NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikah Denganmu

Awal Mula

Helena, seorang gadis cantik, tengah menatap kesal pada papanya. Keduanya duduk di sebuah ruangan VIP, sebuah restauran ternama di kota itu. Rafael, menatap balik sang putri dengan tatapan penuh permohonan.Sebuah permintaan, Rafael ucapkan pada Helena beberapa hari lalu.

“Menikahlah dengan putra kolega Papa.”

Seperti itulah permintaan sang Papa, Rafael. Helena langsung menolak tegas.

“Helena tidak mau dijodohkan. Helena sudah punya pacar.”

Begitu alasan yang keluar dari bibir Helena. Rafael sendiri tahu kalau Helena punya kekasih. Tapi dia kurang menyukainya. Sebab sampai detik ini, kekasih Helena, belum pernah menemui dirinya. Sekedar berkenalan atau meminta izin sebab sudah memacari Helena.

“Tolong Helen, pertimbangkan lagi. Dia sedang menuju ke sini. Setidaknya temui dia dulu.” Pinta Rafael pada Helena.

Tapi Helena yang keras kepala langsung berdiri. Berjalan menuju pintu keluar.

“Maaf Pa, tapi Helen tidak bisa.”

Gadis itu berlalu keluar dari sana. Tepat di depan pintu dia menabrak seorang pria. Dengan sifat angkuhnya, bukannya meminta maaf. Helena malah memarahi pria itu.

“Jalan pakai mata dong. Main nabrak orang aja!” Kesal Helena bukan main. Tambah hancur saja moodnya hari itu.

“Di mana-mana orang jalan pakai kaki, Mbak. Bukan mata.” Balas pria itu tidak kalah galaknya.

“Menyebalkan sekali Sudahlah jangan dibahas lagi.” Helena berlalu pergi dari sana. Meninggalkan pria itu menggerutu kesal. Sebuah pertengkaran yang mengawali semuanya.

“Dasar gadis gila!” Umpat pria itu lalu masuk ke dalam ruangan di mana Rafael berada. Tak berapa lama, pria tersebut sudah duduk di hadapan Rafael.

“Maafkan Arash Om, Arash tidak bisa menerima perjodohan ini. Karena saya sudah mempunyai kekasih.”

Sebulan kemudian.

Helena sedang mengulik laptop miliknya. Mengerjakan berkas-berkas yang menumpuk di hadapannya. Berkat ide gila asistennya, Shen. Untuk menghindari perjodohan, atau boleh dibilang menghindari permintaan papanya. Helena menerima saran dari gadis yang umurnya lebih tua satu darinya itu. Untuk menjadi sekretaris dari atasan saudara kembar Shen, Shan.

Dan disinilah dia, mengerjakan pekerjaan orang lain. Bukan mengerjakan pekerjaannya sendiri. Yang tidak kalah banyaknya. Helena sedikit mengubah penampilannya. Sebab Shan berkata, atasannya ingin sekretaris yang tidak terlalu cantik. Karena kekasih atasannya seorang pencemburu.

“Memang dia secantik apa? Kalau dia memang cantik. Kenapa harus takut tersaingi.” Gumam Helena memperbaiki letak kacamata baca jadulnya. Hal ini Membuat penampilan udiknya benar-benar sempurna. Shan, hampir meledakkan tawanya saat melihat tampilan udik Helena untuk pertama kalinya.

Shan datang dengan berkas menumpuk di tangannya. Alamat lembur lagi aku malam ini. Pikir Helena. Dari kejauhan, bisa Helena lihat. Ang, teman Shan. Sedang bicara pada seorang wanita dengan dandanan seksi. Wanita itu tampak marah pada Ang. Sedang Ang hanya diam, saat wanita itu memakinya.

Helena bertanya menggunakan tatapan matanya pada Shan. Siapa? Begitu kira-kira Helena bertanya.

“Pacar pak Bos,” Shan menjawab singkat plus berbisik. Dan Helena hanya ber-ooo ria mendengar jawaban Shan.

“Kapan atasanmu pulang?” Helena bertanya. Sebab selama bekerja di sini, dia belum pernah bertemu dengan atasan Shan. Kata pria itu, bosnya sedang ke luar negeri menemui cinta pertamanya yang sudah menikah. Helena tidak habis pikir. Kalau sudah menikah kenapa harus bertemu lagi.

“Katanya sih beberapa hari lagi.” Jawab Shan tidak yakin. Shan berkata kalau atasannya ingin memastikan kalau cinta pertamanya itu benar-benar bahagia dengan suaminya. Dengan begitu atasan Shan bisa berusaha untuk melupakan wanita itu. Helena semakin bingung saja dengan keterangan Shan soal atasannya. Punya pacar, tapi masih belum bisa move on dari cinta pertamanya. Bolehkah Helena mengatakan kalau atasan Shan plin plan. Tidak bisa memilih antara pacarnya yang sekarang dan masa lalunya.

Malam menjelang, Arash memandang hampa pada pemandangan dari jendela kantornya.

“Aku sudah bahagia dengan pernikahanku, Arash. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi. Mulailah untuk menemukan kebahagiaanmu sendiri.”

Arash menarik nafasnya pelan. Ucapan Aya, kembali terlintas di benaknya. Pria itu bisa melihat dengan jelas. Kalau Aya benar-benar bahagia dengan Annelka, suaminya.

“Apa sudah waktunya aku melepasmu?” Gumam Arash. Sejenak pria itu terdiam. Hingga suara berisik terdengar dari ruang kerjanya. Tanpa Shan dan Ang tahu, Arash sudah kembali sejak beberapa hari yang lalu. Selalu kembali ke kantor saat malam hari.

Apa itu pencuri? Pikir Arash. Pria itu membuka pintu kamar pribadinya. Arash melihat Helena yang tengah mengutak atik meja kerjanya. Sementara Helena tidak tahu jika sang pemilik ruangan tengah menatapnya bak singa yang siap menerkam mangsanya.

“Di mana ya? Masak tidak ketemu.” Gumam Helena pelan. Menunduk di bawah meja kerja Arash. Meraba-raba di karpet tebal ruangan itu.

“Apa yang kau lakukan?” Arash bertanya dingin.

Deg, Helena langsung keluar dari kolong meja Arash. Menatap pria tampan yang tengah melihat marah padanya.

“Aku tanya, apa yang kau lakukan di ruanganku?”

“Jadi ini atasannya Shan?” Batin Helena.

“Saya sedang mencari barang saya yang hilang,” Helena menjawab gelagapan.

Arash menatap penuh selidik pada Helena. Penampilan udik. Pasti dia berbohong.

“Kau bohong! Kau pasti mau mencuri di sini!” Tuduh Arash. Dan mulailah kesalahpahaman itu terjadi. Helena menyangkal semua tuduhan Arash. Tidak terima dituduh sebagai pencuri. Pertengkaran mereka semakin sengit manakala Arash tidak hanya menuduh Helena pencuri, tapi juga sebagai wanita murahan.

“Jangan sembarangan ya kalau menuduh. Aku bukan pencuri apalagi wanita murahan,” Helena mulai sakit hati dengan tuduhan Arash yang sama sekali tidak benar.

“Kau pikir aku percaya? Berapa tarifmu semalam?” Perkataan Arash semakin tidak karuan. Berbagai macam masalah yang dia hadapi beberapa waktu belakangan ini. Membuat pria itu tidak bisa mengontrol ucapannya.

“Sudah kubilang aku bukan wanita murahan!” Pekik Helena kesal luar biasa. Gadis itu berjalan menuju pintu keluar. Namun tangannya dicekal oleh Arash. Pria yang tengah diliputi kemarahan itu berniat ingin memberi sedikit pelajaran pada Helena. Dia pikir, seorang wanita murahan pastilah tidak akan menolak untuk melayani pria mana pun asal di bayar.

“Mau ke mana kau?” Arash menarik tangan Helena. Lalu melemparkannya ke sofa.

“Kau mau apa?” Helena bertanya panik. Saat Arash tiba-tiba saja mencium dirinya paksa. Tidak menjawab. Arash terus menyerang Helena. Menindih tubuh gadis itu. Berusaha menyentuh apa saja yang bisa disentuh olehnya. Helena tentu saja tidak tinggal diam. Dia terus melawan. Berusaha mendorong jauh tubuh besar Arash. Namun apa daya, Arash yang tengah marah, frustrasi juga mulai terbakar gairah, sangat susah di lawan.

“Tolong lepaskan aku! Jangan lakukan apa pun padaku.” Mohon Helena ketika tenaganya sudah habis terkuras. Bukannya berhenti, Arash justru semakin menggila. Tubuhnya memanas seketika. Hingga dalam hitungan detik, pria itu sudah melepas kemejanya. Membuangnya entah ke mana. Arash merasa tubuh Helena sangatlah menggoda. Apalagi ketika detik berikutnya, Arash merobek paksa blus milik Helena...SREEEETTTT.... Helena terkejut, lain halnya dengan Arash yang langsung terpana melihat bagaimana mulus dan seksinya tubuh Helena.

“Evan....Shan....Shen....Papa....tolong Helena!” Jerit Helena ketika Arash kembali mencumbunya. Air mata mulai mengalir di pipi Helena. Dia benci, sangat membenci pria yang tengah menjamah tubuhnya saat ini.

Tanpa Arash sadari pintu ruangan itu terbuka. Dan masuklah beberapa orang yang langsung menatap tidak percaya pada apa yang mereka lihat.

“Arash! Apa yang kau lakukan pada putriku!”

*****

Karya baru readers, semoga kalian suka.....🤗🤗🤗

****

Kejutan Dari Cia

Arash menundukkan wajahnya. Pria itu tidak berani menatap wajah Rafael yang tengah menatapnya tajam. Kemarahan jelas terlihat di wajah ayah Helena. Dia sangat merutuki kebodohannya malam ini. Bagaimana bisa dia tidak tahu kalau gadis yang bekerja di kantornya adalah putri Rafael. Gadis yang akan dijodohkan dengannya.

“Jadi, kau tidak tahu kalau dia adalah Helena, putri Om?” Rafael bertanya dan Arash hanya bisa mengangguk pelan. Sementara di kamar pribadinya. Bisa Arash dengar bagaimana teriakan kemarahan Helena. Gadis itu terus mengatai dirinya brengsek, kurang ajar. Dan sederet umpatan yang benar-benar membuat telinga Arash sakit.

“Beuuuhh, sudah seperti petasan meledak saja mulutnya,” batin Arash.

“Hei pria brengsek! Kurang ajar. Berani kau melecehkanku!” Maki Helena begitu berdiri di depan Arash. Pria itu melongo melihat bagaimana cantiknya Helena. Meski Helena tampil tanpa polesan make up. Sejenak, Arash mulai membandingkan antara penampilan Helena dengan kekasihnya, yang selalu full make up.

“Malah bengong!” Bentak Helena.

“Sudahlah Helen, Arash hanya salah paham padamu,” Rafael berusaha melerai. Helena seketika menatap papanya begitu tahu, pria di hadapannya itu bernama Arash.

“Arash? Jadi ini yang namanya Arash," batin Helena. Sesaat memuji ketampanan Arash.

“Pa, tapi dia hampir melecehkan Helen.” Helena tidak percaya jika sang Papa justru membela Arash.

“Siapa suruh ngeberantakin kantor orang.” Sahut Arash santai. Dan dua orang itu, kembali terlibat adu mulut. Tidak ada yang mau mengalah sama sekali. Rafael seketika memijat pelan pelipisnya. Mendengar dua orang di hadapannya yang terus saja berdebat tidak ada habisnya. Hingga kedatangan Shan, membuat pertengkaran keduanya berhenti. Asisten Arash itu membawa cincin yang Helena cari. Gadis itu langsung mengembangkan senyumnya. Begitu melihat apa yang Shan bawa.

“Alah... hanya itu yang hilang? Aku pikir apa. Aku bisa menggantinya sepuluh kali lipat.” Cibir Arash. Perkataan Arash membuat Helena kembali naik pitam. Gadis itu baru akan membuka suaranya untuk melancarkan balasan. Ketika Rafael mencegahnya.

“Pa, dia hampir melecehkan Helen. Apa Papa tidak marah padanya?” Ulang Helena, merasa kesal pada sang Papa.

“Marah... tentu saja marah. Tapi itu juga salahmu sendiri. Lari dari pengawasan Papa. Malah terdampar di sini. Sudah kalian diam saja. Kita tunggu papamu datang.”

What???!! Arash langsung menatap horor pada Rafael. Melihat tatapan Arash, papa Helena itu menyeringai penuh arti pada dirinya. Gawat jika papanya sampai turun tangan, alamat bencana yang akan Arash dapat. Baik Arash maupun Helena hanya bisa saling pandang. Keduanya duduk di satu sofa yang sama. Helena dengan tatapan penuh kebenciannya. Dan Arash dengan tatapan terpesonanya. “Dia benar-benar cantik.”

Tatapan Arash terputus ketika dari arah pintu. Masuk sepasang suami istri yang begitu masuk, seorang pria yang adalah Papa Arash langsung menjewer telinga sang putra.

“Ini dia ni biang keroknya. Sekarang apalagi yang kau lakukan?” Papa Arash menarik telinga Arash, tak tanggung-tanggung.

“Ampun Pa, Arash tidak tahu kalau dia putri Om Rafael. Arash kira dia pencuri dan juga wanita murahan....” Arash menjawab setengah terbata.

“Kamu gila ya? Mana ada wanita murahan secantik Helena. Sembarangan kalau nuduh.” William memaki balik Arash. Melepaskan jeweran di telinga sang putra. Begitu Rafael memberi kode.

“Sudahlah, Will. Lebih baik kita diskusikan apa yang akan kita lakukan pada keduanya.” Rafael berkata penuh arti. Hingga akhirnya, dua pria itu berjalan beriringan, masuk ke ruang private meeting milik Arash. Kembali Arash dan Helena melemparkan tatapan penuh kebencian satu sama lain. Hingga bunyi ponsel Arash membuat pria itu mengalihkan pandangannya dari wajah Helena.

“Ya, Sayang...." Helena hampir muntah mendengar panggilan lebay Arash melalui ponselnya.

“...aku tidak bisa bertemu denganmu malam ini. Aku ada pekerjaan. Kita akan bertemu besok,” Arash mengakhiri panggilannya. Menatap ke arah Helena yang terlihat cantik mengenakan kemeja miliknya. Menggantikan blus Helena yang dia robek paksa.

“Ya, Evan...aku tidak bisa bertemu malam ini. Papaku ada di sini. Apa kau mau bertemu Papa?” Giliran Helena menjawab panggilan teleponnya.

“Aku ingin bertemu denganmu. Bukan papamu. Lagi pula ada Brigitta di sini. Aku pikir kita bisa sedikit bersenang-senang." Jawab seorang pria yang Helena panggil Evan. Gadis itu segera menutup panggilan teleponnya. Kesal. Sementara Arash, justru semakin menikmati wajah kesal Helena. Cantik dan menggemaskan. Begitulah yang ada di pikiran Arash.

Evan, pacar Helena dan Brigitta, sahabat Helena. Keduanya sedang berada di sebuah klub malam. Mereka sedikit kecewa ketika Helena mengatakan tidak bisa datang malam ini. Keduanya pikir akan sedikit menghilangkan stres mereka bersama Helena. Evan yang sedikit kesal mulai meminum minumannya. Sedang Brigitta menatap Evan dengan pandangan yang sulit diartikan. Brigitta diam-diam menyukai kekasih sahabatnya itu.

William dan Rafael keluar dari private meeting room milik Arash dengan wajah sumringah. Melihat hal itu Arash semakin yakin kalau nasib buruk akan segera menimpanya.

“Kami sepakat akan menikahkan kalian." What??!! Arash dan Helena berteriak bersamaan. Keduanya kompak menolak keinginan kedua orang tuanya. Dengan dalih sudah mempunyai kekasih masing-masing. Ditambah lagi Arash dan Helena baru saja bertemu, tidak saling mencintai. Arash dan Helena saling pandang penuh rasa tidak suka. Keduanya tidak bisa membayangkan jika mereka akan berada dalam sebuah ikatan sakral bernama pernikahan. Oh no, seketika kata itu yang terlintas di benak Arash dan Helena. Keduanya kembali saling memandang dengan dahi berkerut.

“Pa, kami tidak bisa dan tidak mau menikah.” Arash memohon. Dia benar-benar sudah kehabisan ide untuk membujuk William, papanya. Sama dengan Helena. Gadis itu bahkan hampir menangis.

“Keputusan kami sudah final. Kalian akan menikah di catatan sipil dulu. Karena Om Rafael akan kembali minggu depan.” William menegaskan kembali keputusannya. Membuat dua orang itu hanya bisa diam, tidak lagi membantah.

“Pesta akan diadakan kemudian.” Rafael menambahkan. Kepala Arash dan Helena seketika pusing dibuatnya.

Singkat kata, dua hari kemudian. Arash dan Helena resmi menikah. Sebuah hal yang tidak pernah terbayangkan oleh keduanya. Semua berbahagia dengan pernikahan dadakan plus paksaan itu. Kecuali dua pengantinnya. Keduanya memasang wajah cemberut sejak awal sampai, di kantor catatan sipil.

Sampai kini, mereka tinggal berdua. Berada dalam mobil Arash. Dalam perjalanan pulang menuju apartemen Arash. Kedua orang mereka memerintahkan mereka untuk tinggal bersama sejak mereka menikah.

“Anggap saja kita menikah kontrak. Jika keadaan sudah reda. Kita bisa berpisah.” Arash berucap saat keduanya sudah masuk ke ruang tamu apartemen Arash. Helena sama sekali tidak menanggapi ucapan Arash. Pria yang kini sudah berubah status menjadi suaminya. Pikirannya di penuhi oleh Evan. Bagaimana cara Helena menjelaskan pernikahannya kepada pria itu.

***

“Kamu ke mana saja? Kenapa tidak mau menemuiku. Ada yang ingin aku beritahu padamu.” Valencia, kekasih Arash. Biasa di panggil Cia. Bergelayut manja di lengan Arash. Pria itu hanya diam. Dia juga tidak tahu bagaimana memberitahu soal pernikahannya dengan Helena pada sang kekasih. Namun Arash juga tidak mau menyembunyikan hal itu.

“Memangnya apa yang ingin kau sampaikan?” Valencia mengembangkan senyumnya. Lalu berbisik di telinga Arash. “Aku hamil, Sayang.”

Arash membeku di tempatnya, tidak pernah menyangka akan mendapat kejutan seperti itu dari Cia.

****

Kecurigaan Helena

Dua minggu berlalu. Keadaan pernikahan Arash dan Helena semakin tidak karuan. Keduanya sering bertengkar. Baik karena hal kecil maupun besar. Evan serta Cia jelas marah begitu tahu Arash dan Helena menikah.

Apalagi Helena, wanita itu jadi uring-uringan terus. Sebab Evan marah besar padanya. Berulang kali Helena menjelaskan pada Evan. Kalau pernikahan ini adalah keinginan kedua orang tua mereka. Bukan keinginannya. Tapi pria itu tidak percaya. Dia menganggap kalau Helena sudah tidak mencintainya.

“Aku mohon Evan, dengarkan aku. Aku dipaksa untuk menikah dengannya. Pernikahan ini bukan keinginanku.”

Helena berucap memohon untuk yang ke sekian kalinya. Berharap kalau Evan mau mengerti keadaannya. Evan menatap penuh selidik pada kekasihnya. Dua tahun, mereka menjalin kasih dan Evan benar-benar mencintai Helena.

“Kenapa kau tidak berusaha menolaknya?” Evan bertanya. Beberapa hari ini hatinya mulai luluh. Melihat bagaimana kerasnya usaha Helena membujuknya.

“Aku berusaha. Tapi syaratnya kau harus datang waktu itu. Aku menghubungimu tapi kau tidak mengangkat panggilanku. Ke mana saja kau?” Cecar Helena.

Evan diam seketika. Waktu Helena menghubunginya dia sedang berciuman dengan Brigitta. Mabuk dan kesal, membuat Evan hilang akal. Menganggap kalau Brigitta adalah Helena. Pria itu tanpa sadar mencium Brigitta. Dan Brigitta yang memang ada rasa pada Evan. Tidak menolak. Hingga keduanya berakhir di ranjang apartemen Brigitta. Memadu kasih tanpa Helena tahu. Keduanya merasa bersalah, telah mengkhianati Helena. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur terjadi.

“Aku pusing, lalu minum obat. Setelahnya aku tidur. Jadi tidak mendengar panggilanmu.” Evan menjawab sedikit terbata. Helena menatap curiga pada sang kekasih. Bukankah waktu itu Evan bilang akan mengajaknya bersenang-senang? Kenapa jawaban Evan jadi terdengar aneh di telinga Helena.

“ Kau yakin tidak mencintai Arash?” Evan bertanya. Kali ini bukan jawaban yang Evan dapat. Tapi sebuah ciuman dari Helena yang langsung mendarat di bibir Evan. Pria itu mengulas senyum tipisnya. Sesaat kemudian, keduanya sudah berciuman mesra.

Tanpa mereka tahu, di seberang ruangan. Arash menatap marah pada Helena dan Evan. Tidak tahu kenapa, tapi pria itu tidak suka. Saat melihat Evan dan Helena berciuman. Padahal Arash dan Helena sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing.

****

“Dari mana saja kau?” Pertanyaan dari Arash langsung menyambut Helena begitu masuk ke apartemen Arash. Hampir tengah malam. Helena baru saja pulang setelah hang out sejenak di sebuah klub malam bersama Evan. Arash tahu kalau Helena sedikit liar. Rafael sudah memberitahunya. Arash tentu terkejut akan hal itu. Apalagi di awal pernikahan mereka.

“Sudah tahu, kenapa masih bertanya?” Helena menjawab acuh. Berlalu dari hadapan Arash. Tapi pria itu menahan tangannya. Arash tidak suka diabaikan.

“Kau harus tahu batasanmu, Helen. Bagaimana jika orang luar tahu soal pernikahan kita? Reputasi keluarga kita akan dipertaruhkan.” Arash berusaha memperingatkan sang istri. Bagaimanapun Helena adalah istrinya sekarang. Sedikit banyak Arash merasa bertanggungjawab atas Helena.

“Untungnya tidak ada atau belum ada yang tahu soal pernikahan kita. Oh come on, Arash. Sejak kapan kau peduli padaku. Kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing. So, don’t cross the line, okay?”

Arash menggeram marah mendengar jawaban Helena. Wanita ini benar-benar sulit diatur, sulit dihadapi. Dia pikir sudah cukup sabar menghadapi Helena. Tapi sikap Helena selalu memancing kemarahan Arash. Dan berujung pada pertengkaran yang tidak ada habisnya.

“Yang aku maksud, kalau mau berduaan jangan di tempat umum. Kalau ada yang melihat. Itu akan berbahaya Helen.” Arash menekan setiap ucapannya.

"Kau mengatakan padaku agar tidak berduaan di tempat umum. Lalu bagaimana denganmu? Arash, sebelum kau mengomentari kehidupan orang lain. Lihat dulu dirimu sendiri. Kau pikir aku tidak tahu, kau menemui Cia-mu itu hampir tiap hari!” Helen menaikkan nada suaranya.

Skak mat, Arash langsung tidak berkutik mendengar cibiran Helena. Sebab dia memang bertemu Cia hampir setiap hari. Apalagi sejak wanita itu mengatakan sedang hamil anaknya. Meski Arash tidak yakin kalau itu anaknya. Dia pikir, kapan terakhir kali dia bercinta dengan Cia. Sepertinya sudah lama sekali. Dan itu pun karena Cia memaksanya.

“Tidak bisa menjawab? Makanya pikir dulu sebelum bicara.” Sarkas Helena. Menepis cekalan tangan Arash. Lalu berjalan naik ke kamarnya di lantai dua. Mengabaikan tatapan kemarahan dari suaminya.

“Helena...berhenti. Aku belum selesai bicara!” Wanita itu hanya melambaikan tangannya acuh. Sebelum masuk ke kamarnya.

Tidak tahu kenapa, darah Arash seperti mendidih setiap kali mengingat Helena dan Evan yang sedang berciuman. Cemburukah dia? Arash mengumpat seketika. Berbalik lalu berjalan menuju jendela ruang tamu apartemen miliknya. Menatap pemandangan malam yang jadi favoritnya. Menarik nafasnya pelan. Dia pikir akan jadi apa pernikahan paksa ini. Menyentuh pelan cincin yang ada di jari manisnya. Cincin yang dia beli mendadak. Sehari sebelum pernikahannya dengan Helena.

“Om berharap, Helena akan berubah lebih baik setelah menikah denganmu.”

Satu pesan dari Rafael terngiang di telinga Arash. Dia pikir bagaimana Helena akan berubah lebih baik. Jika dia saja tidak sebaik yang Rafael pikir.

Hari berlalu, kali ini Cia mengajak Arash untuk bertemu di sebuah restoran. Awalnya wanita itu begitu marah saat mengetahui Arash sudah menikah. Tapi setelah Arash membujuknya. Cia akhirnya mau mengerti kalau pernikahan itu bukan keinginan Arash. Dan pria itu berhasil meyakinkan kalau dirinya tidak mencintai Helena.

Saat ini, rasa benci mulai tumbuh di hati Cia. Dia tentu saja menganggap kalau Helena sudah merebut Arash darinya. Cia mulai khawatir kalau Arash akan berpaling darinya. Apalagi setelah melihat bagaimana cantiknya Helena, istri Arash.

Dalam hati Cia, mulai ada keinginan mencari cara untuk memisahkan keduanya. Arash hanyalah miliknya. Ayah dari anaknya. Tidak boleh ada seorang pun yang mengambilnya dari Cia. Wanita itu menatap penuh cinta pada Arash yang tengah duduk di sampingnya. Menemaninya makan sambil memainkan ponselnya.

Di sisi lain, Helena dan Shen tampak keluar dari sebuah hotel. Di mana dia baru saja selesai meeting dengan seorang kliennya. Keduanya baru saja sampai di lobi. Ketika Helena menyadari kalau ponselnya tertinggal di ruang meeting dengan kliennya.

“Akan kuambilkan.” Shen menawarkan diri. Tapi Helena menolak. Berucap akan mengambilnya sendiri. Meminta Shen untuk menunggunya di lobi. Wanita itu sedang menunggu lift ketika seorang staf hotel menghampirinya. Menyerahkan ponselnya yang ditemukan oleh seorang OB. Cukup senang karena dirinya tidak perlu naik lagi ke atas untuk mengambil ponselnya.

Helena baru saja akan pergi dari sana. Ketika ekor matanya menangkap dua orang yang dia kenal. Juga sedang mengantri di depan lift. Dua orang itu tidak menyadari kehadiran Helena. Cukup curiga dengan gerak gerik keduanya.

Rasa penasaran mulai menggelitik Helena. Lantas mengikuti dua orang itu, ketika mereka naik ke lantai 20. Begitu lift yang di naiki Helena sampai di lantai tersebut. Helena keluar dan matanya semakin menyipit. Melihat pemandangan di depannya.

Dilihatnya Evan dan Brigitta sedang berjalan bergandengan tangan. Sesekali pria itu memeluk tubuh Brigitta. Rasa curiga mulai menghampiri. Dia pikir ada hubungan apa keduanya selain berteman. Kalau hanya sebatas teman. Apakah mungkin sedekat dan semesra itu. Apalagi dia melihat Evan yang sesekali mencium puncak kepala Brigitta.

Adakah hal yang tidak dia ketahui soal teman dan kekasihnya itu. Helena berdiri mematung di tempatnya. Saat dia melihat Evan dan Brigitta masuk ke sebuah kamar.

“Kalau mau berduaan. Bermesraan. Jangan di tempat umum. Sewa kamar hotel sana.”

Satu ucapan dari Arash terlintas di benaknya. Mungkinkah dua orang itu mengkhianatinya? Satu pertanyaan timbul di hati Helena. Menatap penuh rasa ingin tahu di depan pintu kamar yang Evan dan Brigitta masuki tadi.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!