"Maaf," ucap seorang gadis berambut hitam dengan panjang sebahu. Dia mengenakan bando berwarna pink, dia memiliki bulu mata yang lentik.
Gio merasa melihat bidadari surga yang jatuh dari langit.
"T-tidak masalah," jawab Gio sedikit gugup.
Pemuda itu memunguti buku yang jatuh sambil mendekapnya kembali.
Dia perlahan masuk ke dalam bis umum yang selalu setia mengantarnya menuju sekolah tempatnya menuntut ilmu meski sangat keja, ketika harus bertemu dengan teman sekelas bernama MIke yang jahilnya minta ampun.
Sang gadis terlihat menggunakan earphone, entah lagu apa yang dia dengarkan hingga begitu asyiknya gadis cantik bermata lentik itu menikmati alunan musik.
Gio tak bisa lepas dari wajah cantik itu.
"Maaf, apa kau melihatku?" tanya sang gadis dengan tatapan penuh cahaya surgawi seakan detak jantungnya menjadi beberapa bagian.
Dia merasa bunga mawar merekah dengan sempurna.
"T-tidak."
Sang pemuda hanya bisa membalikkan badannya. Dia tak kuasa menatap wajah ayu sang gadis.
Bis berhenti di depan halte yang berada di depan sekolahnya, ini menyelamatkannya.
"Aku duluan," ucap si pemuda sambil perlahan keluar dari bis itu.
Di susul oleh sang gadis yang tersenyum, dia merasa lucu dengan tingkah seorang Gio yang sungguh tidak terduga.
"Pemuda yang unik," ucap sang gadis sambil turun dari bis.
GIo berjalan lebih cepat karena merasa takut sang gadis mengikutinya.
"Astaga, kenapa dia ikut aku?" batin Gio gelisah.
Perlahan tapi pasti, langkah kakinya sudah berada di depan kelasnya.
Di sana sudah ada beberapa murid yang sangat senang menganggu Gio.
"Culun!" ucap seorang teman sekelas Gio bernama Mike.
Gio berusaha tetap tenang dan tidak merespon Mike karena dia paham bahwa MIke hanya akan membuat masalah dengannya.
Namun Mike menjegal kaki Gio, sehingga membuat sang pemuda jatuh.
"Hahaha, kau hanya seorang pemuda lemah. Bagaimana bisa tiap hari jatuh dan memalukan diri sendiri, apakah kehidupanmu begitu membosankan?" tanya Mike sambil jongkok dan menatap wajah Gio yang sangat pasrah ketika Mike memberikannya tekanan berulang kali.
Ini sudah kesekian kalinya Mike membuat Gio terjatuh.
Entah apa masalahnya.
Mike memang tidak menyukai Gio yang sangat menyebalkan, selalu diam saat dia mendapatkan sikap yang tidak baik dan cenderung kasar.
"Kau bisa melawanku, Gio."
"Aku tidak suka berkelahi."
MIke secara mendadak memukuli Gio tanpa ampun hingga dia babak belur, semua teman sekelas tak bisa melerai.
Mike hanya anak broken home yang suka bikin rusuh.
Gio tak mau membuat ayah dan ibunya cemas.
Dia hanya akan mengalah dan mendapatkan perban di wajahnya saat pulang sekolah.
Dia tak masalah harus babak belur. Mike harus di lawan dengan cara seperti ini. Namun Gio tak mau memperkeruh suasana.
Sayangnya, sikap mengalah itu, di salah artikan oleh seorang Mike.
Pemuda urakan yang sangat benci Gio yang lemah.
Tak terasa bel tanda masuk kelas sudah terdengar, seorang guru yang mendapatkan laporan ada perkelahian di kelas 3, langsung bergegas menciduk dua orang yang terlibat.
Gio dan Mike.
...
Di dalam ruang BK ...
"Mike, ini adalah yang kesekian kalinya. Ibu sudah bosan mendengar kau menghajar Gio. Dua minggu lalu kau baru saja di skors, baru juga dua hari berangkat sekolah, masih mau berbuat onar?" teriak ibu BK, si mata elang.
"Bu, aku sudah bilang kepada Gio, dia boleh melawanku, boleh memukulku dengan sekuat tenaga, tetapi dia tidak melakukannya. Jadi apa salahku?" jawab Mike yang tak mau di salahkan.
"Astaga Mike!!! ibu sudah pernah mendengar semua ini, terlalu sering alasan yang sama. Ibu meminta kau untuk berdamai dengan Gio, atau kau akan ibu pindah kelas!"
"Pindah saja!"
"Oke, ibu akan memberitahu pada kedua orang tuamu agar kau mendapatkan bimbingan belajar setelah pulang sekolah."
"Apa bimbingan belajar?tidak, aku tidak mau!"
"Ini karena kau sangat bandel. Ikut ibu!"
Ibu BK bernama Tari segera menjewer telinga si pembuat onar lalu membawa Mike pergi dari tempat itu, namun sebelum pergi, Bu Tari meminta Gio masuk kelas.
Gio mengikuti apa yang dikatakan oleh Bu Tari.
Dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kelasnya.
..
Ruang kelas Gio ...
Sang pemuda mengetuk pintu dan teriakan khas sang wali kelas nyaring terdengar.
"Masuk!"
Gio membuka pintu.
Dia merasa tulangnya melunak saat mendapati gadis cantik yang ia temui di bis, sedang berdiri di depan kelas memperkenalkan diri.
"Heh! Gio?" panggil wali kelasnya, Pak Bambang.
Gio masih fokus menatap wajah si gadis.
Gadis mengenal Gio dan langsung memanggilnya dengan pemuda lucu.
Seketika semua teman tertawa mendengar hal ini.
Pak Bambang segera meminta dua muridnya duduk dan mereka mengikuti apa yang di katakan oleh wali kelas mereka.
Gio masih gemetaran, apalagi dia lupa buku tugasnya ada di ruang BK.
Sungguh hal yang memalukan, dia tidak bisa menjadi seperti biasa karena ada gadis cantik yang berada satu kelas dengannya.
Apalagi gadis itu memilih duduk dengannya.
"Halo, namaku Cleo," ucap sang gadis sambil mengulurkan tangannya.
Gio gugup, wajahnya yang babak belur sangat menganggu pemandangan.
Secara tiba-tiba Cleo mengambil tisu dan mengusap luka itu.
"Sorry, aku hanya ingin membantu," ucap Cleo yang menerima penolakan dari Gio.
Gio bukannya menolak, tetapi dia sangat grogi.
Cleo segera merapikan duduknya dan memperhatikan Pak Bambang yang sedang mengajar pelajaran Matematika.
Dua jam berlalu ...
Pelajaran di mulai dengan lancar. Tanpa adanya Mike, kelas itu sangat aman dan nyaman.
Hingga bel tanda istirahat berbunyi.
"Setelah istirahat, kalian harus menyelesaikan bab 11, soal esai, jangan kerjakan dulu. Ada beberapa hal yang belum bapak jelaskan."
"Baik Pak!"
Pak Bambang segera beranjak dari tempat duduknya sambil membawa buku tugas para murid.
Dia tidak menanyakan soal Mike, dia sudah pusing berurusan dengan muridnya satu ini.
Semua murid sudah keluar dari kelas, kecuali Cleo dan Gio.
"Kau tidak ke kantin?" tanya Cleo.
"Tidak," jawab Gio singkat.
Cleo memilih untuk pergi ke kantin dan meninggalkan Gio sendirian di dalam kelas karena dia
Setelah sang gadis pergi, dia baru merasa lega.
"Astaga! perasaan apa ini Tuhan? bagaimana bisa aku satu kelas dengan gadis itu, satu bangku lagi! Ibu, tolong aku!" batin sang pemuda yang merasa hidupnya penuh dengan keberuntungan, tetapi dia tidak bisa menyikapinya.
Dia merasa jantungnya hampir berhenti berdetak ketika berada di dekat Cleo.
Gio melihat ada buku sang gadis yang belum di masukkan ke dalam tas, dia terkejut kala mendapati di dalam buku yang terbuka, ada nama pria lain, di sampingnya juga foto Cleo dengan seorang pemuda yang lebih tampan. Dia berasal dari sekolah lain jika di lihat dari seragamnya.
"Aku sudah kalah sebelum berperang," ujar Gio pasrah.
*****
Pulang sekolah ...
Hari ini merupakan hari yang sangat tidak bersahabat untuk Gio.
Dia harus babak belur karena Mike, lalu satu kelas dengan gadis yang baru saja ditemui di bis.
Sang gadis justru duduk di dekatnya.
Wah, ini sangat mengesalkan baginya.
Hingga pulang sekolah tiba, dia melihat Cleo berada di pelukan murid dari sekolah lain.
"Dia adalah kekasih Cleo," ucap Gio dengan lemas.
Dia merasa hidupnya sudah hancur, bagaimana tidak?
Gadis yang sangat berkesan baginya tiba-tiba berada di pelukan seorang murid yang jauh lebih tampan darinya.
Dia sudah kalah memang, hingga seorang ibu-ibu datang padanya.
"Gio?" panggil si ibu.
"Ibu? kenapa ibu kemari?" tanya Gio yang ternyata adalah ibu dari Gio bernama Heni.
Semua murid menatap Gio yang masih saja diperhatikan seperti bayi.
Namun dia senang, hanya saja sang ibu terlalu berlebihan.
"Ibu menjemputmu, apa tidak boleh?" ucap sang ibu yang merasa tidak ada salahnya ketika menjemput sang putra pulang sekolah.
"Iya, tetapi sangat memalukan ketika memperlakukan aku seperti seorang bayi, aku sama sekali tidak enak dengan teman yang lain," bisik Gio.
"Masa bodoh Gio. Kau harus ikut ibu, ada hal penting yang akan ibu bicarakan denganmu," ungkap sang ibu.
"Kenapa tidak di rumah saja?" tanya Gio yang merasa ibunya kurang sabar, padahal sepuluh menit juga dia sudah pulang.
"Sekalian, ayo naik motor ibu."
"Ayo."
Gio mengendarai motor sambil membonceng ibunya, dia mendengar ada beberapa murid yang mengejeknya, katanya si culun anak ibu, si culun gemoy dan sebagainya.
Dia tidak memperhatikan itu semua, karena yang paling penting adalah dia sayang dengan ibunya.
...
Gio menatap wajah sang ibu, lalu dia berkata," Serius amat bu, ada apa sih?" ucap Gio.
Gio merasa aneh dengan ibunya yang tiba-tiba sok serius.
"Ada suatu hal yang penting, awas kalau bikin ibu gagal fokus," jawab nyonya Heni dengan wajah yang serius kali ini.
"Ya ya, janji deh gak bercanda bu," sahut sang putra.
"Nah, ini baru benar. Begini Gio, ayahmu ingin bertemu dengan kita. Kau saja yang bertemu ya?" pinta Nyonya Heni dengan senyum yang terpaksa.
Dia mencoba menyembunyikan rasa sakit di dalam dadanya.
Nyonya Heni merasa hidupnya sudah terlalu lelah, dia cukup bersabar dengan sang suami yang telah pergi meninggalkan Gio dan dirinya untuk wanita yang lebih kaya.
"Lalu? apakah harus?" tanya Gio yang merasa tidak perlu bertemu dengan orang semacam itu.
Spesies tidak tahu diri yang sangat mencengangkan.
"Dia ingin memberikan hak mu, entah apa yang dia maksud dengan hak. Selama ini ibu bekerja sendiri dan dia menjadi orang yang tidak tahu bahwa ibu sangat kesusahan."
Nyonya Heni merasa sedih kala teringat akan masa-masa itu, masa dimana dia dan Gio tak bisa makan, tak bisa membeli popok dan dia harus bekerja keras menjadi buruh cuci, menjual sayur di pasar dan sekarang Gio bersyukur sang ibu sudah bangkit.
Ibunya memiliki tempat laundry sendiri meskipun tidak besar.
Cukuplah usaha itu sebagai jaminan untuk makan sehari-hari dan membayar sekolah Gio.
"Temui saja, jika dia memberikan uang padamu, tidak usah diterima. Kau harus menunjukkan harga dirimu dan keluarga kita yang sudah diinjak oleh ayahmu sendiri," ucap sang ibu penuh emosi.
"Baik bu."
Sang putra hanya mengikuti apa yang di katakan oleh ibunys.
"Ayah mengajakku bertemu dimana?"
"Di Cafe itu, sudah dekat dari sini, aku bilang padanya malas bertemu. Melihat mukanya saja aku sudah sangat muak."
"Ya, biarkan aku saja yang datang menemuinya karena dia sudah membuat kehidupan kita menjadi sengsara lahir dan batin."
"Terima kasih ya sayang, karena sudah bersama ibu sampai detik ini, ibu sangat sayang denganmu," ucap nyonya Heni dengan berderai air mata karena terharu.
Gio memahami perasaan ibunya yang tidak kunjung move on meski terlihat sudah merelakan.
Terlalu sakit untuknya bertemu dengan pria yang sudah menggoreskan luka terdalam baginya dan sang putra.
Cafe xxx ...
Kedua orang itu turun dari motor, lalu nyonya Heni meminta Gio masuk ke dalam cafe agar urusan segera usai.
"Kau berhati-hati ya sayang, jangan terbujuk oleh rayuan seorang ayah yang jahat seperti dia. Namun, kau harus bersikap baik dengannya, oke?"
"Iya, aku paham."
Gio mencium tangan sang ibu lalu segera berjalan masuk ke dalam cafe itu dengan rasa yang tidak karuan.
Secara pria yang akan dia temui adalah pria tidak tahu diri.
Tap ... Tap ... Tap ...
Langkahnya sangat yakin menuju tempat dimana sang ayah berada.
Di saat yang sama, seorang pria paruh baya merasa senang karena putranya bisa datang meski sang ibu tidak mau bertemu.
"Nak?" ucap sang ayah sambil memeluk tubuh Gio.
Perasaan bahagia terlihat jelas di mata sang ayah.
"Ayah sangat ingin bertemu denganmu, apakah kau tidak merasa bahwa aku ini ayahmu? Sehingga dengan mudahnya melupakan ayah?"
Sang ayah yang penuh emosi, meluapkan segala kerinduan yang sudah tidak terbendung lagi.
Namun, Gio agaknya terlalu malas untuk menghadapi pria macam itu.
"Ayah jangan basa-basi, aku sudah lelah menjadikanmu ayahku, ayah terlalu munafik!"
Gio pantas marah karena sang ayah memang keterlaluan.
Di saat sang putra sedang butuh kasih sayang dan perhatian, justru sang ayah sama sekali tidak perduli.
Ini membuat segalanya menjadi runyam dan tidak terkendali.
Hingga sampai saat ini, sang ayah belum tahu dimana sang putra bersekolah.
"Ayah akan memberikan hak mu. Ayah akan memberikan uang yang ayah punya, tetapi kau harus ikut ayah."
Sang ayah dengan mudahnya mengatakan itu semua.
Segalanya menjadi sangat rumit pada akhirnya.
Padahal selama ini Tuan Aprilio, sudah tidak peduli dengan keluarganya yang cenderung dari kelas menengah ke bawah.
"Jika ayah datang hanya untuk memisahkan antara aku dan ibuku, sorry. Aku tidak bisa."
Gio beranjak dari tempat duduknya lalu segera pergi, tapi sang ayah mencegah.
"Setidaknya temui adik tirimu, ayah ingin kalian saling mengenal karena bersaudara."
Sang ayah mencengkeram pundak Gio dan segera ditepis olehnya.
"Jalani hidupmu sesuai dengan apa yang kau inginkan, tidak perlu merasa sungkan karena hidup ini memang terlalu kejam untuk kami, orang-orang miskin."
Gio melepaskan cengkeraman tangan sang ayah di pundaknya dan berlalu pergi.
Sang ayah sangat kecewa, dia berusaha untuk memberikan perhatiannya dengan mencari dimana sang putra bersekolah.
"Ayah sadar jika kau sangat membenci ayah, tetapi ayah tidak bisa membuktikan apapun. Ayah sudah kalah. Tapi ayah akan tetap membantu membiayai sekolahmu, ayah akan menebus semua kesalahan yang telah ayah perbuat."
Tuan Aprilio segera menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari dimana sang putra bersekolah.
"Kau cari tahu tentang pemuda bernama Gio Bagaskara. Dia adalah anakku dari istri pertama yang sudah aku ceraikan, tapi jangan bilang dengan istri mudaku terlebih dahulu. Aku hanya ingin memperkenalkan Gio pada adiknya yang seorang gadis cantik. Aku harap Jeni mau membujuk Gio untuk tinggal bersamaku."
"Baik Tuan, berarti hanya nona Jeni yang boleh mengetahui masalah ini?"
"Iya, Shevi dan Rasya tidak boleh tahu masalah ini, karena mereka berdua masih benci dengan keberadaan Heni," pinta tuan Aprilio.
"Siap tuan! laksanakan!"
*****
Sang putra keluar dari Cafe itu, nyonya Heni menyambut dengan senyuman manisnya.
"Ibu bangga padamu karena memiliki satu prinsip yang sangat tegas, apalagi kau adalah seorang pria pantas menjadi orang yang tidak plin-plan!"
Nyonya Heni memeluk tubuh sang putra dengan erat, dia menahan tetesan air mata itu demi harga diri yang sudah terinjak teramat sakit.
Nyonya Heni segera meminta putranya untuk naik ke atas motor lalu pergi meninggalkan cafe itu.
Cafe di mana menjadi tempat seorang pria tidak memiliki tanggung jawab terhadap mereka berdua.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Sang ibu tidak mengatakan sepatah katapun karena merasa kehilangan yang sangat dalam.
Dia teringat akan masa lalunya, dia memang sudah merelakan dan terlihat sangat membenci orang yang sudah meninggalkan keduanya ketika dalam kesusahan.
Namun nyatanya, jalan menuju move on tidak terlalu mulus.
"Ibu benar-benar sudah melupakan ayah?" tanya Gio mencoba untuk mengulik tentang apa yang dirasakan oleh sang ibu.
"Cih, bagaimana bisa aku mengingat orang yang telah melakukan kejahatan terhadap kita? Aku tidak ingat, dan sangat tidak mau ingat," jawab sang ibu dengan isak tangis yang merana, terdengar isak tangis itu, membuat sang putra merasa bersalah telah mengatakan hal tersebut kepada seorang ibu yang tersakiti hatinya.
"Ibu hanya menutupi apa yang ada di dalam hati," batin nyonya Heni.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, kedua orang itu diam.
Mereka berdua terlihat sangat menutupi perasaan masing-masing.
Ada rindu yang menggebu mengenai sosok ayah dan anak, serta suami dengan istri.
.
.
.
Sesampainya di rumah ...
"Kau masuk dulu, ibu mau ambil baju kotor di kos cewek, mereka sudah pesan sama ibu."
"Ih, mereka itu selalu seperti itu dan membuat onar, bagaimana bisa menyuruh orang tua?"
Sang putra kesal, dia ingin menggantikan sang ibu mengambil baju kotor itu.
"Ya terserah kau saja, ibu kan hanya bekerja sesuai dengan kemampuan ibu. Mereka juga baik, sering kasih uang lebih sama ibu."
Sang ibu tidak masalah tentang hal ini. Dia merasa baik-baik saja dan tidak ada masalah tentang anak-anak kos yang selalu meminta nyonya Heni mengambil baju kotor.
"Ibu istirahat saja."
"Iya."
Nyonya Heni dan sang putra masuk ke dalam rumah.
"Sebelum berangkat, makan dulu Gio," ucap sang ibu.
"Iya, nanti kan bisa."
"Jangan nanti, ibu tidak kau menunda sarapan."
"Iya."
..
Meja makan ...
Setelah selesai mengganti baju, sang putra berjalan menuju meja makan,
"Ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu, cumi goreng dan sambal terasi."
Nyonya Heni terlihat duduk dan menikmati masakannya, sedangkan sang putra masih teringat akan wajah ayah yang selama ini telah membuat luka di dalam hatinya.
"Ibu, sebenarnya ayah itu orangnya seperti apa? di mau membayar sekolahku dan mengajak aku tinggal bersamanya. Bukannya dia baik?" tanya Gio mencoba melihat sang ayah dari perspektif berbeda, karena selama ini dia hanya mendapatkan informasi tentang kejelekan sang ayah, selain itu tidak ada lagi.
"Ibu sedang malas membahas luka lama, nanti ibu akan menjelaskan segalanya. Kenapa ibu sangat benci kepada semua orang yang berhubungan dengan ayahmu saat ini, mereka telah jahat pada kita."
Sang ibu ternyata masih terus keukeuh dengan apa yang menjadi kenyataan yang sebenarnya, hanya saja dia tidak mau memberikan informasi lainnya.
Dia takut kehilangan sang putra.
"Kau makan lah, jangan bahas ayahmu lagi, karena hanya akan membuat masakan menjadi busuk."
"Baik bu."
"Untuk sementara, sang putra mengikuti apa yang sudah diucapkan oleh ibunya, tapi suatu saat nanti, sang putra akan mencari tahu kebenarannya.
Sepuluh menit berlalu, sang putra pamit untuk mengambil baju kotor.
"Bu, aku berangkat dulu," pamit sang putra.
"Ya, hati-hati di jalan."
Gio langsung tancap gas menuju sebuah tempat kos cewek yang ada di dekat rumahnya.
Biasanya penghuni kos adalah orang-orang yang berada jauh di luar kota dan tinggal di sana.
Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya, jadi langsung bisa sampai di tempat kos itu tepat waktu.
"Cucian kotor!"
Teriak Gio seperti biasanya ketika mengambil cucian dari kos cewek itu.
Ketika ada seorang gadis yang keluar dari kos-kosan itu, Gio terkejut.
"Gio?"
"Cleo?"
"Kenapa kau ada di sini? Bukannya tadi kau ikut dengan murid itu?"
"Oh, iya. Dia mengantarku sampai di kos ini. Tunggu, kau tadi memperhatikan aku?"
"Tidak, hanya saja aku tidak sengaja melihatmu bersama murid itu."
"Oh, maaf kau anaknya pemilik laundry?"
"Iya, kau baru di sini?"
"Iya, aku pindahan dari luar kota. Murid laki-laki yang mengantarku itu hanya teman."
"Baguslah!"
"Apa?"
"Tidak apa-apa."
Entah mengapa Gio merasa senang karena sang gadis masih jomblo.
Masih ada kesempatan untuknya mengambil hati Cleo.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!