"Halo! Haloo!! Ada orang di sana?" teriak Lyla dengan suaranya yang parau. Sakit tenggorokannya akibat kering karena sudah beberapa jam dia berteriak, tetapi tidak ada satu pun orang yang menjawabnya.
"Tolong lepaskan aku. Aku mohon!" ucap Lyla dengan terisak. Entah sudah berapa lama dirinya ada di ruangan ini dengan tangan dan kaki terikat dan juga mata yang tertutup kain, hanya bibirnya yang terbebas untuk bicara dan berteriak tanpa ada yang menjawabnya.
Lelah, lapar, juga rasanya dingin sekali. Hanya ada gelap semenjak dia tersadar dengan mata dan tangan serta kaki yang terikat erat. Dia ingat saat kejadian baru pulang bekerja malam itu, dua orang tiba-tiba saja mendekat dan menyeretnya ke dalam mobil, lalu menempelkan sapu tangan di hidung dan mulutnya sehingga dia tidak sadarkan diri.
"Tolong lepaskan aku, aku mohon. Apa salahku sampai kalian membawaku ke sini? Aku bukan orang yang berada, percuma kalian menculikku. Tidak ada satu orang pun yang akan menjaminku," ucap Lyla lagi dengan memelas, berharap jika ada satu orang saja yang bisa mendengarkan dan juga melepaskannya.
Seorang laki-laki muda duduk di kursi di depan ranjang di mana tempat Lyla berada, dia duduk dengan menyilangkan satu kakinya di atas kaki yang lain. Satu tangan terlipat di depan perutnya, sedangkan tangan yang lain terkepal menahan dagu. Dia melihat gadis yang ada di depannya ini menggeliat sedari kemarin saat anak buahnya membawanya kemari. Sudah tidak ada tangisan lagi dari wanita itu, yang ada kini hanya ucapan memohon untuk dia melepaskannya.
"Aku tahu, pasti ada seseorang kan di sini? Tolong lepaskan aku. Apa salahku sampai aku ada di sini?" tanya Lyla lagi, yakin sekali jika bukan hanya dia saja yang ada di dalam ruangan ini.
"Hei, tolong aku. Kalian salah menangkap orang jika tujuan kalian untuk menculik dan meminta tebusan," ucap Lyla lagi. Dia sudah sangat lelah menangis semenjak semalam, atau kemarin lusa? Lyla tidak ingat kapan dia dibawa ke tempat ini, sudah berapa lama dia ada di sini, hanya saja yang Lyla ingat dirinya ada di sini sudah lama sampai dia merasa lapar dan juga lemas.
Laki-laki yang ada di depannya masih diam dan memperhatikan, tak ada niatan dirinya untuk melepaskan gadis tersebut. Justru saat ini dia ingin sekali mencekik gadis yang ada di hadapannya ini sampai kehabisan napas.
"Hei, kamu tidak tuli, kan? Aku bukan orang yang kalian bisa mintai tebusan, aku hanyalah anak dari panti asuhan yang kalian salah tangkap. Panti asuhan ku tidak akan bisa memberikan tebusan jika kalian inginkan uang. Kalian salah tangkap. Apa kalian tidak takut jika ada polisi yang mencariku kemari? Kalian akan dihukum karena telah salah menyekap orang sembarangan." Lyla tidak mau menyerah, dia yakin jika orang-orang itu salah tangkap dan akan menerima akibatnya.
"Setidaknya berikan aku air atau makanan. Aku haus dan juga lapar," ucap Lyla lagi, dia sudah putus asa karena sedari tadi tidak ada yang menjawab ucapannya. Ruangan ini sangat dingin dan juga sepi, suaranya pun balik menggema ke pendengarannya.
Laki-laki dengan jas mahal itu berdiri dan mengambil air yang ada di atas nakas, memberikan dengan kasar sehingga air mengalir di sudut bibir Lyla. Lyla tidak siap dengan banyak air yang mengalir ke tenggorokannya sehingga dia tersedak dan merasakan perih pada tenggorokannya.
"Bisa kah kamu hati-hati? Aku tersedak!" ucap Lyla kesal. Dia terbatuk sampai rasanya ingin mati karena perlakuan seseorang yang tidak bisa dia lihat wujudnya.
Mendengar ucapan Lyla membuat laki-laki itu kesal. Untuk apa aku memberi dia minum? Seharusnya aku biarkan saja dia mati! Batin pemuda itu dengan kesal. Dia membanting botol kemasan tersebut sehingga airnya berceceran di lantai.
Suara derap langkah kaki terdengar mulai menjauh dari Lyla.
"Hei, apakah kamu bisa beri tahu, kenapa aku ada di sini? Aku butuh jawaban. Kenapa aku sampai ada di sini? Siapa kalian? Aku ingin pulang!" ucap Lyla menghentikan langkah kaki laki-laki tersebut.
Laki-laki itu sudah kesal, dan semakin kesal karena wanita ini tidak juga mengerti kenapa dia sampai ada di sini. Dengan langkah yang cepat laki-laki itu kembali berjalan menuju tempat Lyla berada dan melepas kasar penutup mata yang ada pada Lyla.
"Aww! Ini sakit!" ujar Lyla merasakan sakit pada wajahnya. Dia menutup kedua matanya karena ternyata ruangan ini sangat silau sekali. Dengan perlahan dia membuka matanya pelan-pelan, tampak di depannya ada seseorang yang dia lihat, tapi belum jelas siapa laki-laki tersebut.
"Siapa kamu? Kenapa aku ada di sini?" tanya Lyla saat sudah jelas melihat laki-laki tampan yang ada di depannya. Laki-laki dengan wajah tampan serta rahang yang tegas itu kini tengah menatapnya dengan seksama. Alis mata yang tebal serta sorot mata yang tajam membuat Lyla seakan melihat aktor luar negeri yang sering dilihat oleh ibu pantinya.
Laki-laki itu tidak menjawab, hanya mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya dan melemparkannya di depan Lyla. Lyla menjadi tidak mengerti apa maksud dari laki-laki ini.
"Adikku. Kamu harus bertanggungjawab atas kematiannya."
Lyla membulatkan matanya saat mendengar suara bariton laki-laki ini. Dia melihat foto yang ada di depannya, sedikit menunduk untuk melihat lebih jelas wajah yang ada di sana.
"Adikmu? Apa hubunganku dengan kematiannya?" tanya Lyla masih tidak mengerti.
"Aku kira, Anda salah tangkap orang. Aku tidak kenal dengan adik Anda," ucap Lyla seraya menggelengkan kepalanya.
Satu lagi foto yang lain laki-laki itu lemparkan ke hadapan Lyla, foto dirinya bersama laki-laki yang sedang tertawa bersama. Lyla mencoba mengingat dengan seksama wajah ini, sedikit lupa karena banyak sekali orang yang dia temui akhir-akhir ini. Melihat dari tempat yang ada di sana perlahan membuat Lyla teringat.
"Aku–."
"Kamu yang menyebabkan adikku bunuh diri."
...****************...
Jangan lupa dukungannya ya, like, vote, dan hadiah 🤭
"Kamu yang menyebabkan adikku bunuh diri."
Lyla terkejut dan membulatkan matanya saat mendengar penuturan laki-laki asing yang ada di depannya. Tidak mengerti sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki ini.
"Apa maksud Anda? Aku tidak tahu siapa adik Anda. Kami hanya–."
"Masih tidak mau mengakui?" Laki-laki itu marah dan berjalan dengan sangat cepat ke arah Lyla berada dan mencengkeram pipi gadis itu dengan sangat erat.
"Ini bukti jika kamu ada dengan adikku!" teriaknya dengan keras sambil memperlihatkan foto yang tadi dia lemparkan di hadapan wajah Lyla. Lyla sampai terkejut dan menutup matanya karena takut akan kemarahan laki-laki ini.
"Itu hanya bukti, tapi Anda lupa dengan fakta! Aku benar tidak mengenal adik Anda!" teriak Lyla di antara tangisnya. Melihat air mata yang keluar membasah di wajah Lyla tak lantas membuat laki-laki itu menjadi iba. Dia menghempaskan wajah Lyla cukup kasar. Sakit Lyla rasakan pada wajahnya.
"Di sini, sudah jelas jika kamu ada bersama dengan adikku di hari naas itu. Dan kamu harus bertanggung jawab dengan dia!" teriak laki-laki itu lagi.
"Aku tidak akan bertanggung jawab untuk apapun yang tidak aku lakukan!" jerit Lyla kesal dan marah, air mata yang keluar kini adalah air mata kekesalan akibat keras kepala laki-laki yang ada di hadapannya ini. Lyla menatap nyalang pada laki-laki tersebut.
"Apakah Anda tahu? Anda telah menangkap orang yang salah, Tuan. Aku jelas tidak mengenal siapa adik Anda. Kami hanya bertemu hari itu dan kebetulan kami saling berbicara."
"Tidak mungkin! Aku kenal siapa adikku! Dia tidak akan berbicara dengan orang asing bahkan sampai tertawa seperti itu!" bentak laki-laki tersebut.
Lyla menatap laki-laki tersebut dengan kesal. Entah harus bagaimana dirinya menjelaskan lagi perihal hari itu. Benar dia tidak mengenal adik dari orang ini. Dia hanya sedang duduk di taman dan terlihat sangat sedih sekali, Lyla hanya menawarkan coklat yang dia punya di dalam tasnya.
"Nyatanya Anda tidak mengenal adik Anda dengan baik! Kami memang tidak saling mengenal. Dan apakah Anda yakin jika dia mati karena aku?" teriak Lyla dengan suaranya yang serak.
Mendengar ucapan Lyla membuat laki-laki tersebut kesal dan juga marah, dia kembali mencengkeram Lyla pada bagian lehernya.
"Sakit!" ucap Lyla dengan suara yang tertahan di tenggorokan, sangat sesak sekali karena laki-laki ini membuat dia tidak bisa bernapas dengan baik.
Pria itu tidak peduli meski wajah Lyla sudah memerah karena perlakuannya. "Kamu bilang aku tidak kenal dengan adikku?" tanya pria itu dengan geram.
Satu tamparan dia layangkan dan mendarat tepat pada pipi Lyla sehingga terciptalah cap lima jari pada pipi putih gadis itu.
"Iya! Kamu tidak kenal dengan dia, Brengs*k!" teriak Lyla geram.
Mendengar umpatan yang diberikan Lyla membuat laki-laki tersebut semakin marah, tanpa berpikir panjang lagi dia menarik Lyla dan menarik kedua sisi pakaian Lyla dengan kasar sehingga kancing berwarna putih itu sebagian menggelinding ke lantai.
Terkejut Lyla dengan perlakuan laki-laki asing ini.
"Apa yang kamu lakukan?" teriak Lyla dengan takut.`
Laki-laki itu tidak menjawab dan semakin beringas menarik pakaian itu sehingga ada bagian kain yang robek. Nampak di balik pakaian kemeja putih tersebut menyembul dada Lyla yang padat dan sangat menggiurkan.
"Lepaskan aku, Bangs*t! Aku tidak tahu apa yang kamu maksud!" Lyla menatap laki-laki yang ada di hadapannya dengan marah, tangannya tidak berhenti bergerak mencoba untuk melepaskan tali yang mengikat pergelangan tangannya.
"Lepaskan? Jangan harap! Kamu harus bertanggung jawab atas kematian adikku!"
Laki-laki itu mendekat dan mendorong tubuh Lyla, menunci pergerakan gadis itu sehingga Lyla tidak bisa bergerak di bawah kungkungan tubuhnya.
"Jangan! Aku mohon!" teriak Lyla mulai menangis saat laki-laki tersebut kini telah mendaratkan bibirnya dan membuat kulit tubuhnya sakit. Laki-laki tersebut tidak mendengarkan, melanjutkan perbuatannya dengan penuh napsu dan juga amarah.
"Akh! Aku mohon. Apa yang kamu lakukan?" teriak Lyla. AKan tetapi, semua itu percuma. Laki-laki yang ada di atas tubuhnya kini bagai serigala kelaparan yang tengah menikmati mangsanya.
Laki-laki tersebut membuka tali yang mengait pada belakang tubuh Lyla dan terbebaslah dua buah gundukan dari tempatnya. Matanya menatap dua buah gundukan yang pada salah satunya telah dia berikan tanda, dengan gerakan cepat laki-laki itu menunduk dan kembali menikmati apa yang ada di hadapannya.
Lyla terus menggeliat di bawah tubuh laki-laki tersebut, tangis dan juga rasa takut membuatnya ingin mati saja daripada dia dilecehkan seperti ini.
"Lebih baik bunuh saja aku!" teriak Lyla dengan marah. Kakinya yang sedari tadi terus bergerak tidak juga membuat laki-laki ini melepaskannya. Laki-laki itu berhenti, menarik tubuhnya dan menatap wajah Lyla yang sudah merah padam, deru napasnya terdengar sangat marah.
"Bunuh? Dan kamu akan terbebas dari semua ini?" Dia mendekat sehingga hangat napasnya yang berbau mint terasa jelas pada hidung Lyla. Laki-laki itu memegang dagu Lyla dengan cukup keras. Senyum devil terlihat sangat mengerikan untuk Lyla. "Ayolah, wanita ****** sepertimu butuh uang yang banyak bukan? Aku akan memberikannya padamu setelah terpuaskan olehmu," ucap laki-laki itu dengan tawa menyeramkan. Mata Lyla membulat, dan dia menggelengkan kepalanya. Namun, semua sia-sia tatkala laki-laki itu semakin beringas dan melakukan hal yang lebih lagi.
"Tidak! Akh. Sakit!" teriak Lyla saat sesuatu mendesak pada inti tubuhnya. Rasa perih akibat dari paksaaan laki-laki itu membuat luka pada diri Lyla, bukan hanya luka fisik, tapi luka psikis yang juga dibuat oleh laki-laki tersebut.
...****************...
Jangan lupa dukungannya ya, like, vote, dan hadiah 😘
"Akh, sempit sekali," gumam laki-laki itu dengan pelan, merasakan milik Lyla yang sangat aneh karena sangat sulit sekali untuk dia masuki.
"Lepaskan aku, Brengs*k!" teriak Lyla lagi menahan seluruh kesakitan yang ada pada dirinya. Laki-laki itu tidak mendengarkan, telinganya seakan telah ditutup oleh makhluk tak kasat mata. Yang dia tahu sekarang ini hanyalah ingin segera menuntaskan hasratnya yang telah menggebu akibat melihat dada mulus Lyla tadi. Dia terus bergerak dan juga bergerak sampai akhirnya ....
"Aakkh!" teriakan Lyla menggema di ruangan kamar yang sangat luas saat merasakan muliknya robek dengan tak berperasaan.
A-apa ini? Kenapa ...?
Laki-laki itu terdiam, tatkala merasakan sesuatu pada ujung miliknya yang telah berhasil menembus milik Lyla. Menyadari jika dia baru saja merobek sesuatu yang sangat aneh untuknya, selama pengalaman dirinya bermain dengan semua kekasihnya tidak pernah dia merasakan sakit pada miliknya dan juga menembus penghalang di dalam tubuh inti perempuan.
Lyla menangis tersedu. Sakit. Bukan hanya tubuhnya, tapi juga hatinya.
Pria itu masih saja diam menatap Lyla, tapi pinggulnya bergerak perlahan naik dan turun, merasakan rongga di bawah sana menjepit miliknya dan membuat rasa yang sangat berbeda dan juga memberikan sensasi yang sangat nikmat.
"Tolong lepaskan aku," ucap Lyla menghiba dengan suara yang sangat serak. Laki-laki yang tengah bergerak di atas tubuhnya itu tidak bereaksi, tidak menampakkan perubahan raut wajah sama sekali. Dia hanya menatap wajah Lyla yang telah basah oleh air mata. Terlambat untuk memohon, karena keadaan dirinya sudah tidak akan sama lagi.
Merasakan kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan, membuat laki-laki itu kini menggerakkan tubuhnya semakin kencang, dia tidak peduli dengan tangisan Lyla yang memohon dan juga meminta dilepaskan. Semakin kencang dan juga kencang membuat Lyla menjerit akan pengalaman pertama yang sangat menyakitkan ini.
Laki-laki itu telah selesai memuaskan hasratnya, bahkan berjuta benih miliknya telah ditampung di dalam rahim Lyla.
"Bunuh saja aku sekarang! Kamu telah selesai denganku, kan?" teriak Lyla dengan geram, memaksakan diri untuk duduk meski rasanya sangat menyakitkan sekali pada inti tubuhnya tersebut. Dia menatap laki-laki yang baru saja menodainya dengan amarah yang menggebu. Dia dengan tenang mengambil pakaiannya.
Tanpa banyak berbicara, laki-laki itu melemparkan selimut pada tubuh Lyla yang polos dan pergi dari ruangan tersebut setelah memakai celananya.
Apa yang telah aku lakukan? Apa dia masih perawan? gumam laki-laki itu sedikit frustrasi.
***
"Apa yang kalian maksud? Bukan dia orangnya?" Tatapan tajam laki-laki itu membuat beberapa orang yang ada di depannya menunduk dalam, tidak berani sama sekali menatap atasan mereka yang merupakan seorang wakil CEO dari perusahaan Castanov Corp.
Morgan Castanov, seorang laki-laki mapan, anak pertama dari keluarga Castanov, pemilik dari beberapa perusahaan besar ternama di Kota X dan juga pemilik beberapa hotel terkenal yang ada di beberapa kota, melemparkan kertas yang merupakan keterangan asal usul dari wanita yang ada di kamarnya tadi. Kertas-kertas itu berhamburan di udara dan kini berserakan di lantai.
"Apa maksud kalian! Dasar bod*h!" teriak Morgan sambil berdiri dan menggebrak meja dengan kasar. Dadanya naik turun menahan emosi, anak buah yang selama ini dia andalkan dan dia percayai kali ini melakukan kesalahan yang sangat fatal sekali.
"Maafkan kami, Tuan. Kami salah dan baru menemukan fakta yang sebenarnya," ucap salah satu bawahannya dengan menunduk dalam.
Morgan mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah merusak orang yang salah, batinnya.
"Kami menyesal."
Morgan berjalan dengan sangat cepat ke arah dua ajudannya itu dan melayangkan tamparan serta pukulan pada mereka.
"Apa yang kalian lakukan sudah membuat aku hilang muka!" teriak Morgan lagi. Dua laki-laki itu hanya diam, tidak sedikit pun mengeluarkan suara meski apa yang dilakukan oleh atasannya sangat menyakitkan sekali.
Morgan menggerakkan tangannya, Gerald, sektretaris kepercayaannya mendekat.
"Urusi dua orang ini. Aku tidak mau melihat mereka lagi!" ucap Morgan dengan nada yang dingin sambil berkacak pinggang. Seketika kepalanya terasa pusing dengan kejadian ini.
Dua orang yang ada di hadapan Morgan kini berlutut di lantai, memohon kepada Morgan agar diberi belas kasihan atas diri keduanya.
"Tuan, saya mohon maaf. Kami salah," ucap salahs atu dari mereka.
"Diam kalian!" teriak Morgan membentak.
Gerald segera menghubungi seseorang dan tak lama dua orang dengan pakaian serba rapi masuk ke dalam ruangan dan menyeret dua orang yang tadi, tidak peduli dengan teriakan mereka yang meminta ampun padanya.
Morgan duduk di kursinya, sedikit lesu dan tidak bersemangat. "Pergi. Urusi wanita itu dan panggilkan dokter untuknya," ucap Morgan memberi perintah.
"Apa ada hal yang lain lagi, Tuan?" tanya Gerald sambil menunggu sejenak. Morgan tidak menjawab, dia menggerakkan tangannya tanda tidak ada hal yang lain yang dia butuhkan. Gerald pergi dan terlihat dia menghubungi seseorang dari ponselnya sebelum keluar dari ruangan tersebut.
Morgan menyandarkan dirinya pada sandaran kursi dan menatap langit-langit ruangan tersebut.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku menodai orang yang salah," gumam Morgan, lalu terduduk kembali di kursi kerjanya. Rasa pening seketika menyerang kepala, dia tidak pernah ada di dalam situasi yang seperti ini sebelumnya.
...****************...
Jangan lupa dukungannya ya, like, vote, dan hadiah 🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!