Varo duduk di tempatnya dengan buku yang selalu dia bawa. Berbeda dengan Varo, saudara kembarnya yang tak lain adalah Vero. Baru saja sampai di sekolah dia sudah bermain dengan bola basket kesayangannya. Mereka memang kembar, namun sifat dan keahlian mereka berbeda. Alvaro Putra Adhitama atau yang biasa di panggil Varo, dia lebih unggul di bidang akademik. Sedangkan Alvero Putra Adhitama atau yang biasa di panggil Vero, dia lebih unggul di bidang non alademik, lebih tepatnya basket.
Meskipun demikian, bukan berarti Varo tidak bisa bermain basket dan Vero bodoh. Permainan basket Varo juga jago, namun tak sejago Vero. Begitu pula sebaliknya, Vero bukan berarti bodoh dalam pelajaran, namun dia tetap kalah bersaing dengan Varo. Namun itu bukan masalah buat mereka berdua. Mereka tetap saling suport satu sama lain.
"Vero mana?"tanya Darrel.
"Lapangan"jawab Varo singkat. Darrel hanya mengangguk mengiyakan. Dia memang sudah terbiasa dengan sikap dingin Varo. Apalagi yang hanya bicara seperlunya saja. Ahh, sangat berbeda dengan Vero yang sangat cerewet, pikir Darrel.
Darrel berteman dengan si kembar sudah sejak kelas VII. Mereka satu sekolah waktu itu, bahkan satu kelas. Dan hingga sekarang mereka terus bersama.
"Selamat pagi epribadii"ucap Vero saat masuk kedalam kelas.
"Darimana aja lo?"tanya Darrel.
"Biasa, mengasah kemampuan"jawab Vero santai. Darrel hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Var, udahan ngapa bacanya, lo nggak bosen apa tiap hari baca buku"ucap Vero sambil menatap kembarannya. Varo hanya diam tak menanggapi. Vero yang kesal karena tak mendapat tanggapan menarik buku yang dibaca Varo. Varo mendelik menatap tajam pada Vero.
"Balikin"ucap Varo dingin.
"Gue pinjem bentar"ucap Vero santai. Vero memasukan buku itu kedalam laci mejanya. Varo yang geram langsung mengambil bukunya dengan mudah karena memang mereka satu bangku.
"Ahh elahh, nggak asik lo Var"gerutu Vero.
"Mending lo nggak usah gangguin Varo dehh"sahut Darrel.
"Tu, mending lo urusin mak lampir"lanjut Darrel menunjuk kearah pintu. Vero mengikuti arah yang di tuju Darrel. Dia melihat Della berjalan menghampiri mejanya.
"Pagi Varo"sapanya.
"Pagi Della"bukan Varo yang menyaut, namun Vero. Varo malah tak mengidahkan sapaan Della. Dia tetap fokus pada buku bacaannya.
"Ishh, gue nyapa Varo ya, bukan lo"sinis Della.
"Apa bedanya gue sama Varo mak lampir. Gue kembarannya dia, kita sama aja"ucap Vero. Della hanya melirik Vero sekilas dan beralih pada Varo.
"Varo, aku bawain kamu bekal di makan ya"ucap Della meletakkan bekal berwarna biru depan Varo.
"Makasih ya Dell, ntar pasti gue makan"sahut Vero tersenyum manis.
"Gue bawaain buat Varo ya"kesal Della.
"Kan udah gue bilang, gue sama Varo tu kembar, jadi sama aja"jawab Vero.
"Mending lo balik dehh ke tempat asal lo, berisik tau nggak"lanjut Vero mengusik. Della hanya berdecak kesal dan segera pergi.
Memang seperti itulah kebiasaan Della. Dia selalu mempepet Varo berharap mendapat perhatian. Namun selama 2 tahun dia berusaha, nihil. Dia tak pernah sekalipun mendapat perhatian Varo. Varo selalu megabaikannya dan Verolah yang akan menanggapai meskipun terkadang dengan sedikit hinaan.
.
.
.
Seorang gadis cantik baru saja tiba disekolah dengan di antarkan oleh supir. Dia berjalan melewati lapangan yang tak begitu rame. Rambut yang ia biarkan tergerai bergerak melambai seirama dengan angin yang berhembus. Aira Ardan, putri semata wayang Rumi yang tak lain adalah pembatu di rumah Kevin dan Keira.
"Aira"panggil Putri teman Aira. Aira menoleh kebelakang dimana Putri berlari menghampirinya.
"Baru sampe?"tanya Aira.
"Iya, nyari angkot susah, penuh terus"ucap Putri kesal.
"Ya udah yuk ke kelas, bentar lagi bel"ajak Aira. Mereka pun berjalan berdampingan menuju kelas mereka.
"Pagi Aira"sapa Vero saat melihat Aira masuk kekelas. Mendengar nama Aira, Varo melirik sekilas dengan ujung matanya. Sedangkan Aira hanya tersenyum sekilas pada Vero.
"Ra, kalau berangkat tu barengan aja, nggak usah minta anter sopir"ucap Vero pada Aira yang duduk di depannya.
"Maaf Ver, aku nggak enak sama ibuk"jawab Aira.
"Aishh, udah dibilangin ngga apa apa juga"kesal Vero. Vero yang terang terangan menaruh hati pada anak pembantunya itu memang selalu berusaha mendekati Aira. Namun sepertinya Aira sadar diri. Dia bisa satu sekolah dengan Varo dan Vero pun itu karena Kevin yang membiayainya. Bahkan dia berangkat di antar sopir pun juga atas perintah Kevin. Padahal Aira sudah berulang kali menolak, namun Kevin tetap memaksa.
Obrolan para siswa terhenti tatkala suara bel menggema menandakan sudah saatnya belajar dengan guru yang sebentar lagi pasti akan masuk ke kelas masing masing.
.
.
.
"Put, kantin yuk"ajak Aira.
"Aku bawa bekal Ra"tolak Putri.
"Yahh"sahut Aira memelas.
"Makan di kantin aja ya bekalnya"bujuk Aira. Akhirnya Putri mengangguk. Mengiyakan ajakan temannya itu. Putri memang bukan dari kalangan orang berada. Bapaknya bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan ibunya sebagai tukang buruh cuci. Dia bisa sekolah karena beasiswa. Putri tergolong siswa yang pandai, jadi dia dengan mudah masuk ke sekolah elite dengan beasiswa.
"Aku pesan dulu ya Put"pamit Aira. Putri mengangguk. Sedangkan Aira bergegas pergi ke stand bakso yang ada di kantin. Dia memesan 1 porsi bakso dan 2 es jeruk, 1 untuknya dan 1 lagi untuk Putri.
Aira kembali menghampiri Putri dengan nampan di tangannya.
"Nih, buat lo"ucap Aira menyodorkan es jeruk pada Putri.
"Apaan sihh, kan aku udah bawa air"ucap Putri.
"Nggak apa apa, gue traktir"ucap Aira. Seperti itulah Aira, dia sering mentraktir Putri meskipun hanya segelas es.
"Emang uang saku lo banyak ya Ra?"tanya Putri polos.
"Nggak kok, tapi bisa lah kalo cuma traktir lo es jeruk doang"ucap Aira terkekeh. Aira dan Putri kembali melanjutkan makan mereka.
"Hallo Aira, boleh gabung nggak, penuh semua nihh"ucap Vero. Aira mengedarkan padangannya dan benar saja, semua bangku sudah penuh.
"Silahkan"ucap Aira. Dengan senyum yang mengembang Vero duduk di sebelah kiri Aira dan Varo di sebelah kanan Aira. Jadilah Aira di apit oleh si kembar. Sedangkan Darrel duduk di sebelah Putri, bersebrangan dengan Varo.
Mereka melanjutkan makan dengan diam. Aira melirik kesisi kanannya. Dia melihat Varo yang hanya diam membaca buku.
"Varo nggak makan?"tanya Aira. Begitulah Aira memanggil Varo dan Vero. Meskipun mereka majikannya, dia meanggil dengan nama saja. Namun itu karena permintaan Varo dan Vero sendiri.
"Nggak"jawab Varo tanpa mengalihkan pandangannya. Aira menghembuskan nafasnya. Dengan segera dia beranjak dari duduknya dan pergi membeli roti dan air mineral.
"Makan Var, biar maagnya nggak kambuh"ucap Aira menyodorkan roti dan air mineral. Varo mendongak melihat Aira namun dia tak mengambil roti pemberiaannya. Varo malah kembali fokus pada bukunya.
"Mau aku telfonin ibuk, aku bilang kalo Varo nggak mau makan"ancam Aira. Aira tau betul kalau Varo memiliki penyakit maag. Jadi sebisa mungkin dia mengingatkan sang majikan saat di sekolah seperti ini.
Dengan terpaksa Varo mengambil roti dan air mineral yang dibelikan Aira dan segera memakannya. Semua yang ada di sana tak heran lagi dengan apa yang dilakukan Aira. Karena memang seperti itu Aira memperlakukan Varo jika melewatkan makannya.
Aira tersenyum saat Varo makan rpti pemberiannya. Namun tak jauh dari meja mereka seorang gadis terlihat menatap tajam Aira dengan tangan mengepal.
TBC
Bel pulang sudah berbunyi. Semua siswa berhambura keluar dari kelas masing masing. Begitu pula Varo dan Vero. Mereka berjalan menuju parkiran.
"Varo"panggil seseorang yang membuat langkah Varo dan Vero terhenti.
"Varo, gue nebeng ya"ucap Della.
"Nggak"jawab Varo dingin.
"Mobil gue mogok tadi pas berangkat Var, gue nebeng sampe bengkel deket persimpangan yaa"mohon Della.
"Ehh mak lampir, lo nggak denger apa kembaran gue bilang enggak ya enggak"sela Vero. Della mencebikan bibirnya pada Vero.
"Aira"panggil Vero.
"Kenapa Ver?"tanya Aira.
"Pulang bareng aja ya"ajak Vero.
"Tapi sopir kayaknya udah di depan dehh"tolak Aira.
"Sopir nggak bisa jemput lo, tadi bunda kirim pesen"sahut Varo dingin.
"Tu denger, masuk buruan"ucap Vero mendorong Aira masuk kedalam mobil. Di ikuti Varo yang duduk di kurti kemudi. Dan Vero duduk di samping Varo.
Varo melajukan mobilnya meninggalkan Della yang masih berdiri di tempat. Della semakin mengepalkan tangannya saat Aira pulang bersama Varo.
"Awas lo cewek sok lugu, gue bakal bikin lo tersiksa"gumam Della.
.
.
.
Didalam mobil Aira terlihat canggung dengan majikannya. Dia tadi melihat sendiri Della yang ingin nebeng, tapi malah dirinya lah yang pulang bersama mereka.
"Emm, Ver"panggil Aira.
"Kenapa?"tanya Vero.
"Tadi si Della kenapa di tinggal?"tanya Aira ragu.
"Udah nggak usah bahas mak lampir, mending bahas masa depan kita"gombal Vero.
"Apaan sih"kesal Aira. Aira melirik Varo sekilas. Dapat dia lihat Varo yang fokus pada stir dengan tatapan dingin pada jalan di depannya.
"Ck, nggak percaya banget sih lo Ra, harus berapa kali gue bilang, gue tu suka sama lo"ucap Vero menggebu.
"Maaf, aku rasa kamu bercanda"ucap Aira. Bukan untuk pertama kalinya Vero menyatakan cintanya. Namun Aira selalu menganggapnya bahwa itu hanya candaan.
"Harus pake cara apa sih Ra biar lo percaya"ucap Vero kesal. Aira hanya menunduk memilin jari jarinya. Sedangkan Varo hanya melirik gadis itu dari spion tengah.
Perjalanan pulang serasa sangat lambat bagi Aira. Dia merasa atmosfer di sekitarnya berubah saat Vero menyatakan candaan hatinya.
"Ekhem"dehem Varo.
"Kenapa lo?"tanya Vero heran.
"Udah sampe"jawab Varo seraya turun dari mobil. Hahh? Aira melongo saat Varo mengatakan sudah sampai. Bagai angin segar, dia segera keluar dari mobil dan segera berlalu. Vero yang melihat Aira seolah menghindarinya hanya bisa pasrah. Entah bagaimana caranya dia membuat Aira percaya bahwa dia tidak bercanda dengan ucapan cintanya. Vero segera turun dari mobil dan berjalan ke kamarnya. Dia tidak berniat untuk keluar kamar untuk menghindari Aira. Selalu seperti itu yang dia lakukan. Dia berharap dengan tidak bertemu Aira bisa mengurangi kecanggungan di antara mereka.
.
.
.
Aira baru saja selesai membantu ibunya menyirami tanaman di taman samping. Dia mencuci tangan dan kakinya di kran air sebelum masuk ke rumah. Dia berjalan ke dapur mencari keberadaan ibunya. Namun saat di dapur dia melihat Varo yang sedang mengambil air dingin di kulkas.
"Varo"panggilnya. Varo menoleh kearah Aira dengam dahi berkerut seakan bertanya "Apa apa?"
"Emm, nanti bisa belajar bareng nggk? aku ada beberapa yang belum paham"ucap Aira.
"Ya, nanti selesai makan malam"jawab Varo berlalu meninggalkan dapur. Aira tersenyum dan mengangguk kearah Varo.
Malam tiba, sesuai janji setelah makan malam Varo dan Aira sudah berada di perpustakaan mini yang Kevin buat untuk menunjang kebutuhan belajar anak anaknya. Aira memperhatikan apa yang di jelaskan oleh Varo dengan seksama.
"Gimana? paham?"tanya Varo.
"Iya, aku paham"jawab Aira.
"Masih ada lagi yang lo nggak paham?"tanya Varo dingin. Memang seperti itulah mada bicara Varo, dingin.
"Aku udah paham, makasih"jawab Aira tersenyum. Varo hanya mengangguk saja. Mereka kembali sibuk pada aktivitas masing masing. Varo fokus pada buku bacaannya, sedangkan Aira fokus pada PR yang dia kerjakan.
Tak terasa sudah jam 10 malam Varo baru mengakhiri bacaannya. Saat hendak mengemasi buku buku, Varo melihat Aira yang tertidur dengan bolpoin yang masih berada dalam genggamannya. Varo sedikit melihat hasil kerjaan Aira. Varo tersenyum tipis melihat jasil jawaban Aira. Tak sia sia aku mengajrinya, batinnya.
Varo membantu mengemasi buku buku milik Aira. Saat selesai, dia hendak membangunkan Aira. Dia mengguncang pelan lengan Aira berharap Aira akan bangun. Namun nihil Aira hanya melenguh saja. Varo bingung harus melakukan apa, kalau di tinggl sendirian disini kasian. Akhirnya Varo memilih mengangkat tubuh Aira membawanya masuk kedalam kamar. Kamar Aira tentunya, bukan kamar Varo yaa.
Dengan sekuat tenaga Varo menggendong tubuh Aira ala bridal style. Sampai di depan kamar Aira, Varo memmbuka pintu dengan kakinya meskipun sedikit kesusahan. Dia masuk dan merebahkan tubuh Aira di ranjang. Aira sempat menggeliat pelan saat Varo meletakkannya di ranjang. Sebelum beranjak Varo menyelimuti tuhuh Aira dengan selimut.
"Cantik"gumam Varo dalam hati dengan senyum manis melekat di bibirnya. Varo hendak keluar kembali kekamarnya.
"Kalian ngapain?"
Deg
TBC
"Cantik"gumam Varo dalam hati dengan senyum manis melekat di bibirnya Varo hendak keluar kembali ke kamarnya.
"Kalian ngapain?"
Deg
Varo membulatkan matanya saat mendengar suara yang tak asing baginya.
"Varo, kamu ngapain di kamar Aira?"tanya Kevin.
"Ahh, a_tadi Varo sama Aira belajar bareng, terus Airanya ketiduran"jawab Varo jujur. Kevin memicingkan matanya seolah tak percaya. Dilihatnya Aira yang tertidur pulas dengan selimut yang melekat di tubuhnya.
"Kali ini kamu lolos, tapi kalau lain kali ayah lihat kamu seperti ini lagi, jangan salahkan ayah"ucap Kevin memperingati.
"Lohh, yah, Varo kan jujur tadi belajar bareng tapi Aira ketiduran, ya udah Varo gendong ke kamarnya daripada Varo tinggal sendiri di ruang perpus"sanggah Varo.
"Ayah percaya, sekarang kamu tidur, udah malam"perintah Kevin. Varo mengangguk dan segera berlari menaiki satu persatu anak tangga kemudian masuk ke kamarnya.
Sampai di kamar Varo merebahkan tubuhnya di ranjang berusaha untuk tidur. Namun bayang bayang wajah cantik Aira selalu menghantuinya.
"Sial"umpat Varo. Dia berjalan mengambil sebuah buku kecil di dalam laci meja belajarnya dan membawanya ke balkon. Buku kecil dengan sampul biru laut yang bertuliskan My Ai. Di balkom Varo duduk sambil menuliskan kata kata yang menggambarkan isi hatinya di buku My Ai tersebut. Varo menghembuskan nafas berat sebelum dia kembali ke kamarnya dan bersiap menjemput alam mimpi.
.
.
.
Pagi hari Aira terbangun dari mimpi indahnya dalam keadaan bingung. Bagaimana bisa ada di kamar? Seingatnya terakhir kali dia berada di ruang perpus bersama dengan Varo untuk belajar bersama. Apakah aku tertidur disana? Apakah Varo yang menggendong ku ke kamar? Banyak pertanyaan di benak Aira. Ahh sudahlah, nanti saja di tanyakan.
Aira bergegas mandi dan segera keluar kamar membantu ibunya. Di dapur Bi Rumi yang tak lain adalah ibu Aira sedang menata sarapan di meja makan.
"Pagi buk, maaf nggak bantuin ibuk"ucap Aira.
"Nggak apa apa, ibuk sudah siapkan sarapan kamu di dapur"ucap Bi Rumi.
"Ayo buk sarapan bareng"ajak Aira.
"Iya"jawab Bi Rumi. Aira dan Bi Rumi sarapan di dapur, tidak di ruang makan bersama dengan majikan mereka. Sudah sering Kevin dan Keira mengajak mereka untuk makan bersama di meja makan. Namun baik Bi Rumi dan Aira selalu menolaknya. Bisa bekerja dan tinggal di sini saja mereka sudah bersyukur. Apalagi sekolah Aira pun di tanggung oleh Kevin. Bi Rumi tak henti hentinya mengucap terima kasih.
Selesai sarapan Aira menyimpan piring kotornya di wastafel. Dia mencuci tangan dan segera berpamitan pada ibunya. Setelah berpamitan Aira keluar mencari pak Maman, yang tak lain adalah supir yang sering mengantarkan Aira.
"Aira"Aira menoleh saat Vero memanggilnya.
"Berangkat bareng aja, pak Maman mau anterin ayah"ucap Vero. Aira mengangguk mengiyakan. Dia hanya bisa menurut saja karena pak Maman bukanlah sopir pribadinya, melainkan sopir majikannya yang baik hati mau mengantar anak seorang pembantu.
.
.
.
Hening. Tak ada percakapan di dalam mobil itu. Varo fokus pada stir dan jalanan, Vero yang seolah sibuk dengan ponselnya, dan Aira yang sibuk dengan fikirannya. Sebenarnya Aira ingin menanyakan perihal kejadian semalam diruang perpus. Namun melihat keadaan yang sedikit canggung, dia mengurungkan niatnya. Nanti saja saat di sekolah, pikir Aira.
20 menit perjalanan kini mereka sudah sampai di parkiran sekolah. Vero dengan cepat keluar dari mobil seolah menghindar tak ingin berlama lama di sana. Aira pun sama, dia segera keluar dari mobil di ikuti Varo.
"Varo"panggil Aira. Varo menghentikan langkahnya menoleh kearah Aira.
"Semalem aku ketiduran di ruang perpus ya?"tanya Aira. Varo mengangguk membenarkan ucapan Aira.
"Te_rus kamu yang gendong aku ke kamar?"tanya Aira gugup.
"Pak Maman yang gendong"jawab Varo bohong. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia yang menggendongnya.
"Ohh, pak Maman ya"ucap Aira sedikit kecewa. Pasalnya dia sudah sangat berharap bahwa semalam Varo menggendongnya ke kamar.
Varo berjalan lebih dulu meninggalkan Aira yang masih melamun. Namun lamunan Aira sadar saat seseorang dengan kasar menarik tangannya. Aira memberontak berusaha melepaskan cekalan tangannya namun tak bisa. Bahkan sesekali Aira meringis sakit karena kuatnya cengkraman tangan tersebut.
Sampai di sebuah gedung kosong tangan Aira di hempas dengan kasar hingga Aira terhuyung.
"Cihh, dasar cengeng"cibir Della.
"Mau kamu apa? kenapa kamu tarik tarik aku?"tanya Aira takut.
"Lo mau tau"ucap Della.
"Jauhin Varo"lanjut Della mencengkram dagu Aira.
"Gue nggak suka cowok yang gue suka deket deket sama cewek kampung kayak lo"ucap Della sinis. Dia mendorong tubuh Aira hingga Aira terjatuh lalu pergi meninggalkan Aira dalam gedung itu.
Aira berusaha bangun dan mencoba membuka pintu. Tapi ternyata Della menguncinya dari luar.
"TOLONGG"teriak Aira.
"Siapapun yang di luar tolong"teriak Aira. Namun nihil, sekuat apapun Aira berteriak tak akan yang menengarnya karena Aira di kunci di gedung lama sekolahnya yang sudah tidak terpakai.
"Siapapun tolong Aira, Aira takut"ucap Aira dengan air mata yang membasahi pipinya.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!