NovelToon NovelToon

Aku Bukan Yang Pertama

Bab. 1

Suara langkah kaki seorang anak kecil yang sedang berlarian dengan langkah kakinya yang cepat dan lincah. Tanpa pikir panjang ia langsung mendorong dengan kuat pintu itu. Pintu itu di dorong dengan kuat oleh Fatir dengan tangan kecil dan imutnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan sang pemilik kamar.

Sedangkan pemilik kamar saking seriusnya dan khusuk dalam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an tersebut sama sekali tidak terganggu maupun terusik dengan apa yang dilakukan oleh Fatir. Ia berlari lalu memeluk punggung Asti yang masih tertutup rapat oleh mukenah warna putihnya itu.

"Mama Ariana!!! Pekik Fatir dengan senyum bahagianya.

Fatir memeluk erat tubuhnya Asti sedangkan Asti cukup dibuat terkejut dengan aksi spontan Fatir.

"Aaahhh!! Siapa itu!! Hantu!! Tuyul eehh pocong!!" Jerit Asti yang cukup terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Fatir.

Asti sangat kaget setengah mati sewaktu Fatir tiba-tiba tanpa aba-aba langsung memeluknya dari belakang. Asti berusaha untuk mendorong tubuh Fatir yang disangkanya adalah tuyuk itu dengan kuat, hingga tubuhnya Fatir terdorong dan terduduk di atas lantai.

"Ahh Mama sakit!!" jeritnya Fatir dengan mengeluh kesakitan.

Fatir kemudian bangkit lagi dan kembali memeluk tubuhnya Asti lebih erat dari sebelumnya.

"Mama! tolong jangan larang Fatir, Mama! aku sangat merindukan kehadiran Mama," rengek Fatir yang memelas di belakang punggungnya Asti.

"Mama!! Aku kangen sama Mama Rania!" Tuturnya Fatir dengan wajah memelasnya anaknya Bayu cucu kedua dari Bu Sari pemilik rumah tempat kerjanya Asti menjadi asisten rumah tangga.

"Ka-mu sia-pa? a-ku bu-kan Mama kamu Nak," balasnya Asti yang terbata dalam berbicara karena perasaannya masih ketar ketir ketakutan dan shock serta terkejut dengan kejadian tersebut akibat ulahnya salah satu dari anak majikannya tersebut.

Asti baru ingin menyingkirkan tangannya Fatir dari tubuhnya, ia segera buka suara sehingga, Asti membatalkan niatnya itu lalu menetralkan perasaannya tersebut.

Fatir memeluk erat tubuhnya Asti dengan sesekali sesegukan, "Mama! jangan pergi lagi yah, aku sangat merindukan bunda, aku tidak ingin sendirian terus tanpa Mama, kakak Farhat sama Farah tidak mau bermain denganku," rengek Fatir disela isakan tangisannya.

Asti tidak tega mendengar bocah itu menangis tersedu-sedu, suara tangisannya Fatir membuat hatinya Asti terenyuh dan tersentuh sedemikian rupa. Asti tidak menyangka jika anak kecil yang akan menjadi anak asuhnya ternyata menyimpan kerinduan yang mendalam terhadap mendiang ibunya yang meninggal dunia sekitar tiga tahun lalu dan sudah tidak pernah vsekalipun dia lihat.

"Mama, aku iri lihat teman setiap hari diantar oleh Mama mereka, aku selalu diantar sama papa tapi, aku juga bosan dan pengen kayak teman-teman yang lain!" Ujarnya Fatir dengan keluh kesahnya yang masih menangis sambil memeluk punggungnya Asti.

Tanpa terasa air matanya Asti pun menetes, "Ya Allah… kasihan sekali anak ini, di usianya yang baru menginjak 5 tahun harus hidup tanpa ibunya," batinnya Asti yang ikut terharu melihat kondisi dari anak kecil tersebut.

Tanpa sengaja Nyonya Inggrid yang awalnya ingin berniat membangunkan ketiga cucunya terus melihat dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan dari interaksi keduanya. Air matanya pun setetes demi setetes mengalir membasahi pipinya. Asti berinisiatif untuk memutar tubuhnya lalu wajah mereka saling bertatapan.

"Kasihan sekali kamu nak, andai Mama kamu dan papa tidak bercerai kamu pasti akan bahagia dan berlimpah kasih sayang, aku akan menelpon mama kamu untuk datang menjenguk kalian," gumamnya Bu Inggrid.

Fatir mengucek kedua matanya dan memastikan dengan baik siapa perempuan yang sudah dipanggil dan dianggapnya adalah perempuan yang telah melahirkan dia ke dunia ini. Dia spontan menundukkan kepalanya dengan mimik wajahnya yang sedih dan sendu.

"Maaf! Aku kira kamu adalah Mama Afifah," ucapnya sendu Fatir.

Air matanya Fatir berjatuhan hingga mengenai lantai karena posisinya yang terduduk di atas lantai keramik. Fatir tidak menyangka dan menduga jika, perempuan yang berbalut dengan mukenah dan di seluruh tubuhnya bukanlah Bundanya. Ia kembali terisak dalam tangisannya. Bahkan tangisannya semakin menjadi saja.

Asti menatapnya dengan sendu, "Sepertinya dia kecewa karena sudah tahu siapa aku, ya Allah… aku sungguh kasihan dengan nasibnya terlahir dari keluarga kaya tapi, harus haus, miskin kasih sayang dari seorang sosok wanita yang bernama sama ibu," Asti membatin.

Tanpa ragu Asti menarik pelan tubuhnya Fatir kedalam dekapan hangat pelukannya. Usia dan umur Asti boleh masih sangat muda dan minim pengalaman mengasuh anak,tapi saat itu ia membuktikan dan menunjukkan kepada dua orang yang diam-diam memperhatikan apa yang dilakukannya berdecak kagum.

Sikap dan perhatian yang dicurahkan dan ditujukkan oleh Asti mampu menundukkan, meruntuhkan tembok egonya Fatir yang sungguh luar biasa selama ini.

Bayu yang niatnya juga ingin melihat anak-anaknya kala itu karena baru tiba dari kantornya ikut meneteskan air matanya, "Ya Allah… ternyata selama ini putraku menginginkan sosok baby Sitter yang bisa dijadikan panutan dan teman curhat sehingga selama ini dia bersikap aktif dan nakal, mungkin semua Baby Sitter pilihanku tidak memperlakukan anak-anakku seperti apa yang telah dilakukan Asti di hadapan putraku itu," batinnya Barata Yudha Frans Adityaswara lalu mengusap sisa tetesan air mata yang sempat mengalir di pipinya itu.

Ia kemudian memutuskan diam-diam untuk meninggalkan tempat tersebut, ia tidak ingin ada orang yang melihat ia berada di sana menyaksikan apa yang terjadi dengan salah satu anak kembarnya. Asti mengelus punggungnya Fatir pelan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

"Aku akan berusaha untuk menjadi papa sekaligus Mama kalian nak, walaupun selama papa menjadi Menejer, pekerjaan papa dikantor semakin banyak dan sibuk juga tapi, papa akan berusaha sekuat tenaga untuk memberikan kasih sayang yang tulus dan banyak untuk kalian sepenuh hati dan jiwanya Papa," cicit Yudha.

Fatir yang mendapatkan perlakuan seperti itu entah atas dasar dan dorongan apa yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam diri Fatir. Ada perasaan hangat yang tiba-tiba menjalar dari dalam hati dan perasaannya bocah kecil itu. Perlahan tapi pasti Fatir sudah bisa lebih tenang dari sebelumnya.

Senyuman bahagia tersungging di bibirnya Bu Inggrid, "Ya Allah… syukur Alhamdulillah aku tidak salah memilihnya menjadi pengasuh pilihan untuk ketiga cucuku dan semoga Farah dan Farhat juga sayang dan tunduk seperti Fatir yang selama ini paling nakal, egois dan keras kepala dibandingkan saudaranya yang lain," Nyonya Inggrid membatin.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Makasih banyak atas dukungannya terhadap Second Life Love..

Tetap dukung SLL yah dengan cara: like setiap babnya, vote setiap hari senin, gift koin atau pun poin seikhlasnya dan juga masukannya yah.. Jangan lupa untuk mampir ke novelku yang lainnya juga yah..

I love you all readers...

Bab. 2

Fatir yang mendapatkan perlakuan seperti itu entah atas dasar dan dorongan apa yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam diri Fatir. Ada perasaan hangat yang tiba-tiba menjalar dari dalam hati dan perasaannya bocah kecil itu. Perlahan tapi pasti Fatir sudah bisa lebih tenang dari sebelumnya.

Senyuman bahagia tersungging di bibirnya Bu Inggrid, "Ya Allah… syukur Alhamdulillah aku tidak salah memilihnya menjadi pengasuh pilihan untuk ketiga cucuku dan semoga Farah dan Farhat juga sayang dan tunduk seperti Fatir yang selama ini paling nakal, egois dan keras kepala dibandingkan saudaranya yang lain," Nyonya Inggrid membatin.

Satu minggu sebelumnya…

"Ya Allah… berilah aku petunjuk untuk memilih mana yang pilihan yang terbaik aku pilih yah Allah… aku tidak tahu apa yang seharusnya aku pilih" Lirihnya Asti yang berdiri di sekitar pematang sawah di sore itu yang terkena paparan sinar matahari langsung yang masih sedikit panas cahaya matahari.

Seorang gadis remaja duduk di balai-balai yang ada di pinggir pematang sawahnya. Tatapan matanya tertuju pada hamparan sawah yang sudah menguning yang siap dipanen. Ia menatap tak jemu padinya yang sebentar lagi akan siap dipanen.

"Aku harus berterus terang kepada nenek, aku tidak ingin terus menyusahkan Nenek, sudah cukup nenek membesarkan dan mendidik aku selama ini," batinnya Asti.

Rambutnya berterbangan diterpa angin sore hari itu. Tingginya cukup ideal, dengan postur tubuh yang semampai layaknya seorang model. Kulitnya putih halus walaupun sering terpapar sinar matahari jika dirinya berada di Sawahnya.

Banyak yang tidak menyangka jika Asti adalah hanyalah gadis desa asli. Yang kesehariannya hanya bekerja di sawah. Gadis yang baru sekitar satu tahun lalu menamatkan pendidikannya di bangku Sekolah Menengah Atas.

"Insya Allah… setelah aku bekerja nanti aku ingin menabung dan mempersiapkan semuanya untuk melanjutkan pendidikan aku di universitas," gumamnya Asti yang duduk termenung.

Walaupun prestasinya yang tidak termasuk kategori siswa yang berprestasi, tapi cukup diperhitungkan oleh guru-gurunya sewaktu masih sekolah.

"Aku ingin sekali membalas kebaikan dan jasa-jasa nenek yang sudah berjuang dan berkorban demi kebaikanku juga," cicitnya Asti.

Asti kadang mewakili sekolahnya untuk ikutan lomba mata pelajaran olahraga dan selalu mendapatkan juara satu atau dua setingkat Kecamatan, Kabupaten bahkan pernah menjadi juara 2 tingkat Provinsi.

Gadis itu bernama Asti Aprilia Yuswandari Indra gadis yang baru berusia 19 tahun itu. Awalnya Neneknya ingin menguliahkan dirinya di Universitas ternama di ibu kota, tapi Asti menolaknya dengan halus rencana baik dari neneknya itu.

Asti sangat sadar diri dan tidak ingin membuat neneknya semakin kesulitan, apa lagi untuk kebutuhan sehari-harinya saja mereka sudah banting tulang bekerja di sawah dan juga ladangnya.

"Apa aku harus menerima tawaran dari Mbak yah? tapi kalau aku terima siapa yang akan menemani Nenek, apalagi sudah tua, karena kalau mengandalkan Asmirandah pasti itu sedikit sulit karena Asmirah masih smp juga," gumamnya Asti dengan raut wajahnya yang penuh kembali bimbang dan ragu.

Di wajahnya sangat terlihat jelas keraguan dan kebimbangan yang menyelimuti hati dan pikirannya.

"Aku tidak mungkin seperti ini terus harus bergantung pada belas kasihnya nenek, apalagi pekerjaan dan penghasilan nenek setiap hari semakin menurun saja, mungkin jalan yang terbaik dan solusinya adalah menerima tawaran dari Bibi saja," batinnya Asti.

Burung-burung beterbangan yang sesekali hinggap di atas tumbuhan padinya sambil mematuk padi yang sudah menguning itu sudah tidak dihiraukan lagi. Menyemarakkan suasana sore hari itu tapi, sama sekali tidak menggangu kegiatannya yang menimbang keputusan apa yang seharusnya ia cari.

"Mungkin sebaiknya Aku utarakan semuanya di hadapan Nenek terlebih dahulu baru bisa mengambil keputusan dan langkah apa yang harus aku ambil, aku juga tidak ingin mengecewakan Bibi yang sudah jauh-jauh ke sini," lirihnya lalu bangkit dari duduknya dan tidak lupa menggoyang tali pengikat alat khusus yang dipakai untuk mengusir burung-burung.

"Ya Allah mantapkan hatiku, mudahkanlah urusanku dan jalanku untuk berangkat ke Jakarta untuk bekerja, semoga di sana aku bisa mengirimkan uang untuk nenek," cicitnya Asti yang sudah memantapkan hatinya dengan jalan yang sudah ia tentukan dan pilih.

Baru selangkah melangkahkan kakinya, tapi tiba-tiba terhenti lagi,

hatinya sedang bimbang dan ragu apa harus mengikuti dan memenuhi permintaan dari Bibinya itu. Hingga kembali terduduk di tempatnya semula.

Sebagian kakinya dia celupkan ke dalam air yang kebetulan ada saluran irigasi pas dekat sawahnya yang mengalirkan air untuk sawah-sawah yang kekurangan air, sehingga mereka dalam setahun bisa hingga tiga kali menanam padi.

......................

Makasih banyak atas dukungannya terhadap Second Life Love..

Tetap dukung SLL yah dengan cara: like setiap babnya, vote setiap hari senin, gift koin atau pun poin seikhlasnya dan juga masukannya yah.. Jangan lupa untuk mampir ke novelku yang lainnya juga yah..

I love you all readers...

Mampir juga dinovel aku yang lain, ditunggu jejaknya kakak:

Merebut Hati Mantan Istri.

Duren, i love you

First Love Rubi Salman

Cinta Pertama

Makasih banyak all readers… I love you all..

by Fania Mikaila Azzahrah

Bab. 3

Baru selangkah melangkahkan kakinya, tapi tiba-tiba terhenti lagi,

hatinya sedang bimbang dan ragu apa harus mengikuti dan memenuhi permintaan dari Bibinya itu. Hingga kembali terduduk di tempatnya semula.

Sebagian kakinya dia celupkan ke dalam air yang kebetulan ada saluran irigasi pas dekat sawahnya yang mengalirkan air untuk sawah-sawah yang kekurangan air, sehingga mereka dalam setahun bisa hingga tiga kali menanam padi.

Indahnya sunset di senja itu mampu membuat perasaan dan pikirannya Asti sedikit terobati. Senyuman indahnya terbit dari sudut bibirnya. Sore hari itu menjadi saksi bisu kebimbangan hati dan perasaannya Asti.

Hingga menjelang magrib, barulah ia beranjak dari duduknya karena teringat jika dia belum masak makanan apa pun untuk Neneknya dan adik sepupunya. Mereka yang kemungkinannya sudah kembali dari ladangnya yang kebetulan hari ini panen singkong dan ubi jalar serta beberapa jenis sayuran hari ini.

"Hari ini aku harus masak yang enak agar, Asmirah dengan nyenek bisa menikmati masakanku lagi sebelum aku berangkat ke Ibu kota," cicit Asti.

Asti sudah yakin dengan keputusannya lalu bangkit dari duduknya dan terburu-buru berjalan melewati beberapa meter pematang sawah hingga sampai ke depan rumahnya. Ternyata pintu rumahnya belum terbuka, berarti Nenek dan adik sepupunya belum pulang.

"Nenek belum pulang juga rupanya, apa mungkin mereka panennya banyak, Alhamdulillah kalau seperti itu,"i

Lirihnya Asti.

Asti bergegas mengambil kunci rumahnya yang ada di dalam saku celananya lalu mengunci kenop pintunya dan segera memegang gagang pintu rumahnya.

Asti tersenyum sumringah, "Alhamdulillah waktunya sholat magrib," cicitnya saat mendengar lantunan adzan berkumandang dari toa masjid yang ada di sekitar kampungnya.

Asti segera bergegas menuju kamar mandi yang ada di belakang rumahnya, untuk segera mandi dan mengambil air wudhu. Asti melaksanakan shalat maghrib dengan khusyuknya dan berserah diri kepada Allah SWT dan meminta petunjuk kepada Allah untuk permasalahan yang dihadapinya saat ini.

"Semoga langkahku ke Jakarta membawa kebaikan untukku secara pribadi dan untuk adik dan Nenekku," batinnya Asti.

Setelah melaksanakan kewajibannya, Alisha bergegas menuju dapurnya. Dapur yang hanya berukuran tiga kali dari luas keseluruhan rumahnya, yang berdinding dari anyaman bambu dan lantainya masih berlantaikan tanah.

Sedangkan ruang keluarga sekaligus menjadi ruang tamu tanpa ada sekat yang memisahkan ruangan tersebut, kedua kamarnya sudah berlantaikan dari campuran semen dan pasir.

Walaupun hidup terbilang sangat sederhana dan pas-pasan, tapi Asti selalu bersyukur atas segala resky dan nikmat yang Tuhan Maha Esa berikan padanya. Ia juga tidak pernah menuntut dan meminta lebih kepada Neneknya.

Setelah dua jenis masakannya jadi barulah Nenek dan adik sepupunya kembali dari ladang. Yaitu tempe mendoan dengan sayur tumis cah kangkung tumis menjadi menu andalannya hampir setiap hari. Kebetulan bahan dari sayurannya hanya tinggal metik dari kebun sayur mayur yang ada di belakang rumahnya.

"Alhamdulillah masakannya sudah jadi, semoga nenek dengan Asmirandah menyukai semua masakanku kali ini," cicitnya Asti.

Ladang yang dikerjakan neneknya adalah milik orang lain, Neneknya hanya mengolah ladang itu dengan bagi hasil dengan pemilik ladang. Dulu mereka memiliki sebidang tanah dan sawah yang sering mereka garap tapi, disaat bapaknya Asti masuk rumah sakit, terpaksa dan dengan berat hati neneknya menjualnya dengan harga yang cukup murah.

"Asmirandah! Apa sudah shalat magrib yuk kita makan dulu, panggil nenek juga yah," teriaknya Asti dari dalam dapur seraya mengatur perlengkapan makannya di atas meja makan.

Mereka pun makan malam walaupun hanya tempe mendoan dan tumis kangkung, tapi mereka sangat bersyukur dengan makanan yang mereka makan saat itu.

"Masakan kakak Asti malam ini enak banget yah, beda dari hari biasanya walaupun setiap hari masakannya kakak yang paling enak deh best," pujinya Asmirandah yang memuji masakannya dari kakak sepupunya itu.

"Apa yang kamu katakan memang benar adanya karena kakakmu itu selalu membuat perut kenyang dan nantinya tidur kita semua jadi enak," timpalnya Bu Hilda neneknya Asti.

"Nenek sama Asmirah terlalu memuji dan melebih-lebihkan, aku juga baru belajar lagian kemampuan memasak saya kan berkat pendidikan khusus dan latihan spesial dari Nyonya Besar Hilda Winaryo," pujinya Asti.

Semua orang tertawa mendengar perkataan guyonan dari Asti. Malam itu menjadi makan malam mereka untuk terakhir kalinya sebelum Asti berangkat ke Ibu Kota Jakarta.

...----------------...

Makasih banyak atas dukungannya terhadap Second Life Love..

Tetap dukung SLL yah dengan cara: like setiap babnya, vote setiap hari senin, gift koin atau pun poin seikhlasnya dan juga masukannya yah.. Jangan lupa untuk mampir ke novelku yang lainnya juga yah..

I love you all readers...

Mampir juga dinovel aku yang lain, ditunggu jejaknya kakak:

Merebut Hati Mantan Istri.

Duren, i love you

First Love Rubi Salman

Cinta Pertama

Makasih banyak all readers… I love you all..

by Fania Mikaila Azzahrah

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!