Saat itu Elisa tengah berjalan menuju kantin bersama sahabatnya Lili, namun di perjalanan tiba tiba saja datang kerumunan orang yang berdesakkan dan membuat Elisa juga Lili terjatuh ke samping hingga menghantam dinding cukup keras.
"Brukkk...aduhh... Sakit sekali, mereka ini kenapa sih" ucap Elisa sambil bangkit dan memegang bokongnya yang kesakitan.
Elisa pergi menghampiri Lili dan membantunya untuk berdiri, saat dia melihat lebih dekat ke arah kerumunan mahasiswa tadi ternyata mereka berebut memakai bangku bekas seorang pria yang selalu menjadi bayang bayang dalam hidup Elisa.
Ya dia adalah Devinka Bramasta, seorang pewaris tunggal keluarga kaya raya yang merupakan musuh bebuyutan Elisa sejak SMP.
"Hah... Ternyata dia lagi biang keladinya, menyebalkan sekali kenapa aku harus satu kampus dengannya sangat bosan" gerutu Elisa yang tak sengaja terdengar oleh Lili,
"Elisa apa yang barusan kau katakan?, Awas yah jangan merutuki pangeranku" ucap Lili memberi peringatan.
"Iya iya maaf" ucap Elisa meminta maaf.
Lili adalah gadis culun berkacamata namun dia itu cantik hanya saja otaknya eror karena mengagumi pria seperti Devinka, aku berteman dengan Lili sejak SMA dan sampai sekarang dia selalu saja memuja Devinka sama seperti kebanyakan wanita pada umunya, tak jarang dia juga menyebut Elisa gadis yang bodoh dan buta karena hanya Elisa yang tidak menyukai Devinka selama di SMA.
Bukan tanpa alasan mengapa Elisa tidak menyukai Devinka karena sejak dari SMP hingga lulus SMA dia selalu berada di kelas favorit dimana itu adalah kelas untuk anak anak yang pandai dan disiplin sedangkan Devinka tidak seperti itu bahkan dia hanya membuat kekacauan dan kegaduhan dalam setiap ujian yang berlangsung, namun anehnya dia selalu ditempatkan di kelas favorit hanya karena kewenangan orang tuanya.
Penyalahgunaan kekuasaan itu yang Elisa sangat benci, di mana ada Devinka Elisa selalu pergi menjauh dia tidak ingin berdekatan dengan pria so keren seperti Devinka yang selalu memamerkan barang barang mahal dan ber- merk, jika gadis lain mungkin menyukainya tapi itu tidak berlaku untuk Elisa, dia bukan tipe wanita yang memuja pria karena fisik dan hartanya, Elisa justru malah lebih dekat dengan Lili orang yang banyak dijauhi oleh siswa lain karena dia memakai kacamata, itu juga mengapa persahabatan mereka lekat dan utuh hingga saat ini, karena Lili memang tidak memiliki teman lain selain Elisa begitu pun sebaliknya.
Melihat kantin yang dipenuhi kerumunan mahasiswa yang mencari perhatian pada Devinka, dan saling berebut untuk duduk di bangku bekasnya, Elisa muak melihat suasana yang sama sejak SMP hingga sekarang, dia pun memilih untuk pergi namun tangannya ditahan oleh Lili yang bersikeras ingin melihat sosok Devinka.
"Eh.. eh... Tunggu Elisa, ayo antar aku ke sana aku mau meminta tanda tangannya Devinka setelah itu kita bisa menjualnya kepada para gadis kita bisa dapat uang dengan itu" ucap Lili mencoba membujuk Elisa dengan akalnya,
"Memangnya kamu yakin dia mau memberikan tandatangan yang banyak hah?" Tanya Elisa,
"Aku yakin serahkan saja padaku, ayo" balas Lili sambil menarik Elisa ke arah kerumunan itu.
Terpaksa Elisa harus ikut berdesakkan dengan banyak siswa lainnya hingga akhirnya dia berhasil berada di barisan paling depan dan meminta Devinka untuk memberikan tandatangan padanya, namun suara Elisa yang kecil karena gengsi dan benci pada Devinka membuat dia di abaikan oleh Devinka dan ke tiga temannya yang lain.
Elisa yang kesal dia memilih keluar dari kerumunan itu dan menarik Lili yang masih antusias dan berusaha keras untuk mendapatkan tandatangan dari Devinka dan ketiga pria lainnya.
"Eishhh... Lili sudahlah ayo kita pergi" ucap Elisa dengan wajah yang sudah kesal,
"Ell... Aku belum mendapatkan apapun dari mereka ayolah" ucap Lili memohon dengan wajahnya yang membuat Elisa merasa kasihan,
"Ya sudah terserah kau saja aku tunggu di sini" jawab Elisa membiarkannya,
Lili tersenyum senang dan dia kembali ke kerumunan itu berdesakan dan tak memperdulikan apapun, sementara Elisa berdecak muak melihat semua orang begitu mengagumi dan mengidolakan pria sombong seperti Devinka.
"Aku tak habis pikir kenapa semua wanita bodoh menyukai pria sepertinya, mereka ber empat itu selalu menggunakan kekuasaan orang tua dalam hidupnya sejak kecil, menyusahkan!" Gerutu Elisa dengan wajah yang sinis.
Devinka dan ketiga temannya yang tak lain Reksa, Dika, dan Ciko mereka ber empat sering dijuluki The Boys, dan nama itu sudah terkenal sejak SMP, mereka selalu pergi bersama sama kemanapun dan sudah menjadi tradisi jika mereka adalah anak anak dari 4 keluarga ternama di negara ini, Devinka adalah ketua dari The Boys karena kekayaannya memiliki nilai paling tinggi diantara empat keluarga berpengaruh yang lain, dan dia adalah yang paling sombong serta menyebalkan menurut Elisa.
Dan yang lebih menyebalkannya lagi Elisa harus memiliki sahabat yang juga mengidolakan pria sombong itu, meskipun yang paling Lili sukai adalah Ciko pria dingin dan jarang ikut campur dengan semua permasalahan yang sering dibuat oleh Devinka juga ke dua temannya yang lain, namun tetap saja itu membuat Elisa harus melihat sosok Devinka karena Ciko dan Devinka berada di satu grup yang sama.
Ciko adalah kakak tingkat kami yang berbeda satu tahun usianya denganku juga Lili hanya dia yang jarang terlihat bergabung dengan The Boys meski termasuk ke dalam salah satu anggotanya, sejak SMP memang Ciko dikenal dengan pria yang dingin dan lembut, itulah mengapa Lili menyukainya, Ciko juga sempat membantu Lili dalam beberapa kesempatan dan Elisa mengetahui semua itu dari cerita Lili, karena Lili menyukainya Elisa juga tidak bisa melarang dan dia hanya bisa bersabar di saat Lili selalu membuatnya harus melihat wajah menyebalkan The Boys.
Sudah cukup lama Elisa berdiri di sudut kantin menunggu Lili yang masih belum selesai juga dengan urusannya, sampai beberapa saat kemudian dia datang dan menghampiri Elisa dengan wajah yang sangat ceria.
"Elisa... Hehe aku sudah mendapatkan banyak tandatangan mereka, apalagi tandatangan kak Ciko aaahhh aku senang sekali" ucap Lili sambil memeluk buku yang penuh dengan coretan tandatangan,
"Ya sudah ayo kita pergi" ajak Elisa sambil menarik lengan Lili.
Merekapun kembali ke kelas dan segera mencari bangku yang mereka sukai, seperti biasa Elisa selalu memilih bangku kedua di samping jendela karena bagi Elisa tempat duduk itu yang paling baik untuknya selain bisa mendapatkan cahaya matahari yang cukup dia juga bisa mendapatkan pemandangan lain di luar jendela saat kepalanya pusing dengan materi pembelajaran.
Semetara Lili duduk tepat di samping Elisa mereka selalu duduk bersama dan kini juga duduk berdekatan, Lili selalu meminta contekan pada Elisa dengan begitu baru dia bisa masuk ke kelas favorit bersama dengan Elisa, Elisa juga tidak keberatan dan selalu membantu Lili sepenuh hati, baginya nilai hanyalah angka yang terpenting dia paham dengan pembelajaran yang diberikan guru sehingga tidak membuat semua biaya yang dia keluarkan sia sia.
Elisa tengah berbincang dan bercanda ria dengan Lili di dalam kelas mereka juga tak lupa menyebarkan tandatangan yang sudah di dapatkan oleh Lili sebelumnya, para siswi berdesakan saling berburu tandatangan tersebut bahkan banyak dari mereka yang rela membeli tandatangan dari secarik kertas tersebut dengan harga yang tinggi, Lili dan Elisa tersenyum senang dan mereka saling menepuk tangan karena tujuannya berhasil.
"Hhaha.. benar kan kataku, ini akan jadi bisnis" ucap Lili sambil mengibaskan uang itu pada wajahnya,
"Kau memang cerdas dalam berbisnis Li, kalau begitu nanti kita minta tandatangan dari mereka yang banyak" jawab Elisa sambil tersenyum senang.
Elisa sedikit terobati karena mendapatkan uang yang banyak hari ini dengan begitu dia bisa membelikan makanan enak untuk anak anak panti yang lain dan dia tidak perlu mencari pekerjaan paruh waktu selepas pulang sekolah.
Saat mereka tengah menjajakan tandatangan itu tiba tiba saja dosen datang dan mereka berdua segera kembali duduk di bangkunya masing masing serta merapikan semua kertas yang berserakan diatas meja depan bekas jualannya, saat dosen masuk ternyata itu bukan seorang dosen biasa dia adalah rektor universitas Paramadina dan yang lebih mengagetkannya lagi di belakang rektor muncul 2 orang pria yang tak lain adalah Devinka dan Reksa, mereka berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya, penampilan modis dengan wajah sombong yang membuat Elisa muak melihatnya, berbeda dengan Elisa para mahasiswi lain termasuk Lili justru malah bersorak kegirangan dan mereka berbisik satu sama lain menatap kagum pada kedua pria itu.
Rektor mulai memperkenalkan mereka berdua sebagai mahasiswa baru sama sepertiku dan teman teman yang lainnya, hanya saja mereka masuk beberapa hari lebih telat dari yang lain karena baru sampai di Indonesia, Elisa bahkan tak melihat dan mendengarkan penjelasan rektor kecuali saat rektor mengatakan bahwa mereka akan berada di jurusan yang sama dengan dirinya.
Elisa yang kaget mendengar itu refleks dia berbicara keras sampai tak sadar kalau dia menjadi pusat perhatian.
"Apa... Dia akan di sini?" Ucap Elisa dengan suara yang keras,
Rektor dan semua orang yang ada di dalam ruangan menatap sinis dan tajam ke arah Elisa,
"Elisa ada apa, apa kau keberatan mereka masuk di jurusan ini?" Tanya rektor dengan serius,
"A..ah... Tidak pak, saya hanya kaget orang sehebat mereka bisa satu jurusan dengan saya dan yang lainnya hehe" jawab Elisa beralasan dan tersenyum kecil,
Lili langsung menarik lengan Elisa dan memberikan peringatan agar Elisa bisa menjaga sikap juga emosinya, Elisa pun mengangguk seakan mengerti dengan isyarat yang di berikan oleh Lili padanya.
Selama ini Devinka mungkin tidak sadar kalau dia selalu berada di dalam kelas yang sama dengan Elisa karena dia adalah orang kaya yang terpandang dan ketua The Boys yang banyak di idolakan semua orang, sedangkan Elisa hanya siswa biasa yang mengandalkan kepintarannya untuk bisa melanjutkan sekolah, tapi Elisa selalu kesal dan menyimpan dendam pada Devinka karena sedari SMP sampai dia tamat SMA Devinka selalu mendapatkan peringkat satu juga beasiswa penuh sedangkan dia selalu berada tepat setelah Devinka dan hanya mendapatkan separuh beasiswa, itu membuatnya harus bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya yang lain.
Dan saat rektor mempersilahkan Devinka dan Reksa untuk memilih bangku Devinka menatap ke arah Elisa dan dia mulai berjalan menghampirinya lalu menyuruh Elisa untuk pergi dari bangku tersebut.
"Minggir, mulai sekarang tempat ini milikku" ucap Devinka dengan wajah yang sombong dan datar,
Elisa yang tidak terima dia langsung marah dan membentak Devinka dia menolak untuk memberikan bangkunya pada Devinka.
"Hah?, Kenapa harus milikku di sana masih banyak tempat yang kosong aku sudah lebih dulu memilih meja ini" jawab Elisa dengan menatap tajam ke arah Devinka,
Para mahasiswi lain seakan ikut menatap tajam ke arah Elisa dan mereka tiba tiba saja ikut campur juga memarahi Elisa dan menyuruhnya untuk pergi dari bangku tersebut.
"Heh... Cewek miskin berani beraninya kau bicara lantang pada Devinka, cepat minggir kau bahkan tidak pantas kuliah di tempat mewah seperti ini" ucap salah satu siswi dengan sinis,
"Iya... Betul cepat pergi kau.." teriak siswi lainnya yang diikuti dengan teman yang lain,
"Pergi atau kau akan mendapatkan balasannya" ancam Devinka,
Elisa pun segera pergi dengan kesal dari sana dan dia mendapatkan meja yang ada di paling belakang, begitu pula dengan Lili dia juga sama sama diusir oleh Reksa namun bedanya Lili justru malah memberikan mejanya itu dengan senang hati dan dia duduk tepat di depan Elisa.
Elisa sangat geram dan dia tidak bisa melakukan apapun ditambah rektor sudah keluar dari kelas membuat dia tidak memiliki kekuatan sedikitpun, Elisa semakin membenci Devinka karena dia sudah mengambil tempat yang dipilih oleh Elisa sebelumnya.
"Euhhhh.... Selalu saja orang kaya yang dijadikan peran utama, mereka bisa mengambil apa yang mereka inginkan tanpa memperdulikan orang lain, menyebalkan" ucap Elisa menggerutu dan mengucek tas sekolahnya sendiri,
"Sudah lah Elisa lagi pula itu kan hanya bangku sudah sudah, kamu akan tetap pandai kok meski duduk di meja belakang, kan masih ada aku" ucap Lili berusaha menghibur,
"Apaan yang ada, kau selalu mencontek padaku" jawab Elisa sambil merotasikan matanya,
Lili hanya tersenyum canggung dan pembelajaran pertama segera dimulai, Elisa selalu belajar bersungguh sungguh dan dia dapat menyelesaikan semua pertanyaan yang diberikan oleh dosen secepat kilat sehingga bisa keluar dari kelas lebih dulu dari mahasiswa yang lainnya.
Sedangkan Lili adalah kebalikan dari Elisa dia selalu menjadi yang terakhir keluar dari kelas, dan Elisa harus menunggunya di luar sampai dia bisa menyelesaikan semuanya, untunglah dosen kali ini sangat baik sehingga dia tetap mengijinkan semua mahasiswa untuk keluar meski tugasnya belum selesai semua.
Lili berjalan lesu menghampiri Elisa dan seperti biasa dia selalu mengeluh soal pelajaran pada Elisa.
"El... Sepertinya aku sudah tidak sanggup sekelas denganmu lagi, pelajarannya diluar batas kemampuanku El" ucap Lili dengan wajah yang lesu,
"Aku kan sudah bilang sejak awal kalau kau tidak sanggup sebaiknya jangan, kenapa kau memaksakan dirimu sendiri" ucap Elisa.
Mereka pergi ke parkiran dan saat sampai di sana Elisa kaget karena melihat sepedanya sudah rusak dan tergeletak begitu saja di tengah jalan, dia segera menghampiri sepedanya dan memeriksa namun sepeda itu sudah rusak parah.
"Astaga... Elisa kenapa sepeda nya jadi rusak begini?" Tanya Lili yang ikut kaget,
"Aishh... Siapa yang berani beraninya melakukan ini padaku!" Bentak Elisa kesal dan dipenuhi amarah,
Tiba tiba saja 3 orang wanita datang menghampiri dia dengan tertawa terbahak bahak.
"Haha... Rasakan itu siapa suruh kau berani sekali membentak Devinka saat di kelas tadi dasar wanita tidak tau diri" ucap salah satu wanita itu,
"Oh.. jadi kalian biang keladinya, rasakan ini euhhh" ucap Elisa sambil langsung menjambak rambut mereka.
Elisa yang mengetahui ternyata mereka yang merusak sepedanya dia marah dan langsung saja menjambak rambut mereka sekuat tenaga Elisa berusaha keras membalaskan kemarahannya ke pada mereka, saking marahnya Elisa sampai tak sadar dan tidak memperdulikan bahwa dirinya sudah menjadi tontonan para mahasiswa lain yang berkerumun melihat perkelahiannya dengan ketiga wanita centil tadi,
Seorang dosen datang dan melerai perkelahian mereka sampai akhirnya Elisa harus menghadap rektor dan dia mendapatkan surat peringatan.
"Elisa kau ini adalah salah satu siswa berprestasi di sini, kalau kau melakukan kegaduhan sekali lagi, terpaksa saya akan mencabut beasiswamu" ucap sang rektor dengan tegas,
Elisa hanya menggangguk patuh dan meminta maaf, meski dia sudah menjelaskan kronologi kejadian itu dan alasan dia memulainya namun rektor tetap tak berpihak padanya hanya karena ketiga wanita itu memiliki orangtua yang menjadi investor pada kampus ini, Elisa sadar dia hanyalah mahasiswa biasa yang seharusnya tidak membuat kekacauan seperti ini, dia hanya bisa pasrah lalu segera pergi dari sana bersama Lili.
Sepulang ngampus Elisa segera pergi ke tempat bekerjanya di sebuah restoran yang cukup terkenal, di sana Elisa hanya bekerja sebagai pencuci piring dan membersihkan area restoran, karena Elisa mengambil jadwal kuliah pagi sehingga saat sore hari dia bisa bekerja di restoran tersebut, namun kali ini karena Elisa mendapatkan masalah di kampus sehingga dia tidak dapat datang tepat waktu ke restoran tempatnya bekerja sehingga sang meneger restoran memarahi dia dengan kasar.
"Ohh... Bagus yah sudah berapa kali kamu telat begini hah?, Seenaknya masuk kerja kamu pikir ini restoran milik nenekmu!" Bentak sang meneger restoran,
"Ma..maafkan saya pak, saya janji ini yang terakhir kalinya" jawab Elisa meminta maaf.
Namun sang meneger tetap tak mau memberikan kesempatan lagi kepada Elisa meski Elisa berusaha meminta waktu untuk dia menjelaskan alasannya telat, sang meneger tetap tak mau tau dan dia memecat Elisa di depan pengunjung yang tengah ramai.
"Pak saya mohon, tolong beri saya waktu untuk menjelaskan" ucap Elisa memohon dengan memegang tangan sang meneger,
"Tidak bisa Elisa apapun alasannya ini sudah ke tiga kalinya kamu telat, kamu saya pecat, pergi dari sini!" Bentak sang meneger dan menghempaskan lengan Elisa dengan kasar.
Elisa hanya bisa membuang nafas kasar dan dia tertunduk lesu berlenggang pergi keluar dari restoran tersebut, keluar dari sana Elisa menatap langit yang mulai mendung seakan awan turut bersedih dengan semua yang dia alami hari ini.
"Awan saja tau aku tengah sedih, kenapa nasibku seburuk ini" ucap Elisa sambil menatap langit yang mendung.
Gerimis mulai turun dan hujan akhirnya membasahi bumi dengan perlahan namun pasti, Elisa memutuskan untuk menunggu hujan hingga reda di depan restoran tersebut karena dia tidak mau jatuh sakit hanya karena kehujanan, Elisa sadar dia memiliki ketahanan tubuh yang kurang baik dan tidak tahan dengan dingin sehingga selalu memakai pakaian tebal saat musim hujan seperti saat ini.
Elisa berjongkok sambil memeluk tas di dadanya, dia berjongkok dan melihat beberapa orang yang berlalu lalang keluar masuk ke dalam restoran meskipun cuaca sedang hujan, melihat banyaknya orang orang kaya yang mengenakan pakaian mewah dan memiliki payung yang cantik.
"Apa hanya aku yang tidak punya payung" ucap Elisa lagi dengan tersenyum miris.
Lama menunggu hujan yang tak kunjung reda Elisa memutuskan untuk menerobos hujan karena hari sudah mulai larut, dia berjalan berlari kecil menyusuri pinggiran toko agar tidak terlalu basa, sampai saat Elisa hendak berlari di pinggir jalan untuk menghentikan sebuah angkot tiba tiba saja sebuah mobil mewah melaju dengan cepat hingga memuncratkan genangan air hujan mengenai sekujur tubuh Elisa.
Wajah dan pakaian Elisa habis basah kuyup dengan genangan air yang kotor karena mobil tersebut, Elisa marah dan merutuki mobil itu namun dia tidak bisa melakukannya dengan puas karena angkot yang akan dia naiki sudah menunggu di depannya.
"Aishh... Hei kau dasar orang gila semoga saja mobilmu itu rusak huuh!" Teriak Elisa merutuki sang pemilik mobil.
*****
Sedangkan orang yang ada di dalam mobil itu adalah Devinka Bramasta bersama kedua temannya Reksa dan Dika, awalnya dari kejauhan Reksa sudah memberi tau dan memperingati Devinka agar mengendarai mobil dengan kecepatan rendah karena banyaknya genangan air di jalanan akibat hujan, namun Devinka yang tidak mau di beri tau dia malah sengaja melajukan mobil dengan cepat dan tertawa terbahak bahak saat genangan air yang dia bebabkan mengenai Elisa.
"Dev... Lo gila yah, memuncratkan air pada orang lain seperti itu, wahh... Lo benar benar" ucap Reksa yang tak habis pikir dengan kelakuan Devinka,
Sedangkan Dika hanya bisa menggelengkan kepala karena dia sudah mengenal dengan baik kelakuan dan sifat temannya itu.
"Sudahlah Rek, dia juga tidak akan mendengarkan kita meski kita memberi tahunya sampai kapanpun" ucap Dika yang sudah pasrah,
"Iya tapi kan kasihan cewek tadi, pasti dia marah besar" balas Reksa sambil melihat ke belakang,
"Kalo Lo kasian sama dia, Lo bisa turun dari mobil Rek" sahut Devinka dengan tatapan tajamnya.
Seketika Reksa pun terdiam dan dia tidak mau lagi memberitahu seorang Devinka yang keras kepala dan selalu ingin menang sendiri.
Devinka terus melajukan mobilnya tanpa memiliki rasa bersalah sedikitpun, meski sudah diberitahu oleh Reksa namun dia tetap keras kepala dan tidak mau mendengarkan, tanpa dia ketahui saat itu orang yang terkena cipratan genangan air adalah Elisa seorang gadis malang yang harus berjuang untuk hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri.
Elisa naik ke dalam angkot dengan pakaian yang basah, beberapa penumpang lain bergeser dan menjauh darinya karena melihat penampilan Elisa yang kotor, selama berada di dalam angkot Elisa terus saja menunduk dan merasakan kedinginan, dia malu karena tatapan banyak orang yang merendahkan, dia juga marah namun tak bisa melampiaskannya.
Hingga saat sampai di panti dia juga melihat kepala panti tengah duduk termenung di depan teras, Elisa segera menghampirinya dengan perasaan cemas.
"Assalamu'alaikum Bu, Elisa pulang" ucap Elisa memberi salam,
"Waalaikumsalam, El akhirnya kamu pulang kenapa pakaianmu basa kuyup begini?, Ayo cepat masuk kamu kan tidak tahan dingin" ujar ibu panti dan segera membawa Elisa masuk.
Elisa yang tadinya hendak bertanya mengenai keadaan ibu panti yang melamun kini dia urungkan karena justru ibu panti malah sibuk mengurusnya dan membantu Elisa mengeringkan rambut juga membuatkan dia susu hangat, Elisa begitu bahagia meski dia tidak pernah tau bagaimana wajah kedua orang tuanya namun dia masih bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu meski pun hanya ibu panti.
"Ibu Maya terimakasih karena sudah mengurusi Elisa sejak kecil hingga sekarang" ucap Elisa dengan menatap lekat,
Ibu Maya yang selaku kepala panti sungguh kaget mendengar ucapan Elisa dia juga terharu karena Elisa memeluknya tiba tiba.
"Sama sama El, kamu jangan sungkan, anggap ibu ini sebagai ibumu, ibu juga sangat menyayangimu" jawab ibu Maya dengan membalas pelukan Elisa dan mengusap lembut rambutnya.
Setelah berpelukan dan saling sayang Elisa mulai menanyakan hal yang membuatnya penasaran sedari tadi.
"Bu kenapa tadi ibu melamun di teras sendirian, dan kemana pengurus panti yang lain?" Tanya Elisa,
Ibu Maya nampak menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan lalu dia menggenggam tangan Elisa dengan lembut dan mulai menjelaskan.
"Begini El, sebenarnya panti ini sudah cukup terbengkalai, tidak ada yang mau menyalurkan dananya untuk panti ini lagi, sementara usaha kue ibu juga tidak mencukupi untuk menghidupi anak anak panti, sehingga terpaksa ibu harus memberhentikan para pelayan dan ibu juga sudah memindahkan anak anak ke panti lain yang jauh lebih bagus serta terjamin masa depannya untuk mereka" jawab ibu Maya dengan senyum yang lembut.
Elisa tertunduk dia merasa gagal dan merasa bersalah karena tidak berhasil mengumpulkan uang untuk mempertahankan panti ini, padahal dia sudah mengantongi sejumlah uang yang lumayan besar untuk semua anak panti dan uang di tabungannya itu dia dapatkan dari hasil bekerja paruh waktu serta menjual tandatangan The Boys tadi pagi.
Ibu Maya yang melihat Elisa menunduk sedih dia segera mencoba menghibur Elisa.
"Kenapa kamu sedih El, kamu harusnya senang mereka bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah, dan kamu juga tidak perlu banting tulang bekerja paruh waktu sepanjang sore dan malam untuk membiayai mereka, kamu harus fokus pada masa depan dan cita citamu, jika kamu sukses di masa depan ibu dan anak anak panti lainnya juga akan bangga padamu kamu bisa membantu mereka lebih besar lagi" ucap ibu Maya diiringi senyum yang membuat Elisa sedikit terobati,
"Maafkan Elisa ya Bu, Elisa gagal untuk mempertahankan panti ini" jawab Elisa yang masih merasa tidak enak,
"Tidak papa, dan ibu juga minta maaf mulai besok kamu juga harus pergi dari panti ini, ibu bukan mengusirmu El, namun tanah panti ini sudah dijual oleh pemiliknya dan dia tidak mengijinkan ibu untuk menempatinya lagi" ucap ibu Maya yang membuat Elisa benar benar kaget,
"Apa?, Tapi kenapa Bu, kenapa mereka tega melakukan ini, bukankah orang tua pemilik tanah ini sudah mewakafkan tanahnya untuk panti kita?" Tanya Elisa yang masih tidak percaya,
"Mereka menggugatnya sudah dari lama, dan ibu juga sudah bersiap untuk semua ini, maaf karena menyembunyikan semua ini darimu" ujar ibu Maya,
"Tapi kalau begitu ibu mau kemana, apa tidak bisa jika Elisa ikut bersama ibu saja?" tanya Elisa penuh harap,
"Ibu akan kembali ke desa dan tinggal di sana, kamu harus tetap kuliah El, kamu harus belajar hidup mandiri dan mengejar semua mimpimu, ibu akan selalu mendoakanmu" jawab ibu Maya dengan menahan kesedihan.
Elisa tak bisa menahan air matanya lagi, dia menangis tersedu sedu dan kembali memeluk ibu Maya, tidak pernah terbayangkan sebelumnya dia harus berpisah secara tiba tiba dan dalam waktu yang singkat ini, bahkan Elisa tidak sempat membelikan hadiah pada anak panti sebagai ucapan selamat tinggal, kini ibu Maya juga akan meninggalkannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!