NovelToon NovelToon

Rintik Hujan Kala Itu

1 - Prolog

"Yorin, gimana?"

"Setuju kan sayang?"

Yorin si gadis baik hati berwajah judes itu hanya bisa tersenyum tanpa batas memperlihatkan jejeran gigi putihnya yang rapi. Jika hati menjawab, tentu saja ia setuju. Namun jika otak yang menjawab, keraguan menyelimutinya. Sejak dulu, otak dan hati memang sering ada perselisihan.

"Yorin?"

"Em...." Yorin bingung sampai ia hanya bisa menggigiti bibirnya.

Semua mata terpandang ke arah Yorin.

"Yorin terserah Gavin aja sih, kamu gimana sayang?" jawab dan tanya balik Yorin pada Gavin yang duduk dengan wajah masam di depannya.

Kini bola-bola mata milik orang tua Yorin dan orang tua Gavin mengarah pada Gavin, cowok maskulin dengan kepribadian keras. Tidak hanya keras, Gavin juga cuek dan dingin seperti ada sosok jin es yang selalu menyelimutinya.

"Minggu pertama bulan depan kan kalian udah masuk semester baru, jadi tunangannya minggu ke tiga aja. Gimana sayang?" tanya Ganisa, Ibunda Gavin.

Gavin memandang kearah Yorin yang tampak khawatir dibalik wajah cantiknya. "Apa boleh buat, kalau itu keputusan kalian," jawab Gavin tanpa membantah seperti biasanya.

2 - Cowok Cuek

Terjadi keheningan di antara Yorin dan Gavin saat berada di dalam mobil yang sedang Gavin kemudikan. Walau malam ini bukanlah malam Minggu melainkan malam Kamis, tetap saja kendaraan lalu lalang dengan begitu padatnya sekitar jam delapan malam di area tengah kota.

Lampu-lampu malam menerangi gelapnya jalanan membantu sinar bulan yang tak mampu bersinar sendiri. Angin menyapu debu jalanan yang kotor cukup kencang hingga para pengemudi dan pejalan kaki bisa merasakan kehadirannya.

Yorin menoleh kearah Gavin beberapa kali, namun Gavin tidak memperhatikannya. Gavin hanya diam bagaikan robot yang sedang mengemudi.

"Berasa naik mobil auto-pilot," sindir Yorin sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya yang mewah harga jutaan, kado dari Gavin saat ia berulang tahun di tahun lalu.

Gavin tetap diam dan konsen menyetir.

"Hello, ada orang nggak sih?" goda Yorin, mengibaskan tangannya didekat wajah Gavin.

"Gue lagi nyetir, jangan diganggu," ucap Gavin, menangkap jemari tangan Yorin lalu menjauhkannya dari wajah tampannya.

"Oh, masih bisa ngomong," ejeknya kecil sambil tersenyum tipis.

Yorin menahan senyumnya yang hendak mengambang. Betapa senangnya dia akhirnya bisa bertunangan dengan Gavin.

Tiga minggu lagi. Tiga minggu walau terasa cepat biasanya kini terasa lambat oleh Yorin, gadis konyol itu benar-benar tidak sabar agar moment tersebut segera terjadi pada kehidupannya yang selalu sepi.

‘Nggak sabar tiga minggu lagi akhirnya gue bisa tunangan sama Gavin, seneng banget gue rasanya! Awww!’

Bibir tipis Yorin terus mengambang selama perjalanan dengan sudah banyak sekali list-list yang akan ia lakukan sebelum pertunangannya berlangsung seperti perawatan wajah, nyalon, berendam, mentraktir teman-temannya sampai berbagi ke panti asuhan.

"Eh Gavin, turunin gue di rumahnya Aslan ya?" kata Yorin saat ditengah perjalanan ia sadar jika sebentar lagi akan melewati perumahan rumah Aslan, sahabat karibnya.

"Ngapain malam-malam ke rumah Aslan?" tanya Gavin dengan wajah seriusnya, tapi memang wajah Gavin seperti itu. Terkesan serius dan terlihat bad boy. Lebih tepatnya, wajahnya menakutkan.

Cemburu kan dia? Gini rasanya dicemburuin.

Yorin masih tersenyum dalam otaknya.

"Yaudah kalau nggak boleh ke Aslan nggak papa kok nanti...."

Belum selesai Yorin berucap, Gavin benar-benar membelokkan mobilnya masuk ke dalam perumahan Aslan. Gavin tidak perlu masuk terlalu jauh karena rumah Aslan yang juga teman sekelasnya itu ada dijalanan dekat gerbang masuk perumahan. 

Wajah Yorin berubah seketika. "Gavin, kamu antar aku ke Aslan beneran?" tanyanya.

Gavin tidak menjawab.

"Kalau misal nggak boleh nggak papa kok, aku nurut sama calon tunangan aku. Hehe," jelasnya, tetapi Gavin sudah menghentikan mobilnya di depan rumah Aslan yang halaman parkirnya penuh dengan kendaraan terparkir.

Yorin terdiam.

"Nggak turun?" tanya Gavin.

"Boleh aku ke rumah Aslan malam-malam?"

"Boleh lah, nggak ada yang larang," jawab Gavin dengan cueknya.

‘Dasar pasangan nggak berperasaan. Gue kira dia cemburu. Eh nggak sama sekali.’

Dengan raut wajah jutek Yorin membuka pintu mobil Gavin, saat Yorin sudah memijakan kakinya di jalanan Yorin melihat Aslan yang sedang berdiri disamping pagar sambil melambaikan tangan pada mobil yang baru saja melewati mobil Gavin.

"Rin, masuk gih!" ujar Aslan sedikit berteriak saat melihat Yorin yang berdiri tak jauh darinya.

Yorin tak merespon Aslan, tangan kanannya masih memegangi pintu mobil Gavin yang tidak kunjung ditutupnya. "Aku pulang malam, nggak usah dicari!" katanya kesal.

Gavin tak merespon.

"Kalau ada apa-apa sama aku, kamu tanggung jawab!"

Gavin pun melirik ke arah Yorin, hendak membalas kalimat ancaman Yorin namun pintu mobilnya sudah ditutup Yorin dengan kencang hingga berbunyi nyaring. Gavin hanya bisa memandang kesal pada sosok Yorin yang terlihat sedang menghampiri Aslan dengan ceria.

"Gavin?" tanya Aslan ketika mobil Gavin melewati mereka tanpa menyapa walau sekedar membunyikan klakson.

Yorin mengangguk dan berjalan masuk ke rumah Aslan yang selalu ramai setiap hari. Aslan mengikutinya.

Rumah Aslan adalah rumah bertingkat, di lantai 1 memang dijadikannya sebagai Lounge and Bar. Tetapi sudah ada ijin minuman beralkohol, jadi aman. Sedangkan di lantai 2 terdapat tiga kamar tidur, dua kamar mandi, dapur dan ruang keluarga.

"Mana Melva?" tanya Yorin, duduk di salah satu kursi outdoor halaman Gavin yang luas namun hampir terisi penuh oleh tamu di setiap meja kursinya.

"Nggak jadi datang," jawab Aslan, duduk disebelah Yorin. "Mau minum apa?"

"Soju."

"Soju?"  tanya Aslan meyakinkan.

Yorin mengangguk.

"Nggak salah? Biasanya lo minum air putih doang maunya."

"Ya elo, udah tau gue bertahun-tahun ke sini yang gue pesen air putih tetep aja nanya!" sewot Yorin.

"Kok sewot banget lo sama gue?" tanya Aslan.

"Iya, buruk hati gue!"

Aslan menggelengkan kepalanya. "Rendy, sini deh!" panggil Aslan usai salah satu pegawainya mengantarkan pesanan tak jauh darinya.

Pegawai bertubuh tinggi bernama Rendy itu menghampiri Aslan.

"Air mineral dua ya," kata Aslan.

"Siap," jawab Rendy. Rendy pun berlalu untuk mengambil dua air mineral.

"Pegawai baru?" tanya Yorin.

"Iya, empat harian."

"Makin rame lah kafe lo ada pegawai cakep kaya dia."

"Itu kan salah satu trik gue."

"Emang ya dunia ini nggak adil, keadilan cuman buat yang good looking."

Aslan tak merespon Yorin daripada Aslan kesal sendiri dengan kata-kata Yorin yang semakin lama akan semakin kejam jika Yorin sedang bad mood.

Tidak seberapa lama mengambil air mineral, Rendy si karyawan baru memberikan botol minuman itu pada Aslan. Aslan memberikan salah satunya pada Yorin.

Rendy yang melihat gelas kotor meja sebelah ayunan langsung bergegas membersihkannya, Rendy sangat cekatan karena sebelumnya Rendy pernah kerja disebuah hotel.

Belum usai Rendy membersihkan piring dan gelas, botol air mineral Yorin hanyalah sebuah botol. Airnya benar-benar habis tak tersisa.

"Gue pulang dulu," ujar Yorin, berdiri dari kursi.

"Cepet banget." Aslan ikut berdiri.

Yorin menghadapkan badannya pada Aslan. "Gue mau yoga di kamar, biar gue nggak bad mood. Oke? See you, bye!"

Yorin mulai melangkahkan kakinya.

"Naik apa lo pulang?" tanya Aslan.

"Kapal perang!" jawab Yorin asal, membuat Aslan tertawa.

‘Dasar cowok nggak punya perasaan, bisa-bisanya gue ditinggal. Dia nggak khawatir sama sekali kalau gue kenapa-napa padahal udah malam begini.’

"Mau gue anter?"

"Nggak ah, gue lagi bad mood."

"Gue juga basa-basi doang kali," ejek Aslan.

Yorin hampir melemparkan tas yang ada ditangannya pada Aslan, hanya saja ia menahan karena tas itu pemberian dari Gavin.

3 - Penguntit

Yorin terus melangkahkan kakinya yang sedang menggunakan sepasang heels dengan tinggi 7 cm. Pakaian yang ia gunakan juga tergolong sangat feminim, ia menggunakan dress selutut berwarna pink karena ada acara keluarga itu.

Jalannya begitu cepat hingga ia berhasil keluar dari area perumahan hanya dalam hitungan kurang dari dua menit. Yorin berlajan di tepi saat masuk ke area jalan raya yang masih saja ramai dengan kendaraan lalu lalang.

Sengaja Yorin tidak memesan taksi, agar ia bisa berjalan kaki sambil berolahraga meski harus menggunakan heels. Suasana hatinya benar-benar buruk hanya karena Gavin.

‘Ini gue jalan lurus doang sepuluh menit, nanti juga sampai rumah.’

Rumah Yorin dan rumah Aslan memiliki jalan raya yang sama, hanya berbeda perumahan. Yorin hanya berjalan lurus mengikuti jalan raya, melewati mini market dan sebuah taman, jalan lagi melewati satu perumahan kemudian akan masuk ke area perumahannya yang juga ada disebelah kiri.

Yorin melewati sebuah mini market yang mana banyak para pembeli sedang duduk di kursi yang telah disediakan sambil menikmati fasilitas WIFI, kemudian ia berjalan di  taman yang ramai akan orang-orang berjualan dipinggiran jalanan zebra cross. Ada penjual nasi goreng, penjual susu hangat, penjual pentol, penjual terang bulan dan lain-lain. Ia tidak memiliki rasa takut karena ia rasa tidak ada yang perlu ia takutkan selain kehilangan Gavin, untuk saat ini. Bahkan kencangnya angin yang hampir membawa tubuh kurusnya terbang ia acuhkan, meski angin itu membuat jalannya agak melayang.

Tanpa Yorin sadari, ada yang memperhatikannya di area para penjual kaki lima. Yang ia sadari hanyalah rintikan gerimis air hujan yang mulai menyapa ubun-ubunnya. Tapi Yorin tidak peduli, ia yakin sebelum hujan ia akan tiba di rumahnya karena ia sudah berjalan separuh perjalannan.

‘Perasaan gue udah jalan sepuluh menit lebih nggak sampai-sampai. Jauh juga ya.’

Kakinya mulai terasa sakit karena heels yang ia gunakan berjalan di atas zebra cross yang jalanannya tidak rata, pandangannya yang tegak lurus ke depan mulai melihat secercah harapan untuk masuk ke area perumahan rumahnya yang mulai terlihat di sudut matanya.

"Mau hujan lagi," katanya sambil mendongak ke arah langit hitam. "Huft."

Yorin tak patah semangat, ia melepas heels yang ia kenakan dengan sedikit menundukkan badannya. Melalui kedua kakinya saat ia menungging, terlihat sesosok tubuh cowok yang berada di belakangnya, Yorin kembali menegakkan badannya sambil menjinjing sepatu tingginya.

"Ngapain lo di belakang gue?" tanya Yorin tanpa ada rasa takut setelah membalikkan badannya.

"Nutupin rok lo, keliatan," jawab cowok bertubuh tinggi itu.

Yorin menghela kesal. "Kalau lo mau gangguin gue, lo salah orang! Mending lo cari deh cewek lain!" ujarnya dengan nada menantang.

Cowok bertubuh tinggi itu hanya menghela napas. "Kalau gue niat ngapa-ngapain elo, udah dari tadi gue raba itu pantat lo yang nggak seberapa," jawabnya.

"What?"

"Hahahaha ...." Yorin tertawa kesal sambil berusaha mengatur roknya agar tidak terbang ke sana ke sini karena angin. "Lo … Lo body shamming ke gue ya?"

Cowok yang tidak Yorin kenal itu tidak ambil pusing, ia berjalan melewati Yorin. "Ditolongin malah nuduh aneh-aneh," gumamnya.

"Woi! Mau ke mana lo!" teriak Yorin, berjalan cepat mengikuti cowok yang tidak ia kenal sama sekali.

Dari dalam sebuah mobil yang terparkir di pinggiran taman, seorang cowok yang memperhatikannya sedikit melajukan mobilnya untuk mengikuti Yorin.

"Eh terus ngapain lo di belakang gue kalau lo nggak bermaksud macam-macam ke gue? Pas gue nungging lagi!"

Yorin terus mengikuti cowok itu, tetapi cowok jangkung tersebut tidak meresponnya.

"Lo ngintip gue kan? Atau lo mau bius gue kalau tadi gue nggak sadar ada lo di belakang gue?"

"...."

"Lo bawa obat bius kan? Ya kan?"

Tidak tahan mendengar ocehan Yorin, cowok itu menghentikan langkahnya secara mendadak hingga kepala Yorin membentur punggungnya.

"Lo ... jangan kebanyakan nonton sinetron ya lo, seenaknya aja lo nuduh orang yang udah nutupin ****** ***** lo," balasnya mulai kesal.

"Ce ... ****** *****?" tanya Yorin.

Cowok itu mengangguk. "Kuning ada motif bebek kan?"

Yorin melongo. "Gila ... Lo liat ****** ***** gue?"

"...."

"Dasar mesum!" Yorin hendak menghantam cowok yang tidak ia kenali itu, namun sebuah panggilan menghentikannya.

"Yorin!"

Yorin melihat ke sebelah kanannya. "Ga ... Gavin," katanya tak menyangka Gavin ada di saat seperti ini.

Gavin menghampirinya. "Ada apa?"

"Dia ...."

Belum Yorin menjelaskan, cowok yang tak kalah jangkung dari Gavin itu memotong kalimat Yorin.

"Gue nggak tau lo siapanya ini cewek, tapi bilangin ke dia kalau malam kaya gini jangan jalan sendirian. Bahaya!" jelasnya, cowok itu menepuk pundak Gavin lalu pergi meninggalkan mereka.

Tak seberapa jauh cowok jangkung itu berjalan, Gavin menatap sadis pada Yorin.

"Lo sengaja kan bahayain diri lo biar gue disalahin sama bokap nyokap gue kalau ada apa-apa sama lo?" tanya Gavin pada Yorin.

Yorin mendongakkan wajahnya.

"Baru kali ini gue liat ada cewek ngikutin cowok asing yang nggak dikenal, normal nggak sih lo?" tanya Gavin lagi.

Yorin menahan isak tangisnya. Ia sama sekali tidak bisa dibentak dan dimarahi, apalagi oleh Gavin.

"Cewek normal kalau ketemu orang asing itu lari, nyari pertolongan. Bukannya malah dikejar!"

"...."

"Lo pikir gue nggak tau dari tadi lo ngejar dia?"

Yorin diam tanpa kata, hanya menatap Gavin sambil menahan isaknya.

"Kenapa lo diam? Kenapa lo berani-beraninya jalan sendirian malam-malam lewati sini? Lo bisa kan panggil taksi online atau minta antar Aslan? Lo tau kan di sini rame buat tongkrongan geng-geng motor tapi kenapa lo malah jalan kaki pake baju kaya gini?"

"...."

"Kalau lo di apa-apain, jelas gue yang disalahin sama nyokap bokap gue! Mau lo gue di hukum karena kecerobohan lo?"

Omelan dan ocehan Gavin masih terdengar jelas di telinga cowok asing itu. Hanya saja ia masa bodoh, ia berlalu semakin menjauh.

Gavin masih memandangi Yorin yang tidak berkutik. Merasa puas sudah mengomeli Yorin, Gavin memunggungi Yorin dan ia masuk ke dalam mobil.

Yorin hanya memandanginya.

"Masuk nggak?" tanya Gavin, melalui kaca mobilnya.

Yorin mengangguk, ia berjalan masuk ke dalam mobil Gavin.

Tidak jauh Gavin mengemudi, sekitar dua menit saja, dia sudah memarkir mobilnya di depan rumah Yorin yang hanya selisih beberapa blok dengan rumahnya.

"Mau ke mana?" tanya Yorin, ketika ia menyadari Gavin ikut turun dari mobil dan berjalan ke dalam rumahnya.

"Ketemu tante," jawab Gavin, membuka pagar rumah Yorin.

"Ngapain?" tanya cewek berwajah judes itu lagi, mengekor pada Gavin.

"Nyeritain ke begoan lo barusan."

"Ih jangan Gavin!" Yorin menghalanginya, namun Gavin melewatinya.

"Gav ...."

"Eh udah pulang," sapa hangat Ibunda cantik dan awet muda Yorin saat melihat pasangan itu tiba.

"Malam tante," ujar Gavin sopan.

Yorin kebingungan.

‘Awas aja Gavin bilang kalau gue habis ribut sama cowok asing. Awas aja.’

"Cuman mau info, Yorin habis ribut sama cowok asing di daerah depan taman Kehati," jelas Gavin tanpa basi.

"Astaga!" spontan Yolanda, ibunda Yorin yang tengah duduk di ruang tamu itu berdiri dari tempat duduknya. "Kenapa lagi?"

Gavin menggelengkan kepalanya.

"Tadi tu Ma ... em ...."

"Kamu itu ya ada-ada aja!" Yolanda menghampiri anak semata wayangnya itu, mencoba menjitak namun Yorin menjauh dan menjauh. Sehingga terjadi kejar-kejaran di antara mereka.

"Ma dengerin dulu! Yorin cuman bela diri aja karena dia ngintip Yorin!"

"Tetap aja, lagian ngapain kamu malam-malam jalan di sana, ha?"

"Yorin habis dari rumah Aslan, Gavin pulang ma jadi ya jalan ma!"

"Kan bisa naik taksi, kamu tu ya jadi cewek bar-bar banget!"

"Ahh, sakit maa," rintih Yorin ketika Yolanda berhasil mencubit lengannya.

Gavin tersenyum puas melihat Yorin diomeli oleh Yolanda.

"Kalau gitu Gavin permisi dulu, Tante."

"Iya Gavin, makasih banyak ya. Untung ada kamu. Maaf ya Yorin memang kaya anak kecil, susah dibilangi. Maaf merepotkan kamu," jelas Yolanda sambil mengantar Gavin hingga sampai teras rumah.

Yorin tidak peduli, ia langsung menaiki anak tangga rumahnya karena kejengkelannya bertambah pada Gavin. Andai Yorin tidak cinta, mungkin Gavin sudah Yorin buang begitu saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!