Zaman dahulu kala, umat manusia yang hidup di Dataran Tengah mengalami ancaman oleh Binatang Iblis, makhluk mengerikan dengan kekuatan dahsyat yang mampu menghancurkan gunung dan membelah lautan.
Para manusia, fisik dan kekuatan mereka tidak sebanding dengan Binatang Iblis itu. Mereka menjadi selayaknya makanan dan kehidupan mereka jauh dari kata 'damai'.
Suatu hari, ketika kehidupan manusia semakin terpuruk dan berada dalam kegelapan---ada satu orang yang tidak pernah kehilangan harapan, dia berusaha mencari cara untuk mengubah kondisi dan menyelamatkan orang-orang terkasihnya.
Manusia itu lemah, namun semangat dan keberaniannya begitu besar. Dia memulai perjalanan mencari kekuatan bersama dengan lima manusia lain yang mempunyai impian serupa, yaitu menyelamatkan dunia.
Perjalanan yang penuh rintangan itu telah mengubah mereka menjadi sosok-sosok yang kuat. Berbagai rintangan membuat para manusia itu tahu caranya bertarung, melindungi diri sendiri dan orang lain.
Sampai suatu hari mereka tiba di lembah bernama Yu Qing, sebuah tanah yang diberkahi langit dengan kekuatan alam tertinggi. Para manusia itu memperoleh kekuatan besar dan memakainya untuk menghadapi Binatang Iblis.
Perang besar terjadi, di mana dampak pertarungan itu adalah kematian di kedua belah pihak. Lima manusia yang luar biasa dan penuh keberanian itu gugur dalam perang, tersisa satu orang yang masih bertarung dengan tanggung jawab besar di pundaknya.
Manusia itu menggunakan harapan dan keberanian teman-temannya dan berhasil mengalahkan Binatang Iblis terkuat. Binatang Iblis lainnya pun bersembunyi, takut pada manusia tersebut.
Namun sesaat sebelum Binatang Iblis itu menghilang, sebuah suara misterius terdengar dari langit. Suara memekakkan telinga dan berkata bahwa ini belum berakhir.
Sosok itu sadar bahwa kedamaian yang dia bawa akan kembali berguncang suatu hari nanti. Namun dia sendiri sudah mencapai batasnya dan tidak bisa terus menjadi pelindung bagi dunia.
Dengan kekuatannya, sosok itu mengangkat Lembah Yu Qing, memecahnya menjadi tujuh bagian dan menyebarkannya di lokasi yang berbeda.
Sosok itu kemudian menurunkan ilmunya kepada manusia lain dan membuat mereka bisa memakai energi alam untuk berlatih menjadi ahli bela diri. Tepat ketika dia menghilang, sosok tersebut meninggalkan ramalan sebagai pengingat para manusia.
"Lembah Yu Qing pecah menjadi tujuh. Tersebar, membuka jalan kedamaian bagi mereka yang berhati besar. Namun akan tiba masa, di mana keserakahan menyelimuti manusia dan saat itu tiba, Iblis muncul dari dalam kegelapan. Hanya Pendekar Naga yang akan mampu menyatukan kekuatan dunia dan bersama-sama membawa perubahan."
Tahun demi tahun, ramalan itu dijaga dan diwariskan pada generasi ke generasi hingga binatang iblis yang sebelumnya bersembunyi kembali muncul. Dimulailah era para pendekar dan binatang iblis yang terus berperang hingga umat manusia keluar sebagai pemenang.
Karena kebesaran hati, umat manusia mengizinkan para binatang iblis untuk memiliki wilayah sendiri dan hidup dengan kelompok masing-masing. Namun umat manusia mempunyai syarat bahwa tidak ada yang boleh mengusik kehidupan bangsa lain dan para binatang iblis setuju.
Puluhan tahun kemudian, kesepakatan itu terus terjaga. Umat manusia dan binatang iblis memegang janji mereka. Tapi tidak berselang lama, keserakahan muncul dan dunia memasuki era di mana kehormatan diraih dengan kekuatan.
Di samping itu, sejarah mencatat bahwa para binatang iblis membuat rencana dan berusaha mewujudkan ramalan untuk membangkitkan iblis yang sesungguhnya. Mereka bermaksud kembali menguasai dunia dan membuat perhitungan dengan umat manusia.
Di sisi lain, para manusia sedang mengalami perpecahan antara sesama sendiri. Hanya sebagian dari mereka yang berusaha mencari Pendekar Naga, sosok yang akan membantu melindungi dunia ketika iblis bangkit dan membawa perdamaian yang semakin hari kian memudar.
*
*
Dinasti Zhou, Kota Lianyi.
Di bawah sinar matahari yang terasa panas menyengat dan disertai angin yang berhembus kencang, seorang pemuda terlihat baru saja memasukkan kayu bakar pada tungku di depannya.
Suara riuh dari pelanggan Kedai Bulan Merak menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan para pelayan yang menyiapkan pesanan pun terlihat kewalahan.
Pemuda berusia 18 Tahun itu tersenyum melihat betapa sibuknya para pelayan di kedai ini. Dia tentu saja merasa senang sebab Kedai Bulan Merak tidak pernah menerima banyak pelanggan semacam ini sebelumnya.
Seorang pria tua menepuk bahu pemuda tersebut dan tersenyum, "Bagaimana? Apa kau melihat tempat ini terasa hidup?"
Pria tua bernama Chu Tian itu berkata, "Keberuntungan ini ada karena sekarang Gunung Wushi sedang dibuka. Banyak orang yang sedang mengunjungi gunung itu untuk-?"
Chu Tian berkedip saat melihat ekspresi pemuda di sampingnya ini. Dia bersuara pelan, "Ho ho... Senyuman itu sangat kukenali. Anak Muda? Gadis keluarga mana yang sudah merebut hatimu, hm?"
Pemuda berusia 18 Tahun bernama Chu Kai itu tersentak dan langsung menoleh ke arah pria di sampingnya. "Ayah, kau menanyakan hal yang sudah kau ketahui. Tentu saja nona Xia Ling Qing. Di dunia ini, kami sudah ditakdirkan langit-"
"Ha ha ha," sebuah tawa keras menyela dan membuat Chu Kai tersentak. Tawa lainnya juga ikut terdengar dan semakin banyak.
Chu Kai baru sadar bahwa beberapa pelanggan kedai yang terdiri dari orang tua nampak menertawakannya. Tidak hanya itu, teman-temannya yang juga merupakan pelayan ikut tertawa.
"Hei, Nak? Apa kau masih tidur? Ha ha ha,"
"Dia mengatakan bahwa nona Xia Ling Qing ditakdirkan untuknya, apa dia gila?"
"Chu Kai..! Kau harus memeriksakan diri ke tabib, Kawan." seorang pelayan juga ikut berkata, "Nona Xia Ling Qing adalah salah satu dari Lima Pendekar Suci dan semua orang tahu dia merupakan calon Pendekar Naga. Sedangkan dirimu? Aiih ... Aku tidak ingin menghinamu, Kawanku. Tapi kau bahkan tidak bisa dibandingkan dengan sepatu nona Xia,"
Suara tawa kembali menggema dan Chu Kai terkejut karena ayahnya pun juga ikut menertawakannya. Dia seakan-akan menjadi lelucon di tempat ini.
Mereka memang membahas seseorang, sosok yang begitu terkenal di Dataran Tengah, Nona Agung Xia Ling Qing.
Siapa yang tidak mengenal gadis cantik yang merupakan putri dari Tetua Sekte Gunung Wushi itu? Salah satu sekte Aliran Putih terbesar di Dataran Tengah.
Tidak hanya kecantikan, nona Xia bahkan terkenal sebagai seseorang yang pandai dalam tiga seni, memiliki praktik kultivasi yang tinggi di usianya yang masih muda dan bahkan sangat jarang ada wanita yang kemampuannya dapat sejajar dengan para pendekar pria. Chu Kai yang hanya orang biasa, tentu tidak akan pernah sebanding dengan Xia Ling Qing.
"Kalian jangan tertawa," Chu Kai merasa seakan-akan menjadi bahan ledekan. Dia pun berkata, "Takdir tidak ada yang tahu. Mungkin saja aku dan nona Xia memang ditakdirkan. Lagipula, siapa lagi yang lebih mengagumi kelima Pendekar Suci selain aku?"
Dengan bangga, Chu Kai berkata. "Aku tidak pernah melewatkan kesempatan melihat kelima Pendekar Suci saat mereka turun gunung. Aku juga membeli setiap lukisan mereka dan tentu saja aku lebih banyak membeli lukisan nona Xia. Kalian semua tidak mungkin mempunyai koleksi lukisan hingga lima ribu lebih, bukan?"
"Kai ..." Chu Tian terbelalak, begitu pula dengan para pelanggan serta pelayan kedai yang mendengarnya. Mereka semua menatap Chu Kai dengan rasa tidak percaya.
Chu Tian berkata, "Jadi uangmu selama ini kau gunakan untuk-"
"Pemilihan Pendekar Naga akan segera dimulai..!"
Seruan itu mengejutkan semua orang dan memotong ucapan Chu Tian. Orang-orang di dalam kedai dengan segera menjadi riuh kembali, mereka bergegas keluar.
"Apa! Pemilihannya sudah dimulai?!"
"Astaga..! Kita terlambat!"
"Ayo cepat pergi..!"
"Tunggu aku, arakku belum habis."
"Aduh, kau menginjak kakiku."
"Kai..?! Kau mau ke mana?!"
"Ayah, aku juga terlambat. Aku ingin melihat pemilihannya..!"
Chu Tian tidak sanggup berkata-kata lagi, putranya itu sudah berlari di antara kerumunan orang yang lain. Dia pun hanya bisa menatap punggung Chu Kai yang semakin menjauh dan menggeleng pelan.
Seorang pelayan berdiri di samping Chu Tian dan nampak mendesah pelan. Pelayan yang bernama Jing Hao itu mempunyai usia yang sama dengan putranya.
Chu Tian berkata, "Kau tidak mau pergi?"
"Aku tidak mau berdesak-desakan, lagipula aku juga belum mandi."
"Apa kau pikir putraku itu sudah membersihkan dirinya dan pergi ke sana?"
Jing Hao tersenyum pahit, "Sebelumnya dia memang sempat akan mandi, tapi aku langsung menyuruhnya mengambil kayu bakar. Jadi ..."
"Dia tidak akan bisa masuk ke gerbang itu, terlalu banyak orang."
"Ehm ... Apa menurut Paman aku harus membantunya?"
"Bagaimana menurutmu?" Chu Tian tersenyum pahit dan membuat Jing Hao menggaruk pelan tengkuknya.
Jing Hao mengembuskan napas dan berkata, "Baiklah. Dia tidak akan bisa tanpaku,"
*
*
Sekte Gunung Wushi mempunyai dua bangunan besar dengan empat menara tinggi. Wilayahnya luas, besar dan juga megah. berada di puncaknya, sebuah hamparan putih dari awan terlihat.
Hanya butuh aula samping untuk menerima semua tamu yang berasal dari berbagai kalangan dan ini adalah pertama kali dalam lima puluh tahun, gerbang sekte ini dibuka bagi orang biasa.
Chu Kai sendiri adalah pemuda yang baik, pekerja keras dan salah satu dari orang-orang yang menggemari Sekte Gunung Wushi, khusunya Lima Pendekar Suci.
Dia bekerja di kedai milik ayahnya, namun selalu melarikan diri untuk melihat Lima Pendekar Suci jika mendengar mereka berada di kota. Chu Kai memang sangat mengagumi para pendekar tersebut.
Pemuda dengan wajah yang memiliki bekas cakaran hewan buas di pipi kanannya itu nampak tersenyum. Tatapan matanya jelas memperlihatkan kegembiraan bahwa dia sebentar lagi akan bertemu dengan idolanya.
"Cepatlah..! Aku ingin melihat nona Xia Ling Qing dari dekat," Chu Kai berusaha untuk menyalip beberapa orang di depannya, tapi memang terlalu banyak orang hingga dia kesulitan bergerak.
Gerbang Sekte Gunung Wushi sudah terlihat dan itu merupakan gerbang yang sangat besar serta tinggi, bahkan terbuat dari kayu yang kokoh.
Chu Kai menjadi semakin bersemangat, dia bahkan tidak mendengarkan suara Jing Hao yang terus memanggil-manggil namanya. Dia sama sekali tidak mengetahui bahwa saat ini Jing Hao kesulitan untuk mendekat karena terlalu banyak orang.
"Kai ...! Kai ...!" Jing Hao terus memanggil Chu Kai dan bahkan melambaikan tangannya. Dia berusaha berjalan semakin ke depan meski kakinya sesekali diinjak oleh orang-orang ini.
"Kalian harus antri, berbarislah yang rapi..!"
"Jangan saling mendorong..! Tolong berbarislah..!"
Ada sekitar sepuluh orang murid Sekte Gunung Wushi yang berusaha mengatur orang-orang yang ingin melihat pemilihan Pendekar Naga. Mereka cukup kewalahan, tetapi untunglah orang-orang ini masih bisa diajak bekerja sama.
Chu Kai merasa antrian ini terlalu panjang sementara dirinya sudah sangat ingin melihat Kelima Pendekar Suci, termasuk nona Xia Ling Qing yang paling disukainya. Dia pun mencoba mengambil jalan lain agar bisa melewati gerbang sekte dengan cepat.
"Kai...!" Jing Hao melihat Chu Kai keluar dari kerumunan dan seakan pergi menjauh. Dia pun bergegas menyusul pemuda tersebut sambil memanggil namanya.
******
"Kawan..!" Jing Hao terus memanggil Chu Kai dan berusaha menyusul pemuda itu. Dia tersentak saat melihat Chu Kai berdiri di depan sebuah dinding besar dan menempelkan tubuhnya. Dia terlihat seperti sedang menjadi cicak.
Langkah kaki Jing Hao menjadi lebih tenang saat dia melihat betapa konyol tingkat temannya itu. Dia pun menghela napas dan mulai buka suara.
"Apa yang kau lakukan?" Jing Hao bertanya tanpa nada dan membuat Chu Kai menoleh ke arahnya.
"Oh, kau di sini rupanya. Ayo bantu aku melewati dinding ini,"
Jing Hao berkedip, dia menggaruk pelipisnya dan mulai berdiri di samping Chu Kai. Dia berkata, "Dinding ini setinggi lima meter dan mungkin juga lebih. Kau akan patah tulang bila nekat lewat sini. Sudahlah, ayo cari jalan yang lainnya saja."
Bersamaan ketika ucapan Jing Hao selesai, suara gong disertai gendang kuat membuat mereka tersentak kaget. Chu Kai menarik temannya dan berkata, "Itu pertanda pemilihannya sudah dimulai. Kita akan terlambat..! Ayo bantu aku. Dorong bokongku, cepatlah..!"
Jing Hao berkedip beberapa kali dan kemudian mengembuskan napas. Dia pun tidak punya pilihan untuk membantu teman baiknya melewati dinding yang tinggi ini meski yakin hal tersebut tidak akan berhasil.
"Kai, apa kau sangat menyukai para Pendekar Suci itu? Kau melakukan ini pun mereka tidak akan memujimu, ukh!" Jing Hao berusaha mendorong bokong temannya dan bahkan merelakan bahunya untuk diinjak.
Kai yang berusaha menggapai ujung dinding pun berkata, "Bukankah kau sudah tahu jawabannya? Ayo dorong lagi. Lebih tinggi..!"
"Ya ampun, ini akan sia-sia. Kau tidak akan bisa. Ayo cari jalan lain, aduh..!" Jing Hao merintih dan mengomel karena Chu Kai hampir menginjak wajahnya.
"Sedikit lagi ..." Chu Kai bisa mendengar keriuhan di dalam sana dan dia benar-benar ingin masuk. Tangannya hampir mencapai ujung dinding saat kaki Jing Hao tanpa sengaja menginjak batu dan membuat keseimbangannya oleng.
Kedua pemuda itu terjatuh di mana Jing Hao menjerit karena Chu Kai menimpa perutnya dengan sangat keras. Bahkan nyaris saja 'masa depannya' terancam karena kejadian ini.
"Ba-bangun Kai. Apa kau mau membunuhku?! Aduh.."
"Maaf, aku tidak sengaja. Aduh.." Chu Kai meringis dan baru saja akan membantu temannya saat tatapan matanya teralih pada sebuah pohon.
Jing Hao baru saja mengulurkan tangan dan meminta bantuan Chu Kai saat temannya itu menepis tangannya. Dia berkedip dan melihat Chu Kai bergegas ke salah satu pohon yang cukup dekat dengan dinding.
"Apa dia belum menyerah?" Jing Hao tidak habis pikir dengan pemuda yang sudah lama dikenalnya itu. Dirinya pun mendesah pelan dan kemudian bangun untuk menyusul Chu Kai.
"Ya ampun, apa begitu berharganya nona Xia bagimu hingga temanmu ini pun kau abaikan, huh?" Jing Hao memperhatikan Chu Kai yang berusaha memanjat pohon dengan gaya yang aneh.
"Kau bantu saja aku naik. Apa tidak bisa berbaik hati sedikit?"
"Hmph. Gayamu memanjat itu seperti ulat sawi, apa kau tahu?"
"Kawan?"
"Baiklah! Kau benar-benar merepotkan," Jing Hao membantu Chu Kai kembali. Dia adalah teman akrab pemuda ini dan sangat tahu betapa temannya begitu mengagumi Lima Pendekar Suci, utamanya nona Xia Ling Qing.
Chu Kai berhasil memanjat dan kakinya sekarang menapak di salah satu dahan. Dia pun berusaha naik semakin tinggi dan mencoba meraih dahan yang lain.
Jing Hao menyusul temannya memanjat dan terus membantu Chu Kai sambil tetap merutuk. Mereka mendengar suara gendang ditabuh dan semakin riuh.
Chu Kai berhati-hati saat berjalan di salah satu dahan untuk mencapai bagian atas dinding batu. Dia bahkan merubah posisi dan memeluk dahan besar itu sambil berusaha semakin mendekat. Tindakan ini bila dilihat orang lain kemungkinan akan nampak begitu konyol.
"Hampir sampai ... Hampir sampai ... Nona Xia, tunggu aku..!"
Jing Hao menghela napas untuk kesekian kalinya. Dia pun berkata, "Selama ini aku selalu mendukung apa pun yang kau lakukan, bahkan juga turut merepotkan diri sendiri untuk melakukan hal yang aneh. Pertanyaannya, kenapa aku bisa begitu baik padamu?"
Jing Hao berkata, "Rasanya seakan-akan aku melihatmu melakukan tindakan yang merugikan dan membiarkannya begitu saja. Kenapa aku membiarkanmu?"
"Jika kau sudah selesai bicara, kenapa tidak segera melompat kemari?" Chu Kai sudah duduk di atas dinding dan nampak mengulurkan tangannya.
Jing Hao berdecak dan terpaksa untuk mengikuti temannya. Dia melompat dan nyaris terjatuh andai Chu Kai tidak segera membantunya.
Jantung Jing Hao berdebar kencang, ini karena apa yang dia lakukan sekarang berisiko sangat tinggi. Tentu saja salah satu risikonya adalah dia kemungkinan dapat mengalami patah tulang hanya karena mengikuti keinginan Chu Kai.
Ketika sedang mengatur napas dan juga menenangkan debaran jantung---suara gendang yang ditabuh menarik perhatian Jing Hao. Dia pun mulai memandang ke depan dan matanya langsung terbelalak.
Bila Jing Hao berespresi penuh rasa keterkejutan dan tidak percaya, maka Chu Kai berbeda lagi. Pemuda berusia 18 Tahun itu nampak terpukau dengan betapa megahnya bangunan yang terlihat.
Halaman luas Sekte Gunung Wushi penuh dengan orang-orang yang saling berdesakan. Chu Kai merasa beruntung karena dia tidak lewat gerbang hingga tak perlu berdesakan semacam itu.
Di posisi ini pun, dia cukup bisa melihat bagaimana indahnya tarian berunsur seni beladiri dari Sekte Gunung Wushi itu.
Semangat Chu Kai membara ketika nama Xia Ling Qing mulai diserukan. Dia bisa melihat orang-orang kembali riuh seakan mereka memang datang untuk menyaksikan gadis yang cantik dan berbakat ini.
"Aku ingin melihatnya lebih dekat," Chu Kai masih terlalu jauh dari panggung arena di mana Xia Ling Qing sedang memperlihatkan keahlian berpedangnya.
Pandangan Chu Kai mengarah ke salah satu atap yang di jadikan tempat duduk oleh beberapa orang berseragam biru muda. Dia pun dengan gembira meminta Jing Hao agar mengikutinya.
Jing Hao sendiri tersentak, tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh temannya ini. Dia memanggil-manggil Chu Kai dan tetap menyusul pemuda tersebut.
"Kai..! Kau mau ke mana?" Jing Hao terbelalak saat temannya mulai berdiri. Dia pun berkata, "Hati-hati. Kau bisa terjatuh..!"
"Aku baik-baik saja," Chu Kai mencari jarak yang lebih dekat agar dia dan temannya bisa naik ke atap. Mereka tentu berhati-hati dan sama sekali tidak ditegur siapa pun karena semua orang sibuk dengan urusan masing-masing.
Chu Kai dan Jing Hao akhirnya berhasil naik ke salah satu atap meski mengalami beberapa kesulitan. Kedua orang itu saat ini mencoba untuk pergi ke atap yang lebih tinggi dan berusaha agar bisa melihat lebih dekat nona Xia Ling Qing.
"Kurasa ini tempat yang bagus," Chu Kai mengembuskan napas dan nampak puas karena bisa menyaksikan panggung arena tanpa ada yang menghalangi.
Chu Kai menoleh ke samping dan tidak jauh darinya juga ada orang-orang yang duduk sambil berbincang membahas tentang pemilihan ini. Dia pun kembali memandang ke arah panggung arena dan terpukau melihat pendekar suci yang dikaguminya.
Chu Kai melihat Xia Ling Qing, gadis yang cantik dan berambut panjang itu terlihat bertarung melawan lima orang murid yang sama dengannya. Pertarungan itu sengit dan bahkan menghasilkan suara debaman serta percikan api.
Jing Hao melihat ekspresi temannya dan berkata tanpa nada, "Apa kau sudah melihatnya?"
"Mn," Chu Kai menjawab tanpa menoleh, bibirnya membentuk sebuah senyuman dan dia pun berkata, "Nona Xia Ling Qing jauh lebih cantik daripada yang kulihat di dalam lukisan. Selain itu, dia juga sangat hebat dan mengagumkan."
Jing Hao tahu bahwa Chu Kai sama sekali tifak mengerti ucapaannya barusan. Dia pun berkata, "Yang aku tanyakan adalah tentang bagaimana kau dan nona Xia Ling Qing. Coba lihatlah, jarak antara dirimu dengan gadis itu sangat jauh."
Jing Hao menarik napas dan kemudian berkata, "Nona Xia Ling Qing adalah putri dari Tetua Sekte. Sementara dirimu hanya putra dari pemilik kedai makan yang tidak terlalu terkenal. Satu ini saja sudah menjadi perbedaan antara kau dan gadis itu, jadi apa kau masih bisa bermimpi?"
Jing Hao berujar, "Ada banyak sekali perbedaan antara kau dengan nona Xia dan yang paling mencolok adalah status kalian. Sadarlah kawan, kau hanya manusia biasa. Sementara nona Xia adalah sosok pendekar yang dikagumi."
Chu Kai hanya sejenak mendengarkan temannya bicara, dia terlalu terpukau dengan apa yang disaksikannya saat ini.
Jauh di hadapannya, di atas panggung arena terlihat seorang gadis berusia 17 Tahun dengan pedang pusaka di tangan kanannya. Gadis itu mempunyai wajah yang cantik, menawan dan memiliki aura yang tidak main-main. Dia merupakan kebanggaan dari Sekte Gunung Wushi.
Xia Ling Qing merupakan pendekar Tingkat Ahli dan pencapaian ini sangat hebat di usia yang masih begitu muda. Selain itu, lima dari inderanya mempunyai kemampuan yang lebih tajam dari para pendekar lainnya. Dia bahkan memiliki inti spiritual api yang sempurna.
Xia Ling Qing melatih kultivasi pertamanya di usia 5 Tahun, dua tahun lebih cepat dari anak yang lain. Kepribadiannya terbentuk dengan hasil latihan serta didikan keluarganya, dia adalah anak emas yang membuat terpukau orang-orang dengan bakatnya.
Inti Spiritual Api yang dia miliki bahkan tergolong langka dan dikatakan bahwa itu adalah inti spiritual Pendekar Naga yang melegenda. Karenanya di dalam pemilihan kali ini, banyak orang yang yakin bahwa Pendekar Naga selanjutnya adalah Xia Ling Qing. Gadis itu mempunyai kualifikasi yang tidak terbantahkan dan sama sekali bukan kultivator yang memiliki kecacatan dalam hal apa pun.
Untuk pertarungan Xia Ling Qing, gadis cantik itu bahkan mampu mengalahkan lawannya hanya dalam beberapa gerakan saja. Teknik berpedangnya sempurna dan Aliran Tiga Lingkaran Api merupakan salah satu jurus paling hebat yang belum bisa dipatahkan oleh lawan-lawannya.
Gaya bertarung Xia Ling Qing mengagumkan dan begitu indah, bahkan di mata orang biasa seperti Chu Kai. Pemuda itu tidak mengerti tentang tingkat praktik atau apa pun yang berhubungan dengan kultivasi, dia hanya tahu bahwa nona Xia Ling Qing-nya sangat cantik dan penuh pesona.
Ketika Chu Kai mulai membayangkan masa depan dengan Xia Ling Qing, suara gong kembali terdengar. Kali ini yang naik ke atas panggung adalah seorang pemuda yang juga merupakan salah satu dari Lima Pendekar Suci, keriuhan bahkan lebih besar lagi.
*
*
Jing Hao nampak berdecak kagum melihat salah satu dari Lima Pendekar Suci mempertontonkan kebolehannya dalam berlatih seni bela diri.
"Hebat sekali. Mereka adalah manusia yang diberkahi oleh langit. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, tetapi saat melihat ada seseorang yang bisa melesat secepat kilat dan menebas hanya dalam sekali ayunan pedang rasanya .... Seakan manusia dewa sudah terlahir ke bumi."
Jing Hao menarik napas, "Aku tidak pernah merasa bosan mengagumi kemampuan para pendekar itu. Kadang aku berpikir, bagaimana caranya mereka bisa melayang di udara dan bahkan sampai bertarung di langit. Rasanya begitu mustahil jika kau tidak melihatnya sendiri, benar kan?"
Jing Hao tertegun saat menoleh. Chu Kai yang duduk di sampingnya terlihat sangat antusias, tetapi hanya pada nona Xia Ling Qing. Padahal dia sudah bicara panjang lebar dan menanyakan pendapat temannya ini.
Jing Hao mengembuskan napas sebelum kembali buka suara, "Kai? Apa kau mendengarku? Kai...!"
"Ha? Kau bilang apa?" Chu Kai hanya menoleh sejenak sebelum melihat Xia Ling Qing yang sedang berdiri tenang. Dia pun kembali senyum-senyum sendiri.
".............." Jing Hao menggeleng pelan. Dia lantas berkata, "Kau menatap nona Xia sampai bola matamu keluar pun, gadis itu tidak akan menoleh. Dia berasal dari dunia yang sama sekali berbeda dengan kita,"
"Apa maksudmu? Kita sama-sama berada di bawah atap langit yang sama, menghirup udara yang sama, jadi mana mungkin berbeda."
"Kai, kau sudah dibutakan oleh cinta. Coba lihat baik-baik, nona Xia Ling Qing adalah pendekar. Kau tahu artinya? Dia tidak sama dengan wanita biasa. Dia kuat, hebat, dan dihormati. Tentu saja untuk pasangan hidup, dia akan mencari pria yang setara dengannya. Bukan orang sepertimu,"
Chu Kai menoleh saat mendengar Jing Hao bicara, dia memperhatikan teman baiknya dengan saksama dan berkata. "Jadi menurutmu nona Xia akan memilih seorang pendekar untuk menikahinya?"
"Benar, kenyataannya memang begitu. Tidak mungkin dia akan memilih seorang pelayan kedai,"
Chu Kai menatap langit sejenak sebelum bergumam, "Menjadi pendekar ... Tapi siapa yang tahu, mungkin saja tanpa menjadi pendekar pun---aku dan nona Xia ditakdirkan bersama oleh langit."
"Hah," Jing Hao mendengus. Dia pun menggeleng pelan dan menggaruk kepalanya. Temannya ini memang sudah dibutakan pesona seorang gadis.
Di sisi lain, pandangan mata Chu Kai hanya mengarah pada Xia Ling Qing, dia memang mengagumi pendekar suci yang lain, tetapi rasa kekagumannya lebih banyak ditujukan kepada Xia Ling Qing.
Jing Hao memperhatikan teman yang duduk di sampingnya ini dan beberapa kali menggeleng pelan. Dia pun berkata, "Apa kau tidak melihatnya? Hmph, Kai. Aku tidak mau meledekku, tapi sadarlah. Nona Xia Ling Qing berada di sana, sementara kau ada di tempat ini. Jarak kalian begitu jauh dan kau tahu keadaannya seperti apa? Bagaikan matahari dan sebutir pasir. Bahkan tanah pun merupakan perumpamaan yang terlalu besar untukmu,"
Faktanya, seberapa keras pun Jing Hao berbicara dan menyadarkan Chu Kai. Pemuda itu kembali tidak mendengarkan dan perhatiannya hanya tertuju pada sosok Xia Ling Qing yang nampak berdiri tenang.
Chu Kai tanpa menoleh berkata dengan senyuman, "Menurutmu akan seperti apa anakku dan nona Xia nanti?"
Jing Hao terkejut, nyaris terjatuh. Dia pun menghela napas dan berkata, "Anakmu dengan nona Xia adalah kemustahilan. Kau sudah terlalu jauh, hentikanlah Kawan. Aku tidak melarangmu bermimpi, tapi mimpimu ini terlalu tinggi-"
Suara keras bagai sambaran petir tiba-tiba terdengar dari panggung arena. Jing Hao dan Chu Kai terkejut bukan main. Keduanya merasa bahwa jantung mereka nyaris saja runtuh.
Pemuda berpakaian biru muda yang sedang berdiri di panggung arena terlihat menyarungkan kembali pedangnya. Dia menyatukan kedua tangan dan lantas memberi hormat pada Tetua Sekte Gunung Wushi. Pemuda tampan berusia 23 Tahun itu bernama Wei Zhang Zihan.
Pendekar suci yang lain kemudian naik ke panggung arena dan siap untuk menunjukkan kemampuannya. Semua orang terpukau, bersorak menyerukan namanya.
Di sisi lain, Xia Ling Qing sama sekali tidak terpengaruh dengan orang-orang di sekitarnya. Dia fokus memperhatikan rekannya yang bertarung melawan para murid Istana Gunung Wushi.
Liu Han Ying, salah seorang pendekar suci nampak menyilangkan tangan dan berujar tenang di samping Xia Ling Qing. Dia berkata, "Bagi semua orang ini adalah hiburan, tapi sebenarnya kita sedang berlatih dan menunjukkan kemampuan di depan Master Zhuang."
Xia Ling Qing mendengarnya dan melihat beberapa orang yang nampak begitu bersemangat. Ekspresi wajahnya tenang, tetapi sorot matanya mengandung hal yang lain.
Tetua Sekte Gunung Wushi sekaligus ayah dari Xia Ling Qing mengangguk pelan ketika muridnya memberi hormat. Dia adalah tetua yang berusia 40 Tahun bernama Xia Feng Hua.
Di sampingnya berdiri seorang pria berpakaian serba putih yang nampak berusia 37 Tahun. Pria itu mempunyai wajah ramah dan menenangkan dengan mata yang terus tertutup.
Jing Hao yang berada di atap lebih fokus memperhatikan pendekar suci yang sedang bertarung. Dia berdecak kagum atas kemampuan yang dimiliki oleh para pendekar itu.
"Bagaimana mereka bisa sekuat itu? Luar biasa.." Jing Hao bergumam pelan.
"Tidak hanya kuat, nona Xia juga sangat cantik."
"Kau hanya melihat nona Xia Ling Qing saja, coba perhatikan yang lain-"
"Siapa ini?"
Chu Kai dan Jing Hao tersentak saat mendengar suara asing. Keduanya menoleh dan melihat ada seorang pria berpakaian biru muda yang berdiri di belakang mereka.
Jing Hao berkedip, pria ini mempunyai tatapan yang aneh dan seakan tidak suka pada mereka. Entah kenapa dia merasa bahwa situasi sekarang akan tidak menyenangkan untuk mereka.
"Aku sudah memperhatikanmu sejak tadi. Jadi memang kau yang berani menatap nona Xia dan menaruh niat padanya, huh?"
"Kau ini siapa?" Chu Kai tidak tahu siapa pemuda ini. Dia baru akan bicara ketika tiba-tiba saja kerah pakaiannya ditarik dan dia diangkat hingga berdiri. Jing Hao sangat kaget dengan perubahan yang mengejutkan itu.
"Bukan main, kau hanya pemuda biasa. Berani sekali kau memandangi nona Xia kami,"
Chu Kai memegang kuat tangan yang mencengkeram kerah pakaiannya. Dia pun berkata, "Aku sama sekali tidak mengenalmu. Apa-apaan kau ini?"
"Kau bahkan tidak layak mengetahui namaku, dasar buruk rupa."
"Tu-tunggu dulu, Tuan Muda!" Jing Hao berusaha untuk mencegah pemuda ini melakukan sesuatu kepada temannya. Dia berkata dengan panik, "Temanku hanya melihat nona Xia Ling Qing. Sama sekali tidak bermaksud jahat padanya,"
Pandangan pemuda itu nampak gelap. Suaranya dingin saat berkata, "Melihat? Apa nona Xia Ling Qing adalah hiburan yang patut dilihat olehmu?"
Jing Hao kaget. Bukannya menenangkan pemuda ini, dia justru membuatnya marah. Dirinya benar-benar tidak tahu lagi harus bicara seperti apa. Mereka sudah menyinggung seseorang.
"Apa masalahmu?" Chu Kai membentak, "Aku memperhatikan nona Xia juga tidak ada hubungannya denganmu."
"Kai ..." Jing Hao terperangah dengan keberanian Chu Kai yang gila ini. Apa temannya ingin mati?!
"Tidak tahu malu sekali ... Beraninya kau!" pemuda itu menggeram marah dan langsung melempar tubuh Chu Kai tanpa peringatan. Jing Hao berseru hingga kakinya terpeleset dan nyaris saja jatuh dari atap.
Chu Kai berteriak, dia tidak menyangka akan dilempar tinggi sekali dan juga sangat jauh. Dia akan mati..! Dia pasti akan mati..!
******
Xia Ling Qing dan keempat pendekar suci lainnya berdiri di atas panggung arena. Ini adalah saat-saat yang penting di mana Master Zhuang akan memilih Pendekar Naga di antara mereka.
Ketegangan tidak hanya dirasakan oleh Kelima Pendekar Suci itu, tetapi juga dirasakan oleh orang-orang yang sedang menonton pemilihan ini. Suasana bahkan menjadi lebih sunyi.
Master Zhuang dituntun oleh Tetua Xia Feng Hua untuk berjalan. Dia berdiri di depan kelima pendekar suci dan sampai sekarang pun kedua matanya tetap tertutup.
Tetua Xia Feng Hua memperhatikan satu per satu wajah kelima pendekar suci yang merupakan murid sektenya ini. Dia menarik napas dan kemudian mulai buka suara.
"Dataran Tengah dihuni oleh manusia, binatang, dan tumbuhan. Binatang ... Ada yang bisa dijinakkan dan ada yang liar, bahkan tidak sedikit yang merupakan binatang iblis. Tumbuhan yang ada pun juga berbeda-beda, tidak sedikit yang justru membawa kemalangan."
Tetua Xia Feng Hua berkata, "Di antara hidup ... Binatang iblis-lah yang paling berbahaya. Mereka merusak, menyerang dan membunuh manusia. Tugas kalian sebagai seorang Pendekar Suci adalah untuk selalu melindungi dan menjaga perdamaian."
"Gelar Pendekar Naga bukan hanya sebuah gelar," Tetua Xia Feng Hua berkata. "Gelar ini merupakan tanggung jawab yang besar dan menyulitkan. Satu di antara kalian akan memikul beban yang berat untuk menjaga perdamaian banyak orang yang hidup di Dataran Tengah,"
Master Zhuang yang tidak bicara sejak tadi nampak tersenyum. Untuk pertama kali, bibirnya bergerak dan mulai buka suara.
"Aku merasakan ... Kehadiran Pendekar Naga ..."
!!
Tetua Xia Feng Hua dan kelima pendekar suci terkejut. Mereka menjadi tegang melihat Master Zhuang menggerakkan jari telunjuknya dan seakan hendak menunjuk seseorang.
Xia Ling Qing yang berdiri di antara teman-temannya menatap Master Zhuang sebelum pendengarannya menangkap sesuatu.
Waaaa..!
Teriakan ini berasal dari atas, Xia Ling Qing dan teman-temannya menengadah. Mereka mengerutkan kening karena melihat sesuatu seakan terlempar hendak ke arah mereka.
Sesuatu itu jelas adalah Chu Kai. Pemuda dengan bekas luka cakar di pipi sebelah kanannya itu berteriak dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dia yakin akan jatuh dan bila tidak patah tulang, maka pasti akan langsung tewas.
Di saat Chu Kai memikirkan hal itu, dia pun melihat Xia Ling Qing dan merasa bahwa tubuhnya akan jatuh mengenai gadis yang dikaguminya itu. Teriakan Chu Kai yang sebelumnya begitu takut kini menjadi senyuman aneh dan seakan pasrah bila dia harus jatuh.
"Nona Xia ..."
Wei Zhang Zihan menyadari arah jatuhnya orang itu dan dia sendiri pun melihat tangan Xia Ling Qing sudah berada di pegangan pedangnya. Dia lantas bergerak sebelum terlambat dan berdiri seakan melindungi Xia Ling Qing.
Chu Kai yang menutup mata dan seolah menyerahkan semuanya pada langit atas kejatuhannya ini. Dia sudah mempunyai bayangan akan adegan indah yang akan dirinya alami. Jatuh kepelukan nona Xia Ling Qing.
Tubuh Chu Kai ditangkap dan dia pun seperti menabrak tubuh seseorang. Rasa hangat dan nyaman langsung memenuhi hatinya ketika dia tiba-tiba sadar akan sesuatu.
"Mn? Kenapa punya nona Xia padat dan keras seperti ini? Bukankah harusnya benda ini besar dan lembut? Ini ..." Chu Kai perlahan membuka matanya. Dia merasa ini tidak benar.
Ketika Chu Kai membuka mata, hal yang sangat mengejutkan terjadi. Dia melihat bahwa sosok yang ditubruknya bukanlah nona Xia Ling Qing, tetapi orang lain dan buruknya itu adalah laki-laki.
Semua orang terkejut, bahkan Liu Han Ying yang merupakan salah satu dari lima pendekar suci juga sama kagetnya. Entah darimana datangnya pemuda ini dan bahkan merusak saat-saat penting pemilihan Pendekar Naga.
Chu Kai sendiri nampak menatap ke arah sosok yang sudah menggantikan Xia Ling Qing. Wajah pemuda yang dia lihat begitu tampan dengan bulu mata panjang yang indah. Satu kata untuk sosok ini adalah, 'Memukau'.
Chu Kai baru bereaksi pada satu hal. Dia baru akan buka suara dan bertanya saat melihat perubahan pada binar mata orang ini. Dia pun menoleh ke belakang dan terkejut melihat sebuah telunjuk mengarah padanya.
"Ini ..." Tetua Xia Feng Hua menatap ke arah Xia Ling Qing dan orang-orang yang menjadi penonton pun mendadak riuh.
"Master Zhuang menunjuk nona Xia Ling Qing...!"
"Sudah kubilang nona Xia Ling Qing berpotensi menjadi Pendekar Naga. Ternyata benar, kan?"
"Nona Xia Ling Qing sangat hebat..! Benar-benat hebat..!"
Tetua Xia Feng Hua menatap putrinya sebelum mengarahkan pandangan pada sosok yang berdiri di sampingnya. Dia dengan gugup berkata, "Master Zhuang. Ling Qing'Er apakah mungkin ..."
Chu Kai berkedip dan merasa lega karena ternyata pria yang matanya terus tertutup ini tidak menunjuk ke arahnya. Dia pun memandang pemuda yang berhasil menangkapnya dan kemudian tersenyum pahit.
"Bukan Xia Ling Qing," Master Zhuang buka suara dan membuat Tetua Xia Feng Hua dan para pendekar suci tersentak. Dia dengan gugup melihat ke arah mana jari telunjuk Master Zhuang mengarah.
"Master, mungkinkah Wei Zhang Zihan?" Tetua Xia Feng Hua memiliki pemikiran ini karena tidak mungkin Master Zhuang akan memilih manusia biasa.
"Bukan," Master Zhuang tersenyum dan terus menunjuk ke depan. Orang-orang jadi penasaran termasuk Chu Kai.
"Ada apa dengan orang aneh ini..?" Chu Kai mengerutkan kening karena merasa bahwa dirinya ditunjuk oleh pria yang sama sekali tidak dia kenali.
Meski menghindari dengan melangkah ke samping, nyatanya jari telunjuk itu terus mengarah padanya. Dia bahkan sampai menggoyang-goyangkan kepala dan tubuhnya, tetapi jari telunjuk itu terus mengikutinya.
"Dia adalah Pendekar Naga yang terpilih,"
!!!
Ucapan Master Zhuang mengejutkan semua orang, kecuali Chu Kai. Pemuda berusia 18 Tahun itu adalah satu-satunya orang yang kebingungan dengan situasi yang terjadi di depannya.
Liu Han Ying, Xia Ling Qing dan ketiga Pendekar Suci yang lainnya juga terkejut dengan ucapan Maste Zhuang. Mereka bahkan langsung menoleh ke arah sosok yang bahkan begitu asing di mata mereka semua.
Tetua Xia Feng Hua berkedip dan dengan gugup bertanya, "Master Zhuang? Anda ... I-ini semua ..."
"Bagaimana bisa Master Zhuang memilih orang itu sebagai Pendekar Naga?"
"Orang itu memangnya siapa? Aku tidak mengenalnya, dia terlihat seperti warga biasa."
"Bahkan para pendekar suci pun merasa keheranan. Kenapa Master Zhuang justru memilihnya?"
Bahkan tanpa bertanya pun, orang-orang tahu hal yang membingungkan dari situasi ini. Tetua Xia Feng Hua menatap Master Zhuang dan berujar pelan, "Saya tidak meragukan anda, tapi ..."
Master Zhuang tersenyum, dia adalah pria yang tampan dengan senyuman paling menawan. Matanya tidak pernah terbuka, namun dia tahu posisi orang-orang di dekatnya berada.
Master Zhuang menoleh ke arah Tetua Xia Feng Hua dan berkata, "Tetua Xia memiliki putri yang sangat hebat dan murid-murid yang begitu berbakat. Tetapi alam lebih mendukung pemuda ini dan langit pun telah memilihnya."
"Tapi, Master. Dia ... Dia hanya pemuda biasa. Aku-"
"Kau meragukanku?"
"Sama sekali tidak. Maafkan saya," Tetua Xia Feng Hua menurunkan pandangan matanya. Dia tidak berani membantah Master Zhuang meski hatinya begitu berat menerima hal ini.
Master Zhuang berujar tenang. "Tetua Xia, aku tahu perasaanmu. Tapi kau juga harus tahu bahwa aku tidak akan pernah memilih sembarang orang untuk menjadi seorang pelindung bagi sektemu dan seluruh Daratan Tengah. Dia adalah orang yang tepat,"
!!
Chu Kai tersentak saat pria tampan yang tidak pernah membuka matanya itu menoleh ke arahnya. Dia tegang dan sampai tidak sadar sudah menahan napas. Dia benar-benar tidak mengetahui apa yang terjadi dan bahkan tidak tahu sudah terlibat dengan apa.
Xia Ling Qing menatap pria asing ini sebelum mengarahkannya pandangan pada Master Zhuang. Dia melangkah dan kemudian buka suara, "Bagaimana orang ini bisa terpilih menjadi Pendekar Naga?"
Chu Kai menoleh, segaris senyum nampak pada wajahnya saat dia mendengar suara Xia Ling Qing dari dekat. Gadis cantik ini mempunyai suara yang segar dan seperti angin sejuk di telinganya.
Dia seolah tidak mendengar apa yang sedang dibahas oleh Xia Ling Qing, Chu Kai hanya fokus pada wajah cantik dan suara indah gadis ini.
Master Zhuang dengan tenang berkata, "Bukan aku yang memilih. Aku hanya menyampaikan pesan yang diberikan oleh langit. Pemuda ini ... Dia memiliki potensi yang tidak terbatas,"
Chu Kai tersadar saat secara tiba-tiba merasakan seperti ada seseorang yang sedang menatapnya. Dia tanpa sadar menahan napas, apalagi ketika melihat pria yang matanya terus tertutup itu menoleh ke arahnya.
Dia memperhatikan setiap orang di sekitarnya dan berkedip. Chu Kai pun menunjuk diri sendiri dan berkata, "Aku ... Sebenarnya terlibat dalam apa?"
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!