...☘️ Reading book ☘️...
Disebuah lorong kereta api yang gelap, suara tembakan terus bersahutan untuk saling menyerang, kini mafia yang digandrungi sebagai mafia di takuti harus melawan mafia yang menghalangi jalannya proses pengiriman barang.
Dor...dor...
Tembakan itu terus bersahutan, pria yang dikenal sebagai ketua mafia yang merupakan pemimpin dari mafia king macan hitam, kini pria itu terus menembakkan pelurunya meski dalam keadaan gelap.
Dorr...
"Aakkkkhhh..."
Bahu tangannya yang sebelah kiri tertembak, sehingga membuat dirinya merasakan sakit di bagian bahunya.
Kereta api terus berjalan dan begitu pula tembakan itu terus bersahutan, kini kereta api sudah keluar dari lorong panjang itu sehingga memperlihatkan anggota nya yang tak seberapa lagi.
Ditempat yang tak jauh dari berdirinya pria itu, seorang gadis yang tegak berdiri dengan air mata yang mengalir, ia tak mampu untuk melakukan hal itu tapi ia terpaksa melakukannya.
"Peter!!" Panggilannya gadis itu.
Peter berbalik badan, ia melihat gadisnya sudah menodongkan senjata kearahnya dengan air mata yang mengalir.
"Apa yang kau lakukan sayang, turunkan itu! Itu sangatlah berbahaya!" Ucap Peter yang cemas dengan keselamatan gadis itu tapi bukanlah keselamatan nya yang sebentar lagi akan habis dengan sekali tembakan.
"Jangan mendekat!" Teriaknya saat melihat Peter yang akan mendekat kearahnya.
"Kamu kenapa? Apa aku salah sesuatu?" Tanya yang begitu cemas.
"Maafkan aku Peter...Maafkan aku...hiks...hiks..." Lirih gadis itu dan langsung menarik pelatuk lalu menembakkannya tepat di dada Peter.
Seketika darah muncrat dan Peter langsung terduduk lemas karena tembakan itu dan juga pengkhianatan gadis yang ia cintai itu.
"Maafkan aku Peter, aku terpaksa dan mungkin kita tak akan bertemu lagi!" Ucap gadis itu yang langsung mengarahkan pistol ke kepalanya dan menarik pelatuk.
"Jangan lakukan itu, ku mohon!!" Mohon Peter, namun gadis itu sudah bertekad untuk membunuh dirinya dan tak ingin hidup lagi.
Tembakan itu pun langsung terhujam tepat berada di kepala gadis itu, Peter langsung menangkap tubuh gadis itu dan seketika kedua orang pasangan itu langsung menutup mata tak sadarkan diri.
******
2 TAHUN KEMUDIAN
Seorang gadis yang sibuk membaca bukunya, karena sebentar lagi sekolah akan mengadakan ujian tengah semester. Dirinya yang tak ingin memiliki nilai yang rendah harus belajar lebih giat lagi untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Tuk...tuk
Seseorang mengetuk meja yang digunakan oleh gadis itu, seketika membuat gadis itu menatap orang yang mengganggu konsentrasi nya belajar.
"Ini untukmu!" Ucapnya yang memberikan satu roti.
"Terima kasih, tapi aku harap jangan memberikan apapun untukku!" Tolak gadis itu yang kembali fokus dengan bukunya.
"Sepertinya tidak akan aku lakukan, makanlah ini maka aku akan pergi" Ucap pria itu yang tetap memberikan roti yang berada ditangannya.
Gadis itu pun mengangguk dan menerima roti itu, ia meletakkan di laci meja nya dan melanjutkan membaca buku yang sempat tertunda.
"Makan ya, yaudah aku pergi dulu! Sampai jumpa..." Pria itu melambaikan tangannya dan langsung pergi meninggalkan perpustakaan.
Tiara hanya dapat menghela nafas panjang, ia cukup bosan yang terus menerus di perlakukan oleh Bastian, selalu saja di beri sesuatu contohnya seperti makanan ini.
Tiara melanjutkan bacanya, namun karena kebosanan nya telah menguasainya, ia memutuskan untuk kembali ke kelas nya.
Namanya adalah Tiara Aulia Rahman, gadis remaja yang berumur 17 tahun, memiliki keluarga yang sudah tak utuh karena ia kini tinggal bersama sang ayah bukanlah ibunya yang hilang entah kemana.
Memiliki sifat pemalu dan penakut, ia tidak mampu menatap orang lain dan hanya bisa terus menunduk untuk membuat ia terus berjalan dan menghindar dari tatapan bodoh itu.
Trauma akan masa lalu, dimana kedua orang tuanya terus bertengkar dan hampir ingin saling membunuh, tapi kini orang tuanya sudah berpisah dan hak asuhnya sudah direbut oleh sang ayah dan tak boleh bertemu dengan ibunya kalo tidak maka sang ibu akan dipenjara oleh ayahnya.
Ia tidak memiliki teman, namun sesekali mereka datang hanya untuk memanfaat kan dirinya, semakin berjalannya waktu sampai ia tau bahwa pertemanan bukan dilandasi oleh pemanfaatan.
Tiara terus berjalan dengan menunduk, namun tanpa sadar ia menubruk sebuah benda yang keras sehingga ia sampai terjatuh kelantai.
Brugh...
Terduduk dengan sangat keras, membuat Tiara harus menatap dengan tajam orang yang melakukan hal itu. Namun pria itu malah memasang wajah datarnya dan menatapnya dengan intens.
Pria itu menjulurkan tangannya dan dengan segera Tiara menjawab uluran tangan itu dan bangkit dari duduknya itu.
Setelah bangkit Tiara langsung melepas pegangan tangan itu dan berjalan ingin pergi, namun pria yang membuatnya terjatuh malah menarik tubuhnya ke dinding dan mengukung mengurungnya dengan tubuh Atletis itu.
"Amora, apakah kau melupakan ku?" Tanya nya dengan suara lirih.
"Maaf tuan, mungkin anda salah orang nama ku adalah Tiara bukanlah Amora!" Ujar Tiara yang berusaha mendorong tubuh pria itu agar menjauh.
"Kau pasti Amora kan, ku mohon jangan lah berpura-pura seperti itu, aku tak akan membalas perbuatan mu!" Lirihnya lagi yang membuat Tiara semakin tak mengerti.
"Maaf tuan anda salah orang, saya mau kembali ke kelas saya! Permisi..." Ucap Tiara yang langsung mendorong tangan pria itu dengan keras lalu berlari untuk segera pergi dari tempat itu.
Pria itu adalah Peter Aril Coldas, seorang mafia yang di khianati oleh cinta namun ia tidak membencinya tetapi malah ingin memilikinya dan tak akan melepaskannya. Umurnya yang diusia 18 tahun harus merasakan dikhianati dan kini sudah 2 tahun berlalu, ia siap untuk kembali mencari gadisnya itu.
Baru sadar setahun yang lalu, peluru menembak bagian dadanya namun tidak menembus jantungnya karena ia memakai pelindung ditubuhnya. Kehilangan gadis yang ia cintai saat baru sadar dan hal itu membuat ia stres dan bahkan sangat arogan.
Setelah setahun sadar, ia pun mencari gadisnya itu bernama Amora selama setahun juga dan ia mendapatkan informasi bahwa gadisnya itu berada di negara Indonesia yang cukup jauh dari negara asalnya yaitu Amerika.
Pria itu tersenyum smrik, ia sudah menemukan gadisnya itu dan ia dengan tatapan tajam menatap gadis itu, ia berjanji akan memilikinya dengan cara apapun.
"Kau milikku Amora!" Gumamnya dengan senyum smriknya yang manis.
Setelah kehilangan Amora dalam hidupnya, ia malah menjadi seorang penafsu dalam medan perang senjata di mafia, ia akan terus membunuh sampai anak buahnya dapat menemui gadis yang sangat ia cintai.
Hal konyol yang dilakukan pria itu adalah, saat sadar membunuh beberapa anggota yang ikut bersamanya, karena ia benci dengan orang yang tak melihat gadisnya dilarikan oleh siapa dan bagaimana dengan keadaannya.
"Hahahaha..." Tawa pria itu sungguh sangat menakutkan dan untung saja tidak ada seorang pun disana dan setelah melakukan hal itu ia pun pergi.
...☘️ Reading book ☘️...
Didalam kelas, kini Berlin sibuk menulis tugas yang diberikan guru padanya, namun beberapa saat datanglah seseorang yang membuat seluruh kelas menjadi riuh.
"Diam sejenak, ini adalah murid baru! Perkenalkan dirimu..." Ujar kepala sekolah yang secara langsung memperkenalkan anak baru.
Tiara hanya bersikap acuh, ia tidak mempedulikan orang lain termasuk anak baru yang bikin riuh seisi kelas.
"Perkenalkan nama saya Peter Aril Coldas!" Ucapnya memperkenalkan diri dengan datar, namun terus menatap kearah Tiara berada.
"Dasar gadis nakal, ku pastikan kau akan jadi milikku" Batin Peter dengan tersenyum tipis.
"Wah ganteng banget!!" Histeris para siswi yang terpesona.
"Gantengan aku lagi!" Ujar siswa yang tak ingin mengakui kegantengan Peter.
"Bagaimana apa ada yang ingin bertanya pada teman kalian!" Ucap kepala sekolah dengan menatap seluruh ruangan.
"Saya pak!" Tunjuk salah satu siswi.
"Baiklah, tanyakanlah..." Ucap kepala sekolah.
"Pindahan dari mana?" Tanya nya dan hal itu yang membuat semua orang juga ikut antusias.
"Amrik!" Jawabnya dengan wajah datarnya.
Begitu banyak pujian dari para murid, namun tidak membuat Tiara peduli dan bahkan hanya menatap sekilas lalu kembali menundukkan kepalanya.
"Baiklah bapak pergi dulu ya, bertemanlah dengan baik pada teman baru kalian!" Ujar kepala sekolah yang langsung pergi dengan tergesa-gesa, namun setelah pintu ditutup ia menghela nafas lega.
"Baiklah, silakan duduk di kursi yang kosong!" Tunjuk guru pengajar pada kursi kosong yang berada di paling sudut.
"Nggak, aku mau di sana!" Tunjuknya pada kursi yang dekat dengan Tiara duduk.
Tiara langsung mendongak, ia melihat tatapan orang tertuju padanya. Ia menatap kearah Peter yang tersenyum miring dan melangkah mendekat kearahnya.
"Hay kita bertemu lagi!" Bisik Peter tepat ditelinga Tiara.
Deg...
Jantungnya seakan berhenti berdetak, suara yang begitu halu dan dingin namun penuh arti.
"Apa cowok itu akan terus mengikuti ku!" Batinnya.
Tiara menatap Peter yang duduk dikursi sampingnya dan terus menatapnya, semua tatapan tak suka pun tertuju kepada Tiara membuat dirinya sungguh tak nyaman dengan situasi ini.
"Baiklah, kamu duduk disana ya ria!" Ucap guru pengajar yang tak ingin mendapatkan masalah.
Guru pengajar tau, jika sudah kepala sekolah memperkenalkan maka murid itu bukanlah orang biasa, jadi ia membiarkan kemauan Peter kali ini.
Semua murid pun kembali fokus terhadap soal yang sudah diberikan guru pengajar, sedangkan Peter terus menatap Tiara dari samping dengan senyum yang terus terlihat.
Tiara merasakan tak nyaman yang terus-terusan ditatap begitu, ia berusaha menutup wajahnya dengan buku namun pria itu tak ingin melepaskan tatapan elang itu terhadapnya.
Tiara langsung bangkit, ia mengumpulkan tugasnya dengan cepat untuk menghindari tatapan elang Peter terhadapnya.
"Pak saya sudah menyiapkan ini, bolehkah saya izin keluar!" Ucap Tiara yang meminta izin.
"Baiklah, kembalilah dengan cepat!" Ucap guru pengajar dan dengan segera Tiara keluar dari kelasnya.
Tak lama kemudian Peter pun izin keluar kelas juga, sepertinya ia mengikuti Tiara agar Tiara tidak bisa pergi dari pandangannya.
Tiara berjalan menuju kamar mandi, gadis itu masuk dan mencuci wajahnya disana. Ia ingin merilekskan dan mendinginkan otak nya.
Namun saat air diwajahnya kembali dibasahkan, dari kaca ia melihat Peter yang menghampiri nya dengan senyum smrik. Tiara berbalik dan terkejut, ia memundurkan tubuhnya namun pembatas kaca membuatnya tak bisa mundur lagi.
"Ka-kamu ngapain di-disini..." Gugup Tiara yang ketakutan.
Ia memegang dengan erat pembatas itu saat Peter mengikis jarak diantara mereka.
"Apa kamu ingat dengan ku Amora?" Tanyanya dengan tatapan tajam yang tertuju pada Tiara.
"Kamu salah orang tuan, a-aku adalah Tiara bukanlah Amora!" Jelas Tiara yang ketakutan.
"Mungkin sekarang kau masih pura-pura, tapi ingat aku akan melakukan apa saja!" Sinis Peter dengan wajah remehnya.
"Sepertinya anda salah paham, mungkin saja wajah kita yang sama dan kamu jangan menganggap semua orang itu adalah Amora mu!" Ketus Tiara yang langsung mendorong tubuh Peter agar menjauh darinya.
Namun hal itu sia-sia peter sama sekali tak beranjak dan bahkan lebih dekat.
"Baiklah, bagaimana kau menjelaskan bahwa kau bukanlah Amora!" Bisik Peter yang mendekatkan wajahnya ke telinga Tiara dan menggigit sedikit telinga Tiara dengan geram.
Tiara sedikit menggeliat dan langsung menundukkan kepalanya, telinganya memerah merasakan panas nafas Peter yang berhembus saat berbisik dan mengigit telinganya.
"A-aku sudah memiliki KTP, lihatlah bukankah aku dan berbeda!" Ucap Tiara ketakutan dengan tubuh yang bergetar hebat.
Tiara mengambil KTP dari dalam sakunya, ia memperlihatkan pada Peter agar membedakan antara Amora gadis yang selalu disebutnya dan dirinya.
Peter mengambil nya, ia melihat semua informasi dari KTP itu dan ia melihat tanggal lahir yang sama namun dengan tahun yang berbeda.
"Kau pikir aku bodoh, KTP bisa saja di perbarui dan kau tak akan bisa mengelak dari ku!" Kukuh Peter dengan menepuk dinding samping berdirinya Tiara sehingga membuat gadis itu sedikit terkejut.
"A-aku tak berbohong, i-itu se-sebenarnya" Ucapnya yang takut.
Kini tubuhnya sudah sangat bergetar dan wajahnya terus menunduk tak berani menatap cowok yang ada dihadapannya.
Peter memegang dagu Tiara dan mengangkat wajah itu agar menatap kearahnya, Peter menelisik setiap wajah Tiara dan berhenti pada benda berwarna merah muda itu.
Ia sungguh merindukan rasa dari bibir itu, ia pun mulai mendekatkan wajahnya agar dapat bibirnya menyentuh bibir Tiara.
Namun hal itu tidak semudah itu, Tiara langsung memalingkan wajahnya dan menghempaskan tangan Peter dengan kasar. Tampak terlihat rahang Peter yang mengeras mendapat perlakuan kasar dari Tiara.
Peter langsung mencekram kedua tangan Tiara dan mengangkatnya keatas.
"Apa sikapmu begitu memperlakukan aku Amora" Geram Peter dengan mata tajamnya.
Tiara merasakan sakit ditangannya akibat cengkraman Peter terhadapnya.
"A-aku bukan Amora! Anda ingat lebih baik namaku adalah Tiara!" Bentak Tiara yang sudah tak bisa menahan amarahnya.
Peter melepaskan tangan Tiara dan dengan segera berjalan keluar dari kamar mandi wanita itu, ntah apa yang dipikirkan oleh Peter, namun kepergian Peter membuat Tiara lega.
Mereka berdua cukup beruntung karena tidak ada satu orang pun yang berada di kamar mandi itu.Tiara hanya menatap kepergian Peter, ia bernafas lega setelah kepergian pria aneh itu. Tiara kembali mencuci wajahnya dan mengelapnya menggunakan tisu lalu pergi keluar dari kamar mandi itu.
Tiara kembali berjalan kelasnya, seperti biasa ia akan terus menunduk menatap jalan dari pada menatap sekelilingnya.
Tiara berjalan masuk kelasnya dan terlihat beberapa siswi mengerumuni meja Peter dengan guru yang sudah tak ada lagi.
Tiara hanya menatap sekilas, lalu kembali menunduk dan fokus terhadap buku yang ia baca.
"Eh Tiara kekantin yok!" Ajak Ria yang memang temannya.
Tiara hanya mengangguk, ia pun berjalan keluar bersama ria dan semua itu tidak luput dari pandangan Peter terhadapnya.
"Eh nama kamu Peter kan, yok bro kita main di lapangan!" Ajak seorang cowok yang merupakan ketua kelas dan juga anggota dari tim basket.
Peter pun mengangguk, ia pun pergi bersama dengan cowok yang memanggilnya dan meninggalkan beberapa cewek yang mengerumuninya.
...☘️Reading book☘️...
Tiara dan Ria duduk menunggu pesanan, dikantin yang ntah kenapa tak begitu ramai membuat mereka mudah untuk memesan makanan.
"Eh Tiara, kamu tau nggak..." Ucap antusias Ria.
"Nggak!" Acuh Tiara yang sibuk dengan bukunya.
"yaelah, maka nya dengerin jangan asal ngomong!" Kesal Ria dengan muka masamnya.
"Hehehe...dasar mudah ngambek, yaudah katakan mau ngomong apa!" Ucap lembut Tiara menatap sahabatnya itu.
"Itu loh, tadi aku kan browser berita di handphone, terus aku lihat keluarga Coldas sangat kaya dan itu adalah nama dari murid baru di kelas kita loh!" Ujar Ria dengan semangat menceritakan.
Tiara langsung terbayang dengan kejadian tadi, ia berpikir kenapa pria itu mengatakan dirinya adalah Amora dan bahkan tak mau mendengar penjelasan.
"Tiara! Tiara, malah bengong!" Cemberut Ria karena sahabat nya itu selalu bengong dan bersikap aneh.
"Eh iya!" Ucap Tiara yang sadar dari lamunannya.
Dua mangkok bakso pun datang dan mereka dengan segera meracik bumbu tambahan untuk menambahkan rasa lebih enak pada makanan mereka.
"Jangan terlalu banyak makan pedas, ingat bulan kemarin baru masuk rumah sakit!" ucap Tiara yang mengingatkan sahabat nya itu.
Ria memang suka dengan pedas, terlebih saat makan bakso begini, pasti gadis itu menuangkan separoh cabe dari mangkoknya dan bahkan hampir seluruhnya sehingga baksonya itu bukanlah lagi berkuah bumbu tetapi berkuah cabe.
"Iya iya aku tau, tapi kan sudah seminggu nggak makan yang pedes-pedes loh!" Ucap Ria dengan wajah memelas nya.
"Baru seminggu loh Ria bukan setahun, astaga!" Ujar Tiara yang tak habis pikir dengan sikap sahabatnya itu.
Ria hanya menyengir kuda, namun pandangannya beralih pada lapangan basket dari balik kaca. Terlihat beberapa siswa berkumpul disana dan bahkan berteriak.
"Eh lihat deh Ra, kenapa ya?" Bingung Ria yang menunjuk kearah lapangan basket.
"Biarlah, cepat habisin makanan mu!" Acuh Tiara yang tak ingin peduli dengan sekitarnya.
"Yaudah deh, tapi setelah makan kesana ya!" Ucap Ria dengan wajah memelas nya.
"Oke!"
Dengan segera Ria memakan bakso lautan cabe itu, Tiara hanya meringis melihat sahabatnya makan bakso cabe itu dengan santai dengan keringat nya yang keluar.
"Udah, yok cepet kesana!" Ajak Ria yang sudah kepo dengan keadaan disana.
"Makanan ku belum siap Ria!" Ujar Tiara yang melihat mangkok baksonya yang masih berisi banyak.
"Cepet ah, kalo gak biar aku aja yang bayar dan nanti kita sambung lagi!" Ucap Ria yang begitu tergesa-gesa tak ingin kehilangan berita dari segerombolan orang itu.
"Huh...baiklah!" Pasrah Tiara yang memasukkan satu buah bakso kedalam mulutnya.
Ria langsung berlari membayar makanannya dan juga Tiara, setelah melakukan itu Ria langsung menarik Tiara menuju lapangan basket untuk menghilangkan ke kepoannya itu.
"Pelan-pelan lah sedikit Ria, mereka tidak akan hilang begitu saja" Gerutu Tiara yang saat ini terus ditarik oleh Ria.
Namun Ria tak mendengarkan nya, ia malah terus menarik Tiara dan akhirnya berhenti dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Cuman orang main basket saja, mengapa begitu banget sih Ria!" Gerutu Tiara pada Ria.
"Eh lihat deh, itu anak baru loh yang main!" Ucap Ria dengan mata yang berbinar-binar.
"Udahlah, cuman main doang segitu amat!" Acuh Tiara yang akan beranjak dari sana, namun Ria malah menahan tangannya.
"Jangan terlalu cuek ah, yok lihat!" Ajak Ria yang langsung menarik Tiara membelah kerumunan orang-orang.
Semua orang tampak kesal karena ulah Ria, namun karena Peter mencetak skor kembali membuat mereka melupakan ulah Ria dan Tiara.
"Udah ah, males banget kesini aku belum menyelesaikan membaca buku!" Ucap Tiara memperlihatkan bukunya pada Ria.
"Setiap hari buku yang dibaca, sudahlah sesekali memperhatikan para cogan!" Ujar Ria sambil berteriak memberikan semangat.
Tiara hanya menghela nafas pasrah, ia pun menonton permainan bola basket itu meski dengan wajah bosannya.
Tiara memang seperti itu orangnya, selain acuh dengan sekitar ia tidak suka dengan segerombolan orang seperti ini apalagi berteriak dengan hal yang bodoh seperti itu menurutnya.
Menurut Tiara lebih bagus membaca buku, selain menambah ilmu ia juga dapat menghilangkan bosannya dari tatapan orang sekitar terhadapnya.
Untuk ponsel, ia memiliki dua dan benda itu menurutnya sangat menarik namun juga memiliki dampak yang begitu negatif untuknya, selain begitu banyak aplikasi yang memikat hati, tetapi dapat membuat waktunya terbuang dengan sia-sia.
Ponsel itu bukanlah dirinya yang beli tetapi ayahnya satu dan ibunya satu sebagai barang peninggalan mungkin.
Tak jauh dari tempat, Peter melihat keberadaan Tiara yang menatap acuh kearah lapangan, ia pun tersenyum kearah Tiara namun bukan Tiara yang terpesona tetapi malah segerombolan gadis yang berada di dekat Tiara.
Tiara yang sudah sangat bosan dengan keadaan saat ini, ia memilih keluar dari segerombolan orang itu meninggalkan Ria yang sibuk berteriak.
Tiara pergi kembali ke kelasnya, ia tidak ingin membuang waktunya dengan kegiatan yang tak berfaedah dari membaca buku.
"Hay kenapa sendirian, mana Ria?" Tanya Bastian yang menghampiri Tiara.
"Dilapangan!" Acuh Tiara yang tetap terus berjalan.
"Yaudah aku temenin ya..." Ucap Bastian yang terus tersenyum pada Tiara.
"Nggak perlu!" Acuh Tiara yang menolak.
"Tapi aku ingin menemanimu!" Ujar Bastian yang berjalan menyetarakan langkah kaki Tiara.
"Terserah..." Acuhnya tak ingin mengambil pusing.
Bastian terus mengikuti Tiara, namun mereka tak menyadari bahwa seseorang memperhatikan mereka dan akan melaporkan pada bosnya.
Tiara terus berjalan sampai mereka sampai di depan kelas Tiara, Tiara menatap kearah Bastian dengan tatapan bingung.
"Kenapa?" Tanya Bastian yang juga bingung dengan tatapan Tiara.
"Kau tak kembali ke kelasmu?" Tanya Tiara dengan wajah bingung.
"Aku menemanimu, bukankah saat ini semua orang berada di lapangan!" Ucap Bastian menunjuk ke segala arah dan benar dengan ucapan Bastian.
"Baiklah, bukankah biasanya ketua OSIS itu memiliki begitu sedikit waktu!" Ucap Tiara yang langsung duduk di kursi bersantai di luar kelas.
"Sepertinya waktuku begitu banyak deh untukmu, sehingga aku berada disini!" Ucapnya yang terus menatap wajah Tiara yang terus menunduk.
"Bagaimana kamu pecahkan teka teki ini!" Tunjuknya pada sebuah teka teki dalam buku yang ia baca.
"Cukup sulit, tapi sepertinya ini berhubungan dengan perasaan!" Ucap Bastian yang berpikir sambil menatap buku yang dipegang Tiara.
Jarak antara mereka berdua cukup dekat, hingga beberapa saat Peter datang dengan berlari dan langsung menarik Tiara menjauh dari Bastian.
"Awwww..." Ringis Tiara saat tangannya dengan kasar ditarik oleh Peter.
"Eh jangan kasar deh sama cewek!" Bentak Bastian yang langsung menarik Tiara.
Peter menatap dengan tajam kearah Bastian, ia memperhatikan tangan Bastian yang menyentuh pinggang Tiara dengan cukup erat.
Peter tersenyum miring, ia menatap remeh kearah Bastian yang berani menyentuh wanitanya secara terus terang.
"Sebaiknya kau lebih berhati-hati untuk pulang nanti!" Ucap Peter dengan senyum smriknya, ia langsung berjalan meninggalkan ketermenungan Tiara dan tatapan tajam Bastian.
"Ah itu, lepaskan!" Gugup Tiara yang langsung melepaskan dekapan Bastian.
"Baiklah, maaf soal tadi!" Ucap Bastian dengan menggaruk-garuk tekuknya.
"Tidak masalah, namun lain kali aku akan marah!" Ujar Tiara yang langsung berjalan meninggalkan Bastian.
Beberapa siswa pun segera masuk ke kelasnya, mereka datang setelah pertandingan selesai dan Peter yang tiba-tiba hilang dari lapangan.
Namun mereka menatap terkejut karena saat ini Peter berada di kelas dengan Tiara yang sibuk dengan bukunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!