Pertengkaran malam itu begitu nyata dan seolah baru saja terjadi. Malam itu hujan deras dan Cam sedang dalam perjalanan pulang setelah menjemput istrinya dari tempat kerja di salah satu rumah produksi terkenal di Manchester.
"Kau sedang hamil, Sayang. Kau sudah dengar apa kata dokter? Kau tidak boleh kelelahan. Aktivitasmu yang padat bisa mengancam keselamatan anak kita. Apalagi, pengambilan gambar untuk film barumu akan diambil di luar negeri. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi jauh tanpa pengawasanku."
Dengan sabar dan sehalus mungkin Cam mencoba memberikan pengertian pada wanita cantik di samping nya. Namun, bukan nya mengerti, istri nya itu malah mendengkus kesal.
"Mimpiku adalah menjadi sutradara yang menghasilkan film spektakuler. Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini. Lagi pula, pekerjaanku hanya duduk di balik kamera. Aku yakin bayi kita kuat." Wanita itu mengusap perut nya lembut.
"Tapi, tidak bisakah kau tetap di sini? Biarkan asisten sutradara yang bertanggung jawab untuk pengambilan gambar di luar negeri." Cam mengerti bahwa film layar lebar yang sedang digarap istri nya ini sangat penting dan berarti, tetapi tidak sepenting kesehatan wanita itu dan calon anak mereka, bukan?
"Cam Harrison, sudah kubilang aku harus ikut. Lagi pula tidak akan lama, hanya satu bulan," kata Fiona keras kepala, tak bisa dibantah.
"Satu bulan itu sangat lama."
"Aku berjanji akan menjaga diri."
"Fiona Bailey!" Cam membentak tepat ketika petir menggelegar. Kilatan-kilatan putih tampak bertubrukan di antara awan kelabu di langit sana. "Aku tidak mengizinkanmu pergi ke mana pun. Batalkan niatmu atau aku selamanya akan melarangmu mewujudkan cita-citamu lagi."
Fiona memandangnya dengan luka yang membuat Cam ingin memotong lidahnya sendiri. "Kau jahat. Kau tega menghancurkan mimpiku?"
"Hidupmu bukan menjadi sutradara. Hidupmu adalah aku, anak kita, dan keluarga kecil kita."
"Tak bisakah kau hanya mendukungku?"
"Aku mencemaskanmu."
Cam tak memerhatikan jalan karena sibuk memberikan pengertian pada Fiona. la tidak sadar di depan sana ada sebuah tikungan tajam menanti.
Kejadian selanjut nya berlangsung begitu cepat. Mobil yang dikendarai Cam melenceng saat akan berbelok karena jalan licin, la terlambat memutar setir nya. Mobil lalu menubruk pagar pembatas dengan mengerikan. Mobil yang ditumpangi nya dan istri nya jatuh menerobos pagar pembatas, terjun ke jurang.
Dunia seperti meledak dalam cahaya putih dan hitam. Cam menyadari sekujur tubuh nya dipenuhi darah. Namun, ia tak berada di dalam mobil melainkan terbaring di atas rumput. Cam melihat mobil nya terbalik dan penyok.
Oh, Fiona! Istri nya masih berada di dalam sana! Cam mencoba bangkit, tetapi sekujur tubuh nya menjerit oleh nyeri yang tak tertahankan. Detik ketika ia mencoba untuk berdiri dengan kedua kaki nya, mobil itu meledak.
"Tidak ...!"
Bersamaan dengan jeritan memilukan yang berbaur bersama derai hujan, Cam terbangun dari tidur nya. la duduk di atas ranjang dalam kondisi bersimbah keringat dan napas tersengal. Cam membenamkan wajah pada sebelah tangan nya. la bermimpi buruk lagi.
Sejak lima tahun lalu, ia kerap mengalami mimpi yang sama. Selalu kecelakaan itu. Kejadian mengerikan yang telah merenggut orang yang paling dicintai nya sekaligus mengubah poros hidup nya hingga 180 derajat. Kehilangan istri dan calon anak nya membuat hidup Cam tak pernah lagi sama.
Cam tidak bisa memejamkan mata kembali. Akhir nya, ia memutuskan turun dari ranjang. Di dapur, ia mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin. Sambil meneguk minuman, Cam mengamati keadaan rumah nya yang luas, tetapi sepi. Memang benar, ia sendirian. Sejak dulu ia selalu sendiri.
Orang tua nya sudah lama meninggal. la tumbuh menjadi salah satu pengusaha muda tersukses di Manchester tanpa bantuan siapa pun. Meskipun sukses, ia merasa hidup nya hampa. la tak tahu kesuksesan itu akan didedikasikan untuk siapa. Satu-satu nya alasan ia bekerja keras adalah hanya ingin menyibukkan diri.
Cam menatap keluar jendela lantai dua rumah nya. Untuk pertama kalinya selama lima tahun, Cam merasa membutuhkan seseorang untuk ia jadikan tempat bersandar. la sudah terlalu lama menyendiri. Mungkin, sudah saat nya ia mencari seseorang yang bisa mengisi tempat kosong di rumah ini.
Dan, di hatinya.
***
Bersambung ....
Cerita ini udah lama, aku tinggal up aja😁
CAM HARRISON 😍
Mentari bersinar cerah pagi itu, tetapi kehangatan nya tak membuat pria berusia 30 tahun itu gembira. Alih-alih bersemangat seperti kebanyakan warga Manchester lain nya kala memulai aktivitas, Cam justru mendesah berat.
Cam lelah karena hidup nya begitu membosankan, hampa dan tak berwarna. Rutinitas keseharian nya selalu sama. Bekerja rumah, bekerja, rumah.
Hari itu pun sama seperti hari-hari sebelum nya. Bangun tidur Cam memakan sarapan yang disediakan Bibi Brown, lalu pergi bekerja. Tidak ada rutinitas yang berbeda, terutama sejak istri nya meninggal. Pekerjaan nya sudah menjadi kekasih yang ia cintai dan kantor merupakan tempat kencan favorit nya.
"Proposal proyek Nagano sudah saya letakkan di atas meja Anda."
"Terima kasih, Ed." Selepas menerima laporan dari asistenny, Cam kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil yang sedang dinaikinya. Sopirnya tak mengatakan apa pun meskipun pria itu menyadari suasana hati majikan nya sedang tidak baik.
Cam lagi-lagi membuang napas. Setelah dipikirkan, selain hidup seorang diri ternyata ia memang tak memiliki banyak teman. Selain asistennya Edward Johnson, Cam tak mempunyai teman mengobrol lain di dalam maupun di luar perusahaan, ia tak berkawan dengan bawahannya, hanya menganggap mereka sebagai rekan kerja. Lagi pula mereka terlalu segan untuk menyapanya. Bahkan, beberapa koleganya hanya berbicara seputar bisnis. Bukan karena mereka tidak mau, melainkan Cam yang terlalu menutup diri.
Sehari-hari, Cam bekerja seperti robot, tanpa senyum, tanpa ekspresi. Cam memperlakukan setiap orang begitu dingin. Kendatipun sikapnya menyerupai udara beku di Antartika, Cam tetaplah sosok yang digilai sebagian besar kaum hawa. Ketampanan dan sikap misterius nya menjadi daya tarik sendiri, membuat para wanita histeris sekaligus penasaran sehingga orang orang menjuluki nya dengan sebutan Poker Prince. Jangan lupakan betapa banyak nya pundi-pundi uang yang dihasilkan nya setiap hari.
Cam tak pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita mana pun sejak kehilangan istri nya. la masih tidak bisa mengenyahkan mendiang Fiona dari hati nya. Banyak wanita cantik yang mendekati nya. Bahkan, bibinya pun, Jovanka Bell, terus berusaha menjodohkan nya dengan berbagai macam wanita. Sayang nya, tak seorang pun dari mereka yang menarik perhatian Cam.
Seperti pagi ini, Bibi Jovanka lagi-lagi mengatur kencan buta untuk nya. Bibi nya itu menelepon ketika Cam baru saja duduk di kursi di ruang kerja nya. Karena Cam tak lagi memiliki orang tua, Paman dan Bibi Jovanka lah yang bertanggung jawab atas diri nya. Bibi Jovanka adalah adik ibu nya. Karena tak bisa mengelak, Cam dengan berat hati mendengarkan setiap kata yang diucapkan bibi nya.
"Kali ini aunty jamin, kau akan menyukai nya. Namanya Catherina Davis, usianya 25 tahun. Dia gadis yang cantik dan berasal dari keluarga baik-baik. Dia seorang desainer muda yang sukses. Aunty sudah mengatur pertemuan untuk kalian. Hari Minggu nanti di Lampion Resto. Jangan terlambat."
Jovanka Bell langsung memutuskan sambungan sebelum Cam menjawab setuju atau tidak, karena bibi nya tahu Cam pasti akan menolak jika diberi kesempatan menjawab sedetik saja.
Untuk kesekian kali nya di hari itu, Cam menghela napas berat.
Jika Cam mencoba menjelaskan pada Jovanka Bell bahwa ia tidak bisa mengikuti acara kencan buta lagi, wanita itu pasti akan langsung merecoki nya dengan ceramah panjang seputar Cam yang antisosial dan betapa Bibi Jovanka mengkhawatirkan Cam yang hidup sendirian. Oleh karena itu, ia berusaha memberikan Cam seseorang untuk dicintai. Telinga Cam akan panas mendengar nya sehingga ia lebih memilih menerima saja kemauan bibi nya.
Bibi Jovanka tidak akan mengerti bahwa Cam belum bisa melupakan Fiona dan rasa bersalah nya karena sudah membuat orang orang yang ia sayangi meninggal. Jika Cam mempermalukan diri dengan mengakui nya, wanita itu pasti akan mengomentari sikap nya yang terkesan kaku, dingin, dan tidak pernah tersenyum. Dan, bibi nya bersikeras bahwa semua itulah yang membuat Cam merasa tidak bahagia. Cam membutuhkan seseorang yang bisa menggantikan posisi Fiona. Bibi nya sengaja mengatur perjodohan itu karena takut Cam akan sendirian seumur hidup nya.
Bagaimana Cam menjelaskan bahwa ia tidak ingin berkomitmen lagi karena tidak mau orang yang ia sayangi meninggalkan nya? la bahkan tidak mau memberikan hati nya pada wanita mana pun lagi.
Seperti nya memang tidak ada pilihan. Lebih baik ia menuruti apa yang diinginkan bibi nya. Lagi pula Bibi Jovanka melakukan itu karena menyayangi nya.
Bersambung ....
EDWARD JOHNSON 😍
Nanti aku akan up satu-satu visualnya.
Sesuai rencana, pada akhir pekan Cam berniat datang ke acara kencan buta yang sudah diatur oleh bibi nya. Namun, tidak seperti biasa nya, siang itu, Cam sengaja berpakaian biasa, dengan kemeja lama, celana jeans, dan kacamata. Rambut nya pun ditata seadanya. Cam puas melihat penampilan nya sendiri (nerd).
Dengan penampilan ini, gadis mana pun akan berpikir dua kali dan tidak akan mau melanjutkan kencan mereka.
Cam bahkan sengaja meminjam mobil Edward yang sudah tua. Deretan mobil mahal dan berkelas yang berjejer di garasi rumah nya ia lewati begitu saja. la yakin bibi nya hanya menjelaskan usia dan pekerjaan nya tanpa menyebutkan bahwa ia seorang CEO perusahaan besar.
Lagi pula, Cam tak mau gadis itu tertarik pada nya karena tahu kekayaan nya. Bibi Jovanka pun tidak mau Cam bersama dengan wanita matre.
Lampion Resto adalah sebuah restoran keluarga bertema negeri Tirai Bambu. Segala pernik khas negeri Tiongkok menghiasi setiap sudut restoran. Cam langsung menemukan Catherina Davis pada detik pertama ia memasuki restoran. la sudah mengenali wajah Catherina dari foto yang dikirim bibi nya. Dia memang cantik seperti yang dikatakan bibi nya. Gaya berbusana nya pun modis dan mengikuti tren. Itu wajar, bukankah Catherina seorang desainer?
"Selamat siang, aku Cam Harrison. Anda Nona Catherina Davis, bukan?" Cam mengenalkan diri dengan sopan saat tiba di hadapan nya.
Selama sedetik Catherina memandang nya ternganga. Cam yakin Cam berharap pria yang menyapa nya bukanlah teman kencan nya. Penampilan Cam jelas mengejutkan dan di luar ekspektasi. Catherina mungkin berharap Cam Harrison yang digambarkan adalah pria dengan tipe pangeran. Sayang nya, Cam tidak berniat menunjukkan kesenangan itu di depan Catherina.
"Oh ya," sahut Catherina dengan suara nyaris tak terdengar. Wanita itu terus memandang Cam sampai ia duduk di kursi nya. Mereka saling berhadapan.
Acara kencan buta itu berjalan dengan teramat datar dan hampa. Tepat seperti yang diduga, gadis bernama Catherina itu selalu menjengit setiap menatap Cam sehingga pembicaraan mereka terkesan tidak menarik. Catherina enggan menatap nya. Catherina lebih tertarik menikmati bebek peking yang disantap nya.
Selang setengah jam kemudian, ketika kencan buta mereka selesai, basa-basi Cam menanyakan apa mereka bisa bertemu lagi. Catherina langsung menolak dengan alasan banyak nya pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Dalam hati, Cam tersenyum miring. la berhasil menyingkirkan Catherina dan acara kencan buta itu pun berakhir lebih cepat dari yang direncanakan.
Kini, la tengah dalam perjalanan pulang. Hati nya terasa lebih lapang. Cam berencana menghabiskan hari ini dengan mengunjungi resort golf milik nya. Ponsel nya berbunyi. Nama Austin Carter, satu-satu nya teman sekaligus salah satu kolega bisnis nya terpampang di layar. Cam segera menjawab nya.
"Kau tidak ada kegiatan hari ini, bukan? Temani aku. Sendirian di bar ini sungguh membosankan. Belum banyak gadis cantik yang datang ketika matahari masih bercahaya." Austin langsung menghujani Cam dengan keluhan.
Cam memutar bola mata. Austin yang ia kenal adalah seorang pemain wanita kelas kakap sehingga tidak heran jika satu satu nya tempat hang out-nya adalah klub malam atau bar. Namun, Cam tidak akan menyalahkan Austin sepenuh nya karena menjadi seorang playboy. Dengan wajah tampan dan keahlian nya dalam hal merayu, mustahil tidak ada wanita yang terpikat. Dengan kata lain, Austin adalah makhluk berbahaya bagi kaum hawa.
"Bukankah hari masih siang? Apa yang kau lakukan di sana?"
"Sudah kukatakan, aku berniat mencari gadis cantik untuk kuajak berkencan, tetapi sayang tidak ada tangkapan bagus hari ini. Bisakah kau datang?"
"Aku tidak berminat kencan denganmu."
"Astaga, kau pikir orientasi seksualku berubah hanya karena tidak ada gadis di sekitarku?" Austin terkekeh, "Aku serius. Datang dan temani aku minum."
"Baiklah." Cam mengalah. Setelah dipikir ulang, ajakan Austin cukup menarik juga. Sudah lama la tidak berkumpul dengan temannya itu.
"Cepat sekali kau setuju. Apa kau sedang berada di luar?"
"Ya. Aku baru saja selesai kencan buta."
"Oh, ternyata aunty mu belum menyerah juga."
Cam mendengkus mendengar nada gembira Austin. "Dia tidak akan berhenti sebelum aku menikah dengan salah satu dari gadis pilihan nya."
"Kalau begitu, kau harus benar-benar datang. Aku ingin mendengar secara rinci kisah kencan butamu hari ini."
Sebagai jawaban, Cam hanya menggumam lalu mematikan sambungan. Ia kembali fokus pada jalanan. Baru saja ia akan menambah kecepatan, mobil itu mendadak menunjukkan keanehan. Cam terpaksa menepikan mobil pinjaman itu. Tragis, mesin mobil langsung mengeluarkan bunyi aneh, lalu mati dan tak bisa dihidupkan lagi. Mobil tua itu mogok.
Dengan kesal Cam turun. Saat kap mobil depan dibuka, mesin langsung mengepulkan asap. Cam benar-benar kebingungan. la mencoba membetulkan, tetapi ia tidak mengerti mesin mobil sama sekali. Baterai ponsel nya pun habis sehingga ia tidak bisa menghubungi bengkel langganan. Cam mengedarkan pandangan ke sekeliling berharap bisa mencari bantuan. Namun, ia harus kecewa saat tidak ada satu orang pun yang bisa ia mintai tolong.
Sekarang, ia terjebak di jalan yang tak dikenal nya. Sebenar nya, ia bisa saja pulang menggunakan taksi. Namun, ia tidak bisa meninggalkan mobil Edward ini begitu saja. Ia harus menghubungi seseorang untuk memindahkan nya lebih dulu. Saat Cam hampir menyerah, sebuah mobil berhenti. Beberapa gadis keluar diiringi suara cekikikan. Tidak ada dari mereka yang mau menoleh ke arah nya apalagi membantu. Mereka segera masuk ke sebuah salon di dekat sana. Cam menggeleng, apa yang ia pikirkan saat berharap salah satu dari wanita itu menghampiri untuk memberinya bantuan? Gadis-gadis macam mereka tidak akan mau mengotori jari-jari mereka yang baru dipedikur.
"Ada yang bisa ku bantu?"
Kepala Cam langsung menoleh. la mengerjap menyadari salah satu gadis yang tadi dicibir nya berdiri di hadapan nya. Cam malu mengatakan nya, tetapi ia tetap menunjuk mesin mobil yang kini masih mengepulkan asap.
"Mobilku mogok. Aku sudah mencoba memperbaiki nya tapi tidak bisa. Ah, apa aku boleh meminjam ponselmu? Aku ingin menghubungi teman." Cam tidak mungkin meminta gadis ini membetulkan mobil nya.
"Silakan." Gadis itu dengan ramah memberi Cam ponsel. Cam segera menelpon Edward dan meminta nya datang karena mobil nya mogok.
"Tuan, apa Anda membawa obeng atau semacam nya?" tanya gadis itu.
"Kulihat tadi ada di bagasi," jawab Cam sekena nya karena ia sibuk memberitahu asisten nya posisi nya kini. la tak menyadari maksud pertanyaan tadi. Cam mengerjap saat melihat gadis tadi membetulkan mesin mobil nya.
Cam tak percaya dengan matanya sendiri. Apa gadis ini benar-benar membetulkan mobil nya? Cam masih tercengang hingga gadis itu telah selesai. Akal sehat nya tertarik kembali saat ia mendengar mesin mobil menyala.
Bagaimana bisa?
"Seperti nya sekarang sudah bisa dikemudikan kembali," kata gadis itu.
Untuk sesaat, Cam merasa lidah nya hilang. "Terima kasih, kau benar-benar penyelamatku," lirih nya sambil mengembalikan ponsel.
"Aku senang bisa menolong."
Cam baru saja akan memberi kartu nama saat teman nya memanggil. "Fanny Blair, apa yang kau lakukan? Kita bisa kehabisan waktu!"
"Maaf, aku harus pergi. Sampai jumpa."
"Tunggu."
Terlambat untuk mencegah. Gadis itu lebih dulu pergi. Cam terpaku sesaat di tempat nya berdiri. Kejadian hari ini sungguh aneh. Cam tak mendapatkan firasat apa pun bahwa ini awal dari sebuah takdir yang tak terduga.
***
"Bagaimana bisa menarik perhatian wanita jika datang ke kencan dengan penampilan seperti itu?" Austin tertawa melihat penampilan Cam.
Penampilan Austin hari ini tidak seperti biasa nya. Tak ada setelan mahal dan sepatu kulit. Kali ini, Austin memakai baju polo disertai sepatu olahraga, seolah ia datang ke bar setelah berolahraga. Namun, secara keseluruhan, Austin tetap sosok lelaki metropolitan yang tampan dengan senyum jahil yang memikat.
Cam baru saja duduk ketika mendapat sindiran seperti itu dari Austin.
"Aku tidak berniat menarik perhatian wanita mana pun."
"Ah, jadi, kencan buta kali ini pun gagal."
"Begitulah," sahut Cam dingin.
Meskipun tampak culun, bagi wanita yang menyukai pria konservatif, Cam tetap terlihat tampan. la melepas kacamata nya. Seorang pelayan meletakkan minuman yang sudah dipesankan Austin di depan Cam.
Pikiran Cam melayang sejenak pada masalah di jalan tadi. Mobil nya sudah diperbaiki dan bisa dikendarai seperti biasa, tetapi Cam enggan membawa nya. Beruntung Edward asisten nya datang membawa mobil nya sehingga ia tak perlu naik taksi untuk datang ke tempat pertemuan nya dengan Austin.
"Apa yang membuat kencan sekarang tak berjalan lancar? Gadis itu menolakmu mentah-mentah atau kau memang tak tertarik? Tapi, jika gadis itu terbukti cantik dan kau tak menginginkan nya, aku bersedia menggantikan mu."
Kata-kata Austin itu mengingatkan Cam kembali pada acara kencan buta yang dilalui nya tadi, la mendesah berat.
"Aku harus bicara dengan Aunty. Dia tidak bisa terus menyuruhku bertemu dengan wanita...."
"Kau terlihat kesepian. Sejak kehilangan istrimu, kau tidak pernah lagi menjalin hubungan. Kau seperti mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Aku saja cemas melihatmu seperti ini. Mungkin, memang ada baik nya kau mencari seorang wanita baik-baik, lalu menikah dengan nya."
"Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita mana pun, apalagi harus melibatkan perasaanku di dalam nya. Aku tidak mau merasakan sakit karena kehilangan lagi. Aku sudah lelah." Bukan lelah karena perasaan saja, tetapi Cam juga lelah karena terus dihantui mimpi buruk sejak lima tahun yang lalu. "Baiklah. Tapi, bukan berarti kau memusuhi semua wanita. Sesekali kita membutuhkan mereka untuk penghiburan. Dan, kau jelas membutuhkan nya."
"Sudah kubilang aku tidak mau menjalin hubungan." peringat Cam keras kepala.
"Kau tak perlu melibatkan perasaanmu. Kau bisa mendapatkan seorang wanita yang dengan senang hati menghiburmu saat kau kesepian. Wanita yang bisa kau peluk atau cium tanpa khawatir wanita itu akan menuntut perasaanmu." Austin terus membujuk.
Tatkala Cam pun memandang Austin, lelaki itu menyeringai. "Karena kau sepertinya tertarik, aku memiliki usul. Kau bisa mencari kekasih bayaran."
"Aku tidak ingin menyewa wanita hanya untuk menemaniku tidur," kata Cam terlihat enggan.
"Tidak, ini berbeda. Gadis itu akan berkencan denganmu selama yang kau inginkan. Penghiburan di tempat tidur hanyalah bonus. Jika kau mengenalkan gadis itu pada aunty mu, ia akan berhenti merecokimu dengan kencan buta."
"Dan, Aunty akan merecokiku agar menikahi gadis yang kukenalkan tadi."
"Kau tinggal katakan saja bahwa kalian sudah putus jika hal itu terjadi. Lalu, kau bisa menyewa wanita lain untuk membungkam bibimu lagi."
"Kau ingin membuatku menjadi seorang playboy?"
"Tidak." Austin tertawa. "Orang buta pun tahu kau lelaki setia. Auntymu pasti akan menyimpulkan kau dan gadis itu tidak cocok. Bagaimana? Aku saja menyewa jasa mereka agar ibuku tidak terus menyuruhku menikah dengan gadis pilihan nya. Seperti yang dilakukan Mamaku hari ini, diam-diam dia mengatur kencan buta untukku di tempat aku biasa berlatih panah. Gadis yang dipilih nya benar benar mengerikan. Aku segera kabur sebelum gadis itu memintaku makan siang."
Sekarang, Cam tahu mengapa Austin berada di bar dalam busana tidak biasa seperti ini. Cam mencibir, "Kau tahu Austin Carter, kau membawa pengaruh buruk untukku."
Austin malah tertawa mendengar nya. "Aku melakukan nya agar hidupmu tidak lagi kelabu."
Cam menggelengkan kepala. Saran Austin memang menggiurkan, tetapi tidak akan menyelesaikan masalah. Bibi Jovanka tidak akan senang jika ia bergonta-ganti pasangan tanpa status. la harus memikirkan cara yang lain.
Bersambung ....
FANNY BLAIR
AUSTIN CARTER
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!