NovelToon NovelToon

My Duda I Love You

Bab 1 KEHILANGAN

"Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Harfan kepada dokter yang merawat istrinya.

"Maaf Pak Harfan kami harus menyampaikan kalau kondisi Ibu Fahira sudah mati otak. Secara medis sudah tidak ada yang bisa kami lakukan lagi, organ tubuh dari Ibu Fahira sudah tidak berfungsi. Dan maaf kami akan melepaskan ventilatornya juga ya Pak, paling lambat dalam 3 hari ke depan. Kami berharap Pak Harfan dan keluarga menerima dengan ikhlas untuk kepergian Ibu Fahira." Jawab Dokter.

Mendengar penuturan dokter, Harfan langsung lemas lunglai bagai di sambar petir di siang hari. Harfan belum siap untuk ditinggalkan oleh istrinya Fahira yang sangat dicintainya.

Harfan adalah seorang eksekutif muda yang berumur 35 tahun. Dia adalah CEO di Perusahaan Widjanarko Group. Dia menikah dengan seorang wanita yang bernama Fahira Syalbi. Harfan sangat mencintai Fahira. Dari pernikahan Harfan dan Fahira, mereka di karuniai 2 orang anak, dimana anak pertamanya perempuan bernama Shakilla Putri Widjanarko saat ini berumur 7 tahun, sedangkan anak keduanya laki-laki bernama Athalla Eshan Widjanarko berumur 3 tahun.

Kehidupan keluarga Harfan dan Fahira sangat harmonis, ditambah dengan kehadiran putra - putri di keluarga kecil mereka, kebahagiaan mereka pun semakin lengkap.

Hingga awal tahun ini kehidupan keluarga kecil Harfan berubah ketika sang istri di diagnosa kanker otak stadium lanjut yang hanya mempunyai kesempatan hidup 12 - 18 bulan saja. Berbagai pengobatan dilakukan oleh Harfan demi kesembuhan sang istri tercinta mulai operasi, radioterapi hingga kemoterapi. Namun kondisi Fahira semakin memburuk hingga seminggu yang lalu sudah tidak sadarkan diri. Fahira bisa bertahan karena di bantu oleh penggunaan Ventilator saja.

***

Setelah bertemu dengan Dokter, Harfan pun keluar dari ruangan tersebut dengan berjalan gontai, menuju ke ruang tunggu untuk bertemu dengan kedua orang tuanya dan putra - putrinya. Kedua orang tua Harfan pun cemas melihat kondisi putra mereka.

"Harfan, apa kata dokter?" tanya Widjanarko.

"Fahira mati otak pa, dan dokter akan melepaskan ventilatornya, paling lama sampai 3 hari ke depan." jawab Harfan lemah.

"Ikhlas nak, ingat kamu masih punya 2 mutiara yang harus kamu didik fan." Widjanarko menguatkan sambil memegang bahu anaknya.

"Iya itu benar Harfan, kamu harus ikhlas, mungkin dengan seperti ini Fahira tidak sakit lagi." Ucap Ratih menguatkan anaknya.

"Iya ma." angguk Harfan lemah. Dia pun langsung menghampiri Shakilla dan Eshan lalu memeluk kedua anaknya.

"Shakilla dan Eshan harus kuat dan ikhlas ya melepas kepergian mama, biar mama tidak sakit lagi, ada papa disini," Bisik Harfan kepada putra - putrinya.

Seakan mengerti dengan perkataan dan maksud dari Harfan, Shakilla dan Eshan mengangguk dan mereka berdua langsung memeluk Harfan.

Harfan menuju ruang ICU tempat Fahira di rawat bersama kedua orang tua dan anaknya. Harfan pun memandangi wajah istrinya yang sudah seminggu ini terbaring tidak sadarkan diri. Air mata Harfan pun tidak tertahankan langsung tumpah, sambil membelai lembut pipi istrinya Harfan pun memandang wajah istrinya untuk mengikhlaskan jika saat ini mungkin adalah harinya dimana istrinya Fahira harus pergi selama-lamanya.

"Sayang... Aku dan anak-anak ikhlaskan kepergianmu," bisik Harfan di telinga Fahira sambil menuntun doa untuk sang istri.

"Allahumma ahyiha ma kanatil hayatu khairan laha, wa tawaffaha idza kanatil wafatu khairan laha"

Artinya: "Ya Allah, panjangkanlah hidupnya jika itu lebih baik baginya, dan ambillah jika itu lebih baik baginya."

Tidak berapa lama setelah beberapa doa yang dibacakan oleh Harfan, kemudian Fahira pun pergi selama-lamanya menghadap sang pencipta.

"Mama... Jangan tinggalkan Shakilla ma. Shakilla janji ga akan nakal ma, Shakilla akan rajin belajar ma, Shakilla janji akan nurut semua perkataan mama. Mama bangun ma...ma...mama bangun!" Teriak Shakilla sambil menangis tersedu-sedu melihat tubuh mamanya sudah terbujur kaku.

Ratih melihat cucunya histeris langsung memeluk untuk menenangkannya. Sedangkan Harfan menggendong Eshan yang dari tadi juga memeluk Harfan dengan erat, walaupun belum terlalu paham dengan keadaan yang terjadi saat ini.

Suasana kamar terasa sunyi, hanya terdengar isakan tangis dari orang-orang yang ditinggalkan.

Selamat jalan istriku...sekarang rasa sakit di tubuhmu telah hilang. Aku janji akan menjaga buah hati kita selama-lamanya.

Innalillaahi wa inna ilaihi rajiun...

Setelah Harfan bisa mengendalikan emosinya, Harfan langsung mengurus administrasi dan jenazah sang istri untuk dipulangkan dan dimakamkan.

Bab 2. PESAN TERAKHIR

Esok hari upacara pemakaman Fahira dilaksanakan. Harfan didampingi oleh kedua orang tuanya Widjanarko dan Ratih serta kedua anaknya Shakilla dan Eshan menghantarkan Fahira ke tempat peristirahatan terakhirnya. Beberapa kerabat dan relasi dari keluarga Harfan pun ikut mengiringi pemakaman Fahira.

Kesedihan terlihat nyata dari Harfan dan kedua anaknya atas kepergian Fahira, terlihat beberapa kali Harfan menghapus buliran air mata di sudut matanya. Harfan berusaha menguatkan dirinya untuk tegar di depan kedua anaknya. Kedua orang tua Harfan, Widjanarko dan Ratih pun terlihat sangat terpuruk dari muka mereka yang sendu karena kehilangan menantu kesayangan mereka yang sudah mereka anggap seperti putri mereka sendiri.

Setelah upacara pemakaman Fahira selesai, beberapa kerabat dan relasi yang datang untuk melayat menyaksikan pemakaman Fahira beranjak meninggalkan TPU tersebut. Sekarang terlihat hanya keluarga inti saja yang masih memandangi gundukan tanah yang masih basah.

"Harfan, mari kita pulang sudah gerimis, kasihan Shakilla dan Eshan," ajak Ratih ke anaknya yang masih memegang pusara istrinya.

"Iya ma," Jawab Harfan menuruti perkataan mamanya.

Harfan memandangi kedua anaknya, terlihat yang paling terpukul adalah Shakilla yang sudah mengerti kalau mamanya sudah meninggal kembali ke pangkuan Sang Pencipta. Sedangkan Eshan menjadi sedikit gelisah semenjak kemaren sore ketika Fahira dinyatakan meninggal. Harfan pun mendekati Shakilla dan Eshan, dan memeluk kedua anaknya. Dan akhirnya mereka pun meninggalkan TPU itu, Shakilla di bimbing oleh Ratih dan Widjanarko sedangkan Harfan berjalan di belakang mereka sambil menggendong putra bungsunya.

***

Seminggu sudah kepergian Fahira, rasa duka dari keluarga Widjanarko masih terasa. Harfan menjadi lebih pendiam dan banyak melamun. Sedangkan kedua anaknya pun juga terlihat sering murung.

Ketika Harfan duduk di taman belakang, Ratih pun menghampiri anaknya untuk menyerahkan Flash Disk yang pernah dititipkan Fahira ke Ratih mertuanya.

"Fan...mama mau ngasih amanat dari Fahira," Ratih menyodorkan Flash Disk itu ke Harfan.

"Mama berharap sekali kamu untuk bangkit, ikhlaskan Fahira, karena Fahira sudah tenang di sana. Kamu jangan berlarut - larut dengan kepergian Fahira, jalan kamu masih panjang Fan. Lihat Shakilla dan Eshan, mereka semakin hari semakin murung, melihat papanya seperti ini. Harusnya kamu menguatkan mereka berdua Fan, mereka butuh papanya," tutur Ratih kembali.

"Iya ma, Harfan akan berusaha ma," jawab Harfan sambil menatap mamanya dengan sendu.

"Sebaiknya kamu segera melihat isi dari Flash Disk itu, jangan lupa ajak Shakilla dan Eshan ya Fan," ujar Ratih kembali.

Harfan pun mengangguk, sedangkan Ratih pergi meninggalkan taman belakang menuju ke dalam rumah kembali.

Sambil memandangi langit sore itu, Harfan masih disibukkan dengan pikiran-pikiran dia sendiri.

"Seminggu sudah aku seperti ini, aku harus ikhlas, dan bangkit dari keterpurukan ini, anak-anakku masih butuh aku, aku tidak boleh egois, Ya Allah kuatkan hamba untuk menghadapi dan melewati ujian ini," ujar Harfan di dalam hati menyemangati dirinya sendiri.

Beberapa menit kemudian Harfan masuk ke rumah, dan menghampiri kedua anaknya Shakilla dan Eshan di kamar.

"Shakilla ikut papa dulu sebentar ya ke ruang kerja papa, ini ada amanat dari mama, kita lihat bersama ya sayang," ajak Harfan ke putri sulungnya Shakilla, sedangkan Eshan langsung digendong Harfan.

"Iya pa...," Jawab Shakilla menuruti perkataan papanya.

Setelah sampai di ruang kerja, Harfan segera membuka Flash Disk itu, yang isinya sebuah video. Harfan segera menyambungkan ke TV agar mereka bisa melihat video itu lebih jelas.

"Hai Mas Harfan... Hai Anak-anakku Shakilla dan Eshan. Mungkin ketika kalian menonton video ini mama sudah tidak ada di dunia ini. Shakilla...Eshan maafin mama karena mama tidak bisa mendampingi kalian sampai dewasa, tapi percayalah doa mama selalu menyertai kalian berdua anakku sayang. Shakilla...mama berharap sekali Shakilla selalu menyayangi Eshan, dan selalu berbakti kepada papa, kakek dan nenek dan menyayangi mereka. Tetap menjadi anak sholeha mama ya nak. Dan semoga cita-cita kalian tercapai, dan tetap rendah hati. Shakilla... Eshan mama sangat menyayangi kalian berdua. Mas Harfan...maafin aku tidak bisa menepati janjiku untuk mendampingi mas sampai tua, membesarkan dan mendidik kedua anak kita bersama-sama. Aku berharap, ketika aku sudah tidak ada di dunia ini, mas jangan pernah larut dalam kesedihan melepaskan ku pergi. Mas Harfan... Aku percayakan kedua mutiara hati kita kepadamu mas. Didik dan sayangi mereka sampai dewasa ya mas. Jika suatu saat mas bertemu dengan seorang wanita yang baik, yang menyayangi kedua mutiara hati kita, aku ikhlaskan kamu menikahinya mas. Karena aku ingin ketika aku sudah tiada Shakilla dan Eshan tetap mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Mas... Sekali aku minta maaf ya mas, karena meninggalkanmu dan anak-anak kita. Terima kasih atas semua kebahagiaan dan kasih sayang yang telah kamu berikan untukku mas. Terima kasih karena telah memberikan ku kesempatan untuk menjadi istrimu mas. Aku sangat mencintaimu mas..."

Video dari Fahira pun selesai. Tak terasa air mata Harfan menetes kembali, tapi cepat-cepat di usapnya kembali agar tidak terlihat oleh kedua anaknya.

"Mama...Shakilla janji ma dan akan selalu ingat pesan dari mama," Ucap Shakilla di dalam hati, dan air matanya pun menitik di pipi gadis kecil itu.

Setelah menonton video dari Fahira, Harfan pun memeluk kedua anaknya.

"Shakilla dan Eshan jangan bersedih lagi ya, ada papa yang selalu menjaga kalian berdua. Mulai sekarang kita buka lembaran baru, harus semangat lagi, karena mama akan sedih kalau melihat keadaan kita seperti sekarang ini." Bisik Harfan menyemangati kedua anaknya.

"Iya pa." jawab Shakilla sambil mengangguk.

Widjanarko dan Ratih yang berdiri di pintu keluar menyaksikan Harfan dan anaknya berpelukan sedikit lega dan bahagia, karena mendengar percakapan Harfan dengan kedua anaknya.

"Mama sedikit lega pa, semoga Harfan bisa bangkit dari keterpurukan atas kepergiaan Fahira." Ujar Ratih ke Widjanarko sambil memegang lengan pria paruh baya itu.

"Iya ma, papa juga senang, semoga Harfan secepatnya untuk segera kembali bisa bekerja di kantor." Ucap Widjanarko.

"Aamiin. " Jawab Ratih mengaminkan perkataan Widjanarko suaminya.

Ratih dan Widjanarko pun meninggalkan ruang kerja Harfan dan duduk bersantai di ruang tengah.

Tidak berapa lama kemudian di susul oleh Harfan dan kedua anaknya Shakilla dan Eshan.

"Kakek...nenek." Sapa Shakilla sedikit ceria.

"Cucu kakek sudah ada di sini saja." jawab Widjanarko ke cucunya.

"Akekkk... Enek." Eshan menyapa kakek neneknya juga tidak mau kalah dari Shakilla.

"Sini...sini Shakilla dan Eshan duduk di sini sama nenek." panggil Ratih kepada kedua cucunya untuk duduk di karpet yang sudah terbentang di ruang santai kediaman mereka.

Shakilla dan Eshan serentak mengangguk dan belari menuju ke neneknya. Ratih dan Widjanarko senang karena sudah ada sedikit keceriaan terpancar di muka mereka berdua.

Harfan duduk di salah satu sofa di ruangan keluarga tersebut dan berbincang-bincang dengan kedua orang tuanya, sambil sesekali mengajak maen Eshan dan Shakilla

"Pa besok Harfan mulai ke kantor lagi ya, kerjaan Harfan sudah menumpuk kayanya nih," Ujar Harfan tiba-tiba ke Widjanarko

"Ok fan, semakin cepat semakin baik," jawab Widjanarko senang melihat Harfan sudah mau kembali bekerja.

Sebagai orang tua Widjanarko dan Ratih tidak ingin Harfan sebagai anak satu-satunya dan pewaris keluarga Widjanarko Group berlarut-larut dalam kesedihannya.

Bab 3. ARINI ZISKIA FATHIR

"Arini... Arini...!" teriak Zanneth ibu tiri Arini.

"Iya ma...!" jawab Arini buru-buru menghampiri Zanneth

"Ma... Ma... Sudah saya bilang jangan pernah panggil saya mama!" Hardik Zanneth ke Arini

"I..i...iya M... nyonya."jawab Arini terbata-bata.

"Tuh... Kamu setrika baju Zizi. Awas ga pake lama." Ucap Zanneth sambil melempar baju ke arah Arini.

Arini hanya diam menahan perlakuan dari mama tirinya yang begitu semena-mena setelah sang papa meninggal dunia setahun yang lalu.

Nama gadis itu adalah Arini Ziskia Fathir mempunyai paras cantik menawan, baik hati dan keibuan. Saat ini Arini sudah berusia 28 tahun. Arini terlahir dari pasangan suami istri yang bernama Achmad Fathir dan Sorenza Ali. Ayah Arini, Achmad Fathir adalah seorang pengusaha sukses yang disegani oleh relasinya. Sedangkan Bunda Arini, Sorenza Ali sudah meninggal ketika Arini berumur 10 tahun dia adalah seorang yang dermawan dan baik hati. Dan sifat dari Sorenza Ali ini menurun ke anaknya Arini. Ketika memasuki usia 15 tahun, ayah Arini menikahi seorang janda beranak satu yang bernama Zanneth Leliana dan putrinya yang bernama Zivanka Lolita.

Arini mengetahui kalau Zanneth menikahi ayahnya hanya untuk mengincar harta kekayaan ayahnya. Dan terbukti setahun yang lalu ketika ayah Arini dalam kondisi kritis, Zanneth berusaha menyuruh ayahnya untuk menandatangani surat pemindahan harta serta perusahaan ke atas nama dia, tapi usaha Zanneth tidak membuahkan hasil. Ayah Arini pun ternyata sudah membuat wasiat dimana harta kekayaan yang dimilikinya 80% kepemilikan akan diberikan kepada anak kandungnya Arini Ziskia Putri. Sedangkan Zanneth diberikan hanya 20%. Tapi Arini akan menerima itu semua ketika dia sudah menikah. Namun bukan Zanneth namanya, dengan licik semua harta kekayaan Achmad Fatir jatuh ke tangannya. Zanneth pun tidak pernah puas walaupun sudah berhasil mengalihkan seluruh kekayaan itu ke atas namanya, hal itu terlihat setelah Ayah Arini meninggal, Zanneth memperlakukan Arini dengan semena-mena. Karena kebaikan hati yang dimilikinya Arini tidak pernah membalas kejahatan mama dan saudara tirinya, karena hanya mereka berdua keluarga yang masih Arini miliki.

Arini mempunyai seorang kekasih yang bernama Bagas. Mereka sudah menjalin hubungan selama 3 tahun. Bagas selalu mendesak Arini untuk mau menikah dengannya, tapi Arini tidak tahu mengapa Arini memiliki keraguan terhadap Bagas. Keraguan Arini pun terjawab terhadap Bagas karena Bagas bersekongkol dengan mama dan saudara tirinya untuk menjatuhkannya. Dan yang membuat Arini begitu kecewa dengan Bagas adalah Bagas mengkhianati hubungan mereka dengan saudara tirinya. Tapi Arini belum bisa mengambil sikap apapun karena belum mengumpulkan cukup bukti untuk memutuskan hubungan dengan Bagas.

"Arini... Arini mana baju gue, lama banget sih, jadi telat deh," teriak Zizi ke Arini sambil mengumpat.

"Iya Zi, ini udah kok." jawab Arini berlari ke arah Zizi menyerahkan baju yang sudah di setrikanya.

"Gini doang, lama banget, lelet lo." ujar Zizi sambil menempeleng kepala Arini.

Arini terdiam, hatinya sangat sedih mendapatkan perlakuan dari saudara tirinya. Tidak mau berlama-lama dekat dengan Zizi, Arini langsung menuju ke kamarnya. Di kamarnya Arini pun menumpahkan sesak di dadanya, menangis pilu tiada keluarga tempat dia berbagi. Setelah tenang, Arini pun membuka laci nakasnya, mengambil foto sewaktu Arini masih kecil bersama dengan kedua orang tuanya dan berjalan menuju balkon di kamarnya.

"Ayah...Bunda Arini rindu sekali dengan kalian berdua." ujar Arini di dalam hati memandangi foto masa kecilnya.

Setelah cukup lama bergerilya dengan pikirannya Arini pun berdiri memandangi langit sore dari balkon kamarnya , warna jingga yang kemerah-merahan membuat hati Arini takjub dengan pemandangan indah ciptaan Tuhan di depan matanya.

Bunyi klakson mobil yang masuk ke rumahnya, menyadarkan Arini dari lamunan. Tanpa sengaja Arini langsung melihat ke bawah. Lagi-lagi hatinya teriris melihat Bagas keluar dengan Zizi.

"Zizi dan Bagas benar-benar sudah keterlaluan, Bagas kenapa kamu tega sekali dengan aku Gas. Aku pikir kamu bisa sebagai sandaran hatiku ternyata aku salah. Ya Allah berikan hamba kekuatan dan kesabaran menghadapi ini semuanya Ya Allah ujian dan cobaanmu. Bukakanlah pintu hati mama Zanneth, Zizi dan Bagas untuk menerima kehadiran ku Ya Allah. Semoga ujian ini cepat berlalu Ya Allah. Aamiin." Ujar Arini di dalam hati sambil berdoa.

Seperti biasa selepas Subuh, Arini segera mengerjakan pekerjaan rumah sebelum mama Zanneth dan Zizi bangun. Tak lupa Arini pun membuatkan sarapan pagi untuk mereka berdua.

Setelah menyelesaikan semuanya, Arini pun bersiap-siap menuju ke toko kuenya.

Sebelum Zanneth mengambil alih perusahaan, Arinilah yang menjalankan perusahaan. Setelah diambil alih Zanneth, Arini pun di minta untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Arini tanpa debat mengikuti keputusan Zanneth.

Mendapatkan perlakuan dari Zanneth seperti itu tidak membuat Arini berkecil hati, selain terus memohon doa kebaikan untuk mereka. Arini tetap bersyukur paling tidak toko kue almarhumah bundanya tidak pernah diusik oleh zanneth.

Sesampai di tokonya, Arini tersenyum karena para karyawan tokonya sudah mempersiapkan semuanya. Sedangkan Arini setelah mengecek beberapa berkas dan menyelesaikan, Arini pun langsung ke dapur untuk mencoba resep kue yang baru di ambilnya dari internet.

"Ibu Arini... Barusan ada telepon dari perusahaan Widjanarko Group untuk memesan snack sebelum makan siang untuk besok sekitar 300 kotak, di ambil atau tidak bu?" Tanya Raka salah satu karyawan Arini.

"Oke in saja Ka. Jangan lupa tanya snacknya diisi berapa banyak di kotaknya ya Ka." Jawab Arini

"Baik Bu Arini." Jawab Raka

Beberapa menit kemudian Raka pun kembali ke ruangan Arini untuk menyampaikan berberapa informasi tentang orderan yang masuk dari perusahaan Widjanarko Group.

"Okay... Karena ada orderan masuk dari Perusahaan Widjanarko Group cukup banyak, dan itu dipersiapkan untuk besok pagi...saya sangat berharap kesediaan teman-teman untuk stay ya, bantuin saya, semakin banyak yang ikut, pekerjaannya semakin cepat selesai." tutur Arini mengumpulkan kelima karyawannya.

"Kami bersedia Bu," jawab Kelima Karyawan serentak.

"Alhamdulillah, makasih ya teman-teman. Sekarang kalian boleh balik ke pos masing-masing ya, karena nanti malam kita harus on fire biar pelanggan kita tidak kecewa. Semangat ya teman-teman. Selamat bekerja kembali." ujar Arini kembali

Baik Bu Arini.

Sekitar jam 4 sore, Arini dengan 3 karyawannya pun memulai mengolah beberapa makanan. Arini pun mencoba potongan-potongan semua makanan yang sudah dibuat. Arini cukup puas, dan meminta tolong kepada karyawannya untuk mengemas dan menyusun snack yang telah mereka buat ke kotak.

Sekitar jam 9 malam, snack yang dipesan oleh Perusahaan Widjanarko Group selesai di eksekusi dan tinggal di antar ke tuannya besok pagi.

"Okay guys, semuanya udah kelar, saya ucapin terima kasih yaa." Tutur Arini

"Iya Bu Arini." jawab beberapa orang temannya.

"Oh ya lembur hari ini mau langsung dibayar atau digabung dengan penggajian? " tanya Arini Ke karyawannya.

Sesaat karyawannya tersebut berdiskusi satu sama lain. Dan mereka pun mencapai kesepakatan

"Bu Arini, kami telah sepakat pembayaran lemburannya di gabung saja dengan penggajian bulan ini ya Bu." jawab Raka salah satu karyawan Arini.

"Okay deh... Besok pagi Raka Amel dan Delisa tolong bawa motor kalian ke toko ya. Mau nganter snack ke Widjanarko Group, sedangkan Rubi dan Tia tetap di toko ya, takut ada pelanggan yang datang." pesan Arini ke karyawannya.

"Baik Bu." Jawab Raka Amel Delisa Rubi dan Tia serentak.

Tidak beberapa lama kemudian mereka pun pulang menuju rumah masing-masing.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!