NovelToon NovelToon

Stuck On You

Sanksi

Pagi itu seorang gadis yang rupawan, dengan mata sembap dan tampak lingkaran hitam dibawah kelopak matanya. Mengendarai sebuah sepeda motor menuju ke kampus ternama di kotanya.

Memakai celana miss hoty hightweist berwarna cokelat muda dipadukan dengan kemeja warna putih yang digulung sampai siku. Rambut hitamnya dibiarkan tertiup angin dan ditutupi helm bagian kepalanya. Pinggangnya ramping dan memiliki tubuh body goals, bentuk tubuh yang diidamkan-idamkan oleh kaum hawa masa kini.

"Sepertinya malam kemarin turut merasakan kesedihanku," ucap Yuni ketika mengamati jalanan yang basah dan tampak beberapa genangan air di beberapa tempat sepanjang jalan itu.

"Ahhhh.. hey nyetir yang benar dong pakaian gue jadi kotor nih..." Teriak Yuni pada pemilik mobil yang sudah melaju jauh dari posisinya. Yuni memarkirkan motornya, dikeluarkannya tisu dari tas tote bagnya berusaha membersihkan dan mengeringkan baju serta celananya.

Ketika melewati sebuah gang Yuni harus mengalami nasib sial terciprat air ketika dirinya berusaha menghindari genangan air hujan. Betapa tidak disesalinya tatkala hari ini adalah mata kuliah dosen killer sejurusan Teknik Komputer dan dirinya harus terlambat 15 menit untuk pulang ke apartemennya untuk berganti pakaian. Sambil mengumpat pemilik mobil Yuni dengan cepat berganti pakaian dan mengendarai motornya kembali menuju ke kampus. Dirinya bersyukur karena tidak ada kemacetan dan terbebas dari beberapa tempat lampu merah.

Sesampainya di kampus Yuni memarkirkan motornya di tempat parkir kemudian berlari menuju ruangan kuliahnya di lantai lima. Ketika hendak menuju ke arah lift, namun lift tersebut sedang dalam perbaikan.

"Ah sial!" Yuni memutuskan untuk berjalan lewat tangga.

Menaiki tangga tanpa berhenti berlari, sekali-kali mengambil napas kemudian berlari menaiki tangga lagi. Keringat mulai mengucur deras di balik kemeja maroonnya. Diambilnya tisu dan menghapus keringat di wajahnya tanpa berhenti berlari. Merasa sudah tidak sanggup lagi Yuni berhenti dan mengambil minuman dari dalam tas kemudian meminumnya. Dilihatnya jam ditangannya sambil berharap agar jarum jam berhenti berputar. Dalam hatinya berharap semoga dosennya terlambat 15 menit juga. Berharap dewi fortuna berada dipihaknya hari ini. Dengan sedikit berlari dan sambil memaki pemilik mobil yang mnyebabkan kesialannya hari ini, Yuni mengambil ponsel untuk menelepon sahabat sebangkunya.

“Halo, Ty. Sudah mulai kuliahnya? Pa sudah masuk atau belum?” tanya Yuni terengah-engah dengan nada khawatir.

“Halo, Yun. Lo lagi dimana? Mampos deh, Yun. Sekarang ada kuis mendadak dan sudah berlangsung 5 menit," jawab Aty sambil berbisik pelan.

 “Mampus gue. Masih di lantai empat ni, Ty. Si goblin di ruangannya atau di kelas?” tanya Yuni ngos-ngosan.

Goblin adalah panggilan bagi dosen killer yang telah diciptakan dari mulut Yuni dan Aty atas ke-killer-an yang mereka dapat dari dosennya.

“Ada di ruangannya, Yun.. cepetan sebelum kena semprot dari si goblin,” jawab Aty sambil waspada ke pintu masuk takutnya dosen berdiri di sana dan memperhatikan mahasiswanya.

Richardo Johan nama dosen yang seketika dianggap menakutkan bagi mahasiswa sejurusan Teknik Komputer. Bagaimana tidak, dirinya sangatlah ketat dan disiplin. Tidak segan-segan di DO-kan mahasiswa yang menentangnya. Sudah banyak mahasiswa teknik komputer yang sudah di DO-kan sejak dirinya mulai mengajar di kampus Yuni setahun silam. Merupakan tamatan MIT (Massachusetts Institute of Technology) Cambridge, USA itu membuat dirinya begitu antusias terhadap perkembangan anak didiknya. Saking antusiasnya segudang aturan diterbitkannya tanpa memikirkan penerimaan dari mahasiswanya.

Dosen dengan tinggi 185 cm, paras rupawan yang mirip pemeran utama dalam drama Korea, tidak sedikit penggemar yang ingin melihat dan memuja wajah tampannya. Dan tentunya bukan mahasiswi jurusan Teknik Komputer, tapi dari mahasiswi jurusan lain di kampus tersebut. Bagi mahasiswi Kompuer ketampanannya adalah luka. Bagaimana tidak, ketampanannya tidak selaras dengan sikapnya yang killer. Tidak hanya killer tapi juga terkesan dingin dan mendapat banyak julukan dari mahasiswanya. Goblin, killer, ice boy dan masih banyak lagi.

Sambil mengendap-endap memasuki ruangan berharap tidak ketahuan, Yuni  melirik ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan dosennya. Mahasiswa yang lagi mengerjakan kuis hanya melihatnya sekilas kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya.

“Yes, berhasil.” Yuni tersenyum lega sambil berjalan santai ke mejanya di samping sahabatnya Aty.

“Yunita Andita Anindya!”

Srrrrrrrrrr...

Seketika langit bagaikan runtuh untuk Yuni. Menahan napas dan menundukkan kepala. Dengan memasang muka was-was Yuni berbalik sambil tersenyum dan berusaha memberi salam untuk menutupi rasa gugupnya.

“Se..lamat pa..gi, Pak,” sapa Yuni gugup.

“Kamu jam begini baru datang? Kamu lupa aturan kontrak perkuliahan di mata kuliah saya. Tidak ada toleransi silahkan keluar dari kelas saya!” Marah dosen Richard dingin dengan wajah datar sambil membuka laptopnya.

“Maaf, Pak. Tadi ada masalah sedikit di jalan. Saya mohon, Pak.. agar bisa ikut mata kuliah Bapak hari ini.” Yuni berusaha memberikan penjelasan sambil meremas tangannya karena gugup.

“Kamu tuli atau tidak mengerti kata keluar. Atau kamu mau saya DO-kan kamu sekarang?” kata Richard ketus sambil menatap ke arah Yuni.

Blrrrrr..

Yuni pun mati kutu dengan kalimat yang di dengarnya barusan. Kalimat keramat yang sangat ditakutinya.

“Iya, Pak. Saya lebih memlih keluar dari pada di DO. Permisi Pak,” jawab Yuni kemudian melangkah keluar meninggalkan kelas diiringi tatapan dosen Richard yang menatap lekat ke arahnya.

Nasib sial yang di alami Yuni sejak kemarin malam seolah-olah membuat dadanya meledak karena menahan pedih. Mendapatkan umpatan dari kekasihnya, terciprat air ketika perjalanannya ke kampus dan di usir dari ruangan kelas karena terlambat.

Dengan langkah gontai Yuni lebih memilih menghabiskan jam pertama kuliahnya di perpustakaan.

"Welcome kesedihan. Betah banget di hidup gue. Kapan lo minggat?" tanya Yuni meratapi nasibnya ketika memasuki ruangan perpustakaan.

Sambil mengamati buku yang akan dipilihnya di rak perpustakaan dan mencoba membaca untuk mengalihkan pikiran dari kesedihannya. Namun dalam pikirannya masih terngiang kata-kata yang di lontarkan oleh kekasihnya. Yuni tidak menyangka akan mendengar kata yang begitu kasar dari kekasih yang sudah bersamanya sejak dua tahun silam. “Dasar perempuan tidak tahu diri, kerjanya hanya bikin susah saja.” Tanpa sadar air matanya jatuh menetes mengingat dirinya yang juga harus menahan malu dari beberapa pasang mata di tempat itu yang menatapnya iba.

Di minimarket malam itulah Yuni mendapat cacian di depan umum. Dirinya mencoba meredam tangisnya namun air matanya tidak mau berhenti menetes, kala mengingat kalimat DO yang juga membuatnya sedih. Yuni kembali menangis tertahan sambil menggigit bibir agar tidak mengeluarkan suara dan tidak mengganggu pengunjung perpustakaan lainnya. Berulang kali Yuni berusaha menghapus dan menahan air matanya namun air mata tersebut tidak mau berhenti menetes. Berusaha mengangkat kepala melihat langit-langit ruangan tersebut agar dapat menghentikan air matanya namun usahanya tetap sia-sia. Beberapa kertas tisu sudah dipakainya untuk menghapus air mata. Yuni pun kembali menangis tertunduk di atas meja beralaskan buku kemudian tertidur.

  Dari sudut lainnya di dalam perpustakaan tersebut sepasang manik hitam sedang menatapnya iba.

🍁🍁🍁

Welcome to my first novel🤗

Perkenalkan Pemeran dalam cerita ini..

Richardo Johan Pratomo

Yuni Andita Anindya

Richard dan Yuni menyambut pembaca tercinta di cerita ini..❤🤗

Optimis

“Pak Richard, ini sistem operasinya yang lagi eror sejak kemarin, Pak,” kata Vani pegawai perpustakaan sambil menunjukan laptop ke arah Richard.

“Pak.. Pak Richard.” Vani mengulang panggilannya karena Richard masih dengan tatapan iba ke salah satu sudut ruangan tersebut.

“Hm. Kenapa memanggil saya, Bu?” tanya Richard kaget.

“Bapak sakit? Wajah Bapak lesu begitu,”

tanya Vani khawatir.

“Saya baik-baik saja, Bu. Ada keperluan apa memanggil saya. Saya lagi ada kelas sekarang,” jawab Richard.

“Oh begitu. Ini Pak masalahnya,” jawab vani sambil menunjukan laptopnya.

“Laptopnya saya bawa, Bu. Saya akan memperbaikinya di ruangan saya sambil memantau siswa saya yang lagi kuis. Permisi.” Richard beranjak pergi tanpa mempedulikan Vani yang masih ingin berlama-lama dengannya.

    Vani sudah lama memendam rasa dengan Richard. Semua bermula sejak Richard berkunjung ke perpustakaan untuk meminjam buku. Richard yang tampan dan mempunyai gelar yang jarang orang miliki membuat Vani jatuh hati padanya. Namun Richard masih tetap dingin dan bersikap acuh tak acuh kepadanya. Vani bertekad akan mencari segala cara agar Richard dapat menemuinya di perpustakaan dan mengambil hatinya.

Sambil menyusuri lorong menuju ke ruangannya Richard masih dengan wajah sendu memikirkan apa yang dilihatnya di perpustakaan tadi.

Seorang gadis yang sejak lama diam-diam diamati oleh Richard sedang menangis tak karuan di perpustakaan. Beberapa siswa menegurnya namun tidak dihiraukannya. Dalam benaknya menyalahkan diri sendiri karena sudah membuat gadis itu sedih sampai menangis sejadi-jadinya. Richard menarik napas panjang lalu menghembuskannya berusaha mengusik rasa gusar di dada sebelum memasuki ruangannya.

Ketika duduk di ruangannya, Richard membuka laptop yang di berikan Vani kepadanya untuk diperbaiki sistem operasinya. Ketika berusaha memperbaiki laptop tersebut lagi-lagi konsentrasi Richard terganggu. Pikirannya teringat dengan apa yang dialami Yuni. Berusaha menganalisa masalah yang sedang dialami Yuni. Richard yakin masalah yang dihadapi Yuni bukan karena dirinya diusir dari ruangan kuliahnya tapi juga masalah lainnya. Teringat memori dua tahun lalu.

Flashback On

Sore itu Richard ingin menghabiskan waktu santainya untuk menikmati senja. Maka berangkatlah dia menuju sebuah pantai di batas kota. Sudah menjadi kebiaasaanya sejak SMA untuk menikmati senja. Senja menjadi inspirasi baginya di kala jenuh dan saat mendapatkan masalah. Senja menjadi waktu yang pas untuk berpikir karena suasananya sepi hanya hati yang sedang meronta dan alunan ombak yang menderu.

Sesekali dia melihat keadaan sekitar. Ada sepasang anak muda yang berjalan beriringan, ada satu keluarga yang sedang berenang, ada sekelompok anak muda yang bercanda ria sambil memainkan gitar.

Seketika matanya terhenti di sebuah lopo, seorang gadis berambut hitam panjang dan berhidung mancung sedang bernyanyi sambil memainkan gitar. Gadis itu dengan sepenuh hati menyanyikan lagu It Will Rain miliknya Bruno Mars yang samar-samar di dengar oleh Richard. Selain memiliki paras yang cantik gadis itu bersuara merdu dan pandai memainkan gitar. Nada demi nada dimainkannya, seolah-olah menjadi pengantar sang surya menuju peraduan malamnya. Dalam batin Richard menerka-nerka suasana hati gadis itu. Senja yang begitu indah mengapa gadis itu bernyanyi dengan nada sedih. Richard mengambil handphonenya lalu memotret gadis itu.

Flashback off

“Permisi, Pak. Ini hasil kuisnya sudah saya kumpulkan seperti permintaan Bapak tadi," kata Rangga sebagai ketua tingkat.

"Makasih,” jawab Richard kaget.

“Kalau begitu saya pamit, Pak,” ucap Rangga lalu melangkah ke luar ruangan milik Richard.

“Rangga, bagi yang tidak ikut Kuis tadi, kesempatan sampai jam 10 malam ini. Kabarkan ke teman-teman kamu,” ucap Richard sebelum Rangga menghilang di balik pintu ruangannya.

“Iya, Pak.” Rangga kembali melangkah keluar ruangan dan merasa aneh kepada dosennya hari ini. Karena biasanya Richard tidak pernah memberikan kesempatan kepada mahasiswanya.

🌼🌼🌼

Aty memasuki ruang perpustakaan untuk mencari Yuni sekaligus mengajaknya makan karena sekarang lagi jam istirahat. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan Yuni karena Aty mengetahui tempat favorit Yuni untuk menghabiskan waktunya di perpustakaan. Walaupun lebih banyak digunakan untuk tidur daripada membaca buku. Kemudian Aty berjalan mendekati Yuni dan membangunkannya. Namun niatnya terhenti karena melihat mata Yuni yang sembab dan beberapa buku yang sudah basah karena air matanya.

“Yun..” panggil Aty lembut sambil menepuk bahu Yuni  pelan.

“Ngghh..nnggh.” Yuni menggeliat namun belum membuka matanya.

“Yuni.. ayo makan," ajak Aty kembali menepuk bahu Yuni.

“Aty, jam berapa sekarang?” tanya Yuni masih dengan nada khas bangun tidur.

“Jam satu, Yun.. kamu kenapa? Apakah gara-gara Goblin tadi?”

“Salah satunya sih. Tapi ya sudahlah. Toh salah gue juga kan.”

“Salah satunya? Kok mata Lo sampai bengkak gitu. Ada apa, Yun?”

“.......”

Air mata kembali menetes di pipi Yuni.

“Yun... Everything is gonna be okay.” Aty memeluk Yuni untuk menenangkannya.

“Ty, dia permalukan gue kemarin depan umum dan banyak orang. Malu banget gue,” ucap Yuni dipelukan Aty.

“Dia lagi dia lagi. Yun, dari dulu kan gue udah bilang. Dia nggak baik buat Lo.” Aty dengan nada membujuk.

“Iya, Ty. Sudah gue mutusin dia kemarin. Tapi hati gue masih sakit, Ty. Dua tahun kita sudah bersama.” Lagi-lagi Yuni meneteskan air mata.

“Yun.. sesulit apapun jika takdirnya milik Lo, pasti Tuhan mudahkan jalannya. Tapi jika bukan takdir Lo, pasti Tuhan akan kasi dengan cara lain yang lebih baik,” jawab Aty puitis.

“Iya, Ty. Makasih yah selalu ada buat gue,” jawab Yuni merasa terhibur dan membereskan buku-buku di atas meja.

“Iya, Yun. Lo juga selalu ada kok buat gue.  Sahabat gue kan Lo doang,” jawab Aty sumringah.

“Iya juga yah. Kalau dipikir-pikir sahabat gue juga cuma Lo doang, ” jawab Yuni sambil tertawa yang menampakan giginya namun senyum itu terasa aneh di mata Aty karena mata bengkak Yuni tidak selaras dengan senyumannya.

“Lo seketika seperti orang Korea, Yun,” kata Aty menampakan wajah serius.

“Oh ya? Gue tahu lanjutannya dari kata-kata Lo.”

“Apa coba?”

“Seperti orang Korea yang sama ke pupuk urea kan.”

“Pupuk urea apaan, Yun? Lo itu cantik ditambah mata bengkak Lo itu seketika jadi orang Korea. Lagian kata pupuk urea itu Lo dapat dari mana sih?”

“Dari meme di sosmed. Anak-anak di kompleks apartemen gue biasa ganggu pakai meme itu ke gue.”

“Baru tahu gue. Makan yuk. Lapar banget,” ajak Aty .

“Ayo. Tapi ke kamar mandi dulu basuh muka.”

Keduanya menuju ke kamar mandi perpustakaan. Dalam hati Yuni kembali merenungi nasibnya.

Tuhan mengijinkan kita mengalami titik-titik terendah dalam hidup untuk mengajarkan kepada kita pelajaran yang tidak bisa kita pelajari dengan cara lain, batin Yuni optimis.

🍁🍁🍁

Jangan Lupa Tap Jempol, Vote dan Rate yah

I Love You❤

Upgrade Hati

 

Yuni dan Aty berjalan menuju ke kantin kampus. Sambil membahas tentang tingkah laku dosen killer ponsel Yuni berdering tanda notifikasi masuk.

 

*_Kom4_*

Pak Richard kasih kesempatan sampai jam 10 malam ini buat yang belum ngikutin Kuis tadi. Pesan di grup kelas Komputer.

"Ty, kok si Goblin kasih kesempatan yah buat kita yang tidak ngikutin kuis tadi?" tanya Yuni dengan tatapan aneh.

"Masa sih, Yun? Salah info mungkin. Mana mungkin Goblin berubah jadi malaikat?" tanya Aty dengan nada tidak percaya.

"Infonya dari keting nih, Ty. Tidak mungkin kalau salah." Yuni menunjukan isi pesan teks tersebut pada Aty.

"Kok bisa? Pastikan lagi deh sama Rangga. Gue ragu sama tu info. Hoaks kali." Aty masih dengan nada kurang percaya.

"Tuh si Rangga and the gang," kata Yuni ketika sudah sampai di kantin.

Yuni dan Aty berjalan ke tempat Rangga berada. Disana juga ada Gio, Viki dan Rizal lagi asik dengan ponselnya masing-masing.

"Halo, Gagiviri," sapa Aty lantang.

" Suara Lo tuh bisa dikecilin volumenya ngga," ucap Viki

"Gagiviri apaan maksud Lo?" tanya Rangga.

"Rangga, Gio, Viki dan Rizal jadi disingkat aja biar ngga capek manggilnya," jawab Aty mengabaikan ucapan Viki.

"Cuma manggil nama orang aja dibilang capek. Gimana mampu mengarungi badai rumah tangga besok-besok," ucap Viki diikuti tawa dari ketiga sahabatnya.

"Ih, beda kali situasinya,Vik," Jawab Aty kesal.

"Sudah, jangan ejek Aty mulu. Oh iya, Ga. Info yang Lo bagikan di grup apakah benar Pak Richard ngasih kesempatan sampai malam nanti?" tanya Yuni sambil mengambil posisi duduk di samping Rizal.

"Benar, Yun. Gue aja kaget sama ucapannya tadi di ruangan," jawab Rangga.

"Ha!?" Ucap Gio, Viki dan Rizal serentak melihat tatapan ke arah Rangga.

"Yang benar aja, Ga. Si Richard nggak apa-apa kan?" tanya Rizal kaget.

"Benar, Zal. Gue aja heran," jawab Rangga

"Si Richard kena kanker otak mungkin jadi berubah baik," ucap Gio.

"Mangkali si killer udah ngga lama lagi akan ninggalin kita," ucap Viki dengan nada sedih yang di buat-buat.

"Apa-apaan sih kalian? Jangan sembarangan kalo ngomong," tutur Aty.

"Mungkin si Goblin udah sadar. Mudah-mudahan bisa baik terus sampai semester berikutnya," kata Yuni semangat.

"Kok bisa yah." Rizal masih kurang percaya.

"Woi, Zal... Bantuin gue dibantai musuh ni. Mana es kepal juga habis lagi. Cepat woi Zal, Viki," ucap Gio yang lupa jika mereka lagi bermain game Free Fire sejak tadi sebelum topik dosen killer mengalihkan mereka.

"Arah mana, Gi?" tanya Rizal kembali pada ponselnya.

"Gue otw Lo nih," ucap Viki setelah berhasil mengalahkan musuh dan membantu Gio.

" Memang yah kalian, lebih hebat nembak musuh daripada nembak cewek," kata Aty sinis karena kaget dengan teriakan serempak cowok bertiga itu.

"Lo tahu darimana kalo kita takut nembak cewek? Atau Lo mau gue buktikan sekarang keberanian kita?" kata Viki sambil tersenyum menggoda.

"Ngga mempan buat gue, Vik," jawab Aty.

" Lagian siapa juga yang mau nembak Lo?" tukas Viki yang diikuti tawa dari sahabatnya.

"Sudah, Vik. Suka sekali godain Aty. Lo mau makan apa, Ty? Gue bakso sama jus jeruk," ungkap Yuni mengalihkan topik pembicaraan, kalau tidak pasti panjang acara goda menggoda ala teman sekelasnya.

"Gue mie ayam sama jus jeruk aja," kata Aty sambil menuju ke bibi kantin penjual di kantin tersebut.

"Ga, tumben ngga gabung main sama yang lain?" tanya Yuni pada Rangga ketik Aty sedang memesan.

"Ngga mood aja, Yun. Oh iya ini kuis yang tadi, Lo ngikutin aja atau mau tambahin lagi jawabannya terserah Lo," kata Rangga sambil menyodorkan beberapa lembaran pada Yuni.

"Makasih ya, Ga. Nanti gue tambahin lagi. Kalau ketahuan plagiat kan gue pasti di tendang dari kampus ini oleh si Goblin," kata Yuni sambil menerima lembaran dari Rangga.

"Btw, mata Lo kelihatan baru abis nangis. Lo ngga apa-apa kan?" tanya Rangga Khawatir.

" Gue ngga apa-apa, Ga. Kelilipan tadi di perpus," jawab Yuni berbohong sambil mengalihkan tatapan ke arah Aty yang sedang memesan makanan.

"Apa karena gara-gara semalam? Kebetulan gue ke minimarket temanin nyokap belanja," kata Rangga dengan tatapan menyelidik.

" Lupakan saja, Ga. Itu situasi yang memalukan seumur hidup gue," jawab Yuni sambil berusaha menahan butiran bening dari matanya.

"Gue nggak tahu tu cowok ngomong apa gue lihat kejadiannya dari dalam mimarket, Yun. Tapi gue lihat Lo seperti dibentak-bentak sama tu cowok. Dia cowok Lo?" tanya Rangga lagi.

"Sudah jadi mantan sejak semalam. Mana mau gue sama laki-laki yang tidak menghargai sama sekali, Ga." Yuni melihat ke arah Aty yang sedang memesan makanan.

"Masih banyak yang mau sama Lo, Yun. Sudah cantik, manis, dewasa tambah baik lagi," ujar Gio yang asik menggerakkan tangan dengan lincah di layar ponselnya.

"Gue masih punya banyak kekurangan juga, Gi. Buktinya gue ngga bisa pertahankan hubungan yang gue jalani," tandas Yuni.

"Itu cowok yang ngga benar otaknya, Yun. Bukan Lo," kata Aty sambil meletakkan pesanan di atas meja.

"Ctrl+Al+Del namanya saja, Yun. Terus upgrade ke kebahagiaan yang baru. Jangan mau bersedih terus," ucap Viki yang masih asik dengan gamenya.

"Sekalian pasang antivirus yang terbaik buat mencegah para pemberi sakit hati," ucap Rizal tidak mau kalah.

"Kalian pikir sahabat gue komputer? Ngaco mulu," kata Aty dengan suara lantangnya.

"Speaker aktif beraksi," kata Viki mengejek.

"Ada-ada aja yah kata penguatan dari kalian para gamers plus anak IT. Tapi makasih yah," kata Yuni sambil tersenyum.

"Sama-sama dewinya Kom4," jawab Gio, Rizal Viki bersamaan.

"Plus anggota vokal grup kampus kita." Rangga sambil tepuk tangan melihat kekompakan ketiga sahabatnya.

"Hehehehe..," Semuanya kompak tertawa sambil menikmati pesanan dan gamenya masing-masing.

🌼🌼🌼

 

"Permisi, Pak Richard."

"Silahkan masuk," jawab Richard menghentikan gerakan mengetiknya.

"Sibuk mulu..,"

"Della, ngapain kamu disini. Datang tidak telepon dulu. Kakak bisa jemput kamu di bandara, Del?" tanya Richard kembali melanjutkan ketikannya.

"Ih, Kak Richard gimana sih. Aku udah bela-belain datang jauh-jauh ke kampus Kakak loh," kata Della manja.

"Kakak tidak suruh kamu datang," ucap Richard tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.

" Di rumah sepi tanpa Kakak. Papi sama mami ke luar negeri," ujar Della mendekati Richard.

"Ada Pa Maman dan pembantu rumah tangga," ucap Richard dingin.

"Mereka udah pada tua, Kak. Ngga asik diajak ngobrol," jawab Della dengan nada kesal.

"Jadi kamu mau main di kampus? Sana cari teman ngobrol sendiri," ucap Richard sengaja.

"Kakak gimana sih. Della rindu Kak Richard tau. Lagian putra CEO terkaya se-Asia masih aja mau jadi dosen," tutur Della semakin kesal.

"Jangan keras-keras. Status kakak selain papa dan mama, yang tahu hanya kamu dan pembantu di rumah."

"Makanya, Kak. Ayo balik ke Jakarta," ajak Della manja.

"Belum saatnya, Del. Kamu mau makan apa?" tanya Richard mengalihkan. Kerena sudah berulangkali Della memohon padanya untuk pulang ke Jakarta.

"Steak, Kak," jawab Della semangat kalau menyangkut makanan.

"Ayo," ajak Richard.

Kakak beradik itu berjalan menuju tempat parkir. Sikap Richard akan berubah ramah hanya kepada keluarga dan teman dekatnya saja. Richard dulunya merupakan pribadi yang ramah dan murah senyum namun kejadian beberapa tahun silam yang mengubahnya menjadi dingin dan terkesan kejam.

Ketika menuju ke tempat parkir banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Ada beberapa mahasiswa yang pura-pura mengalihkan tatapan ke tempat lain karena takut bertatapan langsung dengan pemilik manik hitam pekat tersebut. Ada juga yang saling berbisik karena baru melihat dosennya berjalan dengan seorang wanita.

"Kak, tadi banyak yang takut-takut liat ke kita. Kakak jadi dosen yang kejam yah?" tanya Della ketika sudah sampai di mobil.

"Harus keras sama anak zaman sekarang. Banyak sikap mental enaknya saja," jawab Richard sambil mengendarai mobilnya.

"Tampan-tampan mah galak. Awas Kak nanti banyak yang tidak mau sama Kakak," ucap Della sambil memonyongkan bibirnya.

"Lupa? Ada berapa surat yang pembantu terima dan nomor kakak yang sudah banyak kali diganti?" Richard masih fokus ke jalananan.

"Hehehe iya juga yah. Sampai-sampai kotak surat dihancurkan Kakak tahun lalu," ucap Della.

"Masih meragukan kakak nih?" tanya Richard dengan nada menggoda.

"Masih, Kak. Kenapa sampai sekarang Kakak masih jomblo? Akut malah." tanya Della.

"Belum saatnya kamu tahu. Kalau sudah ada nanti kakak ajak ke rumah," ucap Richard mantap.

"Oke, Kak. Yang baik orangnya dan pintar masak. Biar bisa masak buat aku," tukas Della sambil tersenyum senang.

"No, no, no.. pacar kakak jangan dijadikan pembantu," kata Richard sambil mengusap rambut adiknya.

"Cie..cie.. yang belum ada pacar tapi sudah bela apalagi kalo udah punya?" Goda Della pada kakaknya.

Bagaimana bisa mendapatkannya sedangkan aku masih menjadi sumber kesedihannya, batin Richard dalam hatinya.

Keduanya memasuki restoran dan mulai menyantap makanan yang disajikan.

🍁🍁🍁

Vote, Like dan Rate yah..

I Love You❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!