NovelToon NovelToon

Akhir Dari Pengkhianatan (Rumah tangga yang terkoyak)

Bab 1. Awal mula

Selamat datang kembali di novelku yang baru😍

.

.

.

Sejak tadi, Nala bergerak kesana-kemari menunggu Reigha, suaminya yang tak kunjung pulang. Padahal, malam sudah semakin larut. Tidak ada pesan satupun yang ditinggalkan suaminya agar Nala bisa sedikit lebih tenang.

Entah sudah panggilan yang keberapa Nala mencoba menghubungi Reigha. Namun, dari banyaknya panggilan, tidak ada satupun yang dijawab dan berakhir dengan suara operator yang terdengar.

"Kamu kemana sebenarnya, Mas? Mengapa kamu tidak mengabariku sedikit saja," gumam Nala merasa gelisah. Apalagi, Nala melihat jam yang bertengger di dinding rumahnya sudah menunjukkan pukul dua belas tepat. Hal itu semakin membuat Nala dirundung rasa khawatir yang berlebihan.

Nala mencoba tenang dengan duduk di sofa ruang tengah sambil mengigit ibu jarinya. Dia menarik dan menghembuskan napas beberapa kali agar ketenangan bisa diraihnya. Lima menit, sepuluh menit, tiga puluh menit, hingga satu jam kemudian, belum ada tanda-tanda Reigha akan pulang.

Nala tidak habis pikir dengan sikap Reigha yang akhir-akhir ini sering sekali pulang dini hari. Apakah rapat bersama klien bisa selarut itu? Berbagai pertanyaan tiba-tiba muncul dan Nala segera menepisnya ketika pikiran buruk menghampiri.

Untuk membuat hatinya tenang, Nala memutuskan untuk tidur dan berharap saat terbangun nanti, Reigha sudah tidur di sampingnya dengan memeluk hangat tubuhnya.

Hingga jarum jam menunjukkan pukul tiga dini hari, mata Nala nyatanya tak sanggup terpejam. Dia begitu gelisah dan khawatir dengan suaminya. "Apa yang sebenarnya terjadi?" monolog Nala sambil memegangi dada sebelah kirinya.

"Semoga tidak terjadi hal yang buruk," sambungnya lagi dan memilih memejamkan mata.

Sedang di tempat lain, Reigha sedang merengkuh tubuh pujaan hati yang saat ini sudah terlelap di pelukannya. Ya, Reigha memutuskan tidur di apartemen milik Sandra, cintanya dari masalalu.

Hanya sekedar tidur bersama tanpa melakukan hal yang tidak-tidak. Karena Reigha benar-benar menjaga Sandra, seseorang yang sangat dicintai dan tidak ingin merusaknya.

Anggaplah Reigha pengkhianat karena sudah menduakan cinta Nala. Tapi, selama empat bulan ini Reigha belum bisa sepenuhnya mencintai Nala, istrinya. Saat Sandra datang melamar pekerjaan di perusahaan sebagai sekertaris, Reigha seperti mendapat angin segar karena bisa menjalani rutinitas sehari-hari bersama cinta masalalunya.

Ya, Reigha sudah berselingkuh dengan Sandra di belakang Nala hampir satu bulan ini. "Aku mencintaimu, Sandra. Tidak akan aku biarkan cinta kita berakhir tidak bahagia lagi. Kali ini, aku akan memperjuangkannya walaupun aku harus melawan restu mama dan papa," monolog Reigha kemudian mengecup kening Sandra mesra.

Tanpa Reigha sadari, perbuatannya justru akan menyakiti Nala yang sudah terlanjur jatuh cinta. Reigha memang pemeran yang baik dalam menjalani peran sebagai suami di rumah tangganya bersama Nala.

Selama itu, Reigha memperlakukan Nala dengan baik dan istimewa. Lalu, bagaimana jika semua itu akan segera dicabut karena ada seseorang yang sudah menggantikan Nala?

Reigha tidak peduli lagi pada kesakitan orang lain. Karena dalam pernikahannya, Reigha merasa menjadi pihak yang tersakiti hanya karena menerima perjodohan orangtua dan meninggalkan cintanya, Sandra.

...................

Nala merasa baru sebentar dirinya terlelap. Namun, matahari sudah menyingsing naik dari ufuk timur demi menyinari bumi. Terpaksa, Nala harus beranjak dari kasur empuknya untuk memeriksa apakah suaminya sudah pulang.

Setelah matanya terbuka sempurna, Nala pergi menuju dapur dimana bi Ati sedang menjalankan perannya. "Selamat pagi, Bi. Apa mas Reigha sudah pulang?" tanya Nala dengan pandangan mengedar karena tidak mendapati sang Suami berada di kamar.

Bi Ati menunjukkan raut bersalahnya. "Sudah sejak tadi pak Reigha pulang. Tetapi, sekarang sudah berangkat lagi, Bu," jawab bi Ati merasa tidak enak hati.

Raut wajah Nala berubah kecewa. 'Mas Reigha pulang tanpa menemui aku terlebih dahulu?' batin Nala merasa terluka.

"Mengapa Bibi tidak membangunkanku?" tanya Nala dengan wajah kecewanya.

Bi Ati terlihat mengeluarkan kernyitan bingung. "Loh! Memangnya, pak Reigha tidak membangunkan Ibu? Katanya, pak Reigha sendiri yang akan membangunkan. Oleh karena itu, saya tidak berani," jawab bi Ati menjelaskan.

Nala mengibaskan tangan di depan dada. "Ya sudah. Tidak masalah, Bi. Nanti aku akan mencoba menelepon mas Reigha dan datang ke kantornya," jawab Nala yang seketika mendapatkan pencerahan.

Bi Ati mengangguk paham lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Sedang Nala, dia segera pergi membersihkan diri dan akan dandan secantik mungkin agar suaminya senang dengan kedatangannya ke kantor. Nala sudah tidak sabar melihat raut bahagia Reigha ketika melihatnya datang dan memberi kejutan.

Butuh waktu satu jam untuk Nala mempersiapkan diri. Sekarang, dia sudah siap dengan penampilan yang elegan namun tetap terlihat menawan. Dia mengenakan dress floral berwarna putih dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai.

Tidak lupa, Nala juga membawa tas branded-nya yang merupakan hadiah pernikahan dari Reigha. Sebenarnya, masih banyak tas yang dimiliki Nala. Namun, Nala lebih suka memakai barang pemberian dari Reigha, suaminya.

Rasanya, ada rasa bangga tersendiri ketika Nala bisa memakai barang pemberian Reigha. Begitulah cinta Nala pada Reigha yang begitu tulus dan besar. Hingga, dunia Nala seakan hanya seputar Reigha, Reigha, dan Reigha.

Nala tersenyum ketika mematut diri di depan cermin. "Aku datang, Mas. Semoga kamu suka dengan kejutanku," monolog Nala Kemudian segera menuju lantai bawah, menyuruh sopir untuk mengantarkan.

Tiga puluh menit kemudian, Nala akhirnya sampai di lobi perusahaan Reigha yang juga merupakan perusahaannya. Ya, Nala mempunyai hak 80% dari saham perusahaan Cakrawala Group sesuai perjanjian pranikah.

Namun, Nala memilih untuk menyerahkan dan memberikan kepercayaan Cakrawala Group kepada Reigha. Bagaimanapun, Reigha adalah kepala rumah tangga yang mempunyai tugas mencari nafkah. Oleh karena itu, Nala tidak punya keinginan untuk bersaing melawan suaminya sendiri agar martabat dan harga diri Reigha tetap terjaga.

Ya, Nala begitu menghormati Reigha sebagai seorang suami. Tanpa bertanya pada resepsionis terlebih dahulu, Nala langsung menaiki lift menuju ruangan suaminya berada. Ketika sudah sampai di depan ruangan, ada asisten Reigha yang sedang berjaga di depan pintu.

Nala mengernyit heran. "Nick, mengapa kamu berjaga disini? Mengapa kamu tidak masuk saja? Mas Reigha ada di dalam 'kan?" tanya Nala pada Nickolas, asisten kepercayaan Reigha.

Nick terlihat gugup sebelum menjawab. "Maaf, Bu. Tapi, pak Reigha sudah berpesan agar tidak mengganggu beliau," jawab Nick tidak berani menatap mata Nala.

Nala tertawa kecil. "Termasuk aku? Yang benar saja kamu, Nick," ucap Nala mengabaikan larangan Nick lalu membuka pintu ruangan dengan cepat.

Betapa terkejutnya Nala ketika melihat pemandangan yang tidak seharusnya. Jantung Nala seperti berhenti berdetak saat itu juga. Reigha juga sama terkejutnya hingga begitu takut menatap mata Nala yang penuh akan luka dan kekecewaan.

Dengan dada yang naik turun karena menahan sesak, Nala memberanikan diri bersuara. "Kita harus bicara setelah ini, Mas," ucapnya lirih dengan nada menahan getar.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jangan lupa like, komen, vote dan kasih semampu kalian ya😍

Bab 2. Pengkhianat

Pukul lima sore, Reigha sudah berada di rumah dan berusaha mencari kesibukan dari mulai membersihkan diri hingga mencari baju yang akan dikenakan. Hal itu dilakukan untuk menghindari pertanyaan yang akan Nala lontarkan. Entahlah, Reigha merasa takut ketika melihat Nala hanya duduk terdiam di sisi ranjang.

"Kaos warna putihku dimana, La?"

"Celana pendekku dimana, La?

"Oh disini ya?"

"Oke, sudah ketemu,"

Sejak tadi Reigha tidak berhenti berbicara semata-mata untuk menetralisir kegugupannya. Sedang Nala, dia tidak menjawab, hanya memerhatikan Reigha yang bergerak kesana dan kemari.

"Duduklah disini, Mas. Ada yang harus aku bicarakan," ucap Nala tercekat.

Tidak ada pilihan lain, Reigha mengambil posisi duduk di samping Nala. Kepalanya menunduk lesu, pasrah dengan apapun yang akan Nala putuskan.

"Sudah berapa lama, Mas?" tanya Nala membuka pembicaraan.

"Apanya? Oh, yang tadi siang ya?" jawab Reigha terdengar gugup.

"Sudah berapa lama?" ucap Nala mengulang pertanyaannya.

Reigha menghembuskan napasnya kasar sebelum menjawab. Seakan, pertanyaan Nala merupakan soal ujian yang begitu sulit dijawab. "Satu bulan yang lalu," jawabnya pada akhirnya.

"Mengapa kamu lakukan itu padaku? Apa salahku?" tanya Nala dengan nada bergetar.

"Kamu tidak bersalah. Aku yang salah karena belum bisa melupakan Sandra. Tolong beri aku kesempatan untuk kembali dengannya. Aku sudah lama menginginkan pertemuan ini," pinta Reigha dengan kedua telapak tangan yang menangkup di depan dada.

Nala tertawa getir. "Lalu bagaimana denganku?" tanyanya merasa terluka.

Reigha mengangkat kepala untuk menatap Nala. "Aku tidak akan melepaskanmu karena itu akan membuat mama marah. Aku mohon, bantu aku untuk bisa kembali dengan Sandra," ucap Reigha lagi dengan tanpa perasaan.

Sesak sekali dada Nala saat ini. "Apa tidak ada cinta untukku walau sedikit saja?" tanya Nala dengan bibir bergetar menahan isakan. Matanya sudah membendung cairan bening yang sebentar lagi akan mengalir deras.

"Maaf, La. Tapi, rasa cintaku pada Sandra lebih besar," jawab Reigha jujur yang justru semakin membuat relung hati Nala terluka beribu-ribu kali.

Nala menghela napas lelah. "Semalam kamu tidur dimana? Apakah kamu benar-benar lembur?" Nala bertanya walau sudah tahu jawaban Reigha akan semakin menyayat hatinya.

"Aku ... Tidur di apartemen Sandra," jawab Reigha yang tidak ingin menutup-nutupi.

Nala memejamkan mata dalam-dalam. Setetes cairan kristal berhasil lolos dari matanya. "Sudah sejauh apa?" tanyanya lagi, berharap jawaban Reigha bisa sedikit menenangkannya.

"Hanya sekedar tidur bersama." Jawaban Reigha membuat sekujur tubuh Nala mendadak lunglai. Tidur bersama seperti apa yang Reigha maksud? Pikiran buruk seketika menghampiri. Apa ini pertanda bahwa Nala akan benar-benar kehilangan suaminya?

"Kamu tahu kan, Mas? Apa yang kamu lakukan itu tidak benar?" tanya Nala disela isak tangisnya.

Reigha mengangguk sebagai jawaban. "Aku tahu."

"Lalu mengapa kamu masih melakukannya? Padahal, kamu sudah tahu antara salah dan benar. Besok, aku akan bilang pada ibu kalau kamu—"

Ucapan Nala terhenti saat Reigha tiba-tiba saja bersimpuh di kakinya. "Tolong, jangan katakan apapun pada ibu. Bantu aku merahasiakannya," pinta Reigha tanpa beban.

"Lalu bagaimana dengan cintaku? Aku sudah terlanjur mencintaimu, Mas. Coba kamu lihat aku sedikit saja," ucap Nala menunduk untuk bertemu tatap dengan mata Reigha.

Reigha tampak terkejut hingga tangan yang memegangi kaki Nala terlepas. "Seharusnya, kamu tidak boleh mencintaiku," ucap Reigha lesu.

"Begini saja," ucap Nala kemudian mengangkat bahu Reigha untuk berdiri. Saat sudah berdiri, Nala mendongak dan menyentuh salah sisi wajah Reigha. Ibu jarinya bergerak naik-turun mengelus lembut wajah tampan suaminya.

Cup.

Nala mengecup bibir Reigha sekilas. "Kamu pilih aku atau Sandra? Aku adalah istri kamu, sedangkan Sandra hanyalah mantan kamu," ucap Nala memberi pilihan.

Reigha menatap Nala lekat. "Jangan beri aku pilihan. Aku tidak bisa," jawab Reigha kemudian melepas tangan Nala yang berada di wajahnya. Kemudian, Reigha berjalan keluar meninggalkan Nala sendirian di kamar.

"Kamu pengecut dan pengkhianat, Mas," ucap Nala yang masih bisa Reigha dengar. Selepas kepergian Reigha, Nala kembali duduk di sisi ranjang. Sesak sekali rasanya mendengar kenyataan dari mulut suaminya. Nala pikir, pernikahannya akan berjalan lancar dan harmonis. Tapi nyatanya, sudah satu bulan ini Reigha berbohong di belakangnya.

................

Setelah meninggalkan Nala sendirian, Reigha mengendarai mobilnya menuju apartemen Sandra. Dia begitu rindu dengan kekasih hati yang seharian ini tidak membalas atau mengangkat telepon darinya.

Tidak berapa lama, Reigha sampai di lobi apartemen Sandra dan tanpa menunggu lama, segera menuju kamar apartemen.

Tidak perlu membunyikan bel karena Reigha sudah tahu kata sandi apartemen Sandra. Setelah terdengar bunyi bip, Reigha melenggang masuk dan mendapati Sandra yang sedang berdiri di dapur.

Grep.

Reigha langsung memeluk Sandra dari belakang hingga membuat kekasihnya berjenggit kaget. "Aku kaget, Ga. Kamu datangnya secara diam-diam begitu," kesal Sandra dengan mata melotot.

"Sengaja agar kamu terkejut. Aku sangat merindukanmu," ucap Reigha kemudian menghidu aroma tubuh Sandra yang selalu memabukkannya.

"Geli, Ga. Jangan ganggu dulu karena aku mau membuatkanmu telur goreng," ucap Sandra tertawa geli.

Reigha terkekeh kemudian melepaskan belitan tangannya di pinggang Sandra. Kemudian, Reigha memperhatikan cara Sandra memasak telur yang didadar. "Kamu membuat telur dadar ya?" tanya Reigha

Sandra mengangguk. "Hanya telur yang bisa aku masak. Untuk memasak masakan yang lain, aku tidak bisa," jawabnya dengan wajah dibuat memelas.

"Istri kamu ... Bagaimana? Dia marah atau tidak?" tanya Sandra tanpa beban, seakan perbuatannya datang di antara Reigha dan Nala adalah perbuatan yang wajar. Nala jelas marah. Tetapi, marahnya Nala berbeda dengan marah orang kebanyakan. Marahnya Nala masih bisa tenang dan hanya kata-kata yang diucapkannya terdengar pilu. Hal itulah yang membuat Reigha tidak bisa melepas Nala begitu saja.

Entahlah, Reigha juga tidak paham mengapa dirinya tidak ingin kehilangan Nala. Padahal, jelas-jelas dirinya masih berhubungan baik dengan Sandra.

"Dia marah. Tetapi aku yakin, Nala hanya marah sebentar. Setelah itu, dia akan bersikap baik dan manis lagi padaku," jawab Reigha dengan yakin.

Sandra tersenyum lalu merangkul leher Reigha. "Itu lebih baik. Dengan begitu, aku juga bisa menjadi istri keduamu," ucap Sandra merayu.

Reigha menautkan kedua alisnya. "Istri kedua?" tanya Reigha seperti tidak pencaya dengan pendengarannya.

Sandra mengangguk. "Memangnya kenapa? Kamu tidak mau menjadikanku istrimu?" tanya Sandra dengan bibir cemberut.

Reigha menggeleng cepat. "Tidak. Bukan seperti itu maksudku. Hanya saja, aku belum berpikir sampai ke jenjang pernikahan untuk hubungan kita yang sekarang," jawab Reigha dengan hati-hati.

Sandra memicing menatap Reigha lalu tangannya yang mengalung segera dilepas. "Jangan bilang kamu sudah mulai mencintai istrimu itu? Kamu harus ingat, Ga. Dia yang sudah memisahkan kita!" ucap Sandra memberikan doktrin buruk pada pikiran Reigha.

Dan entah mengapa, Reigha merasa tidak terima ketika Nala dituduh seperti itu oleh Sandra.

Bab 3. Jerit kesakitan

Hari minggu akhirnya tiba. Beberapa hari ini, Reigha jarang tidur di rumah setelah pengakuannya yang ingin kembali bersama Sandra. Disaat Reigha bisa terbang tinggi bersama kekasihnya, Nala masih saja berkubang dengan rasa cintanya untuk Reigha.

Nala seperti punya kewajiban untuk mengekang Reigha agar selalu dalam genggamannya. Ya, Nala sudah berpikir untuk masalah rumah tangga yang sedang dihadapinya. Nala bertekad untuk memberikan ruang dan membuat Reigha kembali padanya. Bagaimanapun, Nala-lah yang lebih berhak atas Reigha terlepas apakah Reigha mencintai dirinya atau tidak.

Nala sudah bangun pagi dan membersihkan diri agar terlihat lebih menarik. Nala juga sudah pergi ke salon untuk memotong rambut panjangnya hingga sebahu. Terbukti, potongan rambut sebahu berhasil membuat Nala terlihat lebih fresh dari biasanya.

Setelah memakai dress dan riasan tipis, Nala melirik pada Reigha yang saat ini masih tertidur pulas. Nala tersenyum tipis kemudian berjalan mendekat. "Hari baru sudah dimulai. Akan aku buktikan bahwa aku bisa membawamu pulang kembali bersamaku," gumam Nala sambil mengelus pipi Reigha lembut.

Reigha yang merasa terganggu, menggeliat lalu matanya perlahan terbuka. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah Nala yang saat ini sedang tersenyum dengan jarak yang begitu dekat dengannya.

Reigha menjauhkan kepala terkejut. "Sedang apa kamu? Mengapa dekat sekali?" tanya Reigha panik.

Nala mencebikkan bibir kesal. "Memangnya salah jika aku ingin menatap wajahmu, Mas? Kamu 'kan masih suamiku," jawab Nala kemudian berdiri sambil kedua lengannya terlipat di depan dada.

"Hari ini kamu tidak boleh kemana-mana. Ibu mau datang bersama Nanta," ucap Nala hingga membuat Reigha menunjukkan raut tidak terima.

"Kamu 'kan bisa memberi alasan bahwa aku sedang bekerja. Mengapa aku harus menemui ibumu?" tanya Reigha yang tidak biasanya. Jujur, Nala merasa sakit hati dengan ucapan Reigha yang tanpa sadar sudah mengatakan bahwa Reigha tidak menganggap ibu Nala sebagai ibunya juga.

Dengan tatapan sedih, Nala kembali bersuara. "Apa ibuku sudah tidak menjadi ibumu lagi? Mengapa harus seperti itu?" tanya Nala dengan bibir bergetar menahan tangis.

"Bukan seperti itu maksudku. Tapi —" sangkal Reigha yang segera dihentikan oleh Nala dengan mengangkat telapak tangan agar Reigha berhenti bicara.

"Jangan banyak bicara, Mas. Ikuti saja atau akan aku ceritakan semuanya ulah kamu pada ibu dan mama," ancam Nala kemudian berlalu meninggalkan Reigha yang terlihat begitu kesal.

Untuk sesaat, Nala merasa menang karena bisa menahan Reigha untuk tetap di rumah saat hari Minggu. Karena Nala yakin, hari ini Reigha pasti akan menemui Sandra lagi dan menghabiskan waktu dengan bahagia. Sedang dirinya, hanya bisa meratapi rumah tangga yang berada di ambang jurang.

Nala terkadang berpikir apakah Reigha tidak memikirkan perasaanya? Baiklah, untuk hari ini Nala tidak mau ambil pusing soal itu. Dia harus menyuruh bi Ati untuk masak.

Hingga pukul sembilan pagi, bu Larasati dan Ananta akhirnya datang. Bu Larasati merupakan ibu kandung Nala yang sudah menjadi janda karena ayah Nala sudah meninggal dunia. Sedang Ananta, atau yang kerab di panggil Nanta, merupakan adik laki-laki Nala yang masih duduk di bangku sekolah SMA kelas 3.

"Assalamualaikum," ucap bu Laras dan Nanta hampir bersamaan. Nala menyambut dua orang tersayangnya dengan hangat.

"Waalaikumsalam. Masuk, Bu, Nan," ucap Nala lembut.

"Ibu apa kabar?" tanya Nala lalu berhambur memeluk sang ibunda yang telah melahirkannya.

"Ibu sangat baik, La. Kamu apa kabar?" tanya bu Laras balik lengkap dengan logat jawanya.

"Nala baik-baik saja. Nanta? Bagaimana sekolahmu? Jangan bilang kamu masih suka tawuran," ucap Nala yang kini beralih pada adik laki-lakinya.

Nanta mendengkus pelan. "Mbak Nala hanya tahu aku yang tawuran. Coba Mbak Nala lihat raport-ku, aku yakin Mbak Nala akan terkejut," ucap Nanta jumawa tanpa menghilangkan logat jawanya.

Bu Laras menjewer daun telinga Nanta. "Pasti terkejutlah. Isinya saja angka enam semua," geram bu Laras semakin mengencangkan jewerannya.

Nanta mengaduh kesakitan hingga membuat Nala meringis, seakan ikut merasakan apa yang adiknya rasakan.

"Ampun Ibu Suri ... Ampuni anakmu yang tidak berdosa ini," cicit Nanta meminta dilepaskan.

"Sudahlah, Bu. Aku percaya, Nanta tuh sebenarnya pintar. Hanya saja, masih tertunda," ucap Nala menenangkan sang ibunda yang sebenarnya sedang mengejek adiknya.

Akhirnya, bu Laras melepas jeweran di telinga Nanta lalu mengajak Nala untuk duduk di sofa ruang tamu. "Mas Reigha dimana, Mbak? Kok sejak tadi belum kelihatan?" tanya Nanta sambil pandangannya mengedar.

"Mas Reigha sedang mandi. Sebentar lagi pasti turun," jawab Nala yang kini mengambil posisi duduk di sebelah ibunya.

"Bi? Tolong ambilkan minum ya?" ucap Nala pada bi Ati yang masih sibuk di dapur. Nala bisa mendengar jawaban 'iya' dari bi Ati dengan sedikit berteriak karena jarak keduanya yang lumayan jauh.

"Ibu menginap disini 'kan? Bogor-Jakarta 'kan lumayan jauh. Lebih baik ibu sama Nanta menginap disini," usul Nala yang segera mendapat gelengan dari Nanta.

"Tidak bisa, Mbak. Besok aku harus sekolah. Tujuan kami datang kesini pagi-pagi adalah, agar ibu bisa puas melepas rindu sama Mbak Nala. Nanti sore baru kami akan pulang," jawab Nanta yang membuat bibir Nala menggerucut.

"Apa yang dikatakan adik kamu itu benar. Kasihan Nanta kalau pagi-pagi harus buru-buru balik ke Bogor dari Jakarta," sahut bu Laras menyetujui ucapan Nanta.

Nala mengangguk paham. Jakarta-Bogor memang membutuhkan waktu paling tidak dua jam untuk sampai pada tujuan. Itu sudah termasuk cepat karena melewati jalan tol. Jika tidak, mungkin sekitar empat jam baru akan sampai.

Sekilas asal-usul tentang keluarga Nala. Sebenernya, bu Laras berasal dari Jawa Timur. Sedang untuk ayah Nala, dia berasal dari Jawa Barat, tepatnya di Bogor. Mereka menetap di Bogor karena ayah Nala mempunyai usaha yang tidak bisa ditinggalkan. Akhirnya, setelah ayah Nala meninggal dunia, ibu dan Nanta tetap memilih tinggal di Bogor dan melanjutkan usaha sang ayah di bidang per-loundry-an.

Hari cepat sekali berlalu hingga mengharuskan bu Laras dan Nanta untuk pulang. Keduanya baru saja berpamitan yang diantar Nala juga Reigha sampai di depan.

Setelah mobil yang dikendarai Bu Laras menghilang, Nala menatap Reigha heran. "Kamu mau kemana, Mas? Kok sudah wangi?" tanya Nala curiga.

Reigha menatap Nala santai. "Aku harus menemui Sandra. Dia sudah meneleponku sejak tadi dan mengatakan rindu. Aku tidak bisa membiarkan Sandra menunggu lebih lama lagi," jawabnya tak berperasaan.

Tubuh Nala lunglai rasanya. "Apakah tidak bisa sehari saja waktumu hanya untukku? Mengapa kamu harus kesana?" tanya Nala dengan hati terluka.

"Maaf, Nala. Tapi Sandra sudah menungguku. Aku harus pergi," jawab Reigha lagi kemudian berjalan menuju mobilnya terparkir. Nala segera membuat gerakan menghadang agar Reigha tidak bisa pergi. Bagaimanapun, Nala tidak akan membiarkan Reigha menemui Sandra lagi.

Tin! Tin! Tin!

Reigha membunyikan klaksonnya kesal. "Minggir! Kamu apa-apaan sih? Tidak perlu menghalangiku karena aku akan tetap pergi," ketus Reigha kesal dengan tingkah Nala.

Nala sama sekali tidak takut. "Kalau begitu aku ikut," putus Nala yang saat ini berjalan mendekat pada pintu mobil. Reigha yang tidak setuju dengan pendapat Nala, segera menjalankan mobilnya hingga tanpa sadar, mobil tersebut sudah menyerempet tubuh Nala.

"Aaaakh!!" pekik Nala kesakitan hingga terjatuh di lantai cor depan rumahnya. Lutut dan sikunya berdarah akibat membentur cor.

Bi Ati yang melihat itu segera menolong Nala. Sedang Reigha, dia sama sekali tidak mendengar jerit kesakitan Nala karena telinganya sudah tertutup akan ungkapan cinta dari Sandra.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

jangan lupa tinggalkan jejak ya BESTie 😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!