...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...PERINGATAN! CERITA MENGANDUNG UNSUR YANG DAPAT MEMBUAT EFEK TRAUMA PADA SEBAGIAN PEMBACA. DIHARAPKAN BIJAK DALAM MEMBACANYA....
...Cerita ini semata-mata dibuat untuk hiburan, tidak membenarkan atau mewajarkan suatu tindakan. Sekali lagi diharapkan dapat menjadi pembaca yang BIJAKSANA....
...Jangan lupa like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...selamat membaca....
...___________________...
...G a d i s - N a k a l...
...___________________...
..._________...
..._____...
..._...
"Hei kalian bilang akan ikut dengan ku ke-pesta!" Teriak Maki kesal. Dia sedari tadi menunggu teman-teman barunya dipojok ruangan sebuah klub malam, meski sayang teman-teman yang dimaksud tak kunjung datang. Alhasil Maki menghubungi mereka satu persatu lewat saluran telepon.
Tapi apa yang Maki dapatkan setelah itu?
Sebuah kalimat berisi omong kosong belaka. Maaf, kami tidak bisa datang ke klub—orang tua kami tidak mengizinkan.
Oh ayolah bung~
Maki merotasi matanya jenuh.
Umur berapa kalian? Kenapa masih perlu izin orang tua!
Dengan kesal hati Maki memutuskan sambungan telepon lalu menyimpan kembali benda kecil itu kedalam saku jaket besarnya.
Baru lewat 15 hari setelah upacara kelulusan sekolah menengah atas, Maki sudah terlihat menggila dengan kebebasan yang dia miliki.
Sayang sekali semua teman tongkrongan Maki sedang tidak ada ditempat—mereka terlalu sibuk dengan persiapan ujian masuk perguruan tinggi. Berbeda dengan Maki yang benar-benar plong soal masa depannya.
Mendaftar kuliah? No! Tidak akan pernah terpikirkan, bahkan 3 tahun terjebak di sekolah menengah atas saja sudah berhasil membuatnya gila. Beruntung bisa lulus, tak terbayang jika Maki memilih melanjutkan study-nya.
Bisa botak nanti kepala gadis itu.
Hehe, |
Kembali ke topik utama, karena tidak memiliki teman Maki jadi bergaul ke distrik sebelah dan tadi sore dia bertemu dengan beberapa gadis asik seusianya.
Boleh juga~
Tercetuslah sebuah ide.
Maki ingin mengajak mereka ke sebuah pesta yang selalu diadakan oleh salah satu klub malam dekat area pinggiran distrik tapi ternyata hasilnya malah begini.
Benar-benar kacau.
Kita tidak bisa mempercayai teman yang baru saja kita temui.
Simpelnya hanya karena kenalan jangan pernah berharap lebih.
Ah~
Maki jadi ingin merokok. Melepas jenuh.
Beberapa waktu terakhir gadis itu mulai bosan dengan rutinitas hariannya. Tidur ketika siang lalu bangun ketika malam dan mulai keluyuran hingga pagi esoknya datang. Jika kalian bingung, kenapa bisa-bisanya gadis ingusan seperti dia hidup dengan cara menyedihkan seperti itu?
Jawabannya sederhana.
Karena dia cantik.
Lihat saja tubuh gadis perawan tersebut, memang tidak terlalu tinggi—tapi benar-benar seksi. Kakinya putih mulus dengan pipi tirus. Warna rambut khas anak asia, bahkan dia selalu mengenakan pakaian pendek dan terbuka jika ingin pergi kemana-mana.
Pamer badan ceritanya.
Hanya perlu merayu pria muda kaya raya, Maki sudah berhasil mengisi ulang tabungan dan dompet pribadi miliknya.
Kehidupan yang nyaman. Benar-benar bebas, tanpa kekangan.
Jika kalian bertanya-tanya dimana keluarga Maki, gadis itu pasti akan dengan lantang mengucapkan kalau dirinya telah lama dibuang. Atau lebih tepatnya Maki yang membuang kedua orang tua tidak berguna itu demi kehidupan mewah dari beberapa pria hidung belang? Mungkin saja, masukkan itu kedalam opsi pilihan jawaban.
Maki menatap liar setiap sudut ruangan. Tidak ada yang terlihat cocok untuk dijadikan mangsa, haruskah gadis itu pulang? Berada disini terlalu lama juga tidak baik, terakhir kali ada laki-laki jelek yang memaksa Maki untuk minum hingga mabuk.
Beruntung dia tidak berhasil merampas kesucian Maki, malah sebaliknya. Lelaki berwajah aspal itu berhasil diperas oleh Maki dengan tuduhan pelecehan saat berada dikantor kepolisian. Rasakan itu!
Maki merapatkan jaketnya, jika dari jauh pakaian yang dikenakan gadis itu terlihat biasa saja. Hanya tanktop hitam dan celana pendek, ditambah jaket kebesaran yang menelan habis celana pendeknya; sekilas seperti tidak mengenakan apapun diarea paha. Tapi tidak ada yang bisa menampik kalau gadis itu benar-benar terlihat cantik. Maki mulai melangkah, beberapa orang sudah menggila karena pengaruh minuman—berjoget ria seperti cacing kepanasan. Lampu kerlap-kerlip dan musik yang memekakkan telinga. Berjalan diantara bau badan mereka, Maki mendesis sedikit kesal.
Ish!
Malam ini benar-benar ramai dari pada biasanya. Seperti ada donatur kaya raya yang menyumbangkan uang untuk membiayai pesta tersebut, kalau ada mungkin Maki perlu berpikir menggaet-nya.
Siapa tahu dia bisa membawa beberapa juta uang dari kantong donatur itu. Hehe—dan jika dia lelaki tampan, mungkin Maki akan memberikan layanan khusus.
Tak salahnya 'kan gadis itu ingin melepaskan hal berharga miliknya?
Mengganti sebutan gadis menjadi seorang wanita.
Patut untuk dicoba.
Bugh!
Maki terkejut, dia membentur sesuatu yang keras hingga terjatuh. Bokong gadis itu menghantam bagian ubin lantai, menimbulkan suara renyah. Dengan wajah masam, Maki mendongak—siap menggerutu pada sosok yang berdiri ditengah-tengah menghalangi jalan gadis tersebut.
Meski sebenarnya itu murni kesalahan Maki yang tiba-tiba melamun hingga menabrak punggung seseorang.
Ketika manik berwarna kecoklatan itu terangkat—mata mereka bersinggungan. Sumpah serapah yang Maki siapkan kembali tertelan, malah digantikan oleh pandangan tertegun.
Apa itu patung dewa?
Yang ada dibuku-buku mitologi yunani kuno?
Tidak mungkin ada manusia berwajah luar biasa seperti itu!
Argh! Tuhan, ini benar-benar tidak adil?!
"—hallo? Nona?"
Maki mengerjap-ngerjapkan mata saat indra pendengar baru saja menangkap sesuatu. Sebuah tangan kekar tertanai tepat didepan wajah Maki, tanpa sadar gadis itu meraihnya.
"Maafkan aku nona, apa kau terluka?" Bahkan nada bicaranya terdengar luar biasa. HOT! Maki meleleh saat dibantu untuk berdiri, gadis itu menunduk malu—rona kemerahan muncul karena terpesona atas maha karya Tuhan didepan sana.
Maki menggeleng, sambil menyahut kalau dia tidak apa-apa.
"Syukurlah kalau begitu..." tutup lelaki berwajah TAMPAN tersebut?! Dirundung rasa canggung patung berjalan itu ingin mencoba berpamitan dengan sosok Maki, setelah minta maaf seharusnya urusan kedua orang ini sudah selesai tapi Maki seperti tidak ingin kehilangan kesempatan.
Pria hot itu bisa jadi tempat yang cocok untuk melepaskan predikat gadisnya.
Maki menarik ujung baju yang dikenakan lelaki itu sebelum dia melangkah semakin jauh dengan wajah malu-malu. Gurat bingung terlihat, lelaki itu menoleh—menantap kembali sosok Maki.
Ada apa dengan gadis muda ini?
Ya, meski hanya perlu waktu beberapa detik saja untuk dirinya agar bisa memahami.
Sudut bibir lelaki itu terangkat, dia menarik pinggang milik Maki lalu membawanya semakin dekat. Mempertipis jarak dengan saling melemparkan tatapan, begitu intens hingga berhasil mengundang suasana.
"Gadis nakal rupanya~" bisik lelaki itu, menggelitik daun telinga. Maki terkekeh, bersandar diantara dada bidang lelaki rupawan. Dia lalu mendongak, menatap dalam manik emerald indah tersebut.
"Mau cari tempat sayang? Untuk malam ini?" Ucap Maki menggoda dengan nada setengah mendesau.
Uh~
Nakal sekali.
Lelaki itu mendekat, menempel bibir didekat area daun telinga. Membalasi ajakkan dari nona muda dalam dekapan.
"Tentu saja~" ucapnya pelan serupa bisikan; berhasil membuat orang yang mendengar meremang kegirangan.
Ah~
Ini benar-benar gila.
Sungguh. |
.
.
.
.
.
Seharusnya Maki tidak melakukan hal tersebut, seharusnya dia tidak pernah bertemu dengan lelaki itu. Maki menelan salivanya kasar. Apa yang dia lihat saat ini?
Tidak mungkin itu nyata!
Tolong beritahu gadis nakal tersebut, KALAU SEMUA INI TIDAKLAH BENAR.
Degh!
"Mau kemana kamu? Hm?"
...***...
...TBC...
...Jangan lupa like, vote, dan comments jika kalian suka...
...Terima kasih,...
...ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...selamat membaca....
..._______________________...
...D i b a l i k - P i n t u...
..._______________________...
...____________...
...______...
..._...
"Tch!"
Maki berdecih kesal seraya membuka lebar jarinya.
"Terlalu brutal bahkan setelah tahu kalau kita kehabisan, dia malah menembakkannya tepat didalam ku!" Gerutu Maki. Saat ini dia tengah berada diposisi jongkok, mengeluarkan sesuatu dari area pangkal paha hingga benda tersebut menitik jatuh keatas permukaan ubin lantai kamar mandi.
Sungguh penampilan yang berantakan, kalau tidak salah kedua orang nakal tersebut tadi malam bermain cukup liar bahkan sampai mereka kehabisan pelindung. Dini harinya nafsu dari lelaki itu kian meningkat, Maki nyaris kewalahan—tapi dia masih bisa menikmatinya.
Meski kasar; dia juga cukup lembut dalam bertindak. Kau tahukan maksudnya? Pokoknya seperti itu.
Di ronde terakhir mereka memilih tidak menggunakan pengaman, Maki bilang keluarkan itu diluar tapi kalau tidak salah lelaki bernama—William ini tidak mendengarkannya.
Hah~
"Aku harus membeli pil pencegah kehamilan nanti."
Alhasil Maki harus menjaga kesadaran miliknya kuat-kuat diatas kenikmatan tiada tara. Dia curiga kalau William akan mengeluarkan sesuatu didalam perut Maki, didetik terakhir puncak kenikmatan; dugaan gadis itu terbukti benar adanya.
William tepar, tepat diatas tubuh Maki yang masih mencoba untuk tetap sadar. Perlu beberapa menit dia beristirahat sebelum bisa bergerak ke kamar mandi. Gadis—ups! Wanita ini perlu mengeluarkan benda putih lengket itu sebelum terlambat. Berakhirlah sudah dia pada posisi konyol sekarang ini.
Maki melirik, dia menatap lucu penampakan dirinya dipantulan cermin. Sebuah keputusan yang berani bukan, Maki rasa cukup sampai disini. Sebelum lelaki bermanik emerald itu bangun Maki perlu angkat kaki sekarang juga, tentu setelah dia berjalan-jalan sebentar.
Dirasa sudah cukup bersih, wanita itu berdiri. Melenggang manis dengan tubuh telanjang menuju lemari, pakaian; pakaian—pikir Maki melayang. Baju yang dia kenakan terakhir kali robek berkat William. Menemukan sebuah benda yang cocok untuk menutupi tubuhnya Maki tanpa pikir panjang langsung mengenakan benda tersebut.
Kalau tidak salah kemarin malam lelaki itu menyebutkan kalau tempat ini adalah Apartemen miliknya. Senyum licik muncul. Dari kejauhan dia menatap punggung tak sadarkan diri William, sekilas terlihat polos—terlelap setelah bermain puas. Luar biasa.
Wanita itu melangkah, dia ingat lelaki dengan manik emerald ini meletakan dompet diatas nakas.
"Maafkan aku sayang~ aku perlu makan...." kekeh wanita itu sambil membuka benda berbahan kulit tersebut. Cukup tebal isinya, Maki dengan gamblangnya menarik beberapa lembar uang kertas lalu menyimpan benda itu disaku pakaian pinjaman miliknya. Sebelum menutup dompet ujung mata Maki menangkap kartu identitas William.
Hooo~
"Ternyata keturunan Amerika..." gumam wanita itu, menutup benda berbahan kulit tersebut lalu meletakkannya kembali ditempat semula.
Maki mulai mengedarkan pandangan liar, kemarin dia tidak cukup jelas melihat sekitar. Untuk ukuran laki-laki yang hanya lebih tua 5 tahun dari Maki; ternyata dia cukup kaya, bisa tinggal disebuah Apartemen mewah seperti ini.
Setelah puas menatap dan memperhatikan sekelilingnya, Maki rasa tidak ada barang yang cocok untuk dijadikan buah tangan sampai manik kecoklatan milik Maki menangkap sesuatu.
"Itu pintukan?" Gumamnya penasaran, melangkah mendekat. Sebuah benda yang dari jauh jika tidak dilihat dengan seksama maka akan tersamarkan, Maki kian mendekat. Dia menilik. Cukup kecil untuk ukuran pintu sebuah ruangan, bahkan ini bukan gudang untuk apa benda itu dibuat?
Sial! Jiwa penasaran Maki meningkat, dia berbalik—menantap lagi sosok William yang masih saja terlelap nyaman diatas ranjang. Bukannya apa-apa, jika ada kehadiran sebuah benda yang terasa janggal; pasti ada sesuatu berharga didalamnya.
Pintu brankas?
Bisa saja, hehe. |
Maki menarik kenop dari benda tersebut, sudah ku duga. Seru Maki dalam hatinya, benda didepan wajah ini jelas terkunci.
Tidak ingin kehilangan akal, Maki mengangkat tangan menuju surai-surai rambut. Senyum tipis muncul ketika tangan-tangan lll putih itu mendapati benda yang ia cari—menempel aman dihelaian rambut.
Hair grips.
Maki melepaskan jepit rambut itu dari kepala, mengubah sedikit bentuk sebelum menenggerkan benda tersebut dilubang kunci.
Jangan heran kenapa Maki melakukan hal tersebut, sejujurnya dia cukup lihai dalam urusan buka-membuka sebuah kunci karena dari dulu dia sering kabur dari rumah sebelum memutuskan untuk tinggal sendiri saat duduk dibangku sekolah menengah atas.
Suara klek! Dari kuncian terbuka. Sepertinya berhasil, pikir wanita itu senang. Bukan apa-apa, karena dirundung oleh rasa penasaran Maki malah bertindak demikan; seumpama jika tidak ada apapun dibalik pintu unik tersebut maka Maki akan memilih angkat kaki secepatnya. Dengan membawa beberapa souvenir tentunya, hehe.
Jelek sekali niat mu Maki.
Tapi apa yang dia dapatkan setelah membuka lebar benda tersebut?
Hanya kegelapan disepanjang mata memandang. Ruangan tanpa pencahayaan, sedikit mencurigakan. Jujur.
Haruskah Maki menutup kembali benda itu lalu berjalan-jalan ketempat lain dan mulai memilih barang? Ya, setidaknya itu pikiran yang tercetus beberapa detik sebelum gendang telinga dari wanita ini mendengar sesuatu.
Tunggu?
"Hiks! Hmmp!"
Seperti isakan. Maki berbalik, matanya menyipit—ada sesuatu dalam kegelapan. Sebelum memilih sebuah keputusan Maki mengambil cepat barang miliknya berupa telepon genggam diatas meja lalu kembali kedepan pintu tersebut. Dihidupkannya pencahayaan pada benda itu, dengan wajah datar Maki melangkah masuk; menjelaskan pada telinga miliknya kalau sesuatu yang terdengar itu benar-benar nyata. Dibarengi senter yang bergerak merambat menerangi sekitar.
"HMMP!"
Saat yakin dengan firasat, wanita itu melangkah masuk tanpa menoleh sedikitpun kebelakang. Dia memang nakal—bukan berarti dia kejam; meninggalkan seseorang dalam kesusahan.
Itu, seorang wanita tanpa busana terikat kuat dengan mulut dilakban. Bersandar pada dinding disudut ruangan sempit yang begitu gelap, Maki berjongkok. Dia mengapit telepon genggam dimulutnya agar benda itu bisa menyinari mereka seraya melepas lakban dan ikatan pada tubuh wanita asing tersebut.
Dia benar-benar kacau. Banyak luka lebam dimana-mana, bahkan kalau boleh jujur aroma tubuh wanita itu tidak sedap.
Saat lakban yang mengunci rapat mulut, terbuka bersama ikatan tangan Maki merasakan kalau wanita asing didepannya menangkap cepat bahu Maki.
"Selamatkan aku!" Serunya panik juga ketakutan. Sebenarnya apa yang terjadi pada wanita ini? Kenapa dia terlihat seperti korban—?
PENCULIKAN.
DEG!
Bola mata Maki membesar, sosok William sekilas terlintas dalam benaknya. Tidak mungkinkan sosok tersebut yang melakukan ini semua?
Tidak mungkin 'kan?
Glek!
Tanpa sadar Maki kesusahan menelan saliva miliknya. Dari tadi wanita asing itu terus bergerak panik sambil memohon untuk diselamatkan. Hal ini membuat Maki risih, dia mencengkeram balas bahu dari wanita menyedihkan tersebut sambil mendesis.
"Tenanglah nona—"
"Kau tidak ingin kita tertangkap bukan?" Ucapnya berhasil membungkam mulut dari wanita asing tersebut.
Maki harap dia bisa diam untuk beberapa menit saja, tapi ternyata tidak. Lagi-lagi wanita itu membuka celah bibirnya takut sambil berkata.
"Emerald itu manik seorang iblis. Percayalah pada ku!"
...***...
...Tbc...
...Jangan lupa like, vote, dan comments jika kalian suka...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...selamat membaca....
...____________________...
...M e l a r i k a n - D i r i...
...____________________...
...__________...
..._____...
..._...
"DIAMLAH NONA!" Tegur Maki geram, matanya terbelalak kesal sembari menekan balik cengkeraman kuat wanita asing tersebut dibahunya.
Memang terkesan memaksa, tapi Maki lebih mengutamakan keselamatan diri jikalau benar apa yang menjadi persepsi miliknya. Sambil membantu wanita asing itu untuk berdiri, Maki menggiringnya pelan menuju area luar. Pencahayaan lebih jelas disana. Dengan bersandar dibibir pintu, Maki meninggalkan sejenak wanita tanpa sehelai benang dibadan untuk mencari sebuah pakaian. Setidaknya agar tubuh telanjang itu bisa tertutupi barang sedikit saja. Tapi kalian tahu setelah itu apa yang terjadi? Maki menatap horor ketika wanita asing ini mulai bergerak panik dan ingin berteriak saat manik matanya mendapati sosok William yang terbaring nyaman diatas ranjang; berjarak beberapa meter saja.
Apa wanita ini gila? tanya dewi batin Maki, bergerak cepat menyumpal mulut yang ingin menjerit ketakutan dengan selembar baju. Kali ini Maki benar-benar marah, dia berharap semua gerakan sia-sia yang dia lakukan tidak akan berdampak mengerikan untuk kedepannya.
"HMMMP!"
Sumpah demi Tuhan.
"Aku menyuruh mu untuk diam." Bisik Maki pelan sambil merapatkan diri ketubuh wanita itu. Terlihat manik matanya bergetar, berkaca-kaca. Tidak usah berpikir keras Maki bahkan dapat menyimpulkannya sendiri.
Jawabannya. |
Mata itu.
Nona ini sedang gelisah luar biasa, dia seperti dilanda oleh perasaan trauma berat dan pelaku utama dari ketakutan miliknya itu sekarang berada tepat beberapa meter saja; dalam 1 ruangan. Tidak terbayang seberapa tertekannya sosok tersebut, tapi Maki harap setidaknya—dia bisa sedikit menjadi lebih tenang.
"Tidak papa... dia sedang tidur," ucap Maki setengah berbisik. Mencoba membuat pikiran wanita itu teralihkan. Perlu beberapa menit mereka terdiam dalam posisi patung tapi akhirnya kata-kata Maki dapat memperngaruhi. Wanita ini yakin kalau William benar-benar sedang terlelap mati.
"Huh~"
Syukurlah.
Maki menjauhkan tangan dengan selembar baju yang menutupi mulut wanita asing tersebut lalu memakaikannya pada wanita itu.
Tutup rapat-rapat tubuh mu nona, ucap Maki tanpa suara yang diangguki patuh begitu saja oleh wanita tersebut. Syukurlah, situasi akhirnya terkendali.
"Jalan pelan-pelan, kita akan keluar dari sini lebih dulu lalu kau bisa memberitahukan segalanya pada ku nanti. Mengerti?"
Dia mengangguk. Maki puas melihat kepatuhan wanita itu lalu menggandengnya pergi dari kamar melalui pintu keluar besar disudut lain ruangan.
"Ergh!" Ringisan terdengar sesekali. Maki menampilkan ekspresi wajah menahan sakit, permainan tadi malam sungguh membuat dirinya gila; kesulitan dalam berjalan.
Saat perabotan ruang tamu menyambut mata mereka, langkah milik Maki tertahan. Sial! Tidak mungkin dia keluar begitu saja. Tapi wanita disampingnya?
Lebih memerlukan pertolongan dari pada hasrat pribadi.
Sial! Kenapa manusia harus diciptakan dengan perasaan simpati tidak berguna terhadap sesama?!
Ini menjengkelkan.
Padahal banyak diluar sana yang bahkan tidak peduli dengan kehidupan orang lain lalu kemudian mereka akan menginjak-injaknya. |
Heh! Dunia itu menyedihkan.
Maki menghentikan langkah kakinya. Hal ini menarik wanita asing tersebut untuk bertanya, 'ada apa?' Kepada Maki—tetapi dia tidak mendapatkan jawaban sepadan selain kehilangan panjang.
Setidaknya setelah beberapa menit terlewati.
"Terus melangkah." Ucap Maki, melepaskan tautan tangan lalu menunjuk kearah pintu keluar utama Apartemen milik William.
"Tunggu aku didekat situ, aku akan kembali." Ucap Maki lagi sebelum berbalik pergi tanpa menoleh sedikitpun kebelakang.
Dia tahu kalau meninggalkan wanita asing korban penculikan seorang diri bukanlah hal etis. Tapi jika dia berakal dia pasti mengikuti arahan Maki untuk menunggu dipintu keluar, sedang wanita ini perlu mengambil setidaknya satu barang bernilai jual tinggi. Tidak kembali ke-kamar William, Maki mulai menggeledah setiap sudut ruangan untuk mencari barang yang sesuai dengan selera.
Berakhirlah Maki disebuah kamar mirip penyimpanan pakaian besar dan aksesorisnya. Manik mata dari wanita tersebut berkilat terang saat melihat sebuah jam mewah keluaran terbaru tengah terpajang diantara aksesoris pria lainnya.
Maki menjilat sudut bibirnya, barang yang bagus. Tanpa pikir panjang wanita tersebut menyimpan benda itu kedalam saku baju pinjaman yang dia kenakan. Jam tersebut membentur pelan telepon genggam milik Maki.
Baiklah, Maki rasa sudah cukup. Waktunya kabur. Dengan langkah terburu-buru Maki ingin keluar dari ruangan penyimpanan besar tersebut tapi gerakkan tangan miliknya yang hendak membuka kenop pintu tertahan saat mendengar jeritan panjang.
"TIDAAAK!!!!! SELAMATKAN AKU!"
DEG!
BUGH!
Dibarengi suara gaduh setelah itu. Keringat dingin mengucur bebas dari arah tengkuk wanita tersebut, sambil menelan saliva susah payah Maki mencoba bergerak sehalus kapas lalu membuka sedikit pintu ruangan.
"Bagaimana bisa kau ingin kabur dari ku? Hm?" Ucap William. Hanya perlu beberapa jam saja Maki mengenal lelaki itu, dia sudah hapal dengan tone suaranya.
"TIDAK! HIKS! TIDAK!"
Lutut Maki lemas, suara kesakitan luar biasa disertai tangisan heboh memenuhi gendang telinga Maki.
Deg! Deg! Deg!
Debar jantung Maki meningkat begitu cepat. Sial. Apa yang baru saja indra penglihatan miliknya tangkap? Jelas sekali William yang masih dalam keadaan tanpa pakaian menyeret paksa wanita mengenaskan tersebut dengan cara menjambaknya.
Diseret dilantai.
"TIDAK! LEPAS! TIDAK! JANGAN!"
"Hah~" William melenguh malas. Matanya merotasi jenuh, dengan entengnya melempar tubuh wanita tersebut kedinding sebelum menginjak-nya?
"BUGHHH!"
"ERGH!"
Krak!
Maki tersentak takut. Suara patahan renyah—mungkin dari arah tulang wajah yang remuk karena ditendang. Bulu kuduk Maki berdiri, dia merasa merinding juga ngeri dalam satu waktu.
Maki yakin sekali tidak pergi terlalu lama meninggalkan wanita asing tersebut seorang diri, lantas bagaimana situasi bisa berakhir seperti ini?
Jelas sekali itu sebuah tindakan kejahatan.
Maki tidak tahu, hubungan antara William dengan wanita itu—yang jelas ini sudah masuk kedalam tindakan penganiayaan bukan?
Sial! Sial!
Maki takut.
Dia terlibat dengan seorang kriminal.
"Aku harus kabur dari sini." Gumam Maki teramat pelan. Kepalanya berputar—mencari akal agar bisa lari seribu langkah menjauh dari area terkutuk itu.
Apa dia mati? Tiba-tiba pikiran lain hadir. Sial, rasa simpati ini kembali muncul, Maki melarikan pandangan melalui celah pintu menuju arah wanita asing yang sudah terlihat terkulai lemas tak sadarkan diri diatas lantai dengan wajah berdarah.
Glek!
Sadis.
Dia tidak menyimpan sedikitpun rasa iba dalam hatinya dan dengan tega melukai seseorang. |
"Psychopath." Gumam Maki tanpa sadar.
"Kalau diingat-ingat? Bukannya aku bersama seorang gadis nakal malam tadi?"
Deg! Maki membeku, William tiba-tiba bermonolog sendiri setelah Maki mengucapkan kata tersebut.
Terjadi keheningan panjang, Maki mencoba menahan deru napasnya agar tidak terdengar siapapun. William mematung dengan pikiran melayang.
Apa?
Apa yang tengah dia renungkan?
Keheningan ini, terlalu—MENAKUTKAN.
TAP!
DEG!
Maki menggigit bibir hingga berdarah ketika William berlari tiba-tiba. Untungnya tidak kearah Maki berada, dia melangkah menuju pintu keluar—Maki berasumsi kalau William mengira dirinya telah kabur lebih dulu.
Tanpa membuang kesempatan Maki berdiri, memaksakan kaki untuk melangkah—keluar dari area ruang penyimpanan menuju kamar.
Klek!
Balkon kamar terlihat menyambut penglihatan, seperti sebuah harapan. Maki langsung mengunci benda tersebut berbarengan dengan suara dobrakkan yang keras.
"BRAK!"
Maki mencoba menahan dengan bahu, sial! Sial! Engsel pintu kamar ini bergoyang—nyaris copot. Dia tahu William pasti sudah menyadari keberadaannyanya.
Tidak ada kata-kata berarti atau apapun yang bisa mengisi kegaduhan, berpacu oleh ketahan pintu kamar. Maki berlari kearah balkon lalu menutup pintu balkon berbahan kaca. Benteng terakhir yang begitu rapuh. Dia menatap kebawah melalui pagar pembatas.
Ini Apartemen 15 lantai! Jerit dewi batinnya.
"BRAK!" Suara yang lebih keras terdengar. Maki berbalik, sebagian pintu dari kamar telah rusak dan sosok William terlihat disana.
Tidak seperti kesan pertama yang Maki dapatkan, lelaki itu benar-benar berbeda 180 derajat dari sebelumnya.
Berkepribadian ganda! |
HAH!
Mungkin ini ide yang gila.
"Tapi dari pada tertangkap dan berkhir seperti itu," monolog Maki mengingat wajah wanita asing tersebut yang hancur.
Lebih baik jatuh dari ketinggian ini?
TENTU SAJA TIDAK!
Maki berbalik, ada balkon lain disisi tubuhnya; berjarak 2 atau 3 meter dari sini. Tanpa pikir panjang, sebelum William berhasil mendobrak pintu kamar sepenuhnya Maki menaiki pagar. Siap melompat dengan mental yang tak seberapa.
"KREAK!"
Pintu balkon kaca tiba-tiba pecah, kapan bajingan gila itu sampai? Persetan! Maki langsung melompat—ya, meski harapan semu tentang dirinya yang berhasil menggapai balkon sebelah tidak pernah bisa jadi kenyataan.
"Eh?"
Maki merasakan, tubuh berbalut pakaian pinjaman itu jatuh bebas kebawah.
Matanya terpejam.
Sambil berpikir—apakah aku akan mati disini?
...***...
...T b c...
...Jangan lupa like, vote, dan comments jika kalian suka...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!