NovelToon NovelToon

Terkena Panah Sang Dewi

BAB 1 Wanita Gila

"Gawat, bagaimana ini?" Wanita berambut panjang dengan gaun seputih salju berjalan mondar mandir sambil menggigit ujung jarinya.

"Bukankah sudah kuperingatkan tadi, jangan main-main dengan panah takdir." Sahut seorang anak kecil dengan memainkan benda seperti bola kristal di tangannya.

"Iya, tapi tidak kusangka akan terjadi sampai seperti ini. Terus bagaimana jika para petinggi sampai tahu hal ini?" Dengan panik wanita itu masih mondar mandir merasa tidak tenang.

"Em…. Mungkin kau akan dihukum berat, atau yang paling ekstrimnya kau akan di usir dari langit." Masih memainkan bola kristal, anak itu berbicara santai kepada Alexia.

Langkah kakinya berhenti seketika dengan kedua mata melebar, sambil memandang anak kecil yang duduk bersandar di atas pohon emas.

"Jangan membuatku bertambah takut, setidaknya berikan aku solusi sebagai jalan keluarnya." Memegang pelipis kepala yang mendadak terasa sakit.

"Aku punya satu caranya, dan mungkin kau bisa melakukannya." Melempar bola kristal ke atas udara.

Mendengar hal tersebut, seperti kilat Alexia sudah duduk di samping anak kecil tersebut, sambil membawa bola kristal yang barusan tadi di lemparkan. Ia menatap anak tersebut secara seksama. "Cara apa itu?" Dengan serius Alexia mendengarkan dengan mata berbinar.

"Kau harus melepaskan panah takdir yang menempel padanya." Menunjuk satu manusia dengan tangannya.

"Tidak mungkin, lagi pula kekuatan panah takdir sangatlah kuat. Bagaimana bisa aku melepaskannya." Mendadak tubuhnya melemas kembali, seolah harapannya telah hilang.

Anak kecil itu mendekatkan mulutnya ke telinga Alexia dan membisikkan sesuatu kepadanya.

"Mungkinkah itu bisa terjadi?" Masih meragukan sesuatu yang di bisikkan kepadanya.

"Bukankah kau masih dalam masa liburan? Tentunya mereka tak akan sadar jika kau turun ke bawah. Pasti mereka akan sangat disibukkan oleh hal-hal lain dimana itu bisa menjadi kesempatan untukmu." Tegas Baobao anak kecil yang selalu memainkan bola kristal.

"Oke, baiklah setidaknya aku harus mencobanya. Terima kasih Bao Bao." Secepat kilat Alexia pergi turun dari langit untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan olehnya.

***

Malam hari sudah bagaikan sahabat bagi Ericsson, ia selalu pulang di saat malam. Yang setiap kali melewati sebuah gang sempit. Memang tidak ada keistimewaan dalam kesehariannya, namun disaat jam malam itulah setidaknya ia mendapatkan hiburan. Ia menatap luasnya langit hingga sedikit meringankan beban untuknya. Rasa lelah terasa menumpuk pada tubuh, dengan langkahnya yang berat ia melewati jalanan sepi. Sejenak ia menatap ke langit, sebuah cahaya bagaikan bintang jatuh terlihat. Hingga tidak lama kemudian…..

Dbukkk…..

Bunyi keras seperti sesuatu yang terjatuh diantara semak-semak tepat dibelakang Ericsson saat itu. Dan karena merasa penasaran Ericsson pun mendekat. Sampai secara mengejutkan seorang wanita muncul dengan bergaun putih yang dipenuhi dedaunan pada rambut panjangnya.

"Ketemu !" Sambil tersenyum, wanita itu menatap Ericsson. Seperti seorang anak kecil menemukan mainannya yang telah hilang.

Ahh….bikin kaget saja !

"Siapa kau? kenapa di tengah malam wanita berkeliaran di tempat seperti ini?" Tanya Ericsson yang sedikit penasaran. Sembari memastikan penampilan wanita tersebut.

"Aku adalah Dewi malam yang akan mengubah hidupmu." Ucap Alexia dengan senyum mengembang di wajahnya dengan sangat percaya diri.

Hanya wanita gila ! yah, pantas saja bisa sampai kemari.

Dengan wajah datar, Ericsson tak menanggapi ucapan wanita yang disangkanya gila itu. Tanpa mengatakan apa pun ia berbalik dan berjalan pergi.

"Hai, kau mau kemana? aku masih belum selesai bicara!" Alexia menepuk-nepuk tubuhnya untuk menyingkirkan dedaunan yang menempel. Ia pun segera menyusul Ericsson yang sudah berjalan meninggalkannya.

Yah bicaralah sepuasmu malam ini, aku tidak akan peduli !

Tanpa menoleh Ericsson terus berjalan pulang menuju rumahnya. Sampai dirumah Ericsson sedikit merasa bersalah, karena meninggalkan wanita gila itu sendirian. Meski mengalami gangguan jiwa tak seharusnya ia meninggalkannya begitu saja. Jadi ia putuskan untuk menghubungi polisi untuk mengurusnya. Selang tak berapa lama polisi menghubunginya kembali dan menanyakan kebenaran informasi yang diberikan Ericsson.

"Maaf Pak,apakah informasi yang bapak berikan tadi benar?" Tanya polisi dari balik telepon tersebut.

"Tentu saja, saat tadi di perjalanan pulang saya bertemu dengannya di semak-semak di dekat perempatan jalan." Jelas Ericsson yang jadi ikut merasa bingung.

"Kami sudah mencarinya secara menyeluruh, tapi tetap tidak menemukan wanita gila yang seperti bapak bicarakan tadi. Atau mungkin bapak hanya salah lihat saat di perjalanan tadi." Ucap pihak kepolisian yang memang tidak menemukan siapapun di tempat.

"Tidak mungkin…aku yakin bahwa tadi…" belum sempat menyelesaikan ucapannya, Ericsson merasa ada seseorang bernafas tepat di sampingnya.

"Memang siapa yang sedang kau cari?" Mendadak alexia sudah berada di samping Ericsson dengan mencoba menguping pembicaraannya di telepon, sambil memakan sebuah apel di tangannya.

"Aaaaa……" Ericsson yang kaget melihat kemunculan alexia seketika berteriak sampai menjatuhkan ponsel miliknya.

"Halo pak? Apa yang sedang terjadi? Apakah bapak baik-baik saja?" Terdengar suara pak polisi dari ponsel yang terjatuh tersebut.

Menyadari sesuatu hal yang aneh terjadi, Ericsson pun buru buru mengambil ponselnya yang terjatuh. Dan mengatakan hal yang baik pada polisi.

"Ah maaf pak, sepertinya saya tadi salah lihat. Mungkin saja karena kecapean setelah bekerja penglihatan saya jadi kurang bagus. Sekali lagi maaf Pak." Setelah mengucapkan hal tersebut Ericsson menutup teleponnya.

Sambil terus memakan apel Alexia hanya duduk di sofa di dekat Ericsson sambil memperhatikan manusia yang ada di sampingnya tersebut. Sementara Ericsson terperanga dan tak percaya bahwa wanita gila yang ditemuinya di jalan bisa sampai masuk kedalam rumahnya.

"Kau !! bagaimana bisa kau masuk ke rumahku?" Teriak Ericsson yang masih tak percaya wanita gila itu masuk dan duduk di sofa rumahnya.

"Tentu saja bisa, itu hal yang mudah bagiku." Alexia masih duduk santai tanpa ada rasa panik sedikitpun, berbanding terbalik dengan Ericsson yang berlari untuk mengecek kembali pintu dan semua jendela di rumahnya.

Jelas-jelas pintu sudah terkunci dan semua jendela tertutup, apalagi ini lantai 5. Jadi bagaimana wanita itu bisa masuk.

Ericsson makin kebingungan dari mana wanita itu bisa sampai ke rumahnya. Sekali lagi ia menemui Alexia, ia melihat wanita itu mengambil apel di kantong kresek di atas meja.

"Buah apa ini? Kenapa rasanya bisa semanis ini?" Dari wajah Alexia tampak menyukai apel yang dimakannya saat itu.

"Lupakan mengenai apel itu, yang mau aku tanyakan adalah bagaimana kamu bisa masuk kesini?" Ericsson nampak serius sekali bertanya, sambil melihat ke arah wanita yang dianggapnya gila.

Tiba-tiba jari Alexia menunjuk ke arah lubang ventilasi di atas pintu.

Wah sepertinya dia benar benar gila! Bagaimana mungkin tubuhnya dapat masuk lewat lubang sekecil itu. sangat tidak masuk akal !

Ericsson yang sudah merasa lelah dan capek akhirnya menarik wanita tersebut untuk keluar dari rumahnya. Namun setelah mengusir wanita itu keluar. Hal aneh semakin terjadi. Saat Ericsson kembali masuk, wanita itu sudah duduk lagi di sofa rumahnya sambil memakan apel.

Bagaimana mungkin?

BAB 2 Seorang Dewi sungguhan

Pria itu merasa akan benar-benar menjadi gila, dia kembali menyeret wanita itu untuk keluar. Namun lagi lagi wanita itu sudah kembali di dalam rumah. Karena saking lelahnya dengan situasi yang dialaminya saat itu. Ia pun berteriak dan melemparkan tubuhnya ke atas sofa, mengabaikan wanita itu seolah ia tidak ada. Hingga tak lama kemudian ia pun tertidur.

Keesokan paginya menjadi hari yang cukup cerah, menjadi awal yang menyenangkan untuk melakukan segala aktivitas. Perlahan cahaya matahari menerobos masuk mengenai sebagian wajah Ericsson. 

Karena merasa terganggu, perlahan ia membuka mata. Rambut yang berantakan, lingkaran hitam di bawah kedua mata, hingga menguap dengan sangat lebar, ia pun beranjak untuk duduk. Namun ia merasa ada sesuatu yang didudukinya. Dan saat diperiksa, benar saja ada banyak kulit buah buahan yang menumpuk di sofa dan juga tempat lainnya. Seketika ia teringat wanita gila yang ia temui semalam. Matanya mulai memeriksa sekeliling, mencari keberadaan wanita gila yang mengganggunya semalaman. 

Huh…baguslah jika dia sudah pergi.

Baru saja merasakan lega, rasa khawatir kembali muncul. Ketika hendak menapakkan kakinya ke lantai, ia merasa tengah menginjak seseorang. Perlahan matanya menurun melihat apa yang sebenarnya berada di bawahnya.

Duarrr….

Alexia tidur dibawah, dengan mulut yang penuh dengan sisa buah yang ia makan semalam. Seperti seorang anak kecil, ia meringkuk memeluk kedua lututnya. 

"Cobaan apa lagi yang menghampiriku sekarang?" Mengacak rambutnya Ericsson berusaha berdiri perlahan untuk tidak membuat Alexia bangun. Merasa kepalanya yang akan pecah jika terus menerus memikirkannya, ia pun memilih membiarkannya terlebih dahulu untuk saat itu. Hingga ia melihat jam yang sudah hampir terlambat untuk bekerja. 

***

Di tempat kerja, baru kali ini Ericsson telat begitu juga dengan pekerjaannya yang tidak beres. Untungnya hari ini bosnya pergi hingga tak ada yang mengawasinya untuk sementara. Sampai tak sengaja ia melihat sekelompok orang yang lewat di depan minimarket. Ia mengenali salah satu dari mereka. Dan itu adalah Brian adiknya. Dengan cepat Ericsson berlari keluar untuk menemui adiknya tersebut. 

"Brian !!!" Teriak Ericsson dengan keras, hingga membuat orang disekeliling juga ikut menoleh. 

Sedangkan Brian yang melihat kakaknya justru berlari untuk menjauh. Sampailah di sebuah jalan penyebrangan, dimana Ericsson tidak menyadari sebuah truk besar yang menghampirinya. Jaraknya saat itu sangat mustahil untuk menghindar. Hingga akhirnya truk tersebut menabrak Ericsson. Dan Ericsson pun terpental jauh dari tempatnya semula.

Mungkinkah hanya sampai di sini? Sepertinya kematian juga tidak buruk.

Dengan perlahan mata Ericsson mulai terpejam, hingga sebuah bayangan wanita bersayap terbang menghampirinya.

Bukankah dia wanita gila itu? Kenapa dia terbang? 

Alexia melihat Ericsson yang terkapar setelah tertabrak truk. Ia pun terbang menghampirinya. Dengan kedua sayap putih yang mengembang, Alexia sudah seperti malaikat yang turun dari surga. Dia mulai menyentuh Ericsson dan menciumnya. Sebuah sinar muncul setelah mereka berciuman dan beberapa orang datang membawa Ericsson ke rumah sakit.

Sorot lampu terang menusuk kedua mata, bau obat-obatan tercium sangat kuat. Ericsson dengan perlahan mulai membuka matanya. Melirik ke samping, dan dilihatnya kedua mata Brian yang agak membengkak. Mungkin kah dia menangis? Ah bukan, pastinya dia hanya kebanyakan tidur saja. 

"Eric, syukurlah kau bangun. Hampir aku mengira akan kehilangan mu." Memeluk kakaknya yang masih terbaring di tempat tidur rumah sakit.

Pletakkk…. Tangan Ericsson menjitak kepala adiknya. "Dasar kau ya, bagaimana bisa kau asal bicara seperti itu." Seru Ericsson yang memarahi adiknya tersebut.

"Tentu saja aku tidak asal bicara, soalnya aku lihat sendiri tadi. Truk itu menabrak mu dengan sangat keras. Bahkan tubuhmu terlempar jauh di jalanan. Dan saat itu semua orang mulai bicara kalau kau mungkin tidak akan selamat. Tapi sebuah keajaiban terjadi, dokter bilang bahwa kau tidak mengalami cedera yang serius, hanya luka lecet pada tangan dan kaki. Aku yang mendengarnya pun merasa heran. Tapi aku jauh merasa bersyukur bahwa kau tidak apa-apa." Brian menjelaskan semua kejadian yang dialami kakaknya.

Sedetik kemudian Ericsson melihat Alexia yang melayang di atas udara dengan kedua sayap putih mengembang. Hal tersebut membuat pria tersebut terdiam. Ia kembali teringat di saat terakhir mengalami kecelakaan. Ia juga melihat sosok Alexia yang sama, terbang ke arahnya dengan sayap putih. Dan disaat itu juga alexia mencium dirinya. 

Jadi sungguhan dia seorang Dewi? Lalu mengapa aku diselamatkannya? 

Pertanyaan tersebut muncul di kepala Ericsson saat itu.

****

Kembali ke rumah, dengan wajah datar Ericsson terus menatap Alexia yang saat itu duduk di depannya. Dia sekarang mulai percaya jika wanita itu memang seorang Dewi. Namun ada sedikit pertanyaan yang mengganjal dalam isi kepala nya, yaitu mengapa seorang Dewi datang dan mengganggu kehidupannya?

"Oi, ngliatin apa sih? Dari tadi ku panggil gak nyaut-nyaut." Ujar Brian yang menepuk pundak kakaknya. Karena ia tidak bisa melihat atau pun merasakan kehadiran Alexia yang tengah duduk di sofa berhadapan dengan Ericsson.

"Nggak ada, lagi pula kau ngapain dari tadi lama sekali di dapur?" Ericsson menyadari jika Alexia tidak dapat dilihat oleh Brian, karena selama di rumah sakit tidak ada satupun orang yang menyadari keberadaannya.

"Ah ini? Aku membuat bubur untukmu." Menyodorkan semangkuk bubur berwarna hitam ke kakaknya saat itu. 

Ericsson hanya terpaku melihat warna bubur yang hitam di dalam mangkuk. "Kau yakin ini bisa dimakan?" Ia menatap adiknya sebentar, dengan ekspresi yang sedikit khawatir.

Sementara Brian dengan bubur masakannya yakin dan percaya diri, jika masakannya tersebut akan terasa begitu enak dan nikmat. "Tentu saja" sambil menunjukkan dua jempol tangan.

Masih menatap mangkuk bubur, yang memang kelihatan mengkhawatirkan. Bahkan itu lebih mengkhawatirkan dari keadaan Ericsson sekarang. "Baiklah, semoga saja aku tidak kembali ke rumah sakit setelah ini." Ujar Ericsson secara lirih.

Untuk beberapa saat Brian mengamati kakaknya yang terlihat baik-baik saja setelah kecelakaan, dan ia pun mulai memutuskan untuk pergi lagi. "Sepertinya kau baik-baik saja, kalau begitu aku bisa pergi sekarang. Dan lain kali jangan pernah berusaha mengejarku lagi. Semoga harimu menyenangkan!" Teriak Brian penuh semangat yang kemudian berlari pergi meninggalkan rumah.

"Hai jangan kabur,  setidaknya kita harus bicara lebih dulu !" Ericsson yang juga ikut berteriak melihat Brian pergi tanpa bisa mencegahnya.

BAB 3 Hantu jelek

Seharian Ericsson berada di dalam rumah, ia mulai sedikit terbiasa dengan kehadiran sang Dewi. Sampai ia mulai berani untuk mengutarakan pertanyaan yang mengganjal hatinya.

"Hai, kau sungguhan seorang Dewi?" Tanya Ericsson yang sebenarnya belum mengetahui nama dari Alexia.

"Tentu saja, memangnya kau masih perlu bukti apa lagi?" Alexia yang mulai sedikit menyombong sambil merapikan bulu-bulu sayapnya.

"Tidak ada, aku hanya memiliki beberapa pertanyaan yang terus mengganggu pikiranku." Menambahkan beberapa sendok gula ke dalam kopi yang dibuat.

Alexia mengangkat satu alis yang meninggalkan beberapa kerutan di kening."Pertanyaan apa itu?" Ia yang mulai sedikit penasaran tentang pertanyaan yang mengganggu Ericsson.

"Alasanmu menyelamatkanku? Atau adakah sesuatu yang kebetulan kau inginkan dariku? " Ujar pria itu yang mulai berjalan mendekati kursi untuk duduk.

Berkedip berulang kali sembari melihat kearah lain, Alexia menyembunyikan wajah gugupnya dari tatapan Ericsson.

"Mengenai itu, sebenarnya tak ada alasan khusus, hanya kebetulan saja aku melihatmu. Yah, hanya kebetulan saja aku melihatmu saat itu! Dan tentu saja terkadang juga aku melakukannya kepada manusia lain. " Tertawa kecil untuk menekan perasaannya.

"Jika memang begitu, kau bisa pergi sekarang bukan!" Dengan wajah yang serius Ericsson mengusir Alexia.

Ucapan Ericsson membuat Alexia terkejut, dimana dirinya baru saja diusir begitu saja.

"Tidak bisa, aku menolaknya!" Jawaban singkat dari Alexia dengan wajah yang terlihat tidak suka dengan sikap  Ericsson yang mengusirnya

"Kenapa begitu?" Ericsson membuat suasana jadi hening dan terasa canggung setelah mengucapkan hal tersebut.

Alexia memutar tubuhnya sehingga ia sekarang berhadapan dengan Ericsson. 

Untuk sesaat ia menatap pria tersebut, dengan cukup dalam. Sampai akhirnya ia membuka suaranya."Karena aku harus bertanggung jawab atas dirimu." Seketika muncul senyuman di wajahnya. Membuat Alexia jadi terlihat aneh menurut Ericsson saat itu.

"Bertanggung jawab? Apa kau melakukan kesalahan kepadaku?" Ericsson yang semakin ingin tahu alasan Alexia melakukan semuanya.

 

Untuk beberapa saat Alexia terdiam kembali, ia menghela nafas dalam-dalam, sampai ia mengutarakan segalanya pada Ericsson.

"Sebenarnya, aku tidak sengaja melepaskan panah takdir, dimana panah tersebut mengenai dirimu. Karena terbayang akan hukuman langit yang akan diberikan kepadaku bila kejadian ini sampai ketahuan. Aku pun harus mencabut kembali panah takdir itu darimu, dengan membuatmu jatuh cinta padaku dengan tulus agar semuanya bisa kembali seperti semula. Aku juga akan bertanggung jawab melindungimu dari para siluman ataupun hantu yang mulai mengincar energi milikmu." Alexia yang terang-terangan menjelaskannya kepada Ericsson. 

"Pergilah, aku tak memerlukan hal seperti itu! Dan memang aku sangat berterima kasih karena kau sudah menyelamatkanku. Tapi aku juga tidak membutuhkan pertanggung jawaban darimu. Apalagi sampai jatuh cinta denganmu, itu seperti terdengar sangat konyol. Lagi pula hidupku juga akan sama saja." Ericsson yang seolah menolak kehadiran sang Dewi yang mendadak masuk dalam kehidupannya.

"Apa kau yakin dengan ucapannya itu?" Mempertanyakan lagi ucapan dari Ericsson, Alexia menatap tajam pria tersebut.

"Tentu saja." Dengan kepercayaan diri Ericsson mengatakannya.

"Em…baiklah, sepertinya kau cukup yakin untuk bisa mengatasinya. Kalau begitu selamat tinggal." Terlihat sekilas Alexia baru saja tersenyum, kemudian kembali berwajah datar seolah ia tidak merasa keberatan dengan permintaan Ericsson. 

Namun sepertinya ada sesuatu hal yang lain dengan senyuman Alexia saat itu. Bagaimana mungkin ia dengan mudah mengiyakan permintaan Ericsson begitu saja.

Dan Cling…. Alexia menghilang dalam sekejap. Membuat kedua mata Ericsson membulat setelah kejadian barusan. 

"Apa dia sudah pergi?" Ucap Ericsson sambil mengamati sekitar, mencari apakah benar Alexia telah pergi.

"Sepertinya sungguhan, dia memang sudah pergi !" Senyuman lebar mulai mengembang dengan sendirinya. "Syukurlah…aku bisa tenang sekarang." Tampak jelas dari wajahnya jika Ericsson senang dengan perginya Alexia. Merasa dirinya butuh istirahat, karena besok ia harus bekerja. Ericsson mulai bersiap untuk tidur.

Merasa nyaman dengan keadaannya sekarang, secara perlahan mata Ericsson mulai terpejam. Terbenam dalam sebuah mimpi yang membawanya pergi.

Ketika membuka mata Ericsson sudah berada dalam sebuah kamar dengan berbagai benda berwarna merah di sekelilingnya. Mengingat sebelumnya ia sedang terbaring tidur di kamarnya. Tapi mengapa bisa sampai ke sini? Perlahan ia merasa ada sebuah pergerakan di samping. Ketika ia menoleh ia melihat wanita cantik mengenakan gaun pengantin berwarna merah sedang menatap dirinya.

"Kamu sudah bangun suamiku?" Ucap wanita cantik itu sambil tersenyum lembut.

Suami? Memang sejak kapan aku menikah? Wah… kayaknya ada yang gak bener nih! 

Ericsson menaruh curiga dengan situasinya sekarang. Dan mendadak tubuhnya tidak dapat digerakkan. 

"Kenapa ini? Kenapa aku gak bisa bergerak?" Kepanikan terlihat jelas dari wajah Ericsson saat itu.

"Tenanglah suamiku, setelah ritual penyatuan kita selesai. Kita akan selalu bersama selamanya." Secara samar wajah wanita itu mulai berubah dengan wajah yang rusak tanpa adanya kulit yang menempel. Terlihat sangat mengerikan.

Takut? tentu saja takut, namun Ericsson tidak bisa berbuat apa-apa, mana suaranya juga ikutan menghilang. Mau minta tolong gimana caranya coba?

Akhirnya ia pasrah dan berteriak dalam hatinya. "Siapapun, tolong aku !"

Alexia!

Nama Alexia mendadak dipanggil oleh Ericsson, yang sebenarnya ia nggak tau itu nama milik siapa. Dan setelah nama itu dipanggil dalam hatinya. Sesuatu hal aneh terjadi.

"Aish…dasar hantu jelek, setidaknya ngaca dulu donk sebelum memilih suami!" Alexia mendadak muncul dan menendang hantu jelek tersebut dari atas Ericsson.

"Emm…mmm..mmm" Ericsson yang tidak bisa bicara ingin mengucapkan sesuatu pada Alexia.

"Apa? Kau mau ngomong apa?" Ucap Alexia dengan berwajah kesalnya.

"Emm..mmm.." Masih belum bisa bicara.

"Ah… rupanya kau tidak bisa bicara." Alexia menjentikkan jarinya, hingga akhirnya Ericsson bisa kembali bicara.

"Selamatkan aku !" Dengan kondisinya yang tak menguntungkan Ericsson terpaksa meminta kepada Alexia.

Alexia pun tersenyum, setelah mendengarnya. "Tentu saja, tapi kau harus menciumku jika kau mau selamat." Jelas Alexia.

"Hah…apa?"  Tercenganglah Ericsson om setelah mendengar syarat dari Alexia 

"Gak mau ya? ya udah, gak apa-apa, aku bisa pergi sekarang." Alexia sedang memainkan perannya sekarang. Membuat sedikit ancaman untuk Ericsson.

"B-baiklah, akan ku lakukan. Jadi lebih mendekat lah!"  Ericsson yang tak punya pilihan lain menyetujui persyaratan tersebut.

Dan mendekatlah Alexia, sehingga ciuman yang diinginkan bisa didapatkannya. Terjadi lagi sebuah sinar muncul setelah mereka berciuman. Hingga akhirnya Ericsson kembali ke kamarnya. Setelah kembali, ia baru menyadari jika itu sebuah mimpi.

"Apa? Rupanya cuma sebuah mimpi?" Ucap Ericsson yang telah sadar.

"Tentu saja tidak, tadi itu sungguhan. Bahkan kau nyaris mati jika dibawa hantu jelek tadi." Alexia tiba-tiba muncul dari bawah selimut lengkap dengan ekspresi imutnya, yang ingin menangkap ikan buruannya.

"Wah…bagaimana bisa kau….?" Karena merasa ucapannya akan menjadi sia-sia Ericsson pun tak melanjutkannya.

"Hah…sudahlah ! besok pagi kau harus menjelaskan semuanya." Ericsson pasrah untuk keadaannya saat itu.

"Hmm" Alexia mengangguk mengerti. Dan dengan perlahan tangannya mulai berulah, ia pun memeluk tubuh Ericsson. Namun seketika tangan itu di tepiskan begitu saja. 

Bukan Alexia namanya jika harus berhenti di tengah jalan. Ia terus melakukan hal yang sama untuk sepanjang malam. Sampai akhirnya pria tersebut kewalahan dan mengalah  membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Alexia. Dan malam itu mereka memutuskan untuk mengakhiri semuanya  Hingga akhirnya Ericsson kembali tertidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!