"Kalian benar-benar bodoh! Apakah kalian tidak punya otak, eh? Oh, sepatuku yang malang."
Gadis remaja itu tampak begitu marah melihat sepatunya terkena noda saos yang tanpa sengaja ditumpahkan oleh pelayannya. Namun, di balik kemarahan gadis itu juga terselip kesedihan karena sepatu kesayangannya telah ternoda.
"Aku membelinya di Spain, dan kalian merusaknya," keluh gadis itu sedih. Sementara dua pelayan yang ada di hadapannya itu hanya bisa menunduk dalam, bahkan pelayan itu gemetar dan tubuhnya mengeluarkan keringat dingin padahal pendingin di kamar itu menyala.
"Ini salahku, seharusnya aku sarapan dulu baru setelah itu berdandan dan berpakaian, uffff." Dia masih terus menggerutu kesal sementara sang pelayan tak berani menyahut, meraka hanya bisa menunduk dalam menerima kemarahan sang Tuan Putri.
Gadis remaja itu sangat cantik dengan mata cokelatnya yang besar, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang ranum. Dia seperti seorang dewi khayangan, tetapi sayang dia memiliki karakter seperti setan kecil dari neraka. Gadis yang baru berusia 18 tahun itu begitu sombong, manja, dan keras kepala. Ah, jangan lupa dia juga seorang pemarah dan selalu seenaknya.
Lahir di tengah keluarga yang begitu kaya raya membuat dia tak pernah merasakan arti dari sebuah kesulitan atau perjuangan dalam hidup. Sejak dilahirkan, dia sudah hidup dalam kesempurnaan dan hal itu rupanya membuat dia tak bisa memahami kekurangan orang lain tanpa. Namun, tanpa dia sadari gadis itu justru karakter yang merupakan kekurangan terbesar bagi seorang manusia.
"Hey, kenapa kalian hanya diam? Apa tiba-tiba kalian bisu? Atau kehilangan lidah kalian?" bentak sang gadis remaja itu dengan amarah yang kembali meluap.
"Ma-maafkan kami, Nona Rae," ucap salah satu pelayan itu dengan suara yang bergetar.
"Apakah maaf kalian bisa mengganti sepatu kesayanganku?" Gadis yang dipanggil Nona Rae itu mendesis tajam.
"Ka-kami akan bertanggung jawab, Nona Rae, kau bisa memotong gaji kami," ucap pelayan yang lainnya.
"Oh, begitu kah?" Nona Rae memegang pundak kedua pelayan itu kemudian membuat mereka bertekuk lutut di hadapannya, setelah itu ia duduk di kursi kemudian meletakkan kedua kakinya di paha kedua pelayan itu.
"Sekarang bersihkan sepatuku dengan baju kalian!" perintahnya. Kedua pelayan itu langsung melaksanakan perintah Nona Rae sambil menitikkan air mata.
Bahkan, air mata itu sampai jatuh di sepatu Nona Rae yang sedang mereka bersihkan. "Hey, jangan menangis. Air mata kalian membuat sepatuku basah, nanti sepatuku rusak lagi. Cepat bersihkan itu!" seru Nona Rae dengan begitu sadisnya.
"Baik, Nona Rae," jawab mereka dengan suara yang tercekat.
"Louisa ...." Gadis remaja itu langsung mendongak saat mendengar ada yang memanggil namanya, bersamaan dengan itu pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang begitu anggun dan cantik.
"Oh, hai, Mom. Selamat pagi," sapa Louisa sambil melemparkan senyum manisnya.
Ah, dia cantik sekali sebenarnya saat tersenyum.
"Astaga, ada apa ini, Lou?" tanya sang ibu yang biasa dipanggil Nyonya Agatha itu.
"Pelayan bodoh ini menumpahkan saos ke sepatu baruku, Mom, lihatlah sepatuku yang malang." Louisa memasang wajah sendunya saat menunjukkan sepatunya yang kini sudah bersih. "Dari mana kau mendapatkan pelayan tak berotak seperti mereka ini, Mom? Mereka tidak bisa bekerja dengan baik," keluh Louisa yang membuat hati kedua pelayan itu mencelos.
"Astaga, Lou, ini hanya masalah kecil. Pelayan pasti tidak sengaja melakukannya," tukas sang ibu dengan bijak.
"Mom, jika meraka bisa melakukan kesalahan kecil, maka besar kemungkinan mereka pasti akan melakukan kesalahan yang lebih besar," ujar Louisa sambil menatap kedua pelayannya itu dengan tajam.
"Sudahlah, tidak usah diperpanjang," kata Nyonya Agatha. "Apa kau sudah siap? Sudah waktunya kita berangkat, Lou."
"Aku sudah siap, Mom."
Louisa beranjak dari kursinya setelah sekali lagi dia mengusapkan sepatunya ke baju pelayan itu, seolah ia ingin memastikan sepatunya harus benar-benar bersih.
"Ayo!"
Louisa mengikuti Nyonya Agatha turun ke bawah, sementara kedua pelayan itu kini menangis sesegukan sambil berpelukan. "Aku ingin berhenti, aku sudah tidak sanggup bekerja pada setan kecil itu, hiks hiks," lirih sang pelayan dengan pilu.
"Sabarlah sebentar saja, kamu baru bekerja dua minggu di sini," ucap pelayan yang satunya meskipun sebenarnya dia juga merasa tak sanggup lagi. Namun, orang-orang seperti mereka tak bisa berhenti begitu saja karena mereka sangat membutuhkan uang.
"Kamu benar, ini baru dua minggu dan aku seperti hidup di dasar neraka bersama setan itu. Aku tidak sanggup lagi menerima segala hinaan dan perlakuan buruknya," ungkap sang pelayan sembari menyeka air matanya.
"Kita hanya pelayan di rumah ini, sementara Nona Rae adalah tuan putri di sini. Semua ini terjadi pada semua pelayan dan semua bos besar pasti akan berlaku demikian," jelas temannya itu yang masih berusaha tabah.
"Aku tahu aku hanya pelayan, aku digaji dan aku bekerja. Aku berhak dihargai, aku bukan seorang budak," seru pelayan itu kemudian dia berdiri tegak. "Aku bisa mendapatkan pekerjaan di tempat lain, hari ini juga aku akan berhenti dan keluar dari istana neraka ini."
...🦋...
"Jaga sikapmu saat berada di depan Menteri nanti, Lou, Daddy tidak mau kau membuat masalah." Louisa hanya menggumam tidak jelas saat mendengar nasihat dari sang ayah, Tuan Bertrand.
Tuan Bertrand Rae merupakan pengusaha pertambangan emas dan sukses dalam beberapa bidang usaha lainnya, dia sangat dihormati juga disegani oleh semua orang apalagi kini dia hendak terjun ke dunia politik.
Saat ini mereka sedang berjalan bersama menuju mobil yang sudah menunggu mereka di depan rumah, Louisa yang sibuk dengan ponselnya tanpa sadar mengikuti orang tuanya menuju mobil mereka. "Lou, kau pergi dengan mobilmu sendiri!" seru Nyonya Agatha yang membuat Louisa langsung mengangkat wajahnya.
"Opss, maaf, Mom," ucap gadis remaja itu sambil cengengesan.
Selama ini, mereka memang tidak pernah pergi dalam satu mobil. Akan selalu ada mobil khusus untuk Louisa dan tentu lengkap dengan sopir dan bodyguard secara khusus pula.
"Selamat pagi, Nona Rae," sapa seorang pria yang sangat tampan sembari membuka pintu mobil.
"Kau sopir atau Bodyguard?" tanya Louisa karena ini kali pertama ia melihat pria di depannya ini.
"Aku Bodyguard baru Anda, Nona Rae, namaku Ethan," ucap Ethan memperkenalkan diri.
"Ethan?" Louisa melemparkan tatapan tak biasa pada sang Bodyguard yang bernama Ethan itu, bahkan Louisa menatap pria itu dengan terang-terangan dari ujung kepala sampai ujung kaki, seolah ia sedang menilai penampilannya. "Baru sekarang Daddy menemukan bodyguard setampan dan seseksi ini."
"Ethan E Mayer, Nona Rae."
...🦋...
Yuhuu...
Cerita baru, hehe. Jangan lupa vote gift ya, yang paling penting comment dan like 💋
"Ethan E Mayer ...." Louisa menggumamkan nama Bodyguard barunya itu beberapa kali sambil mengulum senyum. "Namamu seperti bangsawan, Bodyguard," kekehnya.
Ethan yang duduk di depan hanya melirik Louisa sekilas melalui spion, setelah itu ia membuang pandangannya ke depan sana. "Apa kau tidak ingin menanggapi ucapan ku? Itu adalah pujian, setidaknya katakanlah terima kasih," seru Louisa.
"Kau tidak memuji, Nona, kau terdengar mengejek," sahut Ethan yang membuat Louisa terbelalak, begitu juga dengan sang sopir yang langsung melotot pada Ethan yang telah berani menyahut sang tuan putri.
"Oh benarkah? Kau merasa begitu?" sinis Louisa.
"Benar," jawab Ethan tanpa ragu.
"Kau hanya Bodyguard, aku rasa takkan ada yang melemparkan pujian pada kalian." Louisa kembali berkata dengan sinis, mungkin bagi sebagian orang kata-kata itu begitu tajam dan menusuk. Namun sepertinya itu tidak berlaku pada Ethan, pria itu tetap terlihat tenang bahkan raut wajahnya tak berubah sedikitpun.
Diam-diam Louisa mengawasi pria itu dari kaca spion, bahkan ia merasa Ethan terlalu tampan dan seksi untuk menjadi seorang Bodyguard.
Tatapan mata pria itu begitu tajam seperti mata elang, alisnya tebal dan hitam, hidungnya mancung, rahangnya tegas dan jangan lupakan bibirnya yang tidak tipis juga tidak tebal. Sangat seksi.
Tak berselang lama, mobil kini berhenti di depan sebuah hotel. Ethan langsung turun dari mobil kemudian ia membukakan pintu untuk Louisa. "Apa kau tidak bisa tersenyum sedikitpun padaku, Ethan? Aku ini bosmu," seru Louisa sambil menatap pria itu.
"Di surat kontrak aku hanya diharuskan menjagamu dalam keadaan apapun, Nona Rae," jawab Ethan dengan tenang yang membuat Louisa kembali terbelalak.
"Aku pusing melihat wajah datar dan dingin mu yang seperti es balok itu," gerutu Louisa kemudian ia berjalan cepat menyusul kedua orang tuanya yang kini sudah memasuki hotel itu. Ethan berjalan di belakangnya bersama beberapa bodyguard lainnya, jarak antara Ethan dan Louisa sekitar satu meter karena memang begitulah seharusnya.
Saat Louisa berjalan bersama sang ibu dan ayahnya, tiba-tiba jepit rambut yang gadis itu pakai terjatuh.
"Ethan!" panggil Louisa sambil menoleh, mencari sang bodyguard. "Ambil jepit rambutku, cepat nanti kotor!" serunya yang membuat Ethan sedikit mengernyit bingung, padahal jepit rambut itu berada tepat di samping kaki Louisa dan gadis kecil itu sangat mampu mengambilnya sendiri. Tapi kenapa dia harus memerintah Ethan yang berjarak satu meter darinya?
"Cepat, Ethan! Astaga, kau lelet sekali!" keluh Louisa kesal.
Ethan masih memasang wajah datarnya sembari menunduk untuk mengambil jepit rambut di samping kaki sang tuan putri. "Kau bisa mengambilnya sendiri, Lou," tegur sang ibu yang tampak tak menyukai tindakan anaknya.
"Mom, kau tidak lihat aku memakai rok pendek?" sungut Louisa yang membuat ibunya itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Ini, Nona Rae." Ethan menyerahkan jepit rambut itu pada Louisa.
"Lap dulu, lantainya pasti kotor dan berdebu!" Dengan pasrah Ethan mengelap jepit rambut itu dengan ujung jasnya setelah itu ia memakaikan jepit rambut itu ke kepala Louisa tanpa permisi.
Lagi-lagi Louisa terbelalak, dia tercengang karena ini pertama kalinya ada seorang bodyguard yang menyentuh rambutnya. Bahkan semua bodyguard juga terkejut melihat tindakan Ethan yang sangat pantang dilakukan oleh seorang bodyguard pada bos-nya.
Nyonya Agatha juga terkejut melihat tindakan Ethan yang sebenarnya cukup lancang, tetapi ia mencoba mengerti bahwa Ethan adalah bodyguard baru, dia pasti tidak memahami segala aturan yang ditetapkan oleh keluarga Rae untuk semua bodyguard atau pelayan mereka.
"Ayo, Lou!" Nyonya Agatha menarik tangan Louisa menuju salah satu ruangan di mana beberapa orang penting sedang menunggu mereka untuk sarapan di sana. Ah, tentu saja juga untuk membicarakan beberapa bisnis.
Sementara para bodyguard di perintahkan menunggu di luar.
"Ethan?" salah satu bodyguard yang masih terlihat muda berbisik pada Ethan. "Kau gila? Kenapa kau melakukan itu?" Ethan mengernyit bingung mendapati pertanyaan tersebut.
"Melakukan apa?" tanya Ethan dengan polosnya.
"Menyentuh Nona Rae, itu adalah larangan untuk kami para bodyguard, apa kau tidak tahu?" Pria muda yang bernama Elliot itu kembali berbisik pada Ethan. "Para bodyguard dan pelayan dilarang bersentuhan fisik dengan para bos," imbuhnya.
"Aku hanya memakaikan jepit rambutnya, aku belum melecehkannya," ujar Ethan dengan dingin yang yang membuat Elliott terperangah.
"Aku rasa lain kali kau harus memperhatikan sikapmu, Ethan," ujar Elliott memperingatkan, sementara Ethan hanya menanggapinya dengan senyum miring.
Sementara di dalam ruangan, Louisa hanya bisa menghela napas berat berkali-kali. Dia sungguh merasa bosan berada dalam satu ruangan dengan para pejabat dan pebisnis, tak ada yang bisa ia lakukan kecuali mendengarkan ocehan tak berarti mereka. Kini tatapan Louisa tertuju pada pria paruh baya yang bertubuh gemuk dan memiliki perut buncit, semua orang menghormatinya karena dia adalah seorang menteri. Sementara di mata Louisa pria itu tak lebih dari kuda nil yang menjengkelkan. Apalagi ketika pria itu kini menatapnya dan mengedipkan mata padanya. Louisa langsung berdecak kesal, ini sudah sering sekali terjadi padanya.
"Mom?" Louisa berbisik pada ibunya. "Aku bosan, aku ingin keluar," rengek nya.
"Jangan begitu, Lou," tegur sang ibu. "Lihatlah Anne dan Katty, mereka bisa berbaur dengan kami semua." Louisa kembali menghela napas lesu, ini bukan kali pertama ia dipaksa mengikuti acara tak penting seperti ini. Dan ibunya itu akan selalu membandingkan dirinya dengan Anne dan Katty, gadis berusia 17 tahun yang selalu mengekori ayah dan ibunya ke mana pun mereka pergi, terutama pada pertemuan seperti ini. Mereka seolah ingin mengatakan Lihatlah putriku, usianya baru 17 tahun tapi dia sering menghadiri pertemuan penting.
Louisa mengaduk-aduk makanan di depannya dan tiba-tiba ....
Brrrttttt
Brrrttttt
Brrtttt
Tanpa sengaja Louisa buang angin yang membuat semua orang melotot terkejut, semua mata kini tertuju padanya. Bahkan, si menteri yang hendak menyuapkan makanan ke mulutnya harus terhenti karena suara kentut Louisa yang sangat nyaring itu. Ah, jangan lupakan juga aroma yang langsung berbaur dengan aroma makanan dan parfum para bangsawan itu.
Tuan dan Nyonya Rae pun langsung menatap tajam putri mereka yang kini justru hanya cengengesan. "Opss, maaf, tidak sengaja."
...🦋...
Setelah melakukan kesalahan yang begitu besar, seharusnya Louisa mendapatkan hukuman yang setimpal, bukan? Dia telah membuat kedua orang tuanya merasa tak punya wajah di depan menteri dan orang-orang penting lainnya. Namun, putri mahkota Rae namanya jika sampai Louisa mendapatkan hukuman.
Yeah, gadis itu bebas begitu saja. Lebih tepatnya, sang ayah memaklumi tingkah Louisa yang masih dianggap sebagai gadis kecil. Apalagi Louisa sudah meminta maaf dan mengakui kesalahannya itu.
"Aku mohon berhenti memanjakan anak itu, Bertrand! Dia sudah delapan belas tahun." Nyonya Agatha tak henti-hentinya menggerutu sejak tadi.
"Dia masih delapan belas tahun, Honey," kekeh Tuan Bertrand.
"Tidak, itu bukan masih tapi sudah, dia sudah mahasiswi sekarang. Oh Tuhan, jika sikapnya begitu terus, aku akan mengirim dia ke asrama khusus untuk belajar bersikap layaknya anak sultan."
...🦋...
Sang Tuan putri sungguh tak memusingkan apa yang telah terjadi, apalagi menyesalinya. Ia bahkan seolah tak merasa malu karena buang angin sembarangan, baginya itu adalah sebuah kesalahan yang tak disengaja. Ia sudah meminta maaf meski tak tulis, jadi masalah selesai. Ibunya tentu menegur Louisa, tapi tidak dengan sang Ayah yang justru selalu membelanya.
Sementara di sisi lain, Ethan masih memasang wajah datarnya sembari mengekori ke mana pun Louisa pergi. Pria itu membuat Louisa gemas sendiri, apalagi ketika dia mengingat bagaimana Ethan dengan begitu lancangnya memakaikan jepit rambut Louisa.
Tapi ... Louisa menyukai tindakan itu.
Keesokan harinya, Louisa kembali mengawali pagi dengan memakai salah satu pelayannya yang khusus menyiapkan keperluan kuliah Louisa.
Dia tidak suka memakai baju yang sudah disiapkan oleh sang pelayan.
Yeah, untuk pergi kuliah pun, Louisa harus dilayani. Dari menyiapkan pakaian, sepatu bahkan buku-bukunya. Pelayan diwajibkan menghafal jadwal pelajaran Louisa selama lima hari dalam seminggu.
"Aku tidak ingin memakai celana, aku ingin memakai rok!" seru Louisa pada sang pelayan. "Cepat siapkan dalam waktu dua menit, aku sudah terlambat!" ketusnya.
Sang pelayan pun segera bergegas mencari rok yang sesuai dengan baju Louisa, dan syukurlah setan kecil itu tak lagi protes saat pelayannya memberikan rok denim dengan panjang sampai di atas lututnya.
...🦋...
Saat ini Louisa sedang dalam perjalanan ke kampusnya, dia adalah mahasiswi junior di London University. Salah satu kampus bergengsi dan biasanya hanya anak orang yang berada yang berhasil masuk ke kampus tersebut.
"Astaga, tiba-tiba kakiku kram," keluh Louisa meringis.
Ethan yang saat ini duduk di depan hanya melirik sekilas bos mudanya itu.
"Ethan, kau harus menggendongku nanti sampai ke kelas, aku tidak bisa berjalan," ujarnya.
"Baik, Nona Rae," sahut Ethan.
Tak lama kemudian mobil berhenti di depan gedung London University, Ethan segera membuka pintu untuk Louisa. Namun, ia bingung bagaimana akan menggendong gadis kecil itu karena dia memakai rok mini.
"Kenapa kau diam saja? Cepat gendong aku!" seru Louisa kesal.
Akhirnya Ethan menyelipkan satu tangannya di bawah lutut Louisa, sementara tangan yang lain di punggung gadis itu.
Louisa terkesiap saat merasakan hangatnya telapak tangan Ethan di kulitnya, bahkan gadis itu sampai menahan napas apalagi ketika Ethan mulai membopong dirinya menuju kelas.
Semua mata kini tertuju pada Louisa ... ah, bukan ... semua mata tertuju pada Ethan sang bodyguard tampan nan seksi. Bahkan, ada beberapa orang yang mengira pria itu adalah kekasih Louisa apalagi dia menggendong tuan putri yang manja itu.
Langkah Ethan yang cepat dan lebar membuat ia tampak sangat gagah, seperti seorang dewa yang baru turun dari langit.
"Tapi apa iya si Louisa punya pacar? Rasanya tak mungkin," bisik salah satu mahasiswi senior sambil menatap Louisa dengan sinis.
"Lalu siapa pria yang menggendongnya itu? Oh Tuhan, dia sangat tampan," sahut temannya yang membuat gadis itu kesal.
Sementara Louisa kini menatap wajah Ethan, rupanya ketampanan pria itu meningkat berkali-kali lipat saat di tatap dari dekat seperti ini.
Bahkan, tanpa malu atau sungkan, Louisa menghirup aroma tubuh Ethan secara terang-terangan.
"Aku suka parfum yang kau pakai, Bodyguard, aromanya begitu maskulin." Kali ini Louisa memuji dengan tulus dan jujur, tetapi Ethan enggan menanggapi. "Sekarang aku serius memujimu, Ethan, kau tak ingin menanggapinya?" Louisa merengut kesal karena sejak kemarin bodyguardnya itu bersikap begitu dingin dan acuh padanya.
"Aku tak biasa dipuji, Nona Rae, jadi aku tak tahu bagaimana cara menanggapinya," sahut Ethan dengan suara bas-nya.
"Katakan Terima masih, Lou." Louisa memberi contoh, tetapi Ethan hanya melirik gadis itu sekilas kemudian ia kembali fokus pada jalan di depannya. "Ethan, ini perintah! Cepat ucapkan!" seru Louisa yang kini melingkarkan lengan mungilnya di leher tegas Ethan.
Pria itu juga terkesiap saat merasakan lengan Louisa yang terasa dingin menyentuh kulit lehernya. "Terima kasih, Nona Rae," ucap Ethan kemudian.
"Lou, Bodyguard. Aku ingin kau memanggilku Lou," seru Louisa penuh penekanan.
"Itu dilarang, Nona Rae, mau Nona kami jadi kami harus menghormatimu."
Kini Ethan memasuki salah satu kelas yang cukup besar. "Wow, bagaimana kau tahu kelasku? Kau Bodyguard baru dan aku belum memberitahu mu," ujar Louisa yang kini didudukan di meja paling depan.
"Aku diharuskan tahu semua tentangmu, Nona Rae." Ethan memberikan jawaban yang singkat kemudian dia berdiri tegak di sisi Louisa.
Saat pelajaran di mulai, Louisa selalu mencuri pandang pada bodyguard seksinya itu. Entah mengapa jantungnya berdebar, bahkan pipinya merona dan terasa panas saat mengingat bagaimana pria itu menggendongnya tadi.
Rupanya ketampanan Ethan tak hanya bisa membuat Louisa terpesona, tetapi hampir semua mahasiswi di kelasnya juga tak bisa berhenti menatap sang bodyguard yang sejak tadi berdiri tegak dan tak bergerak sedikitpun.
Louisa yang menyadari hal itu langsung menarik tangan Ethan dengan keras hingga pria itu jatuh terduduk di sisi Louisa, tentu hal itu membuat sang bodyguard sedikit terkejut. "Ada apa, Nona Rae?" tanya Ethan.
"Kau dipandangi gadis-gadis di kelas ini," bisik Louisa. "Aku hanya menolong mu agar tak menjadi santapan gratis gadis-gadis centil itu," dengus nya kemudian.
Menolong? Bibir Louisa berkata demikian, tetapi entah kenapa sebenarnya dia hanya tak suka Ethan dipandangi gadis lain selain dirinya.
...🦋...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!