jadi tidak membutuhkan penerangan lampu. Dekorasi pernikahan outdoor ini terlihat mewah nan elegan.
Mami berdecak kagum. Sudah lama dia tidak menghadiri acara pernikahan outdoor seperti ini.
"Dion, pokoknya Mami nggak mau tahu. Kamu harus segera menikah, buat background dan dekorasinya seperti ini. Bila perlu lebih mewah." Bisik mami setelah mereka duduk di kursi yang telah ditentukan.
"Mi, jangan mulai lagi. Kalau mami masih meracau Dion pulang." Dion mengancam.
"Coba saja kalau berani. Kartu kredit, atm, kunci mobil, jabatanmu semua akan Mami ambil. Kamu juga nggak bisa lagi tinggal di rumah."
"Mi ..." Dion menarik napas. Mami selalu membuat ancaman kalau Dion membantah kata-katanya.
Penyanyi terkenal silih berganti menyanyikan lagu romantis dan alunan musik terdengar sangat merdu. Cuaca cerah hari ini turut mendukung. Acara resepsi ini mampu menghipnotis semua orang yang hadir disana, kecuali Dion. Dia terlihat murung. Dia tidak mampu menikmati pesta yang super wah ini. Pikirannya berkecamuk tidak karuan.
Para tamu berbaris rapi untuk memberi selamat kepada kedua mempelai dan keluarga.
"Selamat, ya, Jeng. Akhirnya Jeng Tina punya mantu juga." Mami memberi selamat dan cium pipi kanan kiri sebagaimana biasanya dilakukan kebanyakan orang. Sementara papi dan Dion menyusul di belakang.
"Makasih, Jeng. Cepat nyusul,ya, si Dion, jangan sampai bujang lapuk." Balas bu Tina. Mami tersenyum kecut tidak senang mendengar jawaban mengejek sahabatnya itu.
"Doain saja, ya, Jeng." Mami menjawab singkat dengan wajah dipaksa ceria.
Kini giliran menyelamati pengantin. "Tyo, kamu ganteng sekali. Ini ada kado kecil dari tante. Jangan dilihat besar atau kecil isinya, ya."
"Terima kasih, ya, Tante. Kami pasti suka dengan kado dari tante ini." Tyo menerima kotak kecil yang dibungkus kertas warna maroon bermotif bunga itu. Mami kemudian bersalaman dengan pengantin wanita dan juga besan sahabatnya yang diikuti papi dan Dion.
"Pi, Mami iri sama Jeng Tina. Anaknya masih lebih muda daripada Dion tapi sudah menikah." Celoteh mami setelah turun dari pentas. "Menantunya juga cantik sekali dengan balutan dressnya itu. Mami sampai-sampai membayangkan Dion yang berdiri disana." Tambah mami lagi. "Kamu juga Dion, kenapa sih, nggak mau sama si Cintya itu? Padahal dia sudah terang-terangan dulu bilang suka sama kamu. Kamu lihat sendiri 'kan dia cantik sekali." Mami menatap sebal Dion.
Papi dan Dion hanya menarik napas panjang. Kalau diladeni mami pasti akan bicara kemana-mana yang tidak melihat tempat. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka saat mami masih menyerocos.
"Tante Surya, apa kabar?" Sapa wanita yang tak lain adalah Indira.
"Eh, Indira. Tante baik sayang. Kamu gimana kabarnya? Papa sama mama kamu di mana?" Mami memutar-mutar bola matanya mencari ke sekeliling.
"Mama sama papa ke Singapura kemarin sore, Tante. Katanya ada urusan bisnis mendadak. Jadi aku yang mewakili mereka di acara ini." Indira juga memberi salam pada papi dan kemudian menatap Dion.
Ya Tuhan, gantengnya ... Indira sampai tidak berkedip.
Mami menyadari tatapan Indira yang penasaran. "Ini anak Tante, Indira. Ayo dong Dion kenalkan diri kamu." Mami berusaha mendekatkan karena itulah tujuannya mengajak Dion ke pesta ini.
"Dion." Menjulurkan tangannya tapi masih dengan tatapan datar.
"Indira." Malu-malu menyambut tangan Dion namun berusaha menunjukkan senyum termanisnya.
"Anak Tante ini memang jarang keluar rumah. Kegiatannya, ya ke kantor lalu pulang ke rumah, begitu tiap hari. Dia nggak pernah mau ikut acara beginian. Harus diancam dulu baru mau. Ya seperti sekarang ini."
"Oh gitu, ya Tante. Pantas aku nggak pernah ketemu." Indira menatap genit Dion. Sementara Dion mulai risih dan jenuh.
Papi hanya terdiam melihat mami yang berusaha menjodohkan Dion. Sebenarnya di dalam hatinya dia tidak suka menjodoh-jodohkan Dion seperti ini, karena menurutnya Dion sudah dewasa dan bisa menentukan sendiri yang terbaik untuk masa depannya. Namun mengingat Dion yang tak kunjung menikah di usianya sekarang, papi menyerahkan sepenuhnya kepada mami.
Perusahaan keluarga Surya sudah terkenal ke seantero negeri merupakan perusahaan yang handal dan kuat yang ditakuti para penjilat. Para pengusaha yang ada di pesta itu mendekatkan diri. Ada yang hanya untuk sekedar bertegur sapa, ada yang berusaha memperkenalkan perusahaannya agar tertarik untuk bekerjasama, dan ada pula yang memperkenalkan puterinya karena mereka tahu keluarga Surya mempunyai putera masih lajang.
Dion tidak habis pikir kedatangannya kesini untuk berkenalan dengan wanita-wanita itu. Senyum menggoda jelas terlihat di wajah mereka. Dia tidak menemukan senyum yang tulus dan itu membuat Dion merasa muak. Dion ingin pulang, dan tentu saja dicegat oleh mami.
---------------------------------------------
Pesta usai
"Bagaimana Dion. Siapa yang kamu suka diantara mereka?" Mami mulai kepo saat mereka sudah duduk di jok masing-masing.
"Nggak ada, Mi."
"Apa? Nggak ada? Mata kamu ini katarak atau bagaimana? Gadis cantik-cantik begitu masa nggak ada yang kena di hati kamu?" Mami sewot.
"Ya mau gimana lagi, Mi, nggak ada yang cocok." Tiba-tiba wajah Lily terlintas di benak Dion. Senyum gadis penjual bunga itu terlihat tulus dan tidak dibuat-buat.
"Kalau begitu biar Mami yang pilih."
"Nggak Mi. Dion nggak mau." Nada suara Dion terdengar tegas.
"Baiklah. Mami beri kamu waktu satu bulan. Kalau dalam satu bulan kamu nggak punya pacar juga, Mami akan menjodohkanmu. Tidak ada bantahan." Suara mami tidak kalah tegas dan inilah hasil finalnya.
Dion mendengus kesal. Adu mulut dengan mami adalah hal yang sia-sia. Dia berpikir keras bagaimana caranya supaya acara jodoh-jodohan tidak terjadi. Dan papi? Papi hanya menggeleng kepala mendengar perdebatan antara anak dan mami itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!