NovelToon NovelToon

Kakak Iparku Cinta Pertamaku

Bab.1

...Pengantin Pengganti...

Seorang gadis memasuki ruang tamu, dengan tatapan bingung. Dua orang terlihat bertengkar hebat hingga terdengar menggema di sekeliling ruangan itu. "Ayah, Ibu. Ada apa ini?"

Pertengkaran seketika terhenti, mereka menghampiri gadis itu dengan langkah terburu-buru. "Karina, kamu harus menggantikan Kakak kamu menikah dengan Arfan."

Gadis itu bernama Karina Devita, dia adalah Putri kedua dari pasangan Hendri Setyanto dan Melinda. Wajah Karina semakin terlihat kebingungan. "Menikah, dengan calon suami Kakak? Sebenarnya ada apa ini."

Hendri mendekat dan langsung mencengkeram erat kedua sisi pundak sang putri. "Kakak kamu kabur. Dia membawa semua perhiasan Ibu, tabungan dan mobil kamu." Dia memperlihatkan sebuah surat yang sempat ditulis oleh Kakak Karina. "Lihat ini, pokoknya Ayah tidak mau tahu, ada ataupun tanpa Kakak kamu pernikahan ini harus tetap berlanjut, tolong selamatkan nama baik keluarga kita."

Kedua tangan Karina bergetar hebat ketika membaca surat tersebut. Dia menatap kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca. "Tapi kenapa harus aku? Aku tidak bisa menikah dengan cara seperti ini ayah, ibu."

"Karina! Ini bukan masalah kamu mau atau tidak tetapi pikirkan bagaimana cara agar nama baik keluarga kita terjaga. Apakah kamu lupa perjodohan ini untuk mengikat dua keluarga besar. Ayah sudah banyak berhutang budi dengan keluarga itu."

Karina menatap kedua orang tuanya secara bergantian sambil meneteskan air mata. Kenapa semua ini harus terjadi kepadanya, ke mana kakaknya pergi. "Dari awal, Kakak Rita memang sudah tidak menyetujui perjodohan ini, tapi ayah dan ibu memaksanya. Sama seperti Kak Rita aku juga tidak bisa menikah dengan pria yang tidak aku kenal."

Paaak!

Hendri mendaratkan satu pukulan tepat diwajah Karina. "Pokoknya Ayah tidak mau tahu, pernikahan akan dilangsungkan satu minggu lagi setuju ataupun tidak kamu harus menikah dengan Arfan. Ayah akan pergi mengurus dokumen pernikahan kamu."

Karina langsung terduduk lemas di lantai ruang tamu sambil memandangi kepergian sang ayah. Baru saja memulai karir sebagai seorang desainer yang membuka butik dengan brandnya sendiri tetapi sekarang mimpi itu seolah terhalang karena perjodohan yang tidak dia inginkan.

***

Satu minggu berlalu...

Di depan meja rias, Karina terduduk melamun. Tatapannya terlihat kosong seolah tidak ada lagi harapan untuk lepas dari semua ini. Selama satu minggu dia terus berpikir dan mencoba untuk menerima pernikahan ini meski sulit.

Saat ini penampilannya sudah sangat cantik dibalut dengan kebaya putih dan riasan make up flowles. Semua orang nampak berbahagia kecuali dia yang biasa-biasa saja.

"Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Kamu benar-benar sudah siap menikah, Karina?"

Karina menoleh melihat sahabatnya yang hari ini datang untuk menyaksikan pernikahan antara dia dan Arfan. "Aku belajar ikhlas demi kedua orang tuaku, apapun yang terjadi nanti aku akan menerima dia sebagai suamiku. Ranty, jangan marah seperti itu aku baik-baik saja."

Ranty mendekat dan langsung memeluk sahabatnya. "Aku tahu kamu wanita hebat. Semoga kamu bahagia dengan pernikahan ini ya."

"Tentu saja aku akan bahagia." Karina mencoba untuk tersenyum. Dia merasa tidak perlu menyesal karena melakukan semua ini demi membahagiakan kedua orang tuanya. Seminggu yang lalu Mungkin dia sedikit shock tetapi hari ini dia sudah mengikhlaskan segalanya.

Pintu kamar itu terbuka seorang wanita paruh baya masuk dengan langkah tergesa-gesa. "Mempelai pria sudah datang, sebentar lagi ijab kabul akan di mulai, Ranti mau tetap di sini menemani Karina atau ikut keluar?"

"Saya akan keluar bersama Karina nanti, Bi. karena tidak ada siapapun di sini," jawab Ranti.

"Baiklah, kalau begitu aku keluar lagi," ucap wanita paruh baya itu lalu berbalik pergi meninggalkan kamar tersebut. Mendengar hal itu Karina semakin nampak gelisah karena sebentar lagi akan menjadi istri.

Melihat Karina yang nampak tidak tenang, Ranti segera mengambil segelas air putih di atas meja rias dan diberikan kepada sahabatnya. "Ayo diminum dulu kamu tenang saja ya semua akan berjalan lancar."

Setelah beberapa saat menunggu akhirnya terdengar kata sah yang menggema hingga ke kamar pengantin. Karina memejamkan matanya sejenak karena akhirnya sah menjadi seorang istri.

Ranti langsung memeluk Karina yang duduk tertunduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Selamat Karina sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Ayo sekarang kita keluar, semua orang pasti sudah menunggu kamu.

Dengan dituntun oleh Ranti, Karina melangkah keluar dari kamar tersebut. Nampak di ruang tamu kediaman kedua orang tuanya suasana begitu ramai dipenuhi tamu.

Namun tiba-tiba pandangan Karina tertuju kepada seorang pria yang duduk di antara para tamu. Langkahnya terhenti sebentar, ia terlihat kaget.

Dia, kenapa bisa ada di sini. Kak Arga, apa aku tidak salah lihat, batinnya.

Sekujur tubuh karena terasa bergetar karena Cinta pertamanya dimasa SMA kini muncul kembali di hadapannya. Pria itu bernama argantara atau lebih kerap disapa dengan panggilan Arga.

Argantara pun terlihat memandangi karena dari kejauhan, wajahnya juga terlihat kaget. Mungkin dia merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Karina saat ini.

"Karina, kamu kok bengong. Ayo jalan," tegur Ranti.

Seketika lamunannya langsung buyar saat di tegur oleh Ranti. "Oh, iya. Ayo." Dia kembali melangkah, sang Ibu pun menyambutnya dan menuntun dia duduk di samping pria yang saat ini sudah sah menjadi suaminya.

Pandangan Karina pun masih tidak lepas dengan pria yang tidak jauh darinya. Begitu juga dengan pria yang bernama Argantara, dia terus melihat kearah Karina tanpa berkedip sekalipun.

"Karina, ayo cium tangan suamimu," tegur Melinda kepada sang putri.

"I-iya, Bu." Dia menoleh ke samping dan langsung meraih tangan suaminya. Saat ini dia sudah resmi menjadi istri tetapi tiba-tiba dia dipertemukan oleh seorang pria yang dulu begitu dia cintai. Hal itu membuat Karina bertanya-tanya apa maksud dari semua ini.

Setelah mencium tangan sang suami posisi dilanjutkan dengan pemasangan cincin pernikahan. Karina mencoba untuk tersenyum tetapi wajah sang suami terlihat begitu datar seolah tidak bahagia dengan pernikahan ini.

***

Malam harinya, pesta pernikahan digelar di sebuah hotel berbintang. Sekitar pukul sepuluh malam setelah pesta selesai. Karina menyusul Arfan ke sebuah kamar di hotel tersebut yang akan menjadi tempat istirahat mereka. Ya selesai pesta, dia langsung ditinggalkan begitu saja oleh suaminya.

Saat tengah melangkah menyusuri koridor hotel, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika tidak sengaja berpapasan dengan argantara. Karina terlihat begitu gugup dan salah tingkah.

"Long time now see, Karin."

Kepala Karina yang sempat tertunduk, kini tegap, menatap sang mantan. "Oh i-iya. Apa kabar. Lama tidak bertemu, Aku tidak menyangka ternyata Mas Arga adalah kakak dari Mas Arfan. Aku juga baru tahu tadi saat pesta resepsi."

Argantara mendekat hingga jaraknya dan Karina hanya beberapa centimeter saja. Ya, aku juga tidak menyangka ternyata Karina yang dinikahi oleh adikku adalah mantan pacarku sendiri."

"Itu hanya masa lalu, cinta monyet memang selalu terjadi di masa putih abu-abu, bukan? Sekarang kita adalah keluarga dan aku harap kejadian di masa lalu tidak Kakak bahas lagi, permisi."

Karina kembali melanjutkan langkahnya. Sementara argantara masih berdiri di sana sambil memandangi kepergian Karina. "Kenapa harus kamu yang menjadi istri Arfan," gumam Arga.

Bab.2

Ketika Karina masuk ke kamar, dia mendapati sang suami, sudah tertidur. Dari jarak dua meter, dia memandangi sang suami dengan penuh tanya karena sejak mereka resmi menjadi pasangan, Arfan belum sekalipun bicara kepadanya.

"Mungkin Mas Arfan lelah. Sebaiknya aku juga bersih-bersih dan beristirahat malam ini." Karina melangkah, menuju kamar mandi. Seharusnya malam ini menjadi malam pertama mereka tetapi dia malah diacuhkan.

***

Cahaya matahari yang menelusup masuk dari celah jendela membuat Karina mengerjap perlahan. Saat matanya mulai terbuka, dia tidak mendapati sang suami disisinya tetapi samar-samar dia mendengar suara seseorang dari arah balkon.

Tanpa pikir panjang, dia beranjak lalu melangkah ke arah balkon. Langkahnya terhenti saat mendengar Arfan tengah menelpon seseorang dengan panggilan sayang, dia juga mendengar Arfan mengatakan jika pernikahan mereka tak berarti apa-apa.

Karina merasa sangat kecewa, tetapi dia ingin memperjelas semuanya. "Mas Arfan." Dia mendekat dan langsung menepuk pelan pundak sang suami.

Terlihat kaget, Arfan mematikan panggilan telepon itu dan segera berbalik melihat Karina. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Dia mencengkram dagu Karina dengan jari-jemarinya. "Apa kamu mendengar semua yang aku bicarakan?"

Karina tak kuasa menahan air mata. Dia tidak pernah berpikir bahwa pria yang ia nikahi adalah orang yang kasar seperti ini. "Aku merasa cukup mendengar semua dengan jelas, Mas. Katakan, apa kamu mempunyai kekasih?"

Arfan menghempaskan tangannya dari dagu Karina. "Aku akan jujur sekarang. Aku tidak menginginkan pernikahan ini. Aku menikahi kamu hanya karena permintaan Ibuku, yang mendesak agar aku cepat menikah. Jika kamu masih ingin perusahaan Ayahmu, kunci mulut dan tutup telingamu."

Arfan melangkah masuk kembali kedalam kamar, Karina segera menyusul sang suami. Dia merasa memerlukan alasan yang lebih logis untuk diterima. "Mas, jangan menghindar. Kita harus bicara." Dia menarik tangan Arfan agar berhenti berjalan.

"Apalagi sih!" Arfan menghempaskan tangannya, hingga Karina jatuh terduduk di lantai. Raut wajahnya terlihat semakin kesal. Sejak kemarin dia sudah ingin mengatakan semua ini tetapi waktu tidak tepat. "Kamu jangan munafik, aku tahu kamu menerima perjodohan ini hanya untuk menyelamatkan perusahaan Ayahmu 'kan? Jadi sekarang, kamu hanya perlu menjadi menantu yang baik di hadapan Ibuku, tapi jangan pernah mencoba mengurusi hidupku, paham?"

Karina tidak bisa berkata apapun lagi. Dia menunduk, menangis pilu atas semua kenyataan hidup yang baru saja dihadapi. Dia pikir setelah menikah, tugasnya hanya menjadi seorang istri yang baik, tetapi nyatanya, tidak semudah itu.

***

Pukul dua belas siang. Karina mengikuti langkah Arfan menuju restoran hotel. Ya, malam tadi semua keluarga inti menginap di hotel dan siang ini makan siang bersama sebelum kembali ke rumah.

"Wah pengantin baru sudah datang," ucap Miska. Miska adalah Ibu tinggal untuk kedua putranya. Semenjak suaminya meninggal, putra pertamanya Argantara adalah seorang Chef yang mempunyai restoran sendiri sementara Arfan memilih menjadi seorang arsitek.

Miska menikahkan anak keduanya terlebih dahulu bukan tanpa alasan. Dia tahu Arfan terlibat pergaulan bebas, dia sangat khawatir jika putranya terus bermain dengan wanita sembarangan. Miska pikir dengan cara ini, Arfan akan berubah menjadi pria yang lebih bertanggungjawab.

Pandangan Argantara pun langsung tertuju kepada Karina yang berjalan di belakang sang adik. Wajah cantik yang sudah tidak dia lihat selama delapan tahun, semakin indah dan membuat dia mengingat kembali memori lama yang tak bisa diungkapkan lagi.

"Selamat pagi, semuanya," ucap Karina, dia mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Sebelum ke restoran hotel, Arfan sudah mengancamnya sekali lagi agar tutup mulut dan bersikap baik di hadapan keluarga.

"Karina, duduklah disamping suamimu," sahut Melinda kepada sang putri saat melihat Karina hanya berdiri disana.

"Namanya juga masih pengantin baru, Bu. Pasti masih malu-malu. Sama seperti kita dulu," ucap Hendri lalu tetawa bersama sang istri dan juga besannya.

Sementara Karina segera duduk, tidak ada senyum yang mewarnai wajahnya. Meski diam, tetapi pikirannya di penuhi dengan banyak pertanyaan tentang, seperti apa nasib pernikahannya nanti.

"Arfan, nanti kamu dan Karina tinggal di rumah kan?" tanya Miska.

"Tidak, Ma. Kami langsung tinggal di apartemenku saja," jawab Arfan lalu melahap makanannya.

"Sebaiknya kamu tinggal di rumah sementara waktu. Kasihan Karina jika langsung kamu bawa ke apartemen, di sana sepi. Kalau di rumah bisa mengobrol sama Mama," sahut Argantara.

"Benar kata Arga, mama sepi di rumah. Kalian semua sibuk," sambung Miska.

Arfan menghentikan aktivitas makannya sebentar. "Aku sudah membicarakan ini dengan Karina, dia setuju saja." Ia meraih tangan Karina dan langsung digenggam erat. "Kamu setuju 'kan?"

Karina tahu jika pertanyaan Arfan itu adalah sebuah ancaman yang harus dia patuhi. "I-iya, saya setuju saja. Lagi pula, mulai besok, saya harus kembali ke butik, Ma. Kami sama-sama sibuk untuk sementara waktu, nanti kalau libur, saya pasti berkunjung."

"Baiklah kalau begitu. Kalau kalian libur, sebaiknya pergilah berbulan madu juga. Kami ini sudah ingin sekali menimamg cucu," ujar Miska lalu kembali meneguk teh hangatnya.

Melihat Karina hanya tersenyum tipis lalu menunduk, Argantara tiba-tiba merasa khawatir sekaligus curiga. Dia merasa ada sesuatu yang Karina tutupi.

***

Sore harinya, Arfan langsung membawa Karina ke apartemen. Saat keluar dari dalam mobil dia langsung melangkah begitu saja, tanpa membantu sang istri membawa koper.

Karina terlihat tidak habis pikir namun lagi-lagi dia mencoba untuk bertahan demi kedua orangtua yang bergantung kepadanya. Perlahan dia melangkah mengikuti Arfan sambil menyeret koper.

~

Sesampainya di sebuah unit apartemen. Karina melangkah masuk sambil menggedarkan pandangannya melihat ke sekeliling ruangan apartemen yang nampak sangat mewah dan modern.

"Sekarang kamu tinggal disini bersamaku. Kamarmu disebelah sana. "Arfan menunjuk sebuah kamar di sudut ruangan. "Jangan pernah berharap kita tidur satu kamar, aku jijik dengan wanita sepertimu. Sekarang aku mau bersenang-senang dengan wanita-wanitaku, jangan mencoba untuk menghubungiku jika bukan situasi darurat."

"Pria macam apa yang meninggalkan istrinya demi bersenang-senang dengan wanita lain?"

Arfan menghentikan langkahnya lalu kembali berbalik melihat Karina. "Kamu bilang apa barusan?"

"Apa masih kurang jelas? Disini, bukan hanya kamu saja Mas yang tidak terima dengan pernikahan ini, tapi aku juga. Tapi aku mau berusaha menjadi istri yang baik untuk kamu, seharusnya kamu melakukannya hal yang sama, jika tidak suka lepaskan saja aku!"

Paak!

Satu tamparan Arfan berikan kepada sang istri, bukan hanya itu Dia mencengkram erat pergelangan tangan Karina dengan keras. "Asal kamu tahu, aku mempertahankan pernikahan ini demi warisan. Aku peringatkan satu kali lagi, jangan sampai mamaku mengetahui tentang ini. Jika kamu buka mulut maka aku akan pastikan keluargamu hancur."

Bersambung 💕

Jangan lupa berikan dukungan untuk Author ya gaess

Bab.3

Satu minggu berlalu, Argantara yang sudah bersiap-siap untuk pergi ke restorannya, melangkah turun menghampiri sang Ibu yang sudah menunggu di meja makan. "Selamat pagi, Bu. Kok pagi-pagi mukanya di tekuk seperti itu." Dia duduk di hadapan sang ibu sambil meraih sepotong roti.

"Sudah satu minggu sejak adik kamu menikah tapi dia belum pernah datang ke sini. Mama telepon juga tidak di angkat." Miska menghela napas pelan kemudian meneguk teh di cangkirnya.

"Ma, aku pikir keputusan menikahkan dia secepat ini adalah keputusan yang kurang tepat. Mama tahu sendiri sikap Arfan seperti apa."

"Terus apa kamu mau adik kamu terus bergonta-ganti wanita tidak jelas? Dari pada dia berbuat zina lebih baik menikah saja, tentunya wanita yang tepat untuk mendampingi adikmu adalah pilihan Mama."

Argantara menghentikan aktivitas makannya lalu kembali menatap sang Ibu. "Apakah ada jaminan Arfan memperlakukan istrinya dengan baik? Bukannya yang harus menikah dengan Arfan itu adalah wanita yang bernama Karita?"

"Ibu juga tidak tahu bagaimana, tiba-tiba Hendri menyodorkan anak keduanya. Tapi Ibu tidak perduli, Hendri meminjam uang dengan jumlah besar kepada Ibu, jadi anggap saja ini cara di membalas budi." Tatapan penuh selidik kini tergambar jelas dari wajah Miska. "Kamu kenapa sih, sepertinya perduli sekali dengan Karina?"

"Karena dia ...." Argantara menahan ucapannya. Dia rasa tidak perlu menceritakan bahwa Karina adalah adik kelasnya saat bersekolah di Surabaya dan mereka sempat menjalin kasih hingga akhirnya pupus ketika Argantara lulus dan harus kembali ke Jakarta. Ya, dulu dia tinggal diluar kota bersama neneknya, sementara adik dan Ibunya di Jakarta.

Argantara mencoba untuk mengatur napas kemudian kembali melihat sang Ibu. "Karena dia adalah seorang wanita. Sementara Arfan pria tempramental. Aku hanya tidak mau adikku menyakiti orang tak bersalah."

"Kamu tenang saja, Mama yakin Arfan akan menepati janjinya untuk menjadi laki-laki yang bertanggungjawab." Dengan santai, Miska melenggang pergi meninggalkan ruangan tersebut.

***

Setelah satu minggu terpuruk, hari ini Karina mulai beraktivitas seperti semula. Dia pun berencana untuk pergi mengunjungi butik. Di depan meja rias, dia mencoba untuk menutupi bagian memar di wajahnya akibat ulah brutal Arfan.

Tidak lama, ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Ekspresi wajah Karina berubah sendu saat membaca pesan itu, seolah benar-benar tidak ada jalan keluar untuk dia mengakhiri pernikahan ini.

Pesan itu dikirim langsung oleh Ayahnya yang mengatakan bahwa, saat ini bisnis sang ayah sudah mulai berjalan lagi dan itu semua berkat kebaikan Ibu mertuanya yang telah berinvestasi dalam jumlah besar.

Tanpa membalas pesan tersebut, Karina segera beranjak keluar dari kamar. Disaat bersamaan, Arfan baru saja masuk. Ya, pria itu baru saja pulang setelah semalaman tidak tahu pergi kemana.

Karina mencoba untuk acuh dan tidak lagi mencampuri urusan sang suami, karena jika dia bertanya, Arfan akan menjawabnya dengan pukulan dan tamparan.

"Kamu mau ke mana pagi-pagi?" tanya Arfan sambil terus melangkah, hingga akhirnya berhenti di hadapan Karina.

"Aku mau kembali bekerja di butikku. Terus mencoba menjadi istri yang baik nyatanya hanya sia-sia. Setidaknya aku harus mencari uang agar bisa membayar semua hutang ayahku kepada keluargamu."

Arfan tertawa kecil saat mendengar ucapan Karina. "Astaga, besar sekali ya nyalimu? Kira-kira berapa lama kamu bisa mengumpulkan uang sepuluh milyar yang dipinjamkan Ibuku?" Arfan menggerakkan tangannya menepuk pundak Karina. "Selamat mencoba ya. Tapi ingat selama kamu terikat denganku, tutup mulutmu."

Karina hanya bisa mencengkram erat kedua tangannya. Dia tidak boleh goyah hanya karena ucapan kasar selalu di dengar dari pria seperti Arfan. Dengan tertatih-tatih, dia melangkah keluar dari unit apartemen itu.

***

Saat ini Karina sedang dalam perjalanan menuju butik dengan menggunakan taksi karena mobil yang biasa dia pakai ikut di bawa kabur sang Kakak.

"Pak, berhenti sebentar di apotik depan sana ya."

"Baik, Mbak."

Supir taksi itu segera menepikan mobil saat sampai di depan apotik. Karina segera turun, dia ingin membeli perban untuk menutupi luka memar di bagian pergelangan tangannya.

Setelah selesai, dia melangkah keluar namun tanpa sengaja menabrak seseorang karena melangkah terlalu terburu-buru. Alhasil perban yang dia beli jatuh ke lantai.

"Maaf saya jalan ti--" ucapannya terhenti ketika melihat ternyata orang yang dia tabrak adalah, Argantara. "Mas Arga?" Karina segera memungut barangnya yang terjatuh kelantai. "Ehm, maaf saya harus ke butik sekarang."

"Tunggu sebentar." Argantara menghadang langkah Karina yang hendak pergi. "Apa kita bisa bicara sebentar? Restoranku di dekat sini. Ayolah, ini masih pagi dan aku rasa kamu belum sarapan, iya 'kan?"

Karina terdiam sebentar, menatap pria di hadapannya dengan perasaan bingung. Dia tidak tahu harus mengambil sikap seperti apa, jika menghindar, pasti Argantara akan curiga kepadanya. "Emm, baiklah. Jika memang ada hal penting yang ingin dibicarakan."

***

Di sebuah restoran bertema western, Karina duduk sambil terus menggedarkan pandangan, melihat ke sekeliling tempat yang begitu estetik. Dia tidak pernah menyangka jika cita-cita Argantara untuk menjaga juru masak dan memiliki restoran, benar-benar terwujud.

"Bagaimana restoranku, bagus?" Argantara datang dengan dua piring spaghetti carbonara dan juga jus.

"Ya, bagus sekali. Ternyata mimpi itu benar-benar terwujud di ...." Karina mengentikan ucapannya, dia merasa tidak perlu membahas kisah masalalu. "Maksudku, restoran ini sangat bagus."

Argantara duduk di hadapan Karina. "Kamu masih mengingat cita-citaku ternyata. Aku juga tidak menyangka anak kelas satu jurusan IPA yang dulu begitu manja kini menjadi seorang desainer dan mempunyai butik sendiri."

"Sebenarnya apa yang mau Mas Arga bicarakan?" Karina mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, dia merasa kurang nyaman jika Argantara kembali mengulik kisah lama.

Argantara menyodorkan piring berisi spaghetti kehadapan Karina. "Makanlah. Aku hanya ingin kamu bersikap lebih santai dan jangan menghindariku. Aku tahu dulu sempat membuatmu kecewa tetapi sekarang walau bagaimanapun, kita keluarga sekarang."

Argantara meneguk jus buah miliknya hingga tersisa setengah. Setelah itu dia kembali melihat kearah Karina yang mulai mencicipi spaghetti buatannya. Namun tiba-tiba matanya memicing tajam saat melihat luka memar dibagian pergelangan tangan Karina.

"Ehm, bagaimana dengan hubungan dan Arfan, lancar? Mama tadi bertanya kenapa kalian tidak pernah berkunjung ke rumah," sahut Argantara.

"Te-tentu saja, mas Arfan adalah pria yang baik dan bertanggung jawab, kami masih dalam proses menyesuaikan diri sekarang. Tolong bilan ke Mama hari minggu nanti kami akan kesana," jawab Karina yang tetap mencoba terlihat baik-baik saja.

"Lalu luka apa yang ada dipergelangan tanganmu itu?" selidik Argantara yang masih penasaran.

Segera saja Karina menyembunyikan bagian tangannya, dia sampai lupa jika mempunyai luka tersebut. "Ah ini ... terbentur, di tembok saat aku hampir jatuh dikamar mandi. Untung saja bukan kepalaku yang terbentur."

Argantara terdiam sebentar. Dia tahu Karina pasti berbohong kepadanya. Namun Argantara tidak mau membuat Karina merasa tidak nyaman jika menahas hal itu.

"Berikan nomor ponselmu. Karena Arfan susah untuk dihubungi setidaknya jika Mama bertanya aku bisa menghubungimu." Argantara menyondonrkan ponselnya kehadapan Karina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!