Plakkk!!!
“Bagaimana mungkin kamu berbuat hal sekeji ini, Qi?! Tega kamu melempar kotoran ke wajah Mama dan Papa! Raka itu sepupu kamu sendiri. Bisa-bisanya kamu menggoda dia dan melakukan hal yang tidak-tidak di hotel!”
Qeiza mengamuk.
Putri sulungnya benar-benar membuatnya kecewa. Bagaimana tidak? Putrinya itu, tertangkap basah oleh pihak kepolisian karena tengah melakukan perbuatan asusila di sebuah kamar hotel.
Qeiza bahkan hampir pingsan saat mendengar berita itu dari mulut putra bungsunya. Anak yang sudah dia besarkan dengan penuh kasih sayang, kenapa tega melakukan perbuatan yang menjijikkan seperti itu?
“Qia juga tidak tau apa yang terjadi, Ma. Qia bingung. Saat Qia baru terbangun, tiba-tiba sudah ada banyak polisi di sana. Qia bahkan tidak tau sedang berada di mana,” lirih Qiana sembari menangis sesenggukan.
Gadis itu merasakan pipinya sangat perih karena sang ibu menamparnya dengan keras. Tapi, hal yang terluka bukanlah fisiknya. Itu adalah hatinya. Hati Qiana benar-benar terluka karena sang ibu tak lagi percaya padanya. Bahkan, ibu kandungnya itu dengan lantang menuduhnya menggoda Raka, yang tak lain adalah sepupunya sendiri.
Bagiamana mungkin dia menggoda seorang pria yang sudah dianggapnya seperti kakak kandungnya sendiri? Itu tidak masuk akal bagi Qiana.
Tapi, sang ibu, tanpa meminta penjelasan darinya, langsung menuding hal yang tak masuk akal itu.
“Kamu bilang kamu tidak tau? Bagaimana mungkin kamu bisa tidak tau?!”
Qeiza mengamuk bak orang kesurupan. Baginya, apa yang diperbuat oleh Qiana benar-benar mematahkan hatinya. Wanita paruh baya itu sangat kecewa pada sang anak.
Sejak Qiana remaja, gadis itu memang kerap dekat dengan banyak pria. Qeiza bahkan sering menasehati sang anak untuk tak terlalu dekat dengan banyak pria. Namun, Qeiza tak mengira jika putri sulungnya itu malah memadu kasih dengan sepupunya sendiri.
“Qia memang tidak tau apa-apa, Ma.”
“Berhenti bicara omong kosong, Qi! Bagaimana kamu bisa mengatakan tidak tau apa-apa? Sementara kepolisian memberikan barang bukti selembar sprei yang terdapat bercak darah dan ****** ***** kalian!”
Hampir saja Qeiza kembali melayangkan telapak tangannya pada Qiana. Beruntung Ivander menahan tangan istrinya itu, dan Raka langsung memeluk erat Qiana.
“Jangan marah pada Qia, Tan. Ini kesalahan Raka. Raka akan bertanggung jawab sepenuhnya. Raka akan menikahi Qia.”
Qiana yang sejak tadi menyembunyikan wajahnya, kini menegakkan kepala dan menatap tajam pada Raka. Gadis itu melepaskan diri dari dekapan sepupunya.
“Tanggung jawab?” lirih Qiana. “Tanggung jawab apa, Mas? Apa yang mau Mas Raka pertanggung jawabkan? Jangan mengatakan hal yang bisa membuat keluarga kita tambah salah paham. Kita tidak melakukan apapun di sana. Iya kan Mas?!” pekik Qiana.
“Qia ... berhenti membela diri!” bentak Qeiza.
“Qia harus membela diri Ma. Qia dan Mas Raka tidak melakukan apapun di sana! Pasti ada yang mau memfitnah kami, Ma, Pa. Tolong percaya Qia,” lirih Qiana.
Gadis itu benar-benar berharap agar kedua orang tuanya memercayai dirinya. Dia tak peduli jika seluruh dunia tak percaya pada apa yang dikatakannya. Bagi Qiana, asal orang tuanya percaya pada dirinya, itu saja sudah cukup.
Tapi, apa yang diharapkan oleh Qiana tak sesuai kenyataan. Bahkan, wanita yang mengandung dan melahirkannya ke dunia, tak sedikit pun menaruh rasa percaya itu pada dirinya.
“Sudah Mama katakan, berhenti membela diri. Pihak kepolisian tidak mungkin membawa kalian ke sel, kalau kalian tidak berbuat kesalahan!” tegas Qeiza.
“Tapi Ma—”
Belum sempat Qiana kembali membela diri, Qeiza sudah meminta anaknya itu untuk tak lagi melanjutkan ucapannya.
“Tutup mulut kamu, Qi. Mama tidak mau mendengar penjelasan apapun dari kamu. Mama kecewa sama kamu!” tegas Qeiza.
“Justru seharusnya Qia yang merasa kecewa, Ma. Qia kecewa sama Mama. Mama yang membesarkan Qia. Harusnya Mama tau jika Qia tidak mungkin melakukan perbuatan rendah seperti itu!”
Qiana memutuskan untuk meninggalkan keluarganya. Gadis itu meminta seorang sipir untuk mengantarkan dirinya kembali ke dalam sel tahanan.
Sementara itu, Qeiza menangis sesenggukan dalam pelukan sang suami. Wanita itu tak tau harus berbuat apa. Satu sisi dirinya tak percaya jika sang anak melakukan perbuatan rendah seperti itu. Walau sejak remaja Qiana sering bergonta-ganti kekasih, tapi gaya berpacaran sang anak tak pernah melewati batas. Tapi, bukti-bukti yang dia terima dari pihak kepolisian, membuatnya menjadi ragu.
Qeiza lebih memercayai bukti yang diberikan oleh pihak kepolisian. Terlebih pria yang tertangkap bersama Qiana adalah Raka— keponakan Ivander.
Raka adalah seorang pria yang selalu bersikap dingin pada wanita. Pria yang kini menginjak usia 26 tahun itu tak pernah sekalipun bersikap tak baik. Sejak kecil, Raka adalah anak yang sangat baik dan cerdas. Bahkan, Raka adalah seorang jenius. Dia mendapatkan gelar doktoral pada usia 22 tahun. Raka adalah pria yang dipercaya oleh Ivander dan Qeiza untuk menjaga Qiana, sejak mereka kecil.
Jika melihat track recordnya, tak mungkin Raka yang mengajak Qiana melakukan perbuatan asusila itu. Sudah pasti Qiana lah yang yang menggoda pria itu. Begitulah pikir Qeiza.
Namun, hati kecil Qeiza masih belum bisa menerima, jika sang anak menjadi tertuduh. Dia pun kembali menanyakan kronologi kejadian itu pada Raka.
“Seperti yang Tante dan Paman tau, Qia mengajak Raka makan malam di restoran seafood yang ada di dekat Grand Mall. Beberapa menit setelah selesai makan, Qia merasa pusing. Karena Raka menaiki sepeda motor, Raka takut Qia nanti terjatuh, makannya Raka memesan sebuah kamar hotel yang ada di dekat restoran seafood itu agar Qia bisa beristirahat,” jelas Raka.
“Setelah itu, Qia menggoda kamu, Ka?”
Raka terdiam. Pria itu sengaja tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu kandung Qiana.
“Jawab Ka!” perintah Qeiza.
Wanita paruh baya itu masih belum bisa menghentikan tangisnya. Qeiza masih benar-benar terpukul akan kejadian yang menimpa putri dan keponakannya itu.
“Apa yang terjadi selanjutnya, itu tidak penting Tan. Raka mengaku salah. Raka tidak menjaga Qia dengan baik. Raka akan bertanggung jawab sepenuhnya atas Qiana. Izinkan Raka untuk menikahi Qia, Tante, Paman.”
Tangis Qeiza semakin pecah. Wanita itu merasa bersalah pada Raka. Sudah pasti Qiana yang menggoda dan memaksakan kehendaknya pada Raka. Sejak kecil memang selalu seperti itu. Qiana selalu merengek pada Raka agar permintaannya dituruti. Dan Raka memang selalu menuruti permintaan Qiana, apapun itu.
“Maafkan Qia ya, Raka. Tante tau, Qia pasti memaksa kamu,” lirih Qeiza.
Berkali-kali Raka menelan ludah. Pria itu sebenarnya merasa sangat tegang. Dia juga merasa bersalah pada seluruh keluarganya. Terlebih pada Qiana.
“Raka yang seharusnya meminta maaf. Maafkan Raka, Tan. Raka akan mengurus pernikahan kami, secepatnya. Raka harap, Paman dan Tante menyetujuinya.”
“Bagaimana mungkin kalian akan menikah. Kalian itu saudara sepupu?! Apa yang akan dikatakan orang-orang jika kalian menikah?”
“Maafkan Qia ya, Raka. Tante tau, Qia pasti memaksa kamu,” lirih Qeiza.
Berkali-kali Raka menelan ludah. Pria itu sebenarnya merasa sangat tegang. Dia juga merasa bersalah pada seluruh keluarganya. Terlebih pada Qiana.
“Raka yang seharusnya meminta maaf. Maafkan Raka, Tan. Maafkan Raka, Paman,” ucap Raka seraya menatap bergantian pada Qeiza dan Ivander.
“Tapi, Paman dan Tante tidak perlu khawatir. Raka akan mengurus semua ini secepatnya. Raka akan secepatnya membebaskan Qia dari sini. Raka juga akan mengurus pernikahan kami, secepatnya.”
“Menikah?!” ucap Ivander dan Qeiza bersamaan. Raka menganggukkan kepalanya.
“Kamu benar-benar ingin menikahi Qia?” tanya Ivander sekali lagi.
“Iya Paman. Raka berharap Paman dan Tante menyetujuinya.”
“Bagaimana mungkin kalian akan menikah. Kalian itu saudara sepupu?! Apa yang akan dikatakan orang-orang jika kalian menikah?” pekik Qeiza.
Ivander memijat pelipisnya.
Sebenarnya, Ivander merasa beruntung jika pria seperti Raka akan menikahi Qiana. Raka pria yang baik, sopan dan cerdas. Dia mengenal Raka sejak pria muda itu terlahir ke dunia.
Walau Ivander memang ingin memiliki menantu sesempurna Raka, tapi, dia tak pernah membayangkan jika Raka benar-benar akan menjadi menantunya.
Saat Evelyn— istri pertamanya— tak ingin mempunyai anak, kehadiran Raka di tengah keluarga Bratajaya membuat hari-hari Ivander menjadi berwarna. Ivander begitu menyayangi Raka.
Raka adalah anak dari adik kandungnya. Walaupun Raka adalah keponakannya, bagi Ivander Bratajaya, Raka Pratama adalah putra sulungnya.
Sementara Qiana, walaupun gadis itu adalah putri sambungnya tapi dia sangat menyayangi Qiana bagai putri kandungnya sendiri. Dia yang merawat dan membesarkan Qiana sejak gadis itu balita.
Dan sekarang, kedua anak yang sudah dianggapnya sebagai anak kandung itu ingin menikah. Dia tak tau harus senang atau sedih karena hal itu.
Jika ini adalah drama yang ada di televisi ikan terbang, mungkin judul drama itu adalah 'anaknya adik kandungku akan menikahi anaknya istriku, padahal anak-anak itu adalah anak yang sudah aku anggap bagai anak kandung ku sendiri.'
Sulit bagi Ivander untuk membayangkannya kalau Raka akan menikahi Qiana. Hubungan itu pasti akan mendapatkan cemoohan di kalangan masyarakat. Dia dan Ivona adalah kakak beradik kandungan.
Bagaimana mungkin orang-orang bisa menerima jika anak-anak mereka menjadi sepasang suami istri?
Ivander kini mengusap kasar wajahnya.
“Raka dan Qia memang benar saudara sepupu. Tapi, kenyataannya, kami tidak mempunyai hubungan darah. Ini bukan pernikahan sedarah. Harusnya tak mengapa jika kami menikah,” bantah Raka.
Ivander dan Qeiza sama-sama mengembuskan napas berat. Pria muda di hadapan mereka memang adalah seorang jenius, tapi Raka tetaplah seorang anak muda yang naif.
“Walau kalian tidak ada hubungan darah, hubungan kalian tetap kakak dan adik. Masyarakat pasti akan menilai buruk terhadap pernikahan itu, Raka,” jelas Ivander.
“Kita tidak perlu mendengarkan perkataan mereka, Paman. Mereka tak punya andil apapun dalam kehidupan kita!”
“Kamu tidak tau betapa kejamnya masyarakat di luar sana, Ka. Mereka tidak akan pernah peduli tentang fakta sebenarnya. Mereka hanya berbicara dan bertindak apa yang menurut mereka benar. Tante tau betul hal itu karena Tante sendiri mengalaminya,” ucap Qeiza.
Masih terekam jelas di benaknya, kejadian 17 tahun silam, saat dirinya disiram air dan diperlakukan kasar karena tuduhan sebagai pelakor. Orang-orang langsung membencinya, tak pernah sekalipun mereka mengkonfirmasi padanya, apa hal itu benar atau tidak?
“Tapi Raka dan Qia sudah melakukan kesalahan, Tan. Raka tidak mungkin lepas tanggung jawab begitu saja.”
Lagi-lagi Ivander dan Qeiza mengembuskan napas berat. Walau mereka menentang rencana Raka untuk menikahi Qiana, tapi, apa yang dikatakan oleh keponakan mereka itu, benar adanya. Qiana telah ternoda. Gadis itu sudah tak lagi gadis, sekarang. Mereka takut, kelak, tidak akan ada pria baik-baik yang mau menikahi Qiana.
“Raka berjanji akan selalu membuat Qia bahagia, Tante. Raka ... Raka menyayangi Qiana.”
Qeiza menatap lekat kedua netra pria muda itu. Pria yang tengah melamar anaknya itu. Pria yang berjanji akan memberikan kebahagiaan pada anaknya.
Sebuah senyuman tipis pun terlihat di wajah Qeiza. Wanita itu yakin, tidak ada seorang pria pun yang bisa membahagiakan Qiana melebihi Raka. Tidak ada pria di dunia ini, yang lebih mengenal Qiana dibandingkan Raka.
“Kamu atur pernikahan itu sesegera mungkin,” ucap Qeiza.
Raka langsung tersenyum sumringah. Wajah pria itu terlihat lebih cerah dibandingkan cahaya mentari. Akhirnya dia mendapatkan izin dari ibu kandung Qiana— gadis yang sejak dulu sangat dicintainya.
Raka menganggukkan kepalanya dengan mantap.
“Raka akan segera mengurusnya, Tan.”
“Berjanjilah satu hal, Ka,” lirih Qeiza. Raka pun menatap lekat wanita yang akan segera menjadi mertuanya itu. “Jangan pernah biarkan Qia bersedih. Tetaplah menjadi Raka yang selalu ada buat Qia.”
Kembali Raka menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Raka berjanji, Tan. Raka berjanji dengan nyawa Raka sendiri. Raka tidak akan pernah membuat Qia bersedih, Raka akan selalu ada buat Qia.”
“Pengacara sudah mengurus semuanya. Sebentar lagi kalian akan keluar dari sini. Untuk selanjutnya, Paman serahkan semua kepada kamu. Jangan sampai berita ini menyebar. Kamu paham apa yang harus kamu lakukan, kan?”
“Iya Paman, Raka paham. Raka sudah mengantisipasi semuanya sejak awal,” ucap pria itu.
Dahi Ivander berkerut.
“Mengantisipasi sejak awal?” tanya Ivander.
Mata Raka melebar. Pria itu pun tampaknya terkejut dengan apa yang dia ucapkan sendiri.
“Ma- maksud Raka, sejak penggerebekan itu terjadi, sebelum kami digelandang ke kantor polisi, Raka sudah menghubungi orang-orang kepercayaan Raka untuk mengurus semuanya agar berita ini tak terendus media,” jelas Raka.
Ivander hanya mengucapkan huruf O sembari menganggukkan kepalanya. Walau merasa sedikit curiga dengan ucapan dan ekspresi wajah Raka, Ivander berusaha untuk menepisnya.
“Kami semua menunggu kalian di rumah. Mungkin, kita semua akan membahas tentang pernikahan kalian,” ucap Ivander sebelum merangkul sang istri dan berjalan meninggalkan ruangan itu.
Raka mengepalkan tinjunya setelah Ivander dan Qeiza tak lagi di sana. “Yes! Akhirnya aku bisa menikahi Qia,” ucapnya. Raka pun mengeluarkan ponselnya. Pria itu terlihat menghubungi seseorang.
“Lakukan semuanya sesuai yang saya perintahkan. Saya tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun. Pastikan semuanya sempurna,” titah Raka.
Raka mengembuskan napas lega. Rencananya yang sudah dia susun selama hampir satu bulan itu, sebentar lagi akan berjalan dengan sempurna.
Awalnya, Raka pikir akan susah untuk meminta restu dari Qeiza dan Ivander. Nyatanya, dengan sangat mudah dia mendapatkan restu itu.
Sekarang, dia hanya perlu menyiapkan pesta pernikahan mewah seperti impian Qiana. Pria itu bahkan sudah memesan tiket pesawat dan hotel untuk dirinya menghabiskan masa bulan madu bersama Qiana.
Pria itu sudah memeringati anak buahnya, agar bekerja dengan benar. Dia tidak akan menolerir kesalahan sekecil apapun. Pernikahan dirinya dan Qiana harus berjalan sempurna. Satu bulan lagi, Qiana harus menjadi istrinya. Bahkan Raka sudah menyiapkan tanggal pernikahan mereka.
Tepat di hari ulang tahun Qiana yang ke 23, gadis itu akan menjadi miliknya.
Semuanya sudah dirancang dengan sempurna oleh Raka.
Namun, semua yang sudah dia rencanakan, berjalan tak sesuai harapnya. Qiana menolak mentah-mentah pernikahan itu terjadi.
“Sampai kapanpun, Qia tidak akan mau menikahi Mas Raka! Qia tidak merasa berbuat apapun bersama Mas Raka. Qia punya seorang pria yang Qia cinta. Qia hanya akan menikah dengannya!”
Dua jam setelah Ivander dan Qeiza meninggalkan kantor polisi, Raka dan Qiana pun terbebas dari sana. Sudah ada seorang sopir yang menunggu mereka dan membukakan pintu untuk Qiana.
“Silakan, Non,” ucap sopir itu.
“Qia tidak mau pulang, Mas,” rengeknya pada Raka. “Kita naik motor Mas Raka saja. Kemarin, Mas Raka bawa sepeda motor kan?”
“Tapi, keluarga besar kita sudah menunggu Dek.”
“Qia mau menjernihkan pikiran lebih dulu sebelum bertemu Mama! Ayo Mas. Motor Mas Raka parkir di mana? Qia benar-benar sedang tidak ingin pulang.”
“Maaf Dek, kali ini Mas tidak bisa mengabulkan permintaan kamu. Sepeda motor punya Mas sudah dibawa Paman Ivan. Jadi, mau tidak mau, kita pulang bersama Pak Narto,” jawab Raka.
Qiana mengembuskan napas kasar. Dia belum siap untuk bertemu keluarganya. Terutama sang ibunda. Hatinya masih terlalu sakit atas perlakuan ibu kandungnya itu. Qeiza menamparnya. Wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu, juga tak memercayai dirinya. Bahkan, ibunya tak memberikan kesempatan padanya untuk membela diri.
“Kalau begitu, Qia pergi sendiri saja. Qia bisa naik taksi sendiri!” ketus Qiana.
Gegas gadis itu mengayun langkah menjauh dari Raka. Pria yang tidak pernah menolak keinginan Qiana itu, mengusap kasar wajahnya. Raka berbalik arah dan mengejar Qiana, menahan lengan gadis itu agar Qiana tak pergi meninggalkannya.
“Mas temani Qia,” lirih pria itu. Senyum kemenangan terpancar di wajah Qiana. Raka memang selalu luluh padanya. Raka adalah orang yang selalu bisa dia andalkan.
“Kita akan pergi ke mana?”
“Pantai, Mas!” jawab Qiana.
“Siang bolong seperti ini kamu mau ke pantai?!”
“Kalau begitu terserah Mas kita mau ke mana. Qia hanya ingin menyendiri sebentar saja.”
Beberapa detik Raka terdiam sebelum akhirnya memberikan ide pada Qiana.
“Kita naik mobil saja. Biar Pak Narto kembali ke rumah naik taksi,” ujar Raka. Qiana pun mengangguk setuju.
Raka dan Qiana pun kembali menghampiri Pak Narto.
“Kita kembali ke rumah sekarang, Non?”
Qiana menggelengkan kepalanya.
“Qia mau pakai mobilnya, Pak. Bapak kembali naik taksi saja. Katakan pada Mama dan Papa, Qia akan pulang kalau Qia sudah merasa tenang.”
“Saya takut dimarahi Ibu, Non,” ucap Pak Narto.
“Saya yang akan bertanggung jawab atas keselamatan Qia, Pak. Jadi Pak Narto kembali saja ke rumah. Katakan pada Tante Qei, saya tidak akan meninggalkan Qia satu detik pun. Saya akan menjaga Qia.”
Raka langsung menyambar kunci mobil yang dipegang oleh Pak Narto, lalu memberikan pria paruh baya itu dua lembar uang.
“Itu buat naik taksi, Pak,” ujar Raka.
“Ayo Dek, naik.”
Gegas Qiana menaiki mobil itu.
“Saya takut dimarahi Bu Qeiza, Den,” ungkap Pak Narto sebelum Raka masuk ke mobil.
“Nanti saya akan hubungi Tante Qei dan Paman Ivan. Pak Narto cukup katakan seperti yang saya ucapkan tadi. Saya yang akan bertanggung jawab atas keselamatan Qia. Saya tidak akan meninggalkan Qia satu detik pun. Saya akan menjaga Qiana.”
Setelah mendapat anggukan kepala dari Pak Narto, Raka pun gegas mengendarai mobil berwarna hitam metalik itu.
“Nih, ponsel Mas. Cari nomor ponsel penjaga villa keluarga kita. Minta dia membersihkan villa dan menyiapkan bahan makanan untuk barbeque.”
Qiana menganggukkan kepalanya dan menuruti setiap ucapan yang diperintahkan oleh kakak sepupunya itu. Bahkan Qiana melakukannya dengan hati riang karena itu artinya, nanti malam dirinya akan menyantap hidangan barbeque buatan Raka. Kakak sepupunya itu, sejak dulu memang paling mahir dalam membuat menu barbeque.
“Pak Bara akan menyiapkan semuanya, Mas. Kita hanya tinggal datang saja,” ungkap Qiana. Raka menganggukkan kepalanya. Pria itu kembali fokus pada kemudi yang ada di hadapannya.
Sebelum meninggalkan Ibu Kota dan berangkat menuju salah satu villa keluarga Bratajaya yang berada di Lembang, Raka dan Qiana memutuskan untuk makan siang lebih dulu. Warung bakso kaki lima menjadi pilihan Qiana untuk menu santap siangnya. Raka tentu saja menuruti keinginan sepupu tercintanya itu.
“Sambelnya jangan banyak-banyak, Dek. Nanti kamu sakit perut,” ucap Raka.
“Biar Mas. Biar pusing di kepala ini minggat semua!”
Raka menghela napas panjang, melihat Qiana menambahkan begitu banyak sambal ke dalam mangkoknya. Pria itu hanya bisa membeli obat anti diare saat Qiana masih sibuk menyantap makanannya.
Dan benar saja. Begitu tiba di villa, perut Qiana melilit. Gadis itu langsung berlari ke toilet begitu tiba di villa.
Raka pun gegas menyodorkan obat anti diare begitu Qiana keluar dari toilet. Bibir Qiana langsung mengembang saat melihat apa yang diberikan oleh Raka untuknya.
Qiana bahkan langsung mendekap tubuh Raka. Qiana memang terbiasa memeluk Raka, gadis itu sangat menyayangi Raka. Itu semua karena Raka sudah dianggapnya seperti kakak kandungnya sendiri.
Namun, tanpa Qiana tau, jika jantung Raka selalu berdetak lebih cepat saat Qiana memeluknya.
“Terima kasih, Mas. Mas Raka memang selalu tau apa yang Qia butuhkan,” ucapnya. Qiana melepaskan dekapannya dan langsung melangkah menuju dapur untuk mengambil minum dan meminum obat yang baru saja diberikan oleh Raka.
“Kamu benar, Qi. Mas memang tau apa yang kamu butuhkan. Dan yang kamu butuhkan adalah Mas,” gumam Raka.
“Kenapa Mas?” tanya Qiana yang samar-samar mendengarkan gumaman Raka.
Raka menggelengkan kepalanya, “Tidak apa-apa Qi. Ayo cepat minum obatnya. Daripada nanti kamu harus bolak balik ke toilet.”
Saat Qiana sibuk dengan perut melilitnya. Raka mempersiapkan bahan-bahan untuk pesta barbeque-nya nanti malam bersama Qiana. Wajah Raka merona saat mempersiapkan bahan masakan itu.
Dirinya hanya berdua dengan Qiana di dalam villa yang besar itu. Dan mengadakan pesta barbeque hanya berdua dengan Qiana di villa itu, membuat Raka merasa seperti tengah berbulan madu bersama Qiana.
Senja sudah berubah menjadi gelap. Raka dan Qiana kini sudah mulai bersiap membakar bahan-bahan makanan yang sudah disiapkan oleh Raka sore tadi. Dengan hati berbunga-bunga Raka memanggang bahan-bahan masakan itu.
Udara Lembang yang dingin di malam hari, serta Qiana yang selalu menemani di sisi, membuat suasana malam itu begitu syahdu.
“Cobain, Dek,” ucap Raka.
Dengan wajah sumringah Qiana membuka mulutnya dan menerima satu potong daging yang disiapkan oleh Raka.
“Enak banget, Mas. Mas Raka memang top!” pekik Qiana.
Raka dan Qiana pun menyantap makanan itu dengan lahap. Udara dingin membuat perut Qiana terus merasa lapar. Raka kembali harus memanggang beberapa potong kentang dan daging untuk Qiana. Tapi, kali ini Qiana membantunya memasak.
Mereka memanggang sembari tertawa bersama karena Qiana terus bercerita tentang hal-hal yang yang begitu menyenangkan. Namun, suara tawa Raka seketika berhenti kala Qiana menanyakan perihal kejadian yang mereka alami kemarin malam.
“Kira-kira ... Siapa ya Mas, orang jahat yang tega memfitnah kita. Kok bisa-bisanya kita digrebek sama polisi di hotel?”
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Qiana, Raka menelan ludahnya dengan susah payah.
“Apa perusahaan saingan yang iri sama pencapaian Mas Raka ya?” tanya Qiana lagi.
“Sudahlah Dek. Jangan terlalu dipikirkan.”
“Bagaimana mungkin tidak dipikirkan, Mas?! Mama jadi tidak memercayai Qia karena hal ini. Mama juga menampar Qia. Seumur hidup, baru kali ini Qia melihat sorot mata Mama yang penuh amarah pada Qia. Qia sedih, Mas. Hati Qia sakit.”
“Siapapun yang menjadi penyebab kejadian kemarin malam, yang jelas, Mas akan bertanggung jawab, Dek. Mas akan nikahi Qia,” lirih Raka. Dengan hati-hati pria itu mengungkapkan inginnya. Berharap Qiana tidak tersinggung akan pernyataannya.
“Mas! Kok bisa-bisanya Mas berpikir seperti itu! Kita ini saudara, Mas. Kita ini adik kakak! Qia sudah menganggap Mas Raka seperti kakak kandung Qia sendiri.”
“Qi ... Tapi kenyataannya kita tidak ada hubungan darah. Mas akan tetap bertanggung jawab dan menikahi Qia,” ucap Raka.
“Sampai kapanpun, Qia tidak akan mau menikah dengan Mas Raka! Qia tidak merasa berbuat apapun bersama Mas Raka. Tidak ada hal yang harus membuat Mas Raka bertanggung jawab. Lagian, bukankah Mas Raka tau jika Qia punya seorang pria yang Qia cinta. Qia hanya akan menikah dengannya!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!