Pagi itu, di rumah yang cukup besar nampak dua manusia tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Di dalam kamar, terlihat seorang gadis muda nan cantik jelita, sedang berkemes.
" Papah yang mu pergi, tapi kenapa aku yang sibuk sih? Ngeselin banget," gerutunya kesal seraya tangan tetep bekerja memasukkan baju-bajunya kedalam koper.
" Lagian aku mau di titipkan ke mana sih?" Sambungnya kembali yang masih merasa bingung dengan ucapan papahnya beberapa jam yang lalu saat sarapan.
Flashback.
" Nanti kamu siap-siap ya," ucap seorang laki-laki yang berusia 45 tahun, akan tetapi masih sangat terlihat gagah dan juga tampan melebihi pemuda usia 30 tahunan.
" Siap-siap kemana?" Sambil mengunyah sarapannya, keduanya sedang asik menikmati sarapan.
Kiara Putri Safiana seorang gadis berusia 20 tahun menatap sang ayah di sela-sela makannya.
Yang di tatap menatap balik sambil meletakkan sendok dan garpu nya ke piring. Ia menghela nafasnya dalam, rasa agak berat untuk berucap.
" Papah mau pergi ke luar kota selama beberapa hari, paling lama satu minggu," ucapnya demikian.
" Kok mendadak?" Kia sontak bingung, tak seperti biasanya papahnya ingin keluar kota, apalagi sampai selama itu.
" Ada kerjaan di sana, dokter jantung di salah satu rumah sakit sana lagi tidak bisa bekerja, sedangkan jadwal operasi besok harus dilakukan secepatnya. Makanya dengan sangat terpaksa papah yang di tugaskan untuk menggantikan dokter itu," jawab nya menjelaskan.
" Kamu tau sendirikan, rumah sakit tempat Papah bekerja banyak cabangnya, ya salah satunya di Solo," sambungnya lagi.
Kiara pun manggut-manggut saja, walaupun ia sendiri tidak mengerti sama sekali tentang dunia kedokteran.
" Jadi Kia harus nyiapin baju-baju Papah?" Tanya nya lagi. Ia terus memasukkan makanannya sampai habis. Sedangkan punya sang papah sudah bersih tanpa sisa.
" Bukan baju-baju Papah, tapi baju-baju kamu." Sambil mengelap mulutnya, lelaki bernama Reza Saputra itu bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju wastafel mencuci tangan.
" Sebelum Papah berangkat, Papah bakalan titipkan kau ke rumah sahabat Papah. Om Alex, kamu masih ingat kan?" Kata Reza cepat sebelum putri semata wayangnya itu kembali mengajukan pertanyaan.
Tentu saja mendengar ucapan Reza, Kiara semakin bingung.
" Papah gak mungkin ninggalin kamu sendirian di rumah, banyak terjadi kejahatan bila ada kesempatan. Papah gak mau kamu kenapa - napa di rumah, apalagi kamu anak gadis," imbuhnya lagi.
Rez dan Kiara hanya tinggal berdua saja di rumah, karena sang mamah yang sudah lama pergi ke sisi Allah sejak Kiara masih duduk di bangku SMP. Sejak ditinggal pergi Reza masih setia menduda sampai waktu nya tiba barulah ia meminta izin untuk menikah lagi kelak pada Kiara.
" Tapikan ada Bi Asi di rumah," tolak Kiara, kapan lagi ia bisa bebas tanpa pengawasan papahnya.
" Bi Asi cuma setengah hari aja bekerjanya sayang, udah deh gak usah banyak tapi-tapi nya. Cepat bereskan barang-barang kamu yang perlu di bawa, Papah tunggu."
Tak ingin di bantah, Raza dengan tegas memaksa anaknya. Mana mungkin ia tega meninggalkan putri ny seorang diri di rumah, walaupun terlihat aman secara tinggal di kompleks yang di jga oleh 4 satpam di posko mereka. Akan tetapi, Reza tetep saja merasa khawatir, sebab banyak kali peristiwa yang menjadi sumber kejahatan karena adanya kesempatan.
" Iiis …" Dengan wajah cemberut Kiara beranjak dari tempat duduknya.
" Sebel deh, kalau tau begitu kan aku ikut aja ke Bandung sama Feby kemaren. Kan lumayan sekalian liburan." Kiara berucap dalam hatinya sambil membereskan sisa sarapan mereka tadi.
" Apa bujuk papah aja kali ya …"
Ide cermelangnya tiba-tiba muncul, ia kepikiran ingin menyusul sahabat nya ke Bandung. Mungkin dengan membujuk sang papah mengizinkannya, apalagi lelaki itu sudah sangat mengenal sahabat nya itu.
" Pah …" Panggil nya setelah mencuci piring, Kiara di biasakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti bereskan tempat tidur, meja makan, membereskan setelah memasak, bahkan mencuci piring, walaupun sebenarnya bakalan ada yang membersihkan rumah mereka nantinya.
Kiara menghampiri Reza yang kini sedang memeriksa jendela sudah tertutup rapat apa belum.
" Hem … " jawabnya tanpa menoleh.
" Emm … gimana kalau Kia nyusul Feby aja ke Bandung? Jadi kan Om … " Kiara mikir akan namanya karena lupa.
"Sahabat Papah itu, jadi gak perlu ngerepotin orang Pah," bujuknya.
Reza spontan menoleh dan melotot tajam pada anaknya, tentu itu membuat Kiara menelan ludahnya takut. Seperti nya ia salah bicara pikir Kia dalam hati.
" Gak boleh! Justru kamu di sana malah ngerepotin keluarga nya Feby. Sudah tau kan sahabat kamu lagi berduka? Yang ada malah bikin ribet dengan adanya kamu di sana, belum nyambut tamu, nyiapin tempat tidur, belum ngasih makannya. Apa gak semakin tambah banyak beban mereka?"
Panjang lebar Reza mengomeli anaknya, Kiara hanya tertunduk sedih, apa yang di ucapkan papah itu benar adanya, bodoh nya ia sampai lupa akan hal itu.
Reza menghela nafasnya menatap sang anak.
" Cepat bereskan pakaian kamu, om Alex sudah menunggu di rumah nya."
Kiara akhirnya menurut walaupun hatinya sedikit dongkol. Kiara menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua, Reza menghempaskan tubuhnya di sopa lalu ia mengusap wajahnya kasar.
" Maafin Papah, Kia. Papah terpaksa berbohong. Papah harap suatu saat nanti kamu mengerti," gumaman nya sendu dengan wajah nampak menyesal karena sudah membohongi anaknya.
Entah apa yang di sembunyikan Reza sehingga sampai hati berbohong seperti itu. Namun ia lakukan demi seseorang yang kini sudah mengisi hatinya, ia terpaksa melakukan ini supaya bisa menyusul dan menjadi sandaran di kala seseorang itu tengah bersedih.
Reza menatap langit-langit, sudah kesekian kalinya ia menghembuskan nafasnya. Sebenarnya Reza bukan tipe laki-laki yang pandai berbohong, akan tetapi sejak hampir setahun lebih ia mulai berbohong pada putri semata wayangnya tersebut, dan hari ini dimana ia harus berakting sebagus mungkin demi bisa menyusul orang itu di sana, bukan tak berani berkata jujur, hanya saja ia tak ingin membuat putri nya itu terkejut, dan ini juga atas permintaan orang tersebut untuk merahasiakan semuanya.
Flashback off …
Kiara berpikir, apalagi yang harus ia bawa. Kedua matanya melihat setiap arah di kamarnya. Jangan sampai sudah tiba di kediaman sahabat papahnya itu barang penting justru tidak di bawa.
" Casan, makeup, komik-komik udah." Kiara mengingatnya lagi, maklum ia memang sangat pelupa, untung namanya sendiri tidak lupa jar sahabatnya kala mengejek.
"Sudah siap semuanya, Kia?"
Reza sudah berdiri di ambang pintu kamar Kiara, spontan gadis itu menoleh kearahnya, kemudian mengangguk kurang yakin.
" Emang apa lagi yang masih belum siap?" Tentu mengerti akan raut wajah tersebut, ia sudah 20 tahun menjadi sang ayah.
" Gak tau apa? Makanya Kia dari tadi coba ingat-ingat," jawab nya kembali melihat-lihat isi kamarnya.
Reza menghela, ia melihat jam di tangannya sudah pukul 9 pagi.
" Nanti kalau ada yang ketinggalan kan bisa di ambil sayang, konci rumah kamu yang pegang, mobil Papah kamu yang bawa kan," jar Reza mengingatkan, bukan pergi jauh, jadi sudh pasti bisa untuk di ambil kembali yang ketinggalan itu, ia pun geleng-geleng kepala.
Kiara menepuk jidatnya merutuki kebodohannya. " Ya udah ayo." Ia menarik kopernya hendak keluar kamar.
" Kamu yakin mau berangkat dengan pakaian itu?" Tunjuknya.
" Kenapa? Ada yang salah kah? Lagian kita bukan jalan-jalan ini, udah ah ayo berangkat," jawab nya acuh.
Reza kembali menghela, ingin heran tapi itulah anaknya. Ia pun membiarkan putrinya itu dengan pakaian yang kurang sopan menurutnya, hotpants pendek setengah pahan, di padu tangtop hitam dan jaket jeans serta tas selempang. Sangat simpel sebenarnya, akan tetapi mengingat ingin bertamu di rumah orang tentu itu tidak sopan.
" Apa gak sebaiknya kamu ganti baju dulu? Kayaknya kurang sopan," pintanya saat keduanya sudah menuruni anak tangga.
" Emang gak apa nunggu Kia ganti baju? Bakalan makan waktu loh," kata Kiara melirik jam tangannya.
Kemudian Reza berpikir, ia sangatlah kenal dengan perempuan. Tentu saja bakalan memakan waktu lama, bahkan sangat lama sampai ia sendiri bosan menunggu ketika bersama istrinya dahulu. Wanita itu super duer ribet, memilih baju sama seperti memilih kupon. Seisi lemari habis di keluarkan semuanya, dan berkata.
" Pakai baju apa? Baju aku gak ada!"
Sungguh sangat membangongkan, mau heran tapi itulah wanita.
" Yaudah gak jadi, sampai taun depan pun gak bakalan selesai," ucapnya mengalah.
Keduanya pun meninggalkan karangan rumah mereka menuju ketempat tujuan ya itu pergi kekediaman Alex.
Dalam perjalanan tak butuh menghabiskan waktu begitu lama, Kiara maupun Reza sangat menikmati perjalanan mereka hingga tanpa sadar sudah berada tepat di depan gerbang rumah Alex sahabat nya itu.
" Ini rumah om Alex, Pah?" Tanya Kiara sedikit membungkuk melihat pintu gerbang yang sangat tinggi itu, terlihat mewah walau hanya dari depannya saja.
" Emmm … "
Reza menekan klakson mobil sebanyak dua kali. Tak selang lama pun terlihat pintu gerbang tersebut terbuka. Muncul lah seseorang berseragam yang nyaris hampir menyerupai polisi akan tetapi ini adiknya alias satpam. Lelaki itu tengah memberi hormat dengan senyumnya seolah sudah mengetahui siapa yang datang.
" Selamat pagi menjelang, Pak Dokter! " Sapa nya rama seketika kaca pintu mobil di turunkan oleh Reza.
" Selamat pagi Pak Buya, semoga hari ini menyenangkan," Balas Reza tak kalah ramah memberikan semangat pagi hari.
Dan di balas anggukan oleh satpam tersebut dengan tangan yang mempersilahkan masuk.
" Wow … ini mah bukan rumah, tapi istana!"
Kiara nampak terkagum-kagum melihat rumah mewah bak istana tersebut. Jika dibandingkan dengan rumahnya sangat jauh sekali. Ia bahkan baru pertama kali melihat rumah sebesar ini. Kiara menoleh pada sang ayah yang sedang menurunkan koper miliknya dari bagasi mobil.
" Kok Papah bisa sih sahabatan sama pemilik rumah ini?" Pertanyaan yang sangat konyol menurut Reza. Lelaki itu menatap sang anak yang terlihat penasaran sekali.
" Papah adalah dokter pribadi keluarga ini, kebenaran om Alex orangnya asik saat di ajak ngobrol, karena kami sama-sama sudah saling nyaman jadi sahabat deh sampai sekarang. Emm … kira-kira 4-5 tahun gitu dah lupa juga sih."
Reza menjelaskan singkat awal mula mulai persahabatan dirinya dengan Alex. Kiara pun bisa tidur nyenyak malam ini karena rasa penasarannya sudah hilang. Gadis itu pun kembali mengamati rumah tersebut dengan kagum.
" Ayo masuk, kita sudah di sambut," ajak Reza seketika pintu utama terbuka dan nampaklah dua orang yang di duga ART rumah tersebut menyambut kedatangan mereka dengan senyum ramah.
" Selamat datang Pak Dokter, Non. Silahkan masuk, Pak Alex sudah menunggu."
Salah satu ART tersebut mengambil koper Kiara dari tangan Reza, sedangkan yang satunya menuntun hingga sampai di sebuah ruangan yang sangat besar yang Reza sudah hafal sekali jika itu adalah ruangan keluarga.
Kiara mengikuti langkah mereka di depan, ia sedikit ketinggalan jauh dari jarak karena sibuk mengamati seisi rumah tersebut yang begitu mewah dan sangat luas. Gigi Kiara sampai terkering-kering karena sedari tadi ia hanya menganga tak percaya melihat setiap benda-benda di dalam rumah tersebut.
" OMG, gila ini mah mewah banget. Serasa menjadi seorang putri ini mah kalau tinggal di sini," gumamnya kagum.
" Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam …" jawabnya, sambil bangkit dari duduknya yang sedari tadi sedang memainkan hpnya.
" Lo benar-bener parah. Dah habis minuman 10 gelas sangkin lamanya nunggu tauk gak? Lambat banget dah kayak anak gadis perawan aja lo," omel sang empu pemilik rumah tersebut.
" Janji datang pagi, dah buru-buru siap-siap taunya siang juga … blaa blaaa blaaa …" Masih dengan ocehannya, Reza hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala saja karena sudah terbiasa dari sahabat nya itu.
" Ya sorry, lo kan tau gue punya anak gadis. Jangan salahkan gue lah, salah kan aja kodrat wanita yang apa-apa lama. Apa lagi kalau sampai jadi ganti baju tadi, sampai gigi lo kering pun gak bakalan kelar," jawab santai Reza. Ia memeluk ala laki-laki yang sering kali mereka lakukan setiap saat kala bertemu. Dan tentu di sambut hangat oleh sang sahabat
" Oh iya, mana anak gadis lo? Dah lama gak ketemu," katanya saat melihat arah belakang Reza yang nyatanya tak ada siapapun di sana.
Reza menoleh, kemudian ia melangkah sedikit untuk memanggil.
" Kia, sini," panggil Reza, kiara yang masih fokus melihat-lihat pun terhayak, lalu dengan cepat menghampiri sang papa.
" Ayo sini, ngapin sih kamu?" Reza menarik tangan anaknya maksa.
" Beri salam sama Om Alex," perintahnya kemudian.
Alex mematung seketika kedatangan Kiara, lelaki itu menatapnya tanpa berkedip. Bahkan mulutnya saja sudah nyaris penuh di masukin lalat akibat menganga tak percaya. Sosok gadis di samping sahabatnya itu begitu terlihat sangat cantik.
Alex terpana, sebenarnya bukan kali pertamanya ia melihat gadis cantik. Banyak puluhan gadis-gadis cantik di luaran sana yang sering menghampiri dirinya. Akan tetapi, gadis di hadapannya ini entah mengapa begitu berbeda. Seakan ada daya tarik yang sangat kuat hingga bisa menarik perhatian dirinya yang sangat terkenal akan acuhnya pada seorang wanita sejak di tinggalkan mantan istrinya itu. Ada apa wahai gerangan, batin Alex lelaki itu menyentuh dadanya yang kini tiba-tiba menjadi aneh.
Tak hanya dengan Alex, ternyata Kiara pun memiliki pemikiran yang sama. Kedua Manusia itu sibuk saling memandang satu sama lain. Keduanya sama-sama terpana akan ciptakan Allah yang nyaris sempurna itu.
" Gila, ganteng banget …" pekik Kia dalam hati. " Papah memang ganteng, tapi om Alex jauh lebih ganteng, ya Tuhan kuatkan jantung dan hati ku," lanjutan bergumam dalam hati memuji ketampanan Alex.
" Kia, kok malah bengong? Ayo beri salam sama om Alex," tegur Reza membuyarkan lamunan Kiara. Gadis itu spontan mengerjakan mata supaya kembali fokus.
" Emm … apa kabar, Om?"
Kiara menyambut tangan Alex lalu menyalimnya sopan.
" Masyaallah, sekarang sudah makin dewasa aja ya. Dan makin cantik!"
Alex mengusap pucuk kepala Kiara lembut dengan mata yang masih setia menatapnya kagum.
Deg … jantung Kia mulai tak karuan, tidak sedang lomba berlari, bukan juga sedang nonton film horor. Akan tetapi kenapa jantung nya deg-degan seperti ini pikir Kia. Ia merasa ada perasaan aneh dalam dirinya.
" Perasaan gak ada Pikachu deh, tapi kenapa kayak di sengat listrik gitu?" Batinnya bergumam sambil tersenyum menatap Alex melepaskan tangannya di kepala Kia, akan tetapi pandangannya masih tertuju pada gadis itu.
" Dah hampir dua tahun gak ketemu, kamu banyak berubah. Masih ingat kan sama Om?" Ujar Alex kembali.
Kia hanya menggeleng pelan, karena sejujurnya ia sama sekali tidak ingat.
" Ah, jelas aja kamu gak ingat. Om aja sebenernya lupa kalau gak di ingatkan sama papah kamu kamaren," sambungannya seraya terkekeh melirik Reza yang sedang meminum hidangan yang di berikan oleh ART nya Alex.
" Cih …" lelaki itu hanya berdecak malas.
" Anak lo mana?" Tanya kemudian.
" Sekolah," jawab Alex singkat, kini ia merasa seperti seorang yang hendak maling selalu mengamati barang incarannya. Dikit-dikit lirik, dikit-dikit curi-curi pandang tanpa sepengetahuan orang di sekitarnya.
Reza mengangguk, keduanya kembali mengobrol seperti biasa yang sangat membosankan bagi Kiara.
Melihat gadis itu gelisah, Alex pun menyadari nya.
" Kia istirahat dulu ya di atas?" Tawar Alex. Gadis itu pun mengangguk, lebih baik ia menyendiri di kamar dari pada gabung karena sangat membosankan baginya yang tidak mengerti apa yang di obrolkan dari dua orang dewasa tersebut.
" Mer, Meri."
" Saya, Pak!" Dengan langkah cepat seorang wanita berusia 35 tahun itu menghampiri.
" Tolong antar Kia ke kamar yang saya suruh siapkan tadi ya," pintanya.
" Baik Pak, mari Non," ajaknya kemudian dengan ramah. Kia mengangguk tersenyum lalu bangkit dari duduknya.
" Pah, Kia istirahat dulu ya," pamitnya dan di angguki oleh Reza. " Mari, Om. Kia ke atas dulu." Bergantian berpamitan dengan Alex.
" Iya, semoga kamu betah di rumah ini ya. Kalau ada perlu apa-apa jangan segan memanggil mbak di rumah ini, mereka siap melayani kamu, dan jangan sungkan, anggap aja rumah seperti rumah sendiri," lanjutnya menjelaskan, ia sebisa mungkin agar gadis itu merasa nyaman tinggal di rumahnya.
" Iya Om, terima kasih." Setelah mengatakan itu, Kia mengikuti langkah mbak Meri ke lantai dua dimana kamar yang akan ia tempati nantinya.
Alex dan Reza memperhatikan punggung Kia dari bawah setelah pandangan mereka hilang. Alex langsung memandang arah Reza dengan seksama bahkan dengan mata menyipit.
" Apa?" Yang di tatap tentu mera aneh.
" Kia itu serius anaknya, lo?" Pertanyaan konyol tersebut sontak saja membuat Reza tersedak dari minumamnya.
" Apa-apaan pertanyaan itu? Lo meragukan beni gue?" Kesalnya.
" Beda banget, anak lo cantik banget. Nah sedangkan bapak nya tampang model begini? Anak kecil aja bakalan mempertanyakan pertanyaan yang sama kayak gue," ujarnya kurang yakin.
Reza berdecak kesal." Sialan lo, emang tampang gue gimane? Ganteng ini, ya wajar lah anaknya cantik … makannya kalau mau nyetak itu baca doa dulu, jangan asal bobol aja."
Alex terkekeh, ia tidak menyangka aja jika anak dari sahabatnya itu sangat cantik dulu waktu ketemu dengan Kiara ia tidak terlalu memperhatikan.
" Terus, lo serius mau nyusul dia? Ampek rela beli dua tiket begitu."
Reza terdiam, ia menghela nafasnya panjang. Mengusap wajahnya kasar.
" Mau gimana lagi, udah cinta gue."
" Cih, jika orang sudah mengenal cinta. Bisa jadi bodoh ternyata. Ingat umur bro, dah hampir setengah abad, bukan anak ABG lagi," ejeknya geleng-geleng.
" Lo bakalan ngelakuin apa yang gue lakuin jika sudah menemukan cinta sejati yang kedua nantinya. Iris kuping gue kalau gak bakalan kayak gue," jar Reza membela diri.
" Tapi gak sampai membohongi anak sendiri juga lah, lo gak kepikiran apa jika nanti kalau Kia tahu?"
Reza pun membungkam rapat mulutnya.
Mengenal persahabatan itu terkadang sama halnya seperti mengenal cinta. Tak pandang umur, status, bahkan lelaki maupun perempuan. Begitu juga dengan persahabatan dua manusia yang memiliki status yang sama itu.
Walaupun berbeda umur, pekerjaan, apalagi kekayaan. Namun karena rasa nyaman dan saling menyambung. Keduanya pun langsung begitu akrab hingga sampai sekarang.
Alex Dermawan adalah salah satu CEO terbesar di Indonesia, ia terkenal cuek dan dingin pada siapa aja. Namun itu sebenarnya hanya penampilan Alex di luar saja karena sejatinya lelaki tampan tersebut orang yang sangat ramah dan selalu hangat.
Sejak di tinggal selingkuh oleh istrinya 7 tahun yang lalu, sifat angkuh, acuh dan dingin tersebut terjadi. Tetapi tidak hal nya dengan orang-orang terdekatnya. Itulah sifat Alex yang sebenarnya, kadang berubah-ubah layaknya seekor bunglon.
Reza yang sudah 5 tahun mengenal sosok sahabatnya itu sudah seperti makanan sehari-hari dirinya, jadi ia tidak kaget lagi jika bersikap angkuh kepada darinya jika di tempat keramaian.
" Lo berangkat jam berapa?" Tanya Alex seray melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul tiga sore.
" Jam 5 sih, apa kita perlu berangkat sekarang? Pasti anak itu bakalan lama dandan nya," jawabnya dan di angguki oleh Alex.
" Gue ke kamar Kia dulu," pamitnya, lalu bangkit dari sofa. Saat Reza menaiki anak tangga, ia menyerngit ketika menoleh kebelakang.
" Ngapain lo ngikutin gue?" Sambil menghentikan langkahnya. Tentu saja membuat Alex memutar bola matanya malas.
" Gue mau ke kamar lah, kan kamar gue di atas," sewotnya menjawab. Reza pun kembali melanjutkan langkahnya tanpa menjawab. Alex mendengus tentu nya.
" Kia …" Sebelum membuka pintu, Reza mengetok lebih dulu.
" Kia …" Panggilannya ulang.
Kia yang ternyata sedang duduk santai di teras balkon, gadis itu langsung menghampiri ayahnya sembari membawa buku komik kesayangannya yang sempat ia baca tadi.
" Sudah jam tiga, jadi kamu siap-siap ya. Jadi kan nanti nganterin Papah ke bandara?" Ujar Reza.
" Emmm … jadi Pah. Kia mandi dulu ya, dah lengket soalnya." Kia mencium lengannya. " Bau asem pula."
Sudah di duga, untung masih ada waktu pikir Reza. Coba di waktu yang memep dengan jam keberangkatannya dirinya sudah pasti di tinggal bye-bye oleh pesawat.
" Eh, cicicungu. Ngapain lo di sini? Katanya mau ke kamar?" Kaget Reza saat membalikkan badannya dan ternyata ada mahluk astral berdiri di ambang pintu.
Alex sedari tadi memang hendak ke lantai tiga, diman kamarnya berada. Namun, melihat pintu kamar Kia yang tidak di tutup oleh Reza membuat langkahnya berhenti, dan malah melangkah mengikuti sahabat nya itu, ia sendiri tidak tahu sebenarnya. Akan tetapi seketika melihat penampilan gadis itu membuat ia menganga lebar, untung saja saat itu tidak aja lalat yang lewat, bahkan sampai harus menelan ludah nya berkali-kali.
Bagaimana tidak? Gadis itu hanya menggunakan tanktop dan hotpants pendek saja. Tentu membuat lekuk tubuhnya terlihat begitu seksi. Di tambah lagi ukuran si gunung kembar yang lumayan besar membuat semakin bertambah keseksian gadis itu.
Tentu Alex langsung menegang, apalagi si burung perkutut di bagian bawahnya sudah berdenyut-denyut meronta ingin terbang ke sangkarnya.
Alex menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal atas pertanyaan sang sahabat, untunglah sang sahabat tidak tahu jika dirinya memiliki pikiran kotor terhadap anak gadis nya itu.
" Ya elah posesif amat lo jadi bapak, gue mau ngomong bentar ama Kia," jawabnya mengelak.
" Gimana Kia, kamu suka sama kamarnya?" Tanya Alex, untung saja ia punya pertanyaan yang pas. Jika tidak bisa abis dirinya di maki oleh pak dokter yang posesif itu pikir Alex lega.
" Suka banget Om, kamarnya bagus dan luas. Apalagi di teras, pemandangan nya indah banget, kayaknya bakalan betah deh Kia di sini," jawab Kia jujur.
Di luar teras balkon tentu sangat indah pemandangannya, karena di bagian bawah ada taman yang sangat cantik serta kolam renang yang besar dan bagus. Cocok untuk menghilangkan jenuh dan bosan bila berdiri di teras balkon kamar Kia tersebut. Apalagi saat sedang santai sambil membaca komik, tentu sangat cocok untuk dirinya.
" Syukurlah kalau kamu suka, tadinya Om kira kalau kamu kurang suka Om bakalan pindahkan kamu di kamar lantai bawah," ucap Alex lega.
Mata terus memandang lurus ke depan. Ia seolah tak jenuh-jenuh memandang wajah cantik gadis di hadapannya ini. Apalagi saat melihat ke bagian bibir, ingin rasanya ia lahap, pasti terasa sangat manis. Membayangkan akan hal itu sontak membuatnya kembali menegang. Ia harus segera ke kamar mandi untuk menenangkan si makhluk astral bin ajaib itu, benda lunak tak bertulang tetapi bisa berdiri dengan tegak dan begitu keras, dari ukuran kecil bisa menjadi panjang dan besar, sungguh ajaib bukan? Tapi sialnya itu adalah puncak masa depan dirinya, tak akan ada apa-apa jika makhluk bin ajaib itu tidak lagi beraksi, sungguh mengenaskan akan nasib dirinya kelak.
" Gue ke kamar dulu bro," pamitnya buru-buru, dan langsung pergi begitu saja dengan langkah cepat.
" Kenapa dia, kbelet boker?" Gumam Reza heran.
Sementara itu …
" Ya elah, tante Lux lagi Lux lagi. Bosen mas bro, gini-gini gue juga punya harga dirinya, gambek nie …"Ocehan halu si gundul yang sedang di asah dengan benda licin yang tak lain tak bukan tante Lux oleh tangan Alex.
Lelaki itu terus saja mengicau memanggil nama Kia, yang entah sejak kapan sudah hadir di kepalanya. Sambil menutup mata, di bawah guyuran air dingin, dengan tangan terus bergerak cepat maju mundur, Alex membayangkan wajah cantik gadis yang baru saja ia ketemu hari ini.
" Oh, Kia …"
" Uweeek … uweeekk …" Si gundul memuntahkan cairan putih kental seperti kental manis tersebut dengan sempurna.
" Sial … " Alex menyandarkan tubuhnya di tembok dengan air yang masih mengalir.
" Sadarlah Alex! Dia putri sahabatmu, jangan macem-macem." Alex mengingat kan dirinya sendiri karena pikiran kotornya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!