Bara mengusap wajahnya lelah, sambil memandangi foto di tangannya. Bara menghembuskan nafasnya dengan kasar, tidak hanya sekali tetapi berkali-kali. Kemudian ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidurnya sambil memegang sebuah foto yang ia pandangi sejak tadi. Foto seorang wanita yang sudah menjadi pujaan hati Bara sejak jaman kuliah dulu. Nina Utami.
Bertahun-tahun menjalin kasih, Bara terpesona oleh Nina karena ia seorang gadis yang mandiri, pekerja keras dan tegas. Hal itulah yang membuat Bara menaruh hati pada Nina sejak awal berkenalan dengan dirinya.
Namun sayang seribu sayang, Nina mengabaikan perasaan Bara. Saat Bara memberanikan dirinya untuk melamar Nina, gadis itu dengan tegas menolaknya. Karena ambisinya untuk menjadi seorang wanita karir yang sukses, membuat gadis itu menganggap kalau pernikahan akan menghambat jalannya menuju sebuah kesuksesan.
"Goodbye Nina" ucap Bara dengan suara berat, ia kemudian memasukkan foto Nina ke dalam laci mejanya. Ini akan menjadi hari terakhirnya memandangi wajah Nina lewat foto, karena mulai besok pagi dia akan menjadi seorang suami dari gadis lain, yang pasti bukan untuk Nina, gadis pujaannya.
...----------------...
Bara yang kini sah menjadi seorang suami, memandangi gadis berusia dua puluh satu tahun yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan kakaknya membuat Bara tidak percaya.
Selama ini Bara hanya membayangkan Nina yang akan bersanding dengan dirinya. Seorang wanita dewasa yang mandiri dan bisa dipercaya untuk membesarkan dan mengurus anak-anak mereka kelak.
Bukannya gadis kecil seperti Senja yang terlihat manja dan tidak bisa dipercaya untuk mengurus sebuah keluarga. Semua itu terus berputar di dalam benak Bara, "Bagaimana bisa Senja yang masih dua puluh satu tahun akan merawat anakku nanti? Sedangkan dia mengurus dirinya sepertinya belom sepenuhnya bisa. Hmm, aku sangat ragu pada dia" ucap Bara dalam hatinya.
Berbeda dengan Bara yang terlihat biasa saja, bahkan bisa dibilang tidak senang. Senja yang hari ini resmi menjadi istri dari pria pujaan hatinya, terlihat senang bukan main. Hal itu terlintas dari wajahnya yang selalu tersenyum karena impiannya dapat tercapai.
Senja berjalan dengan penuh semangat menuju kamar hotelnya, oh salah, kamarnya dan Bara maksudnya. Diikuti Bara yang berjalan malas di belakangnya.
"Nja, hari ini jangan lupa pakai yang kemarin Mbak kasih ke kamu ya" bisik Wulan, kakaknya Bara.
Mendengar bisikan Wulan, Senja cekikikan sambil menahan rasa malu. "Ihh Mbak Wulan, Senja malu tau ih" balasnya sambil bergelayutan malu pada Wulan.
Wulan menoyor kepala Senja dengan gemas "Ck, kamu ini! Pake acara malu segala. Paling juga nanti kamu yang bakal nyosor Bara duluan" omel Wulan, tapi tetap masih menjaga suaranya agar tidak terdengar oleh Bara yang sebenarnya sejak tadi penasaran apa yang dibicarakan Senja dan kakaknya.
Senja terkikik sambil menutup bibirnya dengan telapak tangan kirinya, "Hihihi Mbak Wulan tau aja rencana Senja" balas Senja.
Wulan membuka pintu kamar hotel dengan kartu di tangannya, lalu membawa masuk barang yang ada di tangannya disusul Senja dan Bara di belakangnya.
"Yaudah Dek, Mbak tinggal dulu ya. Nanti kamu kalau mau apa-apain Senja tenang aja, gak bakal ada yang denger kok" goda Wulan sambil tersenyum pada Bara.
Wulan adalah anak tertua dan Bara adalah anak paling bontot. Maka keluarganya manggil Bara dengan sebutan Dek. Bahkan Mamah dan Papahnya manggil dirinya "Dek Bara".
Bara memandangi kakaknya malas, "Ck, udah sana cepetan keluar Mbak! Siapa juga yang mau apa-apain Senja" usir Bara sambil mendorong tubuh kakaknya keluar.
Wulan berdecak kesal lalu memukul adiknya kesal, "Ck, iya ini Mbak keluar. Kamu ini gak sabar banget sih dek" omel Wulan sambil berjalan keluar karena tubuhnya didorong oleh Bara.
Sebelum keluar, Wulan sempat berteriak pada Senja, "Nja! Inget pesan Mbak yang tadi ya" ucap Wulan sambil mengedipkan sebelah matanya lalu terkekeh dan menghilang di balik pintu kamar Senja dan Bara.
Mendengar teriakan Wulan, membuat Senja tersenyum malu-malu. Namun mengingat Bara tidak berniat mengapa-apakan dirinya, Senja langsung cemberut.
Bara langsung menyentil dahi Senja saat melihat gadis itu cemberut sambil memandanginya, "Ngapain manyun gitu bibirnya? Mending sana mandi. Aku mau ngerokok bentar di balkon"
Senja mencebik kesal sambil mengelus-elus jidat mulus miliknya yang baru saja disentil Bara. "Iya iyaa, ini Senja mau mandi. Udah gak sabar banget emangnya ya?" canda Senja.
Malas mendengarnya, Bara memilih tidak menjawab dan langsung ngeloyor menuju balkon.
Senja berjalan mondar-mandir di dalam kamar mandi, jantungnya berdegup dengan kencang. Senja bimbang apakah dia akan keluar kamar mandi dengan pakaian seperti ini atau tidak?
"Duh, Gusti. Nanti kalau Mas Bara gak suka gimana ya?"
Senja komat-kamit sambil meremas jari-jarinya untuk menghilangkan rasa gugup. Ini adalah malam pertama pernikahan Senja dan Bara. Sudah pasti dong malam ini mereka bakalan, ehm! Senja menggelengkan kepalanya gugup.
"Senjaaa! Kamu kok lama banget sih di dalam? Kamu tidur ya?" teriakan Bara dari luar membuat Senja kaget.
Senja menarik nafasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya lagi. "Tenang Senja, tenang. Mas Bara pasti suka" Senja mensuges pada dirinya sendiri.
Senja memberanikan diri membuka pintu kamar mandi.
"Astagfirullah Senjaa! Kamu ngapain sih pakai baju begituan?" Bara kaget setengah mati melihat Senja memakai baju tidur tipis bertali satu, bahkan panjangnya tidak sampai setengah paha Senja dan pakaiannya berwarna hitam pula!
Senja nyengir lebar ke arah Bara lalu mengusap tengkuknya malu, "Kok kenapa sih Mas? kan Senja mau nyenengin suami Senja" protesnya manja.
Bara bangkit dari duduknya, lalu mengalungkan handuknya "Senja, kamu jangan lupa loh sama kata-kata kamu sendiri" peringat Bara.
Senja berdecak sebal, kenapa sih Bara mesti ingat omongan Senja kemarin?
Senja mengerucutkan bibirnya, "Kali ini aja Mas Bara khilaf kan?" Senja kembali memasang cengirannya pada Bara yang hanya dibalas dengan malas dari Bara.
"Kalau kamu masih pakai baju ini, aku gak mau tidur di sini loh" ancam Bara sambil menggeser tubuh Senja yang sedari tadi bersandar pada pintu kamar mandi.
Senja memanyunkan bibirnya kesal, "Iya iya Senja ganti! Heran deh, dikasih enak kok gak mau" gerutu Senja.
"Senja!" peringat Bara, ternyata dia bisa mendengar gerutuan Senja dari dalam kamar mandi.
Senja, anak gadis berusia dua puluh satu tahun itu akhirnya bisa menikah dengan cowok ganteng berusia dua puluh sembilan tahun itu yang merupakan pujaan hati Senja sejak dahulu kala.
Tidak ada yang telah membahagiakan daripada itu dalam hidup Senja, menunggu Bara membuka hatinya untuk Senja bukanlah hal yang tidak mungkin lagi, menurut Senja.
****
*bersambung
Malam pertama telah gagal, tapi nanti masih banyak malam-malam yang lainnya. Pikir Senja sambil senyum-senyum sendiri.
"Senja! Ngapain kamu senyum-senyum sendiri kaya gitu? Bikin takut aja ih"
Senja menoleh ke arah sumber suara, terlihat Bara sudah siap dengan barang-barangnya untuk meninggalkan hotel.
"Ganteng banget sih suami Senja" bukannya menjawab, Senja malah dengan semangatnya memuji Bara yang tampak ganteng hanya dengan kaos dan celana jeans panjangnya.
Mendengar dirinya dipuji ganteng, tentu aja Bara langsung salah tingkah, Senja ini memang tidak bisa ditebak orangnya. Tiba-tiba langsung muji begitu, padahal kan Bara lagi ngomelin dia. Gerutu Bara dalam hatinya.
"Senja, kamu udah selesai belom? Cepetan dong! Kalau masih lama aku tinggalin nih" ancam Bara yang berupaya mengalihkan perhatian.
Senja mengerutkan hidungnya kesal melihat Bara berjalan lempeng membawa barang-barangnya sendiri tanpa berniat menunggu Senja yang sedang mengancing kopernya.
"Hish! Untung aku sayang" gerutunya.
Senja menggeret kopernya dengan perasaan dongkol, Bara tidak ada rasa kasihan sedikit pun melihat Senja membawa koper besar miliknya sendirian. "Huh, dasar!" umpat Senja dalam hati.
Tiba di lobby hotel, Senja dan Bara sudah disambut keluarga mereka.
Ada Ayah dan Bunda Senja, ada Ryan adik Senja satu ayah beda ibu. Ibu kandung Senja sudah meninggal saat melahirkan Senja. Ayah Senja tidak menikah lagi hingga Senja kelas lima SD.
Bunda Senja memang bukan merupakan ibu kandung Senja, tapi mereka berdua sangat dekat. Saking dekatnya tidak ada yang akan menyangka kalau mereka bukan ibu dan anak kandung.
Selain itu, ada Papah dan Mamah Bara, ada Wulan kakaknya Bara, ada Deni suami Wulan dan Airlangga anaknya Wulan.
Melihat Senja dan Bara sudah muncul di lobby hotel, Wulan langsung menghampiri Senja, "Gimana Nja? Berhasil ngga semalam?" bisik Wulan penasaran. Senja mengerutkan hidungnya sambil menggeleng pasrah, "Gagal Mbak" jawab Senja dengan cemberut.
Gimana mau berhasil, kalau target tidak menunjukkan minat sama sekali, raung Senja dalam hatinya.
Wulan tersenyum simpati mendengarnya, bagaimana tidak, jika Wulan dulu saat malam pertama langsung dua ronde, hihihi.
"Tenang Nja, masih ada kok malam-malam selanjutnya" kikik Wulan menyemangati Senja. Senja menatap Wulan yang menepuk pelan bahunya lalu mengangguk senang, pikiran Wulan memang sesuai dengan pikiran Senja.
"Jadi selanjutnya kalian pulang kemana, Dek? Ke rumah dulu atau ke rumah kalian langsung?" tanya Papah Bara pada anak bontotnya.
"Bara dan Senja langsung aja ya, Pah. Lagian juga masih ada beberapa yang mesti diberesin" jawab Bara.
Mamah Bara yang berdiri di samping Papahnya langsung memeluk Senja berpamitan.
"Hati-hati di jalan ya nak, nanti kalo udah sampai di rumah kabarin Mamah ya" Senja langsung mengangguk dan mencium tangan Papah dan Mamah Bara.
"Iya Mah, nanti Senja kabarin Mamah. Mamah sama Papah juga hati-hati di jalan ya"
Setelah itu Senja langsung menghampiri Ayah dan Bundanya, "Gak kerasa kamu udah jadi istri orang lain ya Mbak. Ayah ngga nyangka loh"
Senja langsung memeluk Ayahnya manja "Ihh Ayahh udah deh dramanya, kan kemaren Ayah udah nangis-nangisan. Masa gak malu dilihatin orang sih" rengek Senja manja sambil memeluk Ayahnya.
Bara menggaruk batang hidungnya melihat drama Ayah dan anak ini. "Kan betul, Senja memang anak manja, lihat aja kelakuannya begitu sama Ayahnya" pikir Bara.
Senja lalu beralih memeluk Bundanya tidak kalah manja, "Mbak, inget pesan Bunda ya. Mbak udah jadi istri orang sekarang, mesti nurut sama suami" Bunda Senja lalu mengecup kedua pipi putri kesayangannya itu.
"Iya Bunda, Senja inget kok. Bunda jangan ngomelin Ryan terus ya, nanti muka Bunda makin keriput loh hehehe" Senja terkikik pelan, yang dibalas pukulan pelan di lengannya.
Setelah kenyang melihat Senja berdrama dengan keluarganya, Bara dan Senja akhirnya berpamitan pulang terlebih dahulu.
Selama di dalam perjalanan Bara hanya diam sambil menyetir, secuil pikirannya masih memikirkan Nina, andaikan saja...
Bara kemudian berdecak kesal, kenapa malah kepikiran Nina sih? omelnya pasa diri sendiri.
Decakan Bara membuat Senja menoleh, "Kenapa Mas?" tanya Senja polos. "Nggak, gak apa-apa kok" ucap Bara singkat.
Senja memandangi wajah jutek suaminya itu, lalu Senja melihat jari manis Bara yang dilingkari cincin kawin mereka.
Seketika wajah Senja langsung merona, jantungnya berdegup kencang. "Akhirnya, impian Senja terkabul" jerit Senja senang dalam hatinya. Bahkan sampai saat ini pun Senja tidak percaya kalau dirinya sudah menjadi istri Bara. Pria pujaannya yang udah bertahun-tahun ia idamkan.
Senja kemudian memandangi jarinya juga, cincin yang sepasang dengan milik Bara. Tanda ikatan Bara dan Senja yang terikat tali pernikahan. Meskipun Senja tau, Bara belum menaruh hati padanya. Namun Senja tau, Bara adalah lelaki yang selalu memegang ucapannya.
Hmm, Senja sudah sah secara hukum dan agama sebagai istri Bara. Dengan sigap Senja membuka tas nya dan mengambil dua buah buku kecil berlambang garuda berwarna hijau dan merah tua. Dengan senyum mengembang Senja mengelus-elus dua buku itu.
"Senja, kamu emang beneran sakit?" tanya Bara penasaran. Senja langsung menoleh pada Bara dan mengerutkan dahinya keheranan.
"Hah? Emang Senja sakit apaan Mas?" tanya Senja heran.
"Itu" tunjuk Bara pada buku nikah mereka dengan dagunya. "Dari tadi kamu senyum-senyum sambil ngelus-ngelus buku nikah, terus tadi di hotel kamu senyum-senyum sendiri sambil ngancing koper. Serem tau ihh" ringis Bara sambil menggelengkan kepalanya, namun pandangannya tetap fokus pada jalan karena dia sedang menyetir.
Senja mencebik, tidak terima jika dibilang sakit oleh Bara. "Ihh, Mas Bara! Senja itu bahagia bisa punya buku ini sama Mas Bara. Nih lihat nih" Senja kemudian membuka satu buku itu, lalu menunjukkan sekilas pada Bara apa yang tertulis di dalam sana.
"Ada nama Darya Bara Adanu, terus di sampingnya ada nama Senja Kirana Prameswari. Huuhh! Buku ini tuh bukti kepemilikan Senja terhadap Mas Bara!" jelas Senja dengan berapi-api.
Bara terbatuk mendengar penuturan Senja. Sejak kapan Bara jadi milik Senja? Senja ada-ada aja.
Senja mengeluarkan ponselnya lalu dengan wajah sumringah memotret buku nikahnya dengan Bara dan mempostingnya di akun instagram pribadinya. Tidak lupa Senja menambahkan caption di postingannya.
Officially Mrs. Adanu
Tulis Senja dalam captionnya, lalu mentag instagram Bara. Sambil mentag Bara, Senja lalu kepikiran untuk mengintip instagram cowok ganteng yang sekarang berubah statusnya menjadi suami dari Senja Kirana Prameswari.
Tidak ada foto-foto yang menampilkan wajah Bara, karena Bara hanya memposting foto-foto pemandangan atau hasil kerjanya.
"Suatu saat mesti ada foto Senja nih" tawa Senja dalam hati.
****
*bersambung
Satu jam perjalanan mereka lalui dalam keheningan, akhirnya tiba juga di rumah mungil yang kini jadi tempat tinggal mereka.
Ini bukan pertama kalinya Senja datang ke sini, sebelumnya Senja pernah berniat untuk datang ke sini membantu Bara membereskan rumah mereka. Namun, Bara menolaknya dengan dalih sudah dibersihkan. Tapi bukan Senja namanya kalau dia bisa menerima penolakan begitu saja.
Setelah Bara memutuskan untuk menikahi Senja, gadis itu selalu meributkan masalah rumah ini. Yah, maksudnya ribut untuk membersihkan, membereskan dan membujuk Bara agar Senja diperbolehkan mengatur rumah ini. Hingga akhirnya Bara menyerah untuk menghalangi Senja datang ke rumah ini.
Meski Bara mengizinkan Senja datang, tetapi Senja tidak berani memberi ide untuk menata rumah ini, nanti dikira ngelunjak, pikir Senja saat itu.
Bara mengeluarkan barang-barang bawaan mereka, lalu membawa masuk barangnya sendiri. Lagi, Senja ditinggal tanpa ada niat Bara membantu membawakan barang milik Senja.
Senja mencebik kesal, "Pengantin baru macam apa ini? Istrinya masa dicuekin?" gerutu Senja kesal. Sementara Bara memutuskan untuk pura-pura tidak mendengar ucapan Senja.
Walau bibirnya menggerutu, tetapi tangan Senja tetap menggeret koper dan barangnya ke dalam rumah mereka.
Senja terkikik geli dalam hatinya, kata rumah "mereka" sungguh membuat perut Senja bagai dikocok saking senangnya. Dengan wajah sumringah, Senja masuk ke dalam rumah kecil Bara, barang-barangnya masih sedikit bahkan hampir tidak ada.
Ruang tamunya belum terisi apapun, sedangkan masuk sedikit ke ruang tengah baru terpasang TV saja, di area dapur hanya ada meja makan dan sedikit peralatan memasak. Memang belum pernah ditempati, bisik Senja pelan.
Bara berdiri di samping Senja sambil menyandarkan dirinya di dinding dekat pintu kamarnya.
"Belum ada isinya, kamu bisa ngatur sendiri, bisa digimanain ini rumah" ujar Bara sembari tangannya memijat pelan pangkal lehernya yang terasa pegal.
Senja menoleh kaget, matanya hampir keluar, rahangnya hampir lepas saking senangnya mendengar ucapan Bara barusan.
"Hah? Yang bener Mas? Senja boleh menata rumah ini? tanya Senja sumringah. Matanya memandangi seluruh penjuru rumah, satu persatu ide mulai muncul di dalam pikirannya. Kini pikirannya sibuk memikirkan apa saja yang diperlukan untuk rumah ini. Rasanya dia baru saja mendapatkan pengukuhan sebagai nyonya rumah.
Bara tersenyum mengejek melihat reaksi Senja, "Iya yang penting kamu harus tau, aku suka rumah yang keliatan lapang dan gak norak karena terlalu banyak perabotan gak penting"
Senja menoleh ke arah Bara, "Cih, emangnya Mas Bara pikir selera Senja apaan?" agak kesal dalam hatinya. Bara nggak usah meragukan selera Senja, sudah pasti selera Senja selalu update dan kekinian.
Bara menghela nafas malas mendengar protes dari bibir Senja, "Yaudah kamu pikiran aja sendiri apa yang mesti dibeli, nanti kasih tau aku dan kasih aku rinciannya" papar Bara santai.
Senja mengangguk paham. Kalau soal belanja dan mencari harga terbaik dengan kualitas terbaik, itu sudah menjadi keahlian Senja.
Melihat Senja yang sudah paham apa yang diucapkan Bara, pria itu kemudian masuk ke dalam salah satu kamar sambil membawa barangnya. Dengan polosnya, Senja mengikuti Bara masuk sambil menggeret kopernya juga.
"Ngapain kamu masuk?" Bara menaikkan satu alisnya.
Senja berhenti di tempatnya, bahkan kopernya saja belum masuk sepenuhnya ke dalam kamar mereka.
"Loh? Kok ngapain? Ya Senja mau masuk lah"
Bara berjalan mendekat ke arah Senja, sambil tersenyum lalu tangan kanannya memegang gagang koper Senja. Senyum di wajah Senja terbit melihat Bara akhirnya berinisiatif membawakan barangnya.
Bukannya membawakan koper Senja masuk ke dalam, dia malah menyeret koper Senja keluar kamar menuju kamar di sebelahnya.
Senja menelan ludahnya, jangan bilang kalau Mas Bara mau...
"Kamar kamu di sini, bukan di kamarku" Bara menggosokkan kedua telapak tangannya lalu berjalan keluar dengan wajah senang, setelah membawa koper Senja masuk ke kamar satunya lagi.
Bara memang suami yang berinisiatif tinggi, hingga ia tanpa diminta langsung berinisiatif membawa koper Senja ke kamar yang lain.
Senja mendelik kesal.
"Mas Bara! Kok Senja malah tidur di sini? Senja kan istri Mas Bara kenapa tidurnya misah?" protes Senja.
Bara berkacak pinggang di depan Senja lalu mendekatkan wajahnya, "Coba deh kamu bayangin, kamu mesti tidur sama Bramantyo. Perasaan kamu gimana coba?" Bara mencoba menjelaskan situasi yang dirasakan Bara dari sudut pandangnya.
Bramantyo adalah sepupu mereka, dan dia sangat dekat dengan Senja dari kecil. Bayangkan saja, kalian harus tidur dengan sepupu kalian sendiri, yang selama ini kalian anggap saudara.
Senja mencoba membayangkan dirinya tidur dengan sepupunya itu, tidak lama Senja mulai merasa merinding membayangkannya.
Senja menatap Bara sambil menggigit bibirnya sebal, "Tapi kan..." Senja mencoba protes. Tapi mencoba memahami perasaan Bara yang melihat Senja sama seperti Senja melihat Bramantyo.
Bara tersenyum "Kamu ngerti kan apa yang aku rasain?" tanya Bara sembari menaik turunkan alisnya.
"Terus ngapain kita nikah kalo gitu?" Senja tidak mau kalah.
"Kamu kan udah janji mau kasih aku kesempatan untuk membuka diri secara perlahan" Bara mencoba lagi mengingatkan Senja akan hasil diskusi mereka sebelum Bara menikahi Senja.
Pikir Bara saat itu adalah, setelah mereka menikah mungkin cara pandang Bara terhadap Senja bisa berubah. Namun sampai saat ini, cara pandang Bara masih belum berubah. Bara melihat Senja masih seperti kemarin dan biasanya. Sepupu kecilnya.
Senja menarik nafasnya, mencoba mencari kata-kata untuk mendebat Bara. Namun ia urungkan, karena memang Senja tidak tau bagaimana cara mendebatnya.
Dari awal memang Senja setuju untuk memberikan Bara waktu agar pria itu bisa melihatnya sebagai wanita dan bukannya adik sepupu tiri.
Melihat Senja paham akan situasi saat ini, Bara ngeloyor pergi dari kamar Senja lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Sepeninggal Bara, Senja menghentakkan kakinya lalu berjalan mendekat ke kasur miliknya. Kamar Senja tidak sebesar kamar milik Bara, meski saat ini belum terisi barang-barang tapi layak untuk dipakai tidur.
Senja duduk kemudian mulai mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper dan menyusunnya ke dalam lemari.
Senja mengingat bagaimana dulu dia bertemu dengan Bara. Dulu saat Bunda dan Ayahnya menikah, saat itu Senja masih duduk di kelas lima SD. Mamah Bara tidak lain adalah sepupu Bunda Senja, jadilah saat Bunda dan Ayahnya menikah, Mamah Bara datang bersama keluarganya termasuk Bara yang saat itu sudah kuliah.
Setelah itu, mereka memang cukup sering bertemu. Di saat lebaran misalnya atau disaat ada acara keluarga besar Bundanya Senja mereka pasti bertemu.
Pernah ada kejadian saat arisan keluarga besar Bunda di salah satu rumah saudara, Senja dikejar-kejar angsa hingga teriakannya terdengar ke dalam rumah. Saat itu Bara langsung menolong Senja, hingga Bara juga akhirnya ikut jadi sasaran angsa.
Hahaha, Senja tertawa dalam hati. Dari situ, Senja mulai diam-diam jatuh cinta pada Bara, tidak ada yang tau selain Senja. Senja selalu berharap suatu saat ada keajaiban dan Bara bisa melihat Senja.
Saat Bara lulus kuliah, Senja mulai melihat jarak yang jauh di antara mereka. Bara yang mulai dewasa dibandingkan dengan Senja yang masih SMP.
Ditambah lagi saat kuliah, Senja mengetahui kalau Bara memiliki teman dekat yang bernama Maharani. Senja berharap agar dia bisa langsung tumbuh dewasa hingga bisa sepadan dengan Bara. Namun apa daya, Senja hanya anak SMP.
Tapi akhirnya Senja menemukan cara agar dia cepat menyusul Bara. Saat SMP dia mengambil akselerasi hingga dia hanya menghabiskan dua tahun di sekolahnya. Begitu juga saat SMA, Senja mengambil akselerasi hingga saat kuliah Senja berjuang mati-matian agar bisa tamat dalam waktu tiga tahun setengah saja. Senja bukan anak yang sangat pintar hingga ia bisa menyelesaikan semua sekolah dalam waktu singkat. Senja hanya belajar keras dan bekerja keras.
Perjuangan Senja tidak sia-sia, karena akhirnya dia bisa menyelesaikan kuliahnya di usia sembilan belas setengah tahun.
Senja juga kembali mengingat perjanjian antara dirinya dan Bara. Memang, Senja dan Bara menikah bukan karena dijodohkan dari kecil atau apalah. Tapi tentu saja ada sedikit paksaan dari Mamahnya Bara hingga akhirnya Bara setuju menikahi Senja.
Bara bersedia menikah dengan Senja, dengan syarat mereka akan langsung tinggal di rumah yang sudah dicicil oleh Bara setelah menikah dan mereka tidak akan melakukan hubungan suami istri selain dengan alasan cinta.
Bara memang bukan lelaki yang taat agama, namun Bara menghormati wanita karena itu dia tidak mau menyentuh wanita manapun sebelum mereka menikah dan saling mencintai. Terdengar klise memang, namun Bara juga memikirkan bagaimana perasaan Senja jika dia hanya dijadikan pelampiasan nafsu Bara semata.
Senja tersadar dari lamunannya saat mendengar bunyi pesan masuk dari handphonenya. Pesan dari Laras, teman dekatnya saat kuliah. Senja sudah lulus kuliah, tapi temannya ini malah belum lulus juga karena mengulang semester
Senja tersenyum membaca makian Laras, sahabatnya ini sebenarnya sudah tau bakal tidak terjadi apa-apa saat malam pertama tadi, dasar Laras pura-pura bego buat mancing Senja cerita.
Nina melihat jam di ponselnya, sudah pukul 17.30 sore. Bara sudah terdiam di kamarnya sejak pukul tiga sore tadi.
Perut Senja mulai kelaparan, dengan menyandang status sebagai pengantin baru dan istri dari Bara, Senja berinisiatif untuk menyiapkan makan malam untuk mereka.
Senja keluar dari kamarnya, berjalan menuju dapur dan melihat-lihat apa yang bisa dimasak Senja. Membuka kulkas, masih belum ada isi sama sekali. Senja manyun, membuka-buka kitchen set, Senja tidak menemukan apapun selain piring dan sebagainya. Tidak ada minyak goreng, garam, gula dan lain-lainnya.
"Nyari apa?"
Senja kaget, kemudian membalikkan badannya dan melihat Bara sudah berdiri ganteng dan segar seperti baru selesai mandi. Senja menelan ludahnya. Ini beneran suami Senja tapi gak boleh diapa-apain nih? curhat Senja dalam hatinya.
"Senja laper, tapi gak ada apa-apa, emang Mas Bara gak laper?" tanya Senja.
"Malam ini kita makan di luar aja, kamu mau ganti baju lagi atau langsung aja?" ujar Bara. Memindai penampilan Senja yang masih memakai pakaian yang tadi.
Senja menggelengkan kepalanya, "Senja siap-siap dulu ganti baju. Mas Bara tunggu dulu ya" pungkas Senja yang sudah secepat kilat melesat dari dapur menuju kamarnya.
Bara terhenyak melihat Senja yang langsung melesat saat diajak keluar. Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai di mall tujuan.
"Mas Bara, kita makan disitu aja yaa. Senja suka tuh makan itu" bujuk Senja pada Bara saat mereka sudah berada di mall yang tidak jauh dari rumah mereka.
Bara mengangguk cuek, sedari tadi dia risih dengan tingkah Senja yang menggelayut nempel seperti koala. Saat Bara berusaha melepaskan tangannya dari Senja, Senja langsung merajuk dan memasang tampang sedih. Buat Bara susah aja!
"Udah gak bobo bareng, masa sekarang gandengan juga gak boleh"
Kira-kira tadi begitulah rajuk Senja, yang langsung membuat Bara panik takut didengar orang. Dasar anak manja, dikit-dikit merajuk! Huh, rasanya pengen Bara tinggal di tempat penitipan anak aja.
****
*bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!