NovelToon NovelToon

Ketika Pernikahan Menjadi Syarat

Awal Mula

"Apa! Kakak saya kecelakaan?" pekik seorang gadis.

"..."

"Baik lah, saya akan segera ke sana" gadis itu memutuskan sambungan telponnya.

"Ada apa?" tanya Tika selaku teman gadis itu.

"Kakak aku kecelakaan" jawabnya dengan wajah pucat pasi.

"Apa! Terus sekarang gimana keadaannya?" tanya Widia.

"Aku juga gak tau. Sekarang aku mau ke rumah sakit" gadis itu tampak panik.

"Mau aku anterin gak?" tawar Sarah.

"Gak usah. Aku naik ojol aja. Kalian tolong izinin aku ya" tolak gadis itu diakhiri dengan permintaan.

"Ok. Nanti kita izin kamu" balas Tika.

"Makasih, aku pergi dulu ya"

"Iya. Hati-hati. Jangan terlalu panik. Nanti malah kamu yang celaka" ucap Widia sedikit berteriak.

"Iya.." balas gadis itu dengan berlari.

Aliza Putri Safira

Gadis yang baru saja menerima berita tidak mengenakan dari rumah sakit. Saat ini dia berusia 18 tahun. Dia duduk di kelas 11 IPA 1. Ketiga wanita yang berbincang dengannya tadi, adalah teman terdekat Aliza, yaitu Sarah, Tika dan Widia.

Dengan tergesa-gesa, Aliza kembali ke kelasnya dan segera mengambil tas sekolahnya. Dia sangat khawatir pada kakaknya yang mengalami kecelakaan.

Aliza berjalan cepat di lorong sekolahnya. Karna terlalu panik dan tergesa-gesa, Aliza tidak sengaja menabrak seseorang.

"****" umpat seorang pria yang tertabrak Aliza.

"Ahh.." pekik Aliza.

"Gila lo!" bentak Lexy.

"Lo punya mata gak sih? Udah tau orang segede gajah lagi jalan, malah ditabrak. Mata lo rabun ya." timpal Sean.

"Ck.. Baju temen gue jadi basah karna lo" ucap Lexy.

"Ma-maaf kak. Aku gak sengaja. Aku buru-buru" sesal Aliza.

"Buru-buru sih Buru-buru. Tapi liat-liat juga" sewot Sean.

"Sekali lagi aku minta maaf kak. Aku beneran gak sengaja. Aku bakalan tanggung jawab kak. Tapi gak sekarang. Aku harus pergi" Aliza melangkahkan kakinya dan pergi dari sana.

Lexy dan Sean memandang geram pada Aliza. Tidak hanya mereka berdua. Ada Faiz dan juga Gavin. Mereka selaku korban dari Aliza dan juga saksi mata. Baju dari korban Aliza basah karna minuman yang dibawanya tumpah mengenai bajunya.

"Lo gak papa?" tanya Lexy.

"Gak"

"Baju lo basah nih" ujar Sean menyentuh bagian dada yang basah.

"Gak usah sentuh-sentuh" desisnya sambil menajamkan matanya.

"Iya nih, lo cari kesempatan aja" balas Lexy.

"Eh,, niat gue baik ya"

"Diem lo. Baik dari mananya"

"Siapa gadis itu?"

"Kalo gak salah, namanya Aliza. Dia anak 11 IPA 1" jawab Lexy.

Tak ada lagi percakapan.

Kita tinggalkan mereka. Mari beralih pada Aliza.

Aliza menaiki ojol yang sudah dia pesan. Dalam hatinya tak henti berdoa untuk keselamatan kakaknya.

"Pak bisa lebih cepat. Saya buru-buru" pinta Aliza.

"Iya neng"

15 menit kemudian, Aliza sampai di rumah sakit. Dia segera ke resepsionis untuk menanyakan ruangan kakaknya. Setelah tau, Aliza pergi menuju ruangan di mana kakaknya di rawat.

Aliza berjalan gontai saat melihat kakaknya terbaring lemah tak sadarkan diri. Perlahan air mata Aliza turun membasahi pipi mulus Aliza.

"Kak Iqbal.. kenapa kakak bisa gini? Hiks.. hiks.." Aliza menangis di samping Iqbal.

5 menit menangis, Aliza dihampiri oleh seorang suster.

"Permisi mbak"

"Eh.. iya suster. Ada apa?" tanya Aliza menghapus sisa air matannya.

"Dokter mau berbicara dengan mbak" jawab suster itu.

"Baik sus"

Aliza bangkit dan pergi menuju ruangan dokter dengan dituntun oleh suster tadi. Aliza duduk berhadapan dengan dokter.

"Dok, bagaimana kondisi kakak saya? Dia tidak memiliki luka serius kan?" tanya Aliza khawatir.

Dokter menghirup udara sebelum menjawab pertanyaan Aliza.

"Pak Iqbal tidak mengalami luka serius. Hanya mengalami memar dan beberapa luka kecil. Hanya saja, menurut pengamatan saya, pak Iqbal mengalami guncangan pada mentalnya. Hingga dia mengalami serangan jantung ringan" jelas dokter menjelaskan keadaan Iqbal.

"Serangan jantung?"

"Iya. Dan itu yang membuat pak Iqbal kecelakaan"

Aliza menatap dokter dengan tatapan bingung. Bagaimana bisa kakaknya, terkena serangan jantung lalu kecelakaan. Aliza tidak mengerti itu.

"Pak Iqbal terkena serangan jantung saat sedang mengemudi. Oleh sebab itu dia kecelakaan" jelas dokter menjawab kebingungan Aliza.

Sekarang Aliza mengerti kenapa kakaknya kecelakaan.

"Beruntung pak Iqbal mengalami kecelakaan ringan. Dan dia juga beruntung karna warga segera membawanya ke rumah sakit" lanjut dokter.

Aliza tertegun. Dia tidak bisa membanyangka jika kakaknya tidak segera mendapat penanganan yang cepat.

"Apa yang harus saya lakukan dok?" tanya Aliza.

"Mbak harus menjaga pak Iqbal. Jangan sampai ada sesuatu yang membuat dia mengalami serangan jantung lagi. Jika dia mengalami serangan jantung untuk yang kedua kalinya, kondisinya akan lebih buruk dari ini"

"Baik dok"

Setelah berbincang dengan dokter, Aliza Kembali ke ruangan Iqbal. Dia sangat bersyukur karna kakaknya masih selamat. Aliza melihat Iqbal sudah sadar dan kini dia menatap langit-lagi ruangan yang dia huni. Tatapan Iqbal beralih pada Aliza yang menatapnya dari pintu masuk. Aliza tersenyum dan segera menghampiri Iqbal.

"Gimana kondisi kakak?" tanya Aliza.

"Alhamdulillah. Kakak baik-baik aja" balas Iqbal membalas senyuman Aliza.

Aliza masih tersenyum. Dia duduk dikursi yang ada di sebelah ranjang Iqbal. Dia menggenggam erat tangan Iqbal.

"Maaf sudah membuat kamu khawatir" sesal Iqbal.

"Iya. Aku maafin. Tapi jangan kayak gini lagi ya" ucap Aliza menahan air matanya yang hendak keluar.

Iqbal tersenyum dan mengelus kepala Aliza dengan tangan yang satunya.

Aliza tak dapat membendung air matanya lagi. Setetes air mata membasahi pipi Aliza. Dengan cepat Iqbal mengusap air mata Aliza.

"Jangan nangis. Kenapa kamu malah nangis? Cengeng banget, kayak bayi" ejek Iqbal.

"Ih,, gimana aku gak nangis coba? Aku khawatir sama kakak" rengek Aliza sambil menangis.

"Tapi sekarang kakak udah gak papa."

"Kakak selalu bilang gak papa. Kakak selalu buat aku khawatir.." keluh Aliza

"Tadi kan kakak udah minta maaf."

"Iya, tapi aku masih marah sama kakak."

"Kamu marah? Kakak kira kamu gak bisa marah. Oh.. rupanya gini adek kakak kali lagi marah. Baru tau kakak" canda Iqbal.

"Ih.. kakak.." geram Aliza.

Iqbal tertawa karna candaannya pada Aliza.

"Kamu bolos sekolah?" tanya Iqbal karna mengingat Aliza ada di rumah sakit saat jam sekolah. Iqbal mencoba mengubah topik pembicaraan.

"Enggak. Aku gak bolos. Aku cuma izin" sangkal Aliza.

"Sama aja" balas Iqbal.

"Beda lah kah.."

"Sama."

"Beda."

"Ah.. terserah kakak aja deh" Aliza mengalah.

Waktu makan siang tiba. Iqbal mendapat makanan rumah sakit. Sementara Aliza membeli makanan dari kantin rumah sakit untuk makan siang. Keduanya makan dengan makanan masing-masing.

Sebenarnya Aliza sangat ingin tau kenapa Iqbal bisa sampai terkena serangan jantung ringan. Tapi dia masih menunggu waktu yang pas. Mungkin setelah makan siang, Aliza akan mendapat waktu untuk berbicara dengan Iqbal.

Bertemu

Selesai makan siang, Aliza masih setia mendampingi Iqbal.

"Kak sebenarnya apa masalah yang sedang kakak hadapi?" tanya Aliza memberanikan diri.

"Masalah apa maksud kamu? Kakak gak ngerti" Iqbal malah bertanya balik.

"Jangan bohong sama aku. Aku tau kakak punya masalah. Kakak bisa cerita sama aku. Siapa tau aku bisa bantu."

"Ini masalah perusahaan. Kamu gak akan ngerti."

"Ya cerita aja. Meskipun aku gak ngerti soal perusahaan. Yang penting hati kakak lega karna bisa berbagi masalah."

"Berbagi itu harus kebahagiaan. Bukan masalah."

"Tapi kan, aku adik kakak. Gak ada salahnya kan kalo kakak berbagi"

"Udah.. sekarang kamu pulang. Ganti baju dulu" titah Iqbal.

"Aku gak mau pulang sebelum kakak cerita sama aku" keukeuh Aliza tanpa mendengarkan titahan Iqbal.

"Aliza.. jangan gini. Kamu pulang yah." bujuk Iqbal.

"Enggak." tolak Aliza.

Aliza bersedekap dada. Dia menunjukkan raut wajah kesal.

Iqbal mengusap wajahnya gusar. Dia tau kalo Aliza sudah menginginkan sesuatu, harus dituruti. Meskipun sesuatu itu berupa penjelasan.

"Hah.." Iqbal menghembuskan nafas pasrah.

Mau tidak mau dis harus menjelaskan masalahnya pada Aliza. Toh Aliza pasti akan tau juga permasalahannya, tanpa diberitau olehnya. Iqbal tidak mau Aliza kecewa hanya karna dia tau permasalahannya dari orang lain. Lebih baik Iqbal sendiri yang menjelaskannya pada Aliza.

"Baik lah. Kakak akan menjelaskannya padamu."

Mata Aliza langsung berbinar. Dia segera menghadap pada Iqbal dan siap mendengarkan cerinya.

"Perusahaan kita, sedang diambang kebangkrutan Aliza" ucap Iqbal.

Aliza kaget mendengar ucapan Iqbal.

"Masalah ini sudah terjadi selama 3 bulan. Para investor menarik saham mereka tanpa sebab. Hal itu membuat keuangan perusahaan anjlok. Kakak sudah berusaha membujuk para investor untuk bergabung kembali dengan perusahaan kita. Tapi mereka menolak. Di saat itu, salah satu karyawan melakukan korupsi sebesar 500 juta. Perusahaan semakin anjlok" tutur Iqbal.

"Kenapa kakak gak cari investor lain?"

"Kakak sudah coba mencari. Tapi satu pun tidak ada yang mau bekerjasama dengan kakak. Dan tadi pagi, saat kakak menuju ke kantor, kakak mendapat telpon dari Wisnu (sekretaris Iqbal), para karyawan mogok kerja. Mereka mau gaji mereka dibayar. Padahal kakak sudah meminta mereka untuk mengerti situasi perusahaan. Tapi kakak tidak tau kenapa mereka bertindak seperti itu. Kakak meminta wisnu untuk menenangkan mereka." ada jeda sebelun Iqbal melanjutkan ceritanya.

"Tak lama Iqbal kembali menelpon dan mengatakan kalo seluruh properti perusahaan disita oleh bank karna tidak mampu membayar hutang. Saat itu kakak sangat kaget dan dada kakak terasa sakit. Saat membuka mata, kakak sudah ada di sini"

"Kakak punya hutang ke bank?"

"Iya. Kakak gunakan uang itu untuk menutupi kekurangan perusahaan. Tapi batas waktu masih bulan depan. Kakak tidak tau kenapa bisa seperti ini."

Aliza memegang dan mengusap pundak Iqbal supaya Iqbal lebih tenang dan kuat.

"Jika keadaanya terus seperti ini, kaka terpaksa harus menjual perusahaan demi melunasi hutang dan membayar gaji karyawan. Dan juga sepertinya kita harus menjual rumah karna menjual perusahaan saja tidak akan cukup."

"Memang berapa hutangnya kak?"

"1 M."

Aliza tertegun dengan nominal yang disebutkan Iqbal. Aliza saja tidak tau bagaimana bentuk uang 1 M. Dan kini Iqbal mempunyai hutang senilai 1 M? Wah.. nilai yang tidak kecil.

"Maaf Aliza. Kakak belum bisa bahagiain kamu. Kakak bukan kakak yang baik buat kamu." sesal Iqbal.

"Sutt.. kakak gak boleh bicara gitu. Kakak itu kakak terbaik buat aku. Gak ada yang bisa ngalahin kakak di hati aku."

Iqbal terdiam.

"Kak."

"Hm.."

"Apa tidak ada cara untuk menyelamatkan perusahaan?" tanya Aliza.

Iqbal terdiam dengan perkataan Aliza.

"Aku sedikit gak rela kalo perusahaan yang dibangun oleh mendiang ayah kita lepas begitu aja."

"Kakak juga gal rela itu terjadi Liz."

Aliza dan Iqbal sama-sama terdiam.

"Ada satu orang yang bisa bantu kita." ucap Iqbal.

"Benarkah? Siapa kak?" tanya Aliza berbinar.

"Om Brian." jawab Iqbal.

"Om Brian? Siapa dia?"

"Om Brian itu teman ayah. Mereka sudah bersahabat sejak masih remaja. Mereka berdua sangat dekat. Bahkan seperti saudara kandung"

"Terus kenapa dari awal kakak gak minta tolong sama om Brian?"

"Sejak 3 bulan lalu, kakak udah putus komunikasi sama dia. Kakak tidak punya waktu untuk meminta bantuan om Brian. Kakak terlalu sibuk mengurusi prusahaan. Kakak pikir kakak akan bisa mengatasi masalah ini tanpa campur tangan om Brian. Tapi rupanya kakak gagal."

"Kenapa gak telpon om Brian? Supaya gampang. Om Brian pasti akan ngerti"

"Jika ingin meminta bantuan om Brian, kita harus bertemu langsung. Om Brian lebih suka seperti itu"

"Ya udah, aku akan bertemu dengan om Brian. Aku akan meminta bantuannya." putus Aliza.

"Gak kakak gak izinin kamu pergi sendiri" tolak Iqbal.

"Kak.. kakak masih sakit. Kakak harus banyak istirahat. Kondisi kakak belum sepenuhnya pulih." Aliza menolak tolakan Iqbal.

"Kakak gak mau kamu pergi sendiri Liz. Kakak ini kakak kamu. Masa kakak tega biarin kamu pergi minta bantuan sendirian."

"Kak.. aku ini adik kakak. Masa aku tegas membiarkan kakak ikut bersamaku dengan keadaan sakit gini."

"Jangan yah. Nanti aja kalo kakak udah sembuh"

"Enggak kak. Aku mau nya sekarang. Lebih cepat lebih baik" keukeuh Aliza.

Dengan terpaksa Iqbal mengizinkan Aliza pergi sendiri menemui Brian.

Sekitar pukul 13.30, Aliza sudah sampai di kediaman Brian. Aliza mengumpulkan keberaniannya untuk masuk. Aliza berbicara dengan satpam rumah Brian.

"Permisi pak."

"Iya neng, ada keperluan apa?" tanya satpam itu.

"Saya mau bertemu dengan om, eh maksud saya pak Brian" jawab Aliza.

"Sudah buat janji?"

"Belum sih. Tapi bapak katakan saja saya Aliza, adik Iqbal, putri Samuel." Aliza mengatakan apa yang diucapkan oleh Iqbal jika ingin bisa bertemu dengan Brian langsung.

"Baik. Tunggu sebentar ya."

"Iya pak."

3 menit kemudian, Aliza dipersilahkan masuk. Aliza terpana oleh rumah Brian yang begitu mewah. Panjang pagarnya saja hampir 20 m, apalagi rumahnya.

Aliza duduk di ruang tamu. Tak berselang lama, datang sepasang suami istri paruh baya. Aliza langsung tau kalo itu Brian dan istrinya, Gina.

"Selamat siang om, tante." sapa Aliza dengan ramah sambil tersenyum.

"Siang.." balas mereka dengan ramah pula.

Aliza menyalami tangan Brian dan Gina. Setelah itu mereka duduk saliang berhadapan.

"Maaf om, bukannya saya lancang. Tapi saya mau to the poin aja. Saya dan kakak saya butuh bantuan om. Saya tau om pasti sudah tau kondisi perusahaan keluarga saya. Saya mau om membantu saya " jelas Aliza langsung pada tujuannya.

Brian menganggukkan kepalanya.

"Dulu saya sudah bicara dengan kakak kamu. Tapi dia menolak tawaran saya." balas Brian.

Aliza terkejut dengan ucapan Brian. Kakaknya menolak bantuan dari Brian? Tidak mungkin.

"saa minta maaf karna kakak saya menolak bantuan om. Tapi kali ini saya tidak akan menolak bantuan om."

"Tapi bantuan saya memiliki syarat."

"Apa pun syaratnya, akan saya penuhi." ucap Aliza dengan yakin.

"Apa kamu sanggup memenuhi syarat dari saya?"

"Ya. Saya sanggup 1.000%."

"Baik kalo gitu syaratnya adalah.."

"Mah.. pah.." panggil seseorang.

Perhatian mereka bertiga tertuju pada orang yang memanggil Brian dan Gina.

"Elo.." pekik orang itu.

"Kak Faiz.." pekik Aliza

Syarat

Mereka berdua saling bertatapan.

"Ngapain lo di sini?"

"Ee.." Aliza terlalu gugup untuk menjawab.

"Ma.. pa.. Kenapa cewek ini ada di rumah?"

"Kalian udah saling kenal?" tanya Brian.

"Enggak. Ngapain aku kenal sama tu cewek rese."

"Aliza, kamu kenal sama putra tante?" tanya Gina.

"Kak Faiz kakak kelas Aliza tante." jawab Aliza.

Faiz Dewangga

Pria yang ditabrak tadi pagi oleh Aliza. Dan sayangnya kini mereka bertemu di rumah Faiz. Aliza tau bagaimana reputasi Faiz di sekolah. Dia terkenal sebagai bad boy namun juga kebanggaan sekolah.

Faiz cowok nakal sekaligus pintar di sekolah. Dia sudah menyumbangkan puluhan tropi untuk sekolah. Namun sikapnya dingin, irit bicara, gampang marah dan yang jelas dia suka kedamaian.

Kedamaian yang dimaksud adalah jika ada seseorang yang bermasalah dengannya, maka orang itu akan segera dibereskan, demi kedamaian seorang Faiz. Yang jelas, Faiz itu mengerikan. Itu pun bagi orang yang tidak mengenal Faiz dan juga tidak dekat dengannya.

Dan itu yang dilihat Aliza dari sosok Faiz yang sekarang ini. Mata Faiz penuh dengan amarah menatap Aliza.

Aliza tau kenapa Faiz menatapnya seperti itu. Kini Aliza sangat takut. Dia takut Faiz akan memarahinya di depan Brian dan Gina. Jika tidak sekarang, mungkin dia akan dimarahi di sekolah oleh Faiz dan teman-temannya.

"Bagus dong kalo gitu." ujar Gina.

Faiz dan Aliza mengerutkan keningnya.

"Benar sekali. Aliza, syaratnya adalah kamu harus menikah dengan Faiz." ucap Brian dengan pasti.

"Apa!" pekik Aliza dan Faiz secara bersaamaan.

"Maksud papa apa? Syarat apa?" tanya Faiz bingung.

"Om, apa maksud om? Kenapa syaratnya seperti itu?" Aliza tak kalah bingung dari Faiz.

"Ya.. itu syarat dari om. Kalo kamu mau om bantu kakak kamu, maka kamu harus penuhi syarat itu." jelas Brian.

"Kalo aku gak mau?"

"Ya.. itu terserah kamu. Yang jelas, kalo kamu nolak syarat dari om, om gak akan bantu kakak kamu sepeser pun. Penawaran ini berlaku hanya satu kali. Jika kamu menolak, kemudian kamu berubah pikiran, maaf. Om gak akan bantu kalian."

Aliza merasa marah dan bingung. Bagaimana bisa dia memenuhi syarat yang diajukan Brian?

Menikah dengan Faiz?

Gila! Sungguh gila. Aliza bahkan tidak pernah membayangkan dekat dengan Faiz. Apalagi harus menikah dengannya.

"Saya permisi om, tante." pamit Aliza.

Tanpa menyalami tangan Brian dan Gina, Aliza melangkahkan kakinya untuk pergi.

"Aliza." panggil Brian.

Aliza berhenti tanpa membalikkan tubuhnya.

"Om akan kasih kamu waktu 1 hari untuk berpikir. Jangan sia-siakan kesempatan ini." ucap Brian.

Setelah mendengar ucapan Brian, Aliza melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke belakang.

Faiz yang sedari tadi menjadi penonton hanya diam. Dia tidak mengerti dengan situasi yang sedang terjadi. Saat dia tiba di rumahnya, dia kejutkan dengan kehadiran Aliza. Dia tambah terkejut saat ayahnya mengatakan Aliza harus menikah dengannya.

Setelah tubuh Aliza tidak terlihat, Faiz beralih pada ayah dan ibunya. Dia sangat menginginkan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari mereka.

"Apa maksudnya ini? Kenapa papa nyuruh dia nikah sama Faiz?" tuntut Faiz menggebu.

"Kamu tenang dulu. Papa akan jelasin semuanya." balas Brian.

"Ya udah. Cepet jelasin." pinta Faiz tidak sabaran.

"Faiz.. duduk dulu. Dengerin papa kamu sambil duduk." ucap Gina berusaha menenangkan Faiz.

Dengan terpaksa Faiz mengikuti ucapan sang mama.

"Papa dan mama mau kamu menikah dengan Aliza." pinta Brian.

"Kalian kenapa sih! Kenapa minta kayak gitu?" protes Faiz.

"Faiz.. kami kan gak pernah minta apa pun dari kamu. Masa kali ini kamu gak mau menuhin satu permintaan kami." rajuk Gina.

"Tapi bisa kan, permintaannya yang normal. Gak usah aneh-aneh."

"Ini gak aneh. Menikah itu salah satu ibadah sayang.."

"Iya.. tau. Tapi gak untuk seumuran Faiz. Faiz masih 19 tahun. Belum kuliah. Tamat SMA aja belum. Ini udah disuruh nikah. Lagian Faiz gak cinta sama Aliza. Gak mungkin Faiz nikah dama Aliza." Faiz berusaha menolak keinginan kedua orang tuanya.

"Gak papa sayang. Cinta itu akan datang seiring berjalannya waktu. Lambat laun kamu akan terbiasa dengan Aliza. Aliza juga akan terbiasa sama kamu. Dan rasa cinta akan tumbuh di hati kalian berdua." Gina berusaha meyakinkan Faiz.

"Gak. Faiz tetep gak mau nikah sama Aliza. Titik!" putus Faiz.

"Faiz. Jika kamu menolak, semua fasilitas yang papa berikan akan papa tarik. Termasuk apartemen, kartu, motor dan mobil." tegas Brian.

Faiz membelalakan matanya.

"Ah.. dan iya. Kamu tidak akan menjadi pewaris dari kekayaan papa."

Faiz makin membelalakn matanya. Kini matanya terbuka lebar dengan sempurna.

"Gak bisa gitu dong pa. Ini gak adil." protes Faiz.

"Menurut papa adil-adil saja. Papa dan mama tidak merasa dirugikan." balas Brian.

"Tapi Faiz yang dirugikan."

"Ya.. Itu derita kamu. Kalo kamu mau nikah sama Aliza, papa gak akan lakukan itu. Kita sama-sama diuntungkan dari pernikahan itu."

"Papa dapet untung apa kalo Faiz nikah sama Aliza? Papa gak akan dapet untung apa-apa pa.."

"Tentu saja kami mendapat keuntungan. Kami akan tenang karna kamu ada yang jagain, ada yang ngurusin dan ada yang merhatiin. Dan yang paling untung, kami akan dapat cucu dari kalian." jelas Gina dengan heboh.

Faiz tidak percaya dengan apa yang Gina ucapkan.

Tanpa berkata-kata, Faiz naik ke atas menuju kamarnya. Dia terlalu marah untuk bicara dengan kedua orang tuannya.

Mari kita lihat Aliza.

Aliza melangkahkan kakinya keluar dari kediaman Brian. Aliza melangkahkan kakinya dengan cepat sambil menangis dalam diam. Setelah 10 menit berjalan entah ke mana, Aliza terdiam.

Tiba-tiba saja Aliza berjongkok dan menekuk lututnya hingga menyentuh dada. Aliza menangis dibalik lutut.

"Hiks.. hiks.." Aliza tidak dapat membendung air matanya lagi.

Aliza marah kenapa Brian memberikan syarat seperti itu padanya. Dia memang ingin menyelamatkan perusahaan yang dibangun oleh ayahnya. Dia ingin membantu kakaknya, Iqbal. Namun tidak dengan cara menikah. Aliza tidak bisa mempertaruhkan masa depannya begitu saja.

Jika Aliza melakukan itu, sama saja dengan dia menukar dirinya dengaan uang. Tapi Aliza tidak punya cara lain. Brian tidak memberikan syarat lain. Ini merupakan kesempatan untuk memulihkan kondisi perusahaan. Semua masalah akan selesai jika Brian membantu Aliza dan Iqbal. Dan juga, kesempatan ini hanya datang 1 kali saja. Tidak akan ada kesempatan kedua jika Aliza menolak.

Setelah lama berpikir dan menangis akhirnya Aliza mengangkat kepalanya. Dia dikagetkan dengan orang-orang yang mengerumuninya. Mereka heran pada Aliza yang menunduk di trotoar jalan sendirian.

"Dek, kamu gak papa?" tanya saha seorang warga.

"Enggak bu." jawab Aliza mengusap air matanya dengan kerudung yang dia pakai.

"Kamu sakit?"

"Enggak."

"Kamu tersesat?"

"I-iya. Saya tersesat" alibi Aliza.

Jika terus menjawab tidak, akan lebih banyak pertanyaan untuk Aliza dari warga.

"Kenapa kamu bisa tersesat?"

"Di mana keluarga kamu?"

"Saya sedang mencari mesjid. Tapi saya tak kunjung menemukannya. Saya merasa lelah dan takut" bohong Aliza.

"Oh.. masjidnya ada di sana. Kalo jalan sedikit lagi, kamu akan sampai di masjid"

"Makasih bu. Kalo gitu, saya permisi. Assalamu'alaikum." pamit Aliza.

"Wa'alaikumsalam.."

Aliza pergi menuju mesjid yang sudah ditunjukkan. Dia yakin dengan mencurahkan isi harinya pada Rab-nya, dia akan lebih tenang dan mendapat solusi untuk masalahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!