NovelToon NovelToon

Bingkai Cinta Untuk Sarmila

Prolog

Seperti perempuan yang lainnya, dimana malam ini adalah malam yang sakral. Malam dimana dia akan terikat satu langkah sebelum ke pelaminan. Anjasmara sang kekasih berjanji akan datang bersama kedua orangtuanya. Mila masih terduduk di depan meja riasnya.

"Mila," sapa Aminah, ibunya.

"Iya, Bu." Mila menunduk tanpa menatap sang ibu.

"Kamu kenapa belum siap?" tanya Bu Aminah.

"Saya, ragu, Bu." jawab Mila lirih.

"Kenapa? apa karena ucapan nenekmu? Nak, kamu jangan dengarkan nenekmu. Suatu saat nenekmu pasti akan luluh seiring dengan waktu."

"Iya, Bu. semoga."

"Kamu sebentar lagi akan menikah, nak. Ibu senang akhirnya melepaskanmu dengan lelaki yang tepat seperti Anjas. Semoga saja ini yang terakhir. Setelah..."

"Setelah aku dua kali tidak jadi menikah kan,bu. Andai saja, Bu. Ayah tidak pergi dengan perempuan lain, aku tidak akan kena sialnya." Keluh Mila.

"Nak, setiap kehidupan yang kita alami pasti ada lika likunya. Ibu dan ayahmu juga menikah karena perjodohan. Kalau seandainya ayahmu menolak dari awal mungkin akan beda ceritanya."

"Tapi kalau ayah tidak cinta sama ibu. Mungkin tidak ada Sarah dan Lala, bu. Aku capek di musuhi nenek sejak kecil hanya karena aku mirip sama ayah. Kenapa aku tidak terlahir secantik Sarah dan Lala." isaknya.

"Mila dengarkan ibu. Tidak ada manusia yang sempurna. Semua ada plus minusnya. Sarah biar dia cantik dan berprestasi, tapi dia tidak suka di dapur. Beda dengan kamu yang bisa segalanya, kamu masuk kriteria istri idaman. Ibu bukan mau membandingkan kamu dan adik-adikmu. Tapi nyatanya memang seperti itu kenyataannya."

Terdengar suara decitan pintu kamar Mila. Tampak sosok gadis muda yang sudah memakai gaun. Gadis muda yang usianya sekitar 12 tahun duduk manja diantara ibu dan kakak sulungnya.

"Kak Mila tamunya sudah datang." sapa gadis muda yang bernama Lala.

"Adek kakak sudah cantik. Siapa yang dandani?" tanya Mila pada adik bungsunya.

"Kak Sarah yang dandani." kata Lala sambil berkaca.

"Kenapa dia nggak dandani kak Mila?" tanya ibu Aminah.

"Kak Sarah saja sampai sekarang belum selesai dandan, Bu. Lama banget." adu Lala.

"Yasudah, aku dandan ala kadarnya saja." jawab Mila.

Mila pun mempersiapkan diri untuk bertemu calon suami dan keluarganya. Dengan membaca bismillah, Mila pun keluar kamar di dampingi Lala dan Sarah. Sementara Bu Aminah dan nenek Seruni sudah di ruang tamu menemui calon besan.

Mila duduk di antara nenek dan ibunya. Tampak sang nenek sedikit risih berdekatan dengan Mila. Perkenalan antar besan pun terjadi.

"Jadi yang mana namanya Mila, Anjas." bisik Bu Melani.

"Itu." Anjas tunjuk saat Sarah dan Mila bersebelahan.

Bu Melani langsung mendekati Sarah. Pandangan pertama dia sudah jatuh hati pada gadis muda usia 20 tahun itu.

" Ini calonmu, cantik banget." Kata ibu Melani saat melihat Sarah.

" Iya dong Bu, cucuku yang dua ini emang cantik cantik menurun dari ibunya." Kata nenek Seruni. Mila hanya menunduk malu saat ibunya Anjas melengos saja tanpa menyapa dirinya.

" Bukan,Bun. Calonku yang ini namanya Mila." Anjas pun mengenalkan Mila pada kedua orangtuanya.

Bu Melani masih fokus pada sosok Sarah yang di matanya cantik. Dia bahkan tidak meladeni Mila yang ingin mencium tangannya.

"Saya kesini mau melamarkan Sarah untuk anak saya, Anjasmara. Bagaimana, bu?"

"Maaf, anak saya yang Sarah belum cukup umur untuk menikah muda. Dia juga sudah punya pasangan saat ini." kata Bu Aminah.

"Oh ya," Bu Melani melirik kearah Anjas.

"Dia pacar Rudi, Bu. Anak bawaan ayah." kata Anjas.

"Dia harusnya ngalah sama kamu. Kamu yang tua, sedangkan dia masih muda. Nanti biar ibu yang akan bicara sama Rudi." kata Bu Melani.

"Bu Aminah, jujur Anjas dan Mila belum lama saling mengenal jadi saya cukup kaget dengan pilihannya. Saya malah berniat mempersunting anak ibu yang satu lagi."

Mila berlari masuk ke kamar. Rasanya sesak sekali setelah mendengar ucapan ibunya Anjas. Memang mereka hanya pacaran sekitar tiga bulan. Anjas pun langsung mengajaknya serius.

Tapi Anjas pun tak ada itikad untuk membelanya. Terdengar dari kamar kalau keluarga Anjas sudah berpamitan pulang.

Ibu dan nenek pun lagi-lagi bertengkar.

" Lama lama cucuku jadi perawan tua semua, ini gara gara si Mila.  Bapak sama anak sama saja." Kata nenek Seruni.

" Bu, Mila sudah cukup umur untuk menikah. Beda sama Sarah yang masih kuliah, Sarah masih banyak yang di kejar."

" Bela terus anak itu!!!!" Nenek semakin meninggi

"CUKUUUUUP!!!!! kalian nggak mikirin perasaan kak Mila. Sekarang nenek pulang!!! Kedatangan nenek cuma memperburuk keadaan." Teriak Sarah dengan lantang.

Nenek Seruni pun sedikit terkejut kalau Sarah juga di pihak Mila. Mila yang mendengar hal itu cukup kaget. Yang dia tahu selama ini, Sarah dan Lala terlampau di manjakan sang nenek.

BAB 1

Bak angin yang berhembus kencang. Kabar tentang gagalnya lamaran Sarmila pun sampai ke telinga para tetangga. Bisik-bisik dari telinga ke telinga lainnya semakin kencang. Mila paham sejak kecil para tetangga memang tidak menyukai dirinya. Entah apa itu sebabnya dia juga tidak peduli. Baginya selama tidak mengganggu dia tetap fokus dengan kehidupannya.

Mila masih bungkam. Kalau di ladeni apa bedanya dirinya dan juga mereka. Jatuhnya sama saja. Toh dosa dia berpindah pada mereka yang menjelekkan dirinya.

"Dengar-dengar Mila ngga jadi nikah. Calonnya kesengsem sama adiknya, Sarah." Kata Bu Cici

"Karma namanya, bapaknya suka maen perempuan sekarang karmanya ya ke Mila, apalagi wajah mereka mirip." kata   Bu Upik

"Makanya kalo jadi laki laki jangan banyak tingkah. Imbasnya ya anaknya" kata Bu Cici lagi

"Hussh, jangan sering ngomongin orang, ntar kalian kena karma balik,mau?" Timpal ipeh.

Namaku Mila aslinya Sarmila. Tak ada nama panjang seperti Sarah dan Lala. Sarah memiliki nama yaitu Sarah Amanda. Sementara Lala memiliki nama Sahila Permatasari. Dan kata ibu dua nama itu nenek yang kasih. Dari kecil aku sudah merasakan perbedaan perhatian nenek pada dua adikku. Mau protes aku tak punya kuasa.

Kami tinggal di kota Bengkulu. Kota yang terkenal dengan bunga raflesia. Kota yang terkenal tempat pengasingan bung Karno. Kami pun tinggal di kompleks kecil yang bernama sawah lebar, tepatnya di gang sepakat 3.

Saat ini usiaku menginjak 30 tahun. Cukup umur untuk menikah. Tapi siapa yang mau? dua calonku sebelumnya juga mundur karena kepincut Sarah, adikku. Aku akui memang Sarah lebih cantik dariku. Untungnya Sarah tidak terpikat oleh mereka. Disamping katanya belum mau menikah muda. Dia juga punya Rudi, adik tiri Anjas. Sarah dan Rudi sudah pacaran sejak SMA. Dan itu pun di dukung oleh nenek mengingat keluarga Rudi lumayan mampu.

Ibuku seorang buruh cuci keliling, ayahku entah ada dimana, sewaktu kecil ayah meninggalkan kami karena kecantol dengan perempuan lain versi cerita nenekku begitu.Ibuku jarang menjelekkan ayahku di depan anak anaknya, beda dengan nenekku yang sering menjelekkan ayahku.

Dari tiga bersaudara cuma aku yang mirip ayahku. Kedua adikku menurun wajah ibu dan nenek lebih sayang dengan mereka daripada aku. Ya, karena kebencian nenek pada ayahku.

Aku maklumi kebencian nenekku karena ayahku kabur bersama pelakor dan membawa uang jutaan hasil kerja ibuku saat menjadi TKW. Menurut nenek dia kecewa sama lelaki yang ia jodohkan pada anaknya.

Ibuku menikah dengan ayahku saat tamat SMP, kalo di daerah kelahiran ibuku sudah biasa umur segitu sudah biasa menikah saat usia masih di bawah 17 tahun, saat itu ayahku sudah 20 tahun. Menurut nenek anak gadis kelamaan nganggur nggak bagus. Makanya nenek jodohkan dengan ayahku. Walaupun pada akhirnya ayah pergi saat ibu hamil muda mengandung Lala.

Pagi ini Mila bangun seperti biasa. Membereskan rumah menyiapkan sarapan untuk ibu dan adik-adiknya. Mila hanya batas pendidikan kelas dua SMA, tidak bisa melanjutkan karena terhalang biaya. Tapi adiknya Sarah bisa masuk kuliah di universitas Bengkulu mengambil bagian Administrasi Negara, disamping selalu dapat beasiswa dan tentunya di fasilitasi oleh neneknya.

"Bu, sarapan dulu ya?" sapa Mila masuk ke kamar ibu Aminah.

Aminah mencoba bangkit dari ranjangnya. Mila selama ini tidur bersama ibunya. Sarah dan Lala memiliki satu kamar bersama. Rumah mereka hanya memiliki dua kamar saja. Meskipun begitu, mereka cukup bahagia.

"Mila, kamu tidak apa-apa?" tanya Bu Aminah.

"Maksud ibu?" Mila belum paham.

"Soal lamaran kemarin. Apa Anjas sudah ada menghubungi kamu, nak?"

"Belum, Bu. Aku sudah ikhlas kalau Anjas sudah tidak ada kabar. Mungkin benar kata orang kalau..."

"Nak, jangan semua di kaitkan dengan ayahmu. Mungkin ini takdir, kalau memang Anjas itu jodoh kamu, pasti dia akan kembali padamu."

"Iya, Bu. untuk saat ini aku hanya butuh waktu. Begitu juga dengan Anjas."

"Yasudah, kita sarapan dulu. ibu bangunkan kedua adikmu dulu."

"Bu, biarkan aku yang bangunkan mereka. Ibu duduk di dapur. Aku tadi masak nasi goreng. Itu stok beras terakhir. Aku masih ada sisa uang buat beli kebutuhan."

"Mila maafkan ibu, ya, nak. Harusnya ibu yang memenuhi kebutuhan kalian, bukan kamu yang harus menguras tabungan demi ibu dan adik-adikmu."

"Bu, meskipun aku kerja jaga toko di depan rumah. Itu sudah lebih dari cukup. Kan dari penghasilan aku dan ibu juga bisa mengantarkan Sarah kuliah di Universitas Bengkulu, bisa masukkan Lala di SMP 1. itu sudah cukup buat aku, Bu." kata Mila.

"Oh, ya. Bu mungkin aku pulang sore. Soalnya tadi Ayuk Maida bilang ada bazar kecil di sekitar Sport center. Nggak apa-apa, kan, Bu. Sekalian aku ajak Lala pas dia pulang sekolah nanti. Kan ada acara khusus anak sekolah termasuk sekolah Lala."

"Jangan ajak Lala, Mila dia masih kecil. Ibu hari ini full di rumah saja. Tidak kemana-mana. Jadi biar Lala yang nemenin ibu dirumah."

"Yasudah, Bu. Nanti Mila bilang sama Lala. Soalnya kata Lala sekolahnya tampil nanti, dia bilang mau nonton."

"Yasudah, kita lihat sikonnya, nak."

Bu Aminah dan Mila keluar dari kamar. Tampak Sarah dan Lala sudah duduk di meja makan. Menyantap menu yang di sediakan sang kakak. Mata Mila membulat melihat porsi nasi goreng sudah berkurang padahal dia dan ibunya belum makan.

"Bu, Sarah nanti menginap di rumah Atik. Buat tugas kelompok. Soalnya besok pagi masuknya. Nggak tahu pak Ramlan tadi ngasih pengumuman di besok jam delapan pagi ada ujian."

"Bukannya Atik tinggal di Padang Harapan? jauh dari kampus. Kenapa nggak pulang aja, sih?" sahut Mila terdengar ketus pada Sarah.

"Kak Mila kok gitu, sih? apa karena soal kemarin sikap kakak kayak gini sama aku? Bu Sarah berangkat." Sarah menyalami bu Aminah sambil menenteng tas kuliahnya.

"Lala berangkat sama kak Mila, ya?"

"Lala berangkat naik angkot aja, kak. Malu sama teman yang lain. Udah SMP masih diantar."

"Kalau naik angkot kan ongkosnya sayang Lo, sekarang BBM naik, jadi ongkos pasti naik, dek. Sudah Kakak antar ya." Lala mengangguk menuruti kemauan kakaknya.

Mila berjalan di sekitar bazar. Menawarkan beberapa buku bacaan murah meriah. Ayuk Maida merupakan salah satu agen dari Magek toko buku yang terkenal di kota Bengkulu.

Netranya terhenti saat melihat pemandangan di depannya.

"Ngapo Sarah berdua sama Bu Melani? akrab nian? ah iyo kan Sarah pacar Rudi, jadi dak apo mereka akrab." Mila masih mencoba positif thinking.

(Kenapa Sarah berdua sama Bu Melani? akrab sekali. Ah iya kan Sarah pacaran sama Rudi. Jadi tidak masalah kalau mereka dekat)

Tapi pikirannya kembali terusik melihat siapa yang menyusul Sarah dan Bu Melani.

BAB 2

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Acara sebenarnya belum tutup, bahkan katanya sampai malam. Hanya saja shift jaga di ganti sama laki-laki. Mila pun menunggu angkot

Sesaat dia baru ingat, mencari angkot di sekitar Sport Center sangatlah susah. Kalaupun ada ya, tidak banyak. Mila pun mencari mesjid terdekat untuk mengejar sholat Magrib. Dia harus berjalan jauh untuk ke mesjid di dekat Bengkulu Indah Mall.

Sayangnya di perjalanan suara lantunan adzan pun sudah terdengar. Mau tidak mau Mila pun mencari pemberhentian di sebuah warung kecil. Sebenarnya bisa saja Mila menumpang sholat di mushola kecil yang tak jauh dari bazar. Hanya saja, tempat wudhu nya tidak terjamin, membuat dia lebih baik pulang saja.

"Kak Mila dimana?" Suara lelaki muda yang meneleponnya.

"Aku di jalan pulang, cuma belum ketemu angkot." jawab Mila.

"Aku jemput, Ya, kan. Aku di area dekat bazar kak Mila. Kata Sarah kakak lagi jaga bazar disana."

"Aku dekat arah hampir dekat ke BIM sih. Kalau gitu susul kesini saja." jawab Mila.

Motor tak lama sampai di hadapan Mila. Rudi, kekasih dari adiknya yaitu Sarah ternyata disuruh menjemput Mila.

"Kenapa kamu jemput kakak?" tanya Mila.

"Ibu drop, kak." Rudi memanggil Aminah dengan sebutan ibu.

"Ya Allah, kenapa tidak kabari, sih? sekarang ibu gimana?"

"Dia masih di rumah. Nenek melarang bawa rumah sakit. Kata ibu hanya capek saja. Tadi Lala bilang sudah menelepon kakak tapi katanya nggak diangkat."

"Kapan?"

"Coba kak Mila cek handphone kakak."

"Nanti saja pas di rumah. Nggak bagus juga pegang handphone pas lagi diatas kendaraan."

POV MILA

Aku sampai di rumah setelah diantar Rudi. Tampak nenek dan yang lainnya duduk di ruang depan. Ibu memang sering sakit-sakitan sejak lama. Makanya dia sudah mengurangi pekerjaannya dari biasanya tiga rumah. Sekarang hanya satu rumah saja. Itupun aku bantu dengan bekerja di toko gang rumah.

"Ibu!" aku memegang tubuh wanita yang sudah melahirkanku. Tubuh yang tak berdaya.

Meskipun terlihat pucat, tapi ibu masih bisa merespon kedatanganku. Ku genggam erat tangannya yang sudah berurat. Sebenarnya ibu masih muda. Belum sampai 50 tahun usianya. Tapi karena keadaan kemudaannya memudar.

"Mila kamu pulang, nak."

"Iya, Bu. Aku sudah pulang."

"Syukurlah."

Setelah selesai membersihkan diri, aku kembali ke kamar. Karena aku dan ibu satu kamar. Aku duduk di meja rias membersihkan wajahku. Ya meskipun aku nggak cantik, sekedar merawat diri nggak apa-apa kan.

"Bu, tadi Ayuk Maida ngajak Mila kursus di BLK."

"Bagus, nak. Kursus apa?"

"Dia suruh milih antara Jahit sama komputer."

"Kalau saran ibu, kamu ambil jahit saja."

"Tapi kata temanku biaya jahit banyak."

"Kan kata mereka, kalau belum di coba belum tahu, kan."

Saat membahas soal kursus  tawaran Ayuk Maida ibuku setuju saja. Tapi tidak dengan nenekku.

"Di bayarin ngga, kalo daftar doang, mah semua orang juga bisa. Kalo di bayarin daftarin Sarah juga."

"Sarah kan kuliah, nek." Kataku

"Kan bisa Sabtu Minggu. Kamu ini buat adik sendiri perhitungan."

" Yang di tawari aku,nek. Bukan Sarah, kalo nenek ada duit nenek aja yang daftarin Sarah." aku masih sabar meladeni sikap nenek.

"Eh, dasar anak Rohim! udah wajahnya sama kelakuannya tidak jauh beda."

"Bu, jangan begitu. Benar kata Mila Sarah kan masih sekolah, lebih bagus dia kejar cita-cita dulu."

"Minah, karena kamu sering bela dia, jadinya ngelunjak." kata nenek Seruni.

Tak lama kemudian, aku ke kamar ibu melihat ibu sedang berdoa.

"Ya, Allah berikanlah kemudahan untuk Mila dalam menata masa depannya. Kuatkanlah hatinya agar lebih tawakal."

Air mataku menetes, hanya doa ibu yang di ijabah sama Allah. Maafkan aku ibu.

Saat aku melewati kamar Sarah, kulihat Sarah tengah berdandan, make up nya lengkap, merek ternama. Pasti di belikan nenek.

" Mau kemana, sar?"

" Mau jalan sama Rudi,kak"

" Nggak usah pergi ya. Ibu lagi kurang sehat. Ntar ada apa-apa  sama ibu."

" Kan, kakak bisa telpon."

" Pokoknya ngga boleh!

Aku mendorong Sarah ke tempat tidur.

" Kakak kenapa sih, kak!"

" Dengar,ya. Sekarang ikut aturan di rumah ini. Kamu harusnya empati lihat keadaan ibu. Jangan mentang-mentang kamu di bela nenek terus bisa menyepelekan kami. Kakak disini sebagai kepala rumah tangga. Jadi kamu harus ikut aturan rumah ini."

Aku keluar kamar Sarah, dan mengunci dari luar.

Rasain!

Keesokan harinya

Kesehatan ibu semakin memburuk, akhirnya aku dan nenek membawa ibu ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan nenek ngomel ngomel nggak karuan, aku milih diam, bakalan kalah juga kalo ngelawan nenek.

Aku, Sarah dan Lala duduk di bangku ruang tunggu. Lala tidur di pundakku sementara Sarah sibuk dengan HP nya, sedikitpun dia tidak menolehku, sepertinya masih marah karena kejadian semalam.

Ah, bodo amat.

Aku keluar sebentar untuk mencari makanan.

Di depan rumah sakit aku bertemu Rudi, pacarnya Sarah.

" Kak,aku mau ngomong sama kakak"

" Ngomong aja, ada apa?"

" Semalam kenapa kakak kunci Sarah di kamar?"

" Ibu lagi sakit dan kalian malah mau jalan jalan, kalau ada apa apa sama ibu, gimana? Mikir!

" Yakin, karena itu? Bukan karena yang lain. Aku tau kakak selama ini kurang suka sama Sarah. Mungkin Sarah nggak peka sama kebencian kakak, tapi aku peka kak!"

" Tau apa kamu tentang masalah keluarga kami!"

" Aku nggak tau masalah keluarga ini kak. Tapi Sarah, dia sayang banget sama kakak!!!"

" Apa dia cerita sama kamu penyebab aku tidak jadi lamaran sama Anjas?"

" Tau karena keluarga Anjas tidak suka dengan keluarga kalian, kan."

"Tapi apa mereka tahu kamu juga memacari adik saya? bukankah kamu juga keluarga mereka. Asal kamu tahu, ya.

" Tapi karena orang tuanya Anias mau melamar Sarah untuk jadi menantunya. Paham!"

Aku pergi dari hadapan Rudi. Kulihat Rudi berbalik dan kembali menaiki motornya.

Saat kembali ke ruangan ibu ibu kulihat dokter berlari-lari ke ruangan ibu. Ada apa dengan ibu? Aku berlari menuju ruangan ibu.

" Sarah, ibu kenapa?"

" Ibu drop kak." Kata Sarah sambil menangis.

" Kak, ibuk kak. Lala takut ibu kenapa-kenapa."

Aku memeluk Lala, gadis usia 12 tahun itu memelukku dengan erat.

Tidak lama nenek datang, yang di samperin pertama adalah Sarah. Ya, cucu kesayangannya adalah Sarah dan Lala. Karena Lala sudah di dekatku akhirnya dia mendekati Sarah.

Tak lama dokter datang. Kami berkerumun untuk mengetahui kondisi ibu.

" Gimana ibu saya, dok?" tanya Sarah

" Alhamdulillah, ibu anda sudah pulih."

" Alhamdulillah" ucap kami berbarengan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!