NovelToon NovelToon

Terjebak Permainan Tuan Galak

TPTG BAB 1.

Di kota Busan, hujan turun mengguyur permukaan bumi. Daun-daun berguguran seiring tetesan air yang berjatuhan, jalanan nampak licin sehingga memantulkan penampakkan gedung yang menjulang tinggi. Di saat bersamaan sebuah mobil mewah melintasi jalanan yang tampak sepi karena jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

"Lebih cepat lagi!" seru seorang pria dengan suara bariton nya yang khas.

"Ini sudah di atas rata-rata, tidak bisa dipercepat lagi." sahut pria lainnya yang duduk di bangku kemudi.

Pria yang berada di bangku penumpang itu nampak tengah menekan dagunya, tato yang terlukis indah di punggung tangannya terlihat jelas dengan desain yang cukup menarik. Memiliki manik mata berwarna biru yang cerah dan tajam, alis yang tebal dan hidung tinggi mancung. Ditambah bulu-bulu halus yang menutupi rahang perseginya yang terpahat begitu sempurna, kian terlihat mempesona dengan anting yang menjadi aksesorisnya.

Pria tampan itu bernama King Aksa Airlangga, putra sulung dari pasangan Arhan Airlangga dan Aina Cecilia yang beberapa tahun lalu dipindahkan ke kota Seoul. Kini dia sudah dewasa dan baru saja menyelesaikan kuliahnya.

Lima jam yang lalu, Aksa baru saja menerima telepon dari ibukota. Dia mendapat kabar dari sang papa bahwa salah seorang adiknya menghilang saat pertukaran pelajar di kota tersebut. Tentu saja hal itu membuatnya panik, sementara jarak yang harus dia tempuh dari kota Seoul ke kota Busan memakan waktu lebih dari empat jam.

Beruntung Aksa memiliki organisasi yang tersebar di setiap penjuru kota, mulai dari Seoul sampai ke kota kecil sekali pun. Ternyata sejak tiga tahun yang lalu dia sudah bergabung dengan organisasi rahasia tanpa diketahui oleh keluarganya. Dia juga memakai identitas berbeda agar posisinya tidak terlacak oleh orang lain terutama musuh-musuhnya.

Sebelum menuju kota Busan, dia terlebih dahulu menghubungi bawahan dalam organisasinya yang tersebar di kota tersebut. Mereka semua langsung turun tangan mencari jejak gadis yang telah dinyatakan hilang sejak malam kemarin itu.

Setelah menempuh jarak sekitar 325 km, mobil mewah itu tiba di depan sebuah klub malam. Seorang petugas membukakan pintu mobil dan mengembangkan sebuah payung agar Aksa tidak kebasahan.

Dua orang pria berkewarganegaraan Korea menyambut kedatangannya sambil membungkukkan punggung mereka.

"Selamat datang bos muda," sapa mereka berdua bersamaan.

"Hmm... Bagaimana?" tanya Aksa dengan nada dingin sesuai ciri khasnya sejak kecil.

"Aman bos, kami berhasil menyelamatkannya. Tapi keadaannya sedikit mengkhawatirkan, sepertinya dia terpengaruh obat. Para gangster yang menculik gadis itu sudah menjualnya kepada seorang mafia Busan. Beruntung kami tiba disaat yang tepat, tapi kami terpaksa mengurungnya. Sekarang dia ada di kamar nomor 3303." jelas salah seorang pria Korea itu.

Aksa melempar payungnya asal-asalan, kemudian mengayunkan kakinya menuju lobby. Dua orang pria Korea tadi mengikutinya dari belakang dan disusul oleh pria yang tadi mengemudikan mobil mewahnya.

"Apa motif mereka menjual gadis itu?" tanya Aksa santai dengan sebelah tangan tersembunyi di dalam kantong celana, lalu masuk ke dalam lift.

"Perdagangan manusia bos, dia akan dijual kembali ke Thailand. Tapi sebelum itu sudah ada yang memesannya di sini. Parasnya yang cantik jelita memiliki nilai jual yang tinggi. Sangat menjanjikan jika dijual di tempat pela*curan." jawab salah seorang pria Korea itu.

Aksa mengeratkan rahangnya kuat. "Lalu bagaimana dengan gangster itu?" tanyanya lagi.

"Dua orang dari mereka berhasil dilumpuhkan, sedangkan yang lainnya berhasil kabur melewati pintu belakang."

"Mafia itu?" Aksa menyipitkan matanya.

"Kami tidak bisa menangkapnya, dia memiliki kekuasaan yang tinggi di tempat ini. Setidaknya dia sudah mau menyerahkan gadis itu pada kita, jadi kita tidak memiliki masalah lagi dengannya."

Saat pintu lift terbuka, mereka mengantarkan Aksa sampai pintu kamar. Tiga orang yang tengah berjaga di depan pintu kamar pun menyapanya sambil membungkukkan punggung mereka.

"Selamat datang bos muda," sapa ketiganya bersamaan.

"Hmm... Terima kasih atas kerja sama kalian, biar aku saja yang mengurusnya." Aksa mengangkat tangannya sambil mengedipkan mata. "Rai, mana penawarnya?" imbuh Aksa kepada pria yang tadi mengemudikan mobilnya.

Rai adalah seorang teman sekaligus asisten pribadi Aksa yang juga berkewarganegaraan Indonesia. Sebelumnya mereka kuliah di universitas yang sama dan menjalin persahabatan hingga detik ini. Rai juga merupakan salah satu tangan kanan Aksa yang selalu setia kepadanya. Bahkan dia lah yang selalu menutupi identitas rahasia Aksa di hadapan opa dan omanya.

Setelah mengambil obat itu dari tangan Rai, Aksa mendorong pintu kamar dan menginstruksikan yang lainnya untuk menunggu di luar.

Dalam remang-remang cahaya yang hanya diterangi satu lampu berwarna warm white, Aksa melangkah perlahan mendekati sofa. Seorang gadis berparas cantik nampak tengah berbaring dengan tatapan kosong seperti orang linglung.

Wajahnya yang polos terlihat sangat meneduhkan dengan bibir mungil berwarna merah muda seperti jambu air, mata anggurnya menyipit dengan hiasan bulu mata yang lentik, alis menukik dan hidung lancip bak segitiga siku-siku.

Gadis cantik itu adalah Inara Putri Pradipta, putri semata wayang Hendru Pradipta dan Nayla Syafira yang baru saja selamat dari kekejaman kota Busan.

Inara terperanjat saat menyadari kedatangan seseorang yang sudah berdiri di depannya. Dia beringsut dan duduk sambil menekuk kakinya. Terlihat seperti orang linglung dan sangat ketakutan. Namun hawa tubuhnya terasa panas hingga membuatnya mende*sah beberapa kali.

"Jangan takut, aku bukan orang jahat." ucap Aksa dengan suara lembutnya.

Dia masih kesulitan mengenali Inara yang jauh berbeda dengan potret masa kecilnya, kemudian Aksa duduk di sampingnya dan menatapnya dengan intim.

Inara yang gendut kini sudah berubah dengan tubuh yang kecil dan ramping. Kulitnya yang hitam kini terlihat putih dan mulus. Aksa mengucek matanya untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.

Memang tidak salah karena Aksa sudah beberapa kali melihat foto keluarga mereka. Tapi gadis yang ada di hadapannya ini jauh lebih cantik dari yang dia lihat di foto.

"Jika kau bukan orang jahat, bisakah kau membantuku?" gumam Inara dengan suara yang nyaris menghilang, dia sama sekali tidak mengenali pria yang sudah duduk di sampingnya itu.

Inara tak sanggup lagi menahan gejolak yang sudah menggelora di dirinya, dia langsung melingkarkan tangannya di tengkuk Aksa dan menempelkan bibirnya di bibir kakaknya itu. Penglihatannya kabur dan dia sama sekali tidak sadar dengan apa yang tengah dia lakukan saat ini.

Tentu saja hal itu membuat Aksa terpaku menikmati luma*tan bibir Inara yang begitu lembut dan manis. Seketika dia pun membalas luma*tan Inara hingga keduanya asik membelit lidah.

Saat Inara membuka baju yang dia kenakan, mata Aksa membulat dengan sempurna. Dia bersusah payah menelan air liurnya dan mencoba menahan diri agar tidak terjebak dalam situasi rumit ini. Bagaimanapun Inara adalah adiknya, dia tidak mungkin merusak gadis yang seharusnya dia jaga itu.

Inara kembali melu*mat bibir Aksa, dua gundukan kenyal miliknya menempel di dada Aksa yang sedikit menganga. Hal itu membuat jantung Aksa bergemuruh kencang seperti ingin melompat dari tempatnya, bahkan membuat tubuhnya bergetar saat hasratnya mulai terpancing ingin menyatukan diri dengan gadis itu.

Selama ini Aksa selalu dikelilingi gadis cantik yang gencar mendekati dirinya, sayangnya tak satupun yang berhasil mencuri perhatiannya. Tapi kali ini rasanya berbeda, dia sangat tertantang menikmati permainan nakal adiknya itu.

Melihat gairah Inara yang menggebu-gebu, seringai tipis melengkung di sudut bibir Aksa. Dia mendorong Inara dan segera bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju rak minuman dan menaruh sesuatu di sana.

Aksa kemudian melepaskan baju yang dia kenakan hingga menampakkan tubuhnya yang dipenuhi tato, kemudian memasukkan obat penawar tadi ke dalam mulutnya tapi tidak menelannya.

Saat kembali ke sofa, Inara menariknya hingga tubuh Aksa terjatuh. Inara menindihnya seperti binatang buas yang siap menerkam mangsanya.

Lalu Inara mengecup bibir, leher dan juga dada Aksa hingga membuatnya terperangah menahan geli. Aksa sungguh tak tahan dengan godaan nakal adiknya itu, dia mencengkram lengan Inara dan berbalik hingga posisi mereka berubah. Kini Aksa lah yang menindih tubuh adiknya itu.

"Dasar gadis nakal! Jika saja kau bukan adikku, sudah aku telan kau mentah-mentah. Berani sekali kau menggoda kakakmu sendiri," gumam Aksa, lalu melu*mat bibir Inara dan memindahkan obat tadi ke mulutnya.

Aksa kemudian menyelami rongga mulut Inara dan menekan obat tersebut dengan lidahnya sampai akhirnya obat itu tertelan oleh Inara bersama air liur mereka yang sudah membaur menjadi satu. Hal itu membuat Inara terbatuk hingga pagutan mereka terlepas beberapa saat. Tidak lama, Aksa kembali melu*mat bibir Inara sepuasnya.

Bersambung...

TPTG BAB 2.

Keesokan harinya, Inara terbangun sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. Dia memijat dahinya, mata anggurnya tiba-tiba menyipit. Bayangan semalam mendadak terlintas di benaknya, dia ingat betul ada seorang pria yang datang dan mendekatinya.

Jelas terlihat bahwa pria itu sangat tampan dengan mata tajamnya yang berwarna biru terang, tubuh kekar pria itu dipenuhi tato sampai punggung tangannya.

Inara kemudian menatap sekelilingnya dengan seksama tapi tak melihat siapapun di sana, dia justru terperanjat menyaksikan tubuhnya yang sudah separuh telanjang. Inara menautkan alisnya bingung.

Apa yang terjadi dengannya? Kenapa tubuhnya hanya menyisakan bra saja? Dia sama sekali tidak bisa mengingatnya. Apa yang terjadi semalam? Lalu kemana pria itu? Siapa dia?

Pertanyaan demi pertanyaan membelit di benak Inara. Dia kemudian memeriksa setiap inci tubuhnya, tidak ada yang kurang dari dirinya.

"Braaak!"

Inara terlonjak saat mendengar suara benturan pintu yang sangat keras. Dia bergegas meraih bajunya dan mengenakannya terburu-buru.

Seorang pria tampan berdiri di hadapannya dengan tubuh tegap dan tatapan mata yang sangat tajam seperti mata elang. Sekilas terlihat mirip dengan pria yang dia lihat semalam, tapi memiliki mata dan model rambut yang berbeda. Manik mata pria itu berwarna biru terang, sedangkan pria ini memiliki manik mata berwarna coklat terang. Pria ini tidak memiliki tato di punggung tangannya, berbeda dengan pria semalam. Kulitnya juga terlihat bersih, jelas mereka berdua bukanlah orang yang sama.

"Apa yang kau lakukan di sini hah? Apa kau ingin menjadi wanita murahan, atau ingin menjual diri di klub malam seperti ini?" hina pria itu dengan suaranya yang lantang dan tegas.

Inara menautkan alisnya, dia sangat mengenali suara itu. "Kak Aksa, apa ini kamu Kak?"

Inara ingin mendekat tapi tatapan binatang buas yang diperlihatkan Aksa membuat nyalinya menciut, dia takut karena tau Aksa memiliki watak yang keras dan sukar sekali dijinakkan.

"Jawab pertanyaan ku, jangan mengalihkan pembicaraan!" bentak Aksa hingga membuat Inara terpaku di tempat duduknya.

"Kakak salah paham. Ini tidak seperti yang Kakak pikirkan. Aku diculik dan dibawa ke sini, aku juga tidak ingin berada di tempat ini." jawab Inara dengan suara tak kalah lantangnya. Dia tidak rela dituduh seperti itu, dia bukan wanita murahan seperti yang dituduhkan Aksa padanya.

"Tidak perlu membela diri di depanku! Kau pikir aku ini bodoh, aku punya buktinya. Kau sudah bermalam dengan seorang pria dan hal itu sudah tersebar di media sosial. Apa kau tidak punya rasa malu? Bagaimana kalau Ayah dan Papa tau tentang ini? Kau sudah mencoreng nama baik mereka dengan kelakuan menjijikkan mu itu." geram Aksa sambil melemparkan sebuah ponsel ke muka Inara hingga membuat gadis itu terkejut dan menitikkan air matanya.

Inara bergeming beberapa detik, tangannya tiba-tiba bergetar saat meraih ponsel itu. Ketika membukanya, mata Inara membulat dengan sempurna. Dia tergugu tanpa sanggup berkata-kata.

Kenapa ada video seperti itu di tangan Aksa? Apa pria semalam menjebaknya? Itu artinya pria itu sudah mengambil keuntungan dari situasi yang terjadi.

Inara kemudian menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dia sama sekali tidak menyangka, sejak kapan dia bisa bertingkah liar seperti di video itu?Sungguh menjijikkan menurutnya.

"Kak..."

Inara mencoba menjelaskan, dia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Aksa lalu berlutut di kakinya.

"Apa yang kau lakukan?" bentak Aksa sambil mundur satu langkah ke belakang.

"Kak, ini tidak seperti yang Kakak pikirkan. Aku tidak sadar, aku tidak ingat apa-apa. Aku benar-benar diculik dan tidak tau kenapa bisa berada di sini. Aku bisa jamin bahwa aku tidak melakukan itu, aku masih perawan Kak. Tolong percaya padaku!" jelas Inara terisak sambil menekuk wajahnya, air matanya mengalir deras tanpa bisa dibendung.

"Apa yang membuatmu sangat yakin bahwa kau masih perawan?" tanya Aksa dengan senyuman liciknya.

"Aku yakin karena aku tidak melakukannya, bawa saja aku ke rumah sakit kalau Kakak tidak percaya! Aku tidak merasa ada yang kurang dari diriku." terang Inara penuh keyakinan.

"Lalu bagaimana dengan video itu? Di sana terlihat jelas bahwa kau sedang bercumbu dengan pria asing itu. Kalian saling-"

"Kak, aku minta maaf. Video itu benar dan hanya sebatas itu, tolong percaya padaku! Sekarang juga kita ke rumah sakit untuk membuktikannya, aku tidak merasakan apa-apa. Bukankah kata orang kehilangan keperawanan itu rasanya sangat menyakitkan?" terang Inara dengan polosnya. Dia sangat yakin bahwa dirinya masih perawan, dia tidak takut membuktikannya.

Mendengar itu, pipi Aksa tiba-tiba menggembung menahan tawa. Sungguh adik yang sangat bodoh, mana mungkin Aksa melakukan itu padanya. Selain ada ikatan keluarga diantara mereka, Aksa juga tidak mungkin melakukan hal tak senonoh itu sebelum waktunya. Selama ini dia selalu menjaga diri untuk hal yang satu itu.

"Aku harus menceritakan ini pada Ayah," Aksa merogoh kantong celananya, dia berniat menghubungi Hendru untuk menakut-nakuti Inara. Saat Aksa menekan tombol ponselnya, Inara langsung bangkit dan melingkarkan tangannya di lengan Aksa hingga tangan kakaknya itu terkunci di dalam pelukannya.

"Jangan Kak, aku mohon. Mereka tidak boleh tau tentang ini, tolong kasihanilah aku!" pinta Inara dengan air muka memelas.

Disaat bersamaan, rambut Inara menempel di wajah Aksa sehingga membuat dadanya berdenyut ngilu. Ada yang aneh dengan hati dan perasaannya. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya?

"Kak, aku siap melakukan apa saja asal Kakak tidak menceritakan ini pada Ayah atau pun yang lain. Tolong ya Kak, cukup kita saja yang tau!" imbuh Inara memohon, suaranya terdengar lembut hingga mampu menggetarkan hati Aksa.

Inara kemudian mendongakkan kepalanya, tatapan keduanya saling bertemu dan saling terpaku untuk beberapa saat.

"Kau yakin mau melakukan apa saja?" tanya Aksa memastikan, seringai tipis melengkung di sudut bibirnya.

Inara mengangguk lemah pertanda siap melakukan apa saja agar Aksa tidak memberitahu kejadian itu pada keluarga mereka. "Iya, bahkan jika Kakak mau aku mencium kaki Kakak, aku akan melakukannya sekarang juga."

"Kau sungguh mau mencium kakiku?" Aksa mengerutkan keningnya.

"Iya Kak, aku juga siap jadi budak Kakak asal kejadian ini tidak tersebar di keluarga kita." angguk Inara pasrah.

"Tapi sayangnya aku tidak menginginkan itu darimu," Aksa mengukir senyuman miring di bibirnya.

"Lalu apa yang Kakak inginkan? Katakan saja padaku!" Inara menautkan alisnya.

"Aku ingin kau melakukan hal yang sama padaku, jadikan aku model pria nya!" pinta Aksa dengan santainya.

Entah kenapa sejak kejadian semalam otaknya mendadak eror dan ingin sekali melu*mat bibir adiknya itu. Baru kali ini Aksa menyentuh bibir seorang gadis dan itu membuatnya sangat candu. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

"Apa...?" Inara menautkan alisnya hingga membuat matanya menyipit. "Kak, jangan gitu juga. Mana mungkin aku mencium Kakak, kita berdua tidak boleh melakukan itu." tolak Inara.

Dia kemudian melepaskan pelukannya dan mundur beberapa langkah.

"Kenapa tidak boleh? Kau bukanlah adik kandungku dan kita tidak memiliki ikatan darah sama sekali, lalu dimana salahnya?" ucap Aksa enteng dengan seringai tipis yang melengkung di sudut bibirnya.

"Pokoknya aku tidak mau, Kakak boleh meminta apa saja tapi jangan hal sensitif seperti itu. Aku bukan wanita murahan yang harus cium sana cium sini. Cukup bajingan itu saja yang mencuri ciuman pertamaku, aku tidak mau lagi melakukan kesalahan itu." Inara berbalik dan melangkah ke kamar mandi.

Aksa menggertakkan giginya setelah mendengar ucapan Inara barusan. Berani sekali gadis bodoh itu mengatai dirinya bajingan. Padahal dia sendiri yang menggoda Aksa hingga terjebak dalam kegilaannya semalam.

Jika saja Aksa tidak bisa mengendalikan diri, jelas Aksa sudah merenggut keperawanan Inara saat itu juga. Beruntung Aksa bukan penjahat kelamin yang mudah coblos sana coblos sini.

Tapi sayangnya Aksa sudah terlanjur candu dengan bibir Inara yang menurutnya sangat manis dan menggoda. Apapun alasannya, Aksa ingin mencicipinya lagi. Terserah Inara bersedia atau tidak, Aksa tidak akan pernah membiarkan gadis itu lepas dari genggamannya.

Bersambung...

TPTG BAB 3.

Setelah Inara keluar dari kamar mandi, Aksa menggenggam tangannya dan membawanya keluar dari klub malam itu. Beruntung kondisi di tempat itu sangat sepi karena pagi hari klub itu belum beroperasi.

Rai mengendarai mobil mewahnya menuju hotel berbintang yang tak jauh dari tempat itu. Setelah Aksa dan Inara turun, keduanya melangkah masuk dan Rai pun mengikuti mereka dari belakang.

"Kenapa membawaku ke sini, Kak?" tanya Inara sambil menautkan alisnya, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Aksa terus saja menggenggam tangannya dengan erat.

"Jangan banyak tanya!" ketus Aksa dengan tatapan dingin, lalu mendorong Inara ke dalam lift.

Aksa membawa Inara ke lantai delapan belas, di sana ada kamar yang biasa dia tempati saat berada di kota itu. Aksa tidak suka tidur di kamar lain dan selalu memilih kamar itu. Sementara Rai sendiri akan menempati kamar yang ada di sebelahnya.

"Selamat bersenang-senang," ucap Rai sambil tersenyum kecil lalu melangkah menuju pintu kamarnya.

"Bersenang-senang apanya? Tolong jaga bicaramu! Kau pikir aku ini wanita apaan?" bentak Inara dengan tatapan membunuhnya.

"Hei, jangan berani bicara seperti itu padanya! Kau itu belum tau siapa dia?" timpal Aksa yang tidak suka mendengar Inara membentak sahabat sekaligus asistennya itu.

"Huh, kenapa Kakak malah memarahiku? Harusnya Kakak marah sama dia, bicara seenak jidatnya saja. Apa kalian-?" Inara menutup mulutnya dengan cepat, hampir saja dia keceplosan dan mengatakan bahwa mereka berdua merupakan pecinta sesama jenis.

"Kalian apa hah?" tanya Aksa penasaran dengan kening sedikit mengkerut.

"Tidak apa-apa, aku pikir kalian berdua adalah pasangan kekasih. Hahaha... Kenapa kalian tidak tidur di kamar yang sama saja? Biar aku yang di sini sendirian," Inara malah tertawa terbahak-bahak melihat tatapan kedua pria itu.

Aksa menggertakkan gigi mendengar itu, dia kemudian membuka pintu dengan kasar. Tatapannya sangat tajam seperti mata elang yang tengah mengintai anak ayam. Berani sekali Inara menuduhnya menyukai sesama jenis, apa dia ingin melihat pembuktian?

Lalu Aksa menarik Inara ke dalam kamar. Setelah menutup pintu, dia mendorong Inara hingga terjatuh di atas kasur. Tentu saja hal itu membuat Inara panik dan segera bangkit untuk menjauhkan diri, tapi gerakannya kalah cepat dengan Aksa.

"Berani sekali kau menuduhku seperti itu, apa kau butuh pembuktian dariku?" geram Aksa dengan tatapan mematikan, lalu menekan Inara hingga tak sanggup bergerak di bawah kungkungan nya.

Inara membulatkan mata anggurnya, lalu meneguk ludahnya dengan susah payah. "Lepaskan aku, Kak! Aku hanya bercanda, masa' begitu saja marah?" pinta Inara dengan air muka memelas.

Seringai tipis melengkung di sudut bibir Aksa saat menatap mata Inara yang membuat jantungnya berdegup kencang. Benar-benar aneh, sejak semalam gadis itu selalu saja membuatnya ingin mendekat. Susuk apa yang dia pasang di wajahnya sehingga membuat Aksa sangat tertarik padanya.

"Apa kau tidak ingat dengan apa yang aku katakan di klub tadi?" Aksa mendekatkan wajahnya hingga hembusan nafas keduanya saling menyatu.

"Aku ingat, tapi aku tidak mau melakukannya. Ingat Kak, aku ini adikmu." jawab Inara yang tidak mau mencium kakaknya itu.

"Kalau begitu aku akan menelepon Ayah sekarang juga," Aksa menjauhkan diri dari Inara dan segera mengeluarkan ponselnya.

Awalnya Inara terlihat biasa saja, dia yakin bahwa Aksa hanya menggertak nya. Tapi saat telepon itu tersambung, mata Inara membulat ketika mendengar suara sang ayah yang terdengar jelas saat Aksa menyalakan pengeras suara.

"Halo Aksa, bagaimana Nak? Apa kamu sudah menemukan Inara?" tanya Hendru dari seberang sana. Tentu saja hal itu membuat Inara panik bukan main, dia langsung berlari menghampiri Aksa.

"Sudah Yah, Ayah tidak perlu khawatir. Tapi sayang sekali putri Ayah sudah-"

Mendadak ucapan Aksa terhenti saat Inara membungkam mulutnya. Aksa terpaku merasakan lembutnya sentuhan bibir adiknya itu. Tidak hanya melu*mat, Inara bahkan dengan leluasa memainkan lidahnya dan menyelami rongga mulut Aksa. Keduanya asik membelit lidah saat telepon tersebut masih tersambung. Untung saja Aksa cepat sadar dan segera mematikannya.

"Puas," bentak Inara setelah melepaskan tautan bibir mereka. Mata anggurnya mengeluarkan cairan bening, dia merasa hina di depan kakaknya itu.

"Gitu dong, itu baru namanya adik yang penurut. Kapan aku memintanya, jangan pernah berani menolak ku! Atau video tadi akan sampai ke tangan Ayah dan juga Papa." Aksa tertawa penuh kemenangan lalu meninggalkan Inara begitu saja.

Inara menggembungkan pipinya dengan tangan mengepal erat. Matanya menyala merah berapi-api. "Dasar bajingan, Kakak tidak punya hati. Lain kali aku akan membunuhmu agar kau tidak semena-mena lagi terhadapku." teriak Inara penuh kemarahan, giginya menggertak kuat merutuki sikap kurang ajar kakaknya itu.

Di luar sana, Aksa kembali menghubungi Hendru. Dia kemudian memberitahu ayahnya itu bahwa Inara sudah ditemukan tanpa kurang satu apapun jua. Dia juga mengatakan bahwa Inara sudah aman bersamanya. Tentu saja hal itu membuat Hendru dan Nayla bisa bernafas dengan lega. Begitu juga dengan Arhan dan Aina.

Setengah jam berlalu, Aksa kembali masuk ke dalam kamar. Dia tersenyum saat mendapati Inara yang tengah meringkuk di atas kasur.

"Ini belum seberapa, lain kali aku akan membuatmu lebih menderita lagi dari ini. Siapa suruh menggodaku lebih dulu? Sekarang, tanggung sendiri akibatnya." batin Aksa penuh kemenangan. Entah kenapa sikap jahilnya muncul lagi setelah kejadian tadi malam.

Saat masih kecil, Aksa memang suka sekali mengganggu Inara hingga membuat gadis itu selalu menangis. Hal itu Aksa lakukan karena dia tidak menyukai Inara yang terlalu cengeng menurutnya. Selain itu dia juga tidak suka mempunyai adik yang memiliki tubuh gendut dan berkulit hitam seperti Inara.

Inara kecil dan Inara sekarang memang mengalami perubahan yang cukup signifikan. Aksa akui dia sangat tertarik dengan gadis itu. Enam tahun tak bertemu membuatnya rindu akan masa kecil dulu, gara-gara Inara dia selalu dimarahi oleh Aina. Dan kini, tidak akan ada yang membela gadis itu.

Aksa membuka pakaian yang melekat di tubuhnya dan hanya menyisakan manset yang setia menutupi tato nya, lalu dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selesai mandi, Aksa mengenakan baju kaos lengan panjang berwarna kuning dan celana pendek berwarna hitam. Tak lupa pula dia mengenakan sarung tangan untuk menutupi tato yang terukir di punggung tangannya. Sarung tangan tersebut di desain sama persis seperti kulit, tidak ada yang tau bahwa itu hanyalah sebuah sarung tangan. Sekilas terlihat persis seperti kulit asli.

Aksa kemudian memilih berbaring di atas sofa sambil menatap wajah polos Inara yang tengah terlelap.

Seketika tatapan mata Aksa berubah aneh, jantungnya tiba-tiba berdegup secepat kilat. Ada apa dengannya? Dia sendiri tidak mengerti dengan perubahan sikapnya.

Sejak tadi malam otaknya jadi bergeser hingga selalu saja memikirkan Inara, dia sampai tidak bisa tidur semalaman. Seumur-umur baru kali ini bibir Aksa tersentuh oleh seorang wanita dan yang mendapatkannya pertama kali adalah adiknya sendiri. Apa ini salah? Tapi bukankah mereka tidak punya ikatan darah? Seharusnya tidak salah bukan?

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!