NovelToon NovelToon

Penyesalan Suami : Pernikahan Balas Dendam

Pernikahan Paksa.

"STELLA! Apa yang sudah kau lakukan? Dasar anak tidak tau diri!" teriakan Mama Melisa terdengar memenuhi penjuru kamar yang ditempati Stella.

Stella tentu sangat kebingungan, ia baru saja membuka mata, tapi ia malah kaget melihat semua keluarganya ada di sana.

Joana tampak menangis di pelukan Papa Medison. Stella tidak ingat apapun, dia hanya ingat kalau semalam sedang pesta bersama Kakaknya karena tadi malam merupakan malam terakhir sebelum Kakaknya menikah hari ini.

"Mama, apa maksud Mama? Ada apa ini?" tanya Stella mencoba turun dari ranjang, namun ia lagi-lagi dibuat kaget saat menyadari dirinya tidak menggunakan apapun.

Namun ada hal lain yang membuat dirinya kaget, yaitu melihat Xander yang dalam kondisi yang sama. Pria itu bahkan tak berani mengangkat wajahnya sama sekali. Stella bingung, kenapa ia bisa bersama calon kakak iparnya? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Kakak, aku bisa menjelaskan semuanya. Kami pasti dijebak kak, kami tidak melakukan apapun," kata Stella ingin bangkit menjelaskan semuanya, tapi kondisinya yang tidak memakai apapun membuat ia kesusahan.

"Cukup! Aku tidak menyangka kau melakukan ini kepadaku Stella! Harusnya saat ini adalah hari bahagiaku karena akan menikah! Tapi apa yang kau lakukan! Kau tega merebut calon suamiku!" Joana justru berteriak dan menangis histeris, lalu pergi begitu saja.

"Kak! Tunggu kak!" Stella tak menyerah, ingin sekali lagi menjelaskan kepada Kakaknya.

"Tidak perlu mengejar putriku. Kau memang anak yang tidak tau di untung! Apa kau lupa kalau kau itu hanya anak pungut Stella! Kalau bukan karena Joana, kau mungkin masih menjadi orang miskin sampai sekarang. Tapi apa yang kau lakukan padanya? Inikah balasanmu kepada keluarga kami? Kau benar-benar wanita menjijikan! Mulai detik ini, KAU BUKAN LAGI KELUARGA MEDISON! NAMAMU SUDAH KAMI CORET DALAM NAMA KELUARGA!"

*****

Tak ada yang lebih menyakitkan dari apa yang Stella dengar hari itu. Keluarga yang sangat menyayanginya kini sudah membuangnya dan tak ingin mengakuinya lagi. Meski Stella memohon dan meminta maaf kepada keluarga mereka, tapi apa yang mereka lihat pagi itu sudah menjelaskan semuanya yang terjadi.

Stella sangat yakin kalau dia tidak melakukan apapun dengan Xander. Mereka berdua di jebak hingga terjadilah kesalahpahaman ini.

"Berhentilah menangis!" bentak Xander begitu kesal saat mendengar suara tangisan Stella. Ia segera memunguti bajunya lalu memakainya.

"Kenapa kau diam saja? Kenapa kau tidak menjelaskan semuanya kepada Kak Joana!" ucap Stella malah mengeraskan tangisnya.

Xander tersenyum licik, ia lalu mendatangi Stella dan tanpa diduga, Xander langsung mencekik leher Stella dengan keras.

"Lepas!" ucap Stella kaget tentunya, ia memukul tangan Xander agar melepaskan cekikan itu. Kerongkongannya terasa sakit dan perih sekali.

"Dasar wanita licik! Kau yang sudah merencanakan ini semua, tapi kau berlagak seolah kau korban disini? Menjijikan!" teriak Xander menghempaskan Stella dengan keras ke ranjang.

Kepala Stella langsung pusing seketika, ia terbatuk-batuk dengan mata yang berair.

"Aku tidak melakukan itu Xander, kita berdua memang dijebak oleh seseorang," ujar Stella mencoba menjelaskan.

"Kau pikir aku pria bodoh Stella? Kau memang sengaja melakukan ini agar pernikahanku dan Joana batal! Kau iri kepada Kakakmu kan?" bentak Xander begitu keras hingga membuat tubuh Stella terjingkat kaget.

Stella menggelengkan kepalanya, ia tidak melakukan itu semua. Mana mungkin ia bisa mengkhianati Kakaknya sendiri? Stella tidak akan sekejam itu.

Setelah Xander meninggalkannya, Stella segera memakai bajunya, ia harus menemui keluarganya untuk menjelaskan ini semua. Namun, semuanya itu tidak ada gunanya sama sekali, ketika Stella datang ke rumah keluarga Medison, yang didapatkannya hanya cacian dan makian dari mereka.

"Ambil ini! Bawa semua barang-barang mu! Keluarga kita tidak menerima pengkhianat!" ucap Bibi Tania, dia adalah adik dari Papa angkatnya.

"Bibi, tolong biarkan aku masuk. Aku harus menemui Kakak, dia harus mendengar penjelasan ku," ucap Stella mengatupkan kedua tangannya, memohon kepada Bibinya agar diizinkan masuk.

"Selain tidak tau diri, kau juga ternyata tidak tau malu. Pergi sana! Kau bukan lagi keluarga Medison, kembalilah ke tempatmu, Anak pungut," sergah Bibi Tania dengan begitu pedasnya, ia bahkan tak segan mendorong Stella hingga terjatuh.

Stella meringis kesakitan saat lututnya menghantam jalan dengan keras. Air matanya kembali jatuh, kenapa Tuhan memberikan cobaan seberat ini? Stella hanya bisa menatap nanar rumah keluarganya yang perlahan ia tinggalkan dengan langkah gontai.

Sekarang kemana lagi dia akan pergi? Apa mungkin dia harus kembali ke Panti asuhan? Stella menggelengkan kepalanya, ia tak akan sanggup jika harus membuat Ibu panti sedih karena mengetahui nasibnya. Mulai sekarang, ia harus berusaha mandiri tanpa menggantungkan hidupnya kepada orang lain.

Stella terus melangkahkan kakinya, hingga tiba-tiba saja ada mobil Van berwarna hitam berhenti tepat di sampingnya. Lalu disusul dua orang berbadan besar langsung mencekal kedua tangan Stella.

"Apa-apaan ini? Siapa kalian?" teriak Stella kaget dan panik.

"Masuk!" bentak orang itu mendorong Stella untuk masuk kedalam mobil.

Stella sempat berontak tak ingin dibawa masuk, tapi tenaganya kalah kuat. Tubuh mungilnya terdorong keras kedalam mobil itu. Saat Stella mengangkat pandangannya, ia kaget saat melihat Xander yang sudah duduk tenang dan kini sedang menatapnya sangat tajam.

"Kau! Apa yang kau inginkan?" tanya Stella bergidik saat melihat wajah Xander yang begitu mengerikan. Selama mengenal pria ini, tak pernah Stella melihat wajahnya seperti ini.

Xander langsung melirik wanita itu, ia mencengkram kedua lengan Stella dengan keras.

"Kau bertanya apa yang aku inginkan? Aku ingin membalas semua yang kau lakukan padaku. Kau sudah membuat aku berpisah dengan wanita yang aku cintai, sekarang kau harus membayar semuanya Stella!" bentak Xander penuh amarah yang membara, sorot mata penuh kebencian yang nyata.

"Aku tidak melakukan apapun Xander," Stella langsung menangis begitu saja, seumur hidupnya ia tidak pernah dibentak siapapun, mendapatkan perlakuan seperti ini, membuat hatinya nyeri sekali.

"Aku tidak perduli! Kau harus merasakan apa yang aku rasakan Stella!" ucap Xander kembali mendorong Stella hingga tubuhnya membentur pintu dengan keras.

Di detik itu, Stella sadar kalau jalan hidupnya tidak akan mudah. Dalam satu hari, ia mendapatkan cobaan bertubi-tubi dan membuat semua kehidupannya berubah 180 derajat. Stella dibuang keluarganya, dan kini ia harus dipaksa menikah oleh Xander dengan alasan balas dendam.

Bagaimana Stella bisa menjalani kehidupan pernikahan dengan orang yang sangat membencinya? Adakah yang lebih menyakitkan dari ini semua?

"Berhentilah menangis! Kau sungguh membuatku muak," teriakan dari Xander membuat Stella berusaha keras menahan suaranya.

Ia menatap suaminya yang kini berjalan mendekat kearahnya, entah kenapa sekarang Stella sangat ketakutan melihat pria itu. Ia beringsut mundur ke belakang.

"Kau terlihat sangat ketakutan Stella? Bukankah ini yang kau inginkan? Kau sengaja menjebak ku agar bisa memiliki ku 'kan?" kata Xander membuka jasnya dan melemparkannya sembarangan. Ia terus mendekati Stella yang berjalan mundur.

"Maafkan aku Xander, tolong jangan lakukan apapun padaku, aku benar-benar minta maaf karena sudah membuat kau berpisah dengan Kak Joana," kata Stella mengatupkan tangannya, ia sangat takut jika Xander akan melakukan hal yang tidak-tidak.

Mendengar nama kekasihnya disebut, raut wajah Xander berubah menggelap. Rasa amarah dan dendam langsung menguasainya karena mengingat apa yang terjadi pada hubungannya.

"Aku tidak akan memaafkan mu!" Ucap Xander menarik tangan Stella dengan keras hingga wanita itu menabrak dada bidangnya.

Xander tersenyum licik, ia lalu mendorong tubuh Stella ke ranjang dan menindihnya.

"Jangan! Xander aku mohon ... ." sekali lagi Stella mengiba kepada pria yang sudah menjadi suaminya ini, namun Stella belum siap jika harus melakukan ini semua.

"Kau tidak berhak menolak ku! Kau sekarang istriku dan kau harus melayani aku," ucap Xander langsung me lu mat bibir mungil Stella.

Ciuman itu bukan ciuman penuh perasaan dan cinta, namun ciuman yang sangat kasar dan penuh paksaan. Xander bahkan tak segan mengigit bibir Stella hingga berdarah, pria itu juga dengan kasar merobek baju Stella. Xander benar-benar menggila, antara kemarahan dan bergairah menjadi satu.

Malam itu, dia menyentuh istrinya dengan kasar dan penuh hasrat. Tak perduli Stella yang menangis kesakitan karena baru pertama kali melakukannya. Bagi Xander, tangis Stella malah menjadi hal yang membuat dirinya puas.

"Ingat Stella, ini belum seberapa, aku tidak akan membuat hidupmu mudah," ucap Xander setelah menyelesaikan semuanya, ia memakai bajunya kembali dan ia sengaja mengambil semua uangnya.

"Ini untuk jasamu malam ini, tak kusangka kau masih perawan," ucap Xander melemparkan uang itu di atas tubuh Stella, sebuah penghinaan yang sangat menyakiti hati Stella disaat suaminya sendiri malah menganggapnya seperti ja lang murahan.

Happy Reading.

Tbc.

Hai...Hai...ketemu lagi di cerita author Virzha...

Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys ya...

TEKAN TOMBOL LIKE, KOMEN DAN VOTE-NYA UNTUK MENDUKUNG AUTHOR...

Bonus Visual.

Stella Medison__

Xander Oliver__

 

Kebencian Yang Mengakar.

Keesokan paginya, Xander terbangun saat matahari sudah meninggi. Ia melirik sekelilingnya yang masih sangat berantakan, botol-botol bekas minuman Alkohol berserakan dilantai. Ya semalam dia baru saja minum untuk menghilangkan rasa sakit hatinya karena gagal menikah dengan wanita yang dicintainya.

Xander sudah mencoba menghubungi Joana untuk menjelaskan semuanya, namun wanita itu sama sekali tak ingin mengangkat panggilannya. Untuk menemui wanita itu pun Xander masih ragu karena semua yang dilihat pada pagi itu sudah menjelaskan semuanya. Harusnya kemarin itu menjadi hari bahagianya, tapi semuanya hancur hanya gara-gara...

"Stella...." gumam Xander kembali di kuasai emosi jika mengingat wanita itu.

Xander langsung keluar dari kamarnya untuk memberikan kepada wanita licik yang sudah membuat hidupnya sial itu. Xander lalu ingat tentang satu hal, ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Asistennya.

"Halo Luke, belikan aku pil kontrasepsi, antar ke Apartemenku sekarang juga!" perintah Xander tegas.

Ia langsung mematikan sambungan telepon itu. Wajah Xander benar-benar tak tertebak sama sekali. Selama hidupnya, Xander itu jarang mencari masalah, namun jika ada yang berani mengusiknya, maka akan Xander pastikan kalau dia pasti hancur.

Tak sampai satu jam, Assisten Xander sudah datang membawakan apa yang dia minta. Xander tersenyum licik melihat pil kontrasepsi itu, segera ia membawanya masuk kedalam kamar Stella.

Dilihatnya, Stella masih terlelap dalam tidurnya tanpa terusik dengan kedatangan Xander. Ia menatap Lekat wajah Stella yang terlihat sangat cantik saat tidur seperti ini. Pandangan Xander lalu menyusuri tubuh Stella yang tertutup selembar selimut. Tanpa sadar darahnya berdesir mengingat percintaan panasnya semalam.

Xander menggelengkan kepalanya untuk mengusir pemikiran gilanya itu. Tanpa banyak basa-basi, Xander menyiramkan air yang dibawanya ke wajah Stella hingga wanita itu gelagapan dan terbangun seketika.

"Argh......" Stella berteriak kaget hingga terduduk, ia menatap Xander yang menatapnya tajam.

"Xander..." ucap Stella memegang erat selimutnya, melihat pria ini rasa trauma akan hal semalam langsung melintas dalam pikirannya. Tubuhnya bahkan masih sangat nyeri semua karena perlakuan kasar pria itu.

"Minum ini!" kata Xander melemparkan pil kontrasepsi itu kepada Stella.

Stella menatap benda itu dengan kaget, ia menatap Xander tak percaya. Sebegitu bencikah Xander kepada dirinya.

"Aku tidak mau" kata Stella menolak, meski pernikahan mereka hanya dilandasi dengan dendam, tapi Stella tak ingin mencegah seorang anak yang merupakan anugerah dari Tuhan.

"Jangan memancing emosiku! Minum sekarang juga!" bentak Xander dengan suaranya yang keras.

Stella masih dengan pendiriannya, dia tak ingin meminum pil kontrasepsi itu membuat Xander sangat geram, dengan kasar ia mengambil pil itu lalu memegang dagu Stella dengan kasar.

"Kau harus meminumnya! Aku tidak sudi jika harus punya anak dari wanita licik sepertimu!" ucap Xander langsung mencekoki Stella dengan pil kontrasepsi itu.

Awalnya Stella masih mampu mempertahankan dirinya, namun karena badannya yang sakit, ia mulai melemah hingga menyerah dan menelan pil itu.

Xander tersenyum puas saat usahanya berhasil. Ia masih mencengkram dagu Stella dengan kuat.

"Teruslah menangis Stella, semakin kau menangis, semakin puas aku melihatmu menderita!" ucap Xander menghempaskan wajah Stella dengan kasar.

Stella kembali menangis meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan. Kenapa Xander begitu tega menghina dirinya seperti ini? Apakah pria itu tidak tau kalau dia sama terlukanya karena masalah ini.

Stella mengusap air matanya pelan, saat ini bukan saatnya ia menangis meratapi nasib, ia harus belajar menerima takdir yang digariskan Tuhan padanya. Dan hal pertama yang Stella harus lakukan adalah berdamai dengan takdir, dia harus menerima kalau saat ini dia adalah seorang istri dari pria yang bernama Xander.

Stella berharap, dengan seiringnya waktu nanti, Xander akan bisa memaafkannya.

*****

Stella sudah sangat sibuk di dapurnya, padahal hari masih pagi tapi ia sudah membuat banyak masakan. Ya, sudah dua bulan ini Stella memang sering membuat masakan untuk dia dan suaminya. Stella tidak perduli Xander mau memakannya atau tidak, yang jelas dia mencoba berbakti kepada suaminya.

Mungkin banyak yang mengatakan kalau Stella bodoh karena mau saja direndahkan oleh Xander. Tapi Stella tidak berpikir seperti itu, dia hanya ingin menghargai hubungan mereka yang dibangun di depan Tuhan.

"STELLA!" Teriakan dari Xander terdengar membuat Stella kaget.

Stella cepat-cepat mematikan kompornya, dan menata masakannya ke meja makan. Tapi urung tatkala Xander sudah lebih dulu sampai di pintu dapur.

"Xander, kau sudah bangun? Ayo sarapan, aku sudah membuatkanmu sarapan" ucap Stella mengulas senyum manisnya, berharap suaminya ini akan sedikit luluh dengan senyum itu.

"Aku tidak butuh ini!" Xander justru membentak dan menepis masakan itu dengan kasar hingga jatuh ke lantai.

Stella menatap makanan yang susah payah dibuatnya menjadi hancur.

"Kenapa kau harus membuangnya? Apa kau tidak bisa menghargai ku sedikit saja?" kata Stella menatap Xander dengan pandangan penuh luka. Apa Xander tidak tau jika dia harus bangun pagi-pagi untuk membuat makanan ini, bahkan ia rela tangannya yang mulus terkana cipratan minyak panas hanya untuk membuatkan pria ini sarapan.

"Kau meminta dihargai? Memangnya berapa hargamu? Katakan!" kata Xander menarik tangan Stella dengan keras lalu menghempaskan wanita itu hingga tak sengaja kepala Stella mengenai kitchen set disana dan berdarah.

"Kenapa Xander? Kenapa kau terus membenciku? Apakah memang tidak ada kata maaf di hatimu untukku sedikit saja?" kata Stella menangis lirih, luka di kepalanya tidak begitu terasa, namun hatinya lebih sakit dari luka itu.

"Aku tidak akan pernah berhenti membencimu, sebelum air matamu habis!" kata Xander menatap Stella tajam, tak terpengaruh dengan luka yang dialami wanita itu sama sekali.

"Maka bencilah aku sekuat yang kau mau, aku akan menerima setiap luka yang kau berikan" kata Stella menantang tatapan mata Xander dengan tatapan lembut.

Xander mengepalkan tangannya, dia benci jika Stella bisa membalas perkataannya, dia juga sangat benci dengan tatapan mata Stella yang membuat hatinya terusik.

"Kau memang wanita tidak tau diri!" ucap Xander kembali menarik Stella hingga berdiri lalu dengan cepat me lu mat bibir tipis Stella.

Stella berontak, ia tak ingin Xander kembali menyentuhnya dengan keadaan marah seperti ini. Tapi apa yang bisa dilakukannya? Tubuhnya sangat mungil untuk mengimbangi perlakuan Xander yang begitu buasnya.

Pria itu selalu saja seperti ini, selalu bersikap seenaknya dan menganggap Stella wanita sampah yang bisa dimainkannya. Xander bahkan selalu meninggalkan uang setelah mereka melakukan percintaan yang panas, pria itu benar-benar membuat Stella seperti wanita rendahan yang tidak dihargai. Tak lupa, Xander yang selalu mencekoki Stella dengan pil kontrasepsi agar wanita itu tidak hamil.

"Ya Tuhan, sampai kapan penderitaan ini berakhir?" batin Stella menangis lirih seraya bersimpuh di dapur setelah Xander menggempur dirinya habis-habisan.

Happy Reading.

Tbc.

Kesalahpahaman Masih Berlanjut.

Dua bulan berlalu dengan cepat, rumah tangga Xander dan Stella masih terus berjalan, namun juga tak ada kemajuan apapun dalam hubungan mereka. Xander masih bersikap kasar kepada Stella dan juga masih menganggap Stella sebagai wanita yang menjadi sumber masalah dalam hidupnya.

Setiap hari Xander sering menghabiskan waktunya dengan bekerja untuk melupakan sejenak rasa sakit hatinya. Malam itu Xander bekerja sampai cukup larut, ia meninggalkan kantor yang mulai sepi karena para karyawan sudah pulang semuanya. Namun saat ia sampai di lobby, ia berhenti sejenak saat melihat orang yang sangat ia kenal.

"Bibi? Untuk apa Bibi kesini?" tanya Xander heran melihat Bibi Tania ada disana.

"Bibi sengaja ingin bertemu denganmu, apakah kau ada waktu?" ucap Bibi Tania dengan wajah seriusnya.

Xander mengerutkan dahinya, heran tentunya karena ia sudah jam 10 malam, tapi Bibi Tania malah menemuinya di kantor. Melihat dari wajahnya, Xander merasa kalau ada sesuatu yang penting yang akan disampaikan.

Akhirnya Xander mengajak Bibi Tania untuk berbicara di Restoran terdekat.

"Apa yang ingin Bibi katakan?" tanya Xander to the point.

"Apa kau masih mencintai Joana?" ucap Bibi Tania.

"Apakah aku perlu mengatakannya, Bi?" ucap Xander tersenyum kecut, mana mungkin semudah itu ia melupakan Joana.

"Jika kau memang mencintainya, kenapa kau menikahi Stella? Apa kau lupa kalau wanita itu yang sudah menghancurkan kalian berdua?" tukas Bibi Tania terlihat geram.

"Aku menikahinya hanya untuk balas dendam, aku tidak pernah mencintai Stella," kata Xander seadanya.

"Apa kau yakin tidak akan mencintainya Xander?"tanya Bibi Tania menatap Xander serius.

"Ya," sahut Xander cuek, tak pernah sedikitpun dalam hatinya akan mencintai Stella.

"Baiklah, aku akan memegang kata-katamu Xander. Aku kesini juga ingin memberitahumu suatu hal, aku tidak bermaksud ingin menjelekkan atau bagaimana, tapi kau harus melihat ini," ucap Bibi Tania tersenyum sedikit, ia lalu mengambil ponselnya, memutar sebuah video dan menunjukkannya pada Xander.

"Apa ini Bi?" tanya Xander menekuk wajahnya.

"Lihat saja," ucap Bibi Tania.

Xander menatap Bibi Tania sesaat, ia lalu melihat video yang diputar. Di video itu terlihat seorang wanita yang akan menyeberangi jalan, mata Xander membesar saat menyadari kalau orang itu adalah Mamanya.

"Mama?" ucap Xander.

Lalu di video itu ada sebuah mobil yang melaju kencang dan menabrak Mamanya yang ingin menyeberang.

"Ini video waktu Mama kecelakaan dulu kan?" kata Xander ingat kejadian ini terjadi sekitar 8 bulan yang lalu.

"Ya benar, itu Mamamu, dan apa kau ingin tahu siapa orang yang sudah menabraknya?" ucap Bibi Tania.

"Siapa?" tanya Xander tak sabar, sejauh ini ia tak bisa menemukan orang yang sudah menabrak Mamanya karena saat itu CCTV di lokasi sudah lenyap. Xander tentu tak akan bisa memaafkan orang itu karena sudah melukai Mamanya.

"Stella …" 

*****

BRAKKK!!!!

Xander membuka pintu Apartemennya dengan sangat kasar, langkahnya tegap dan wajah penuh emosi terlihat sangat menakutkan.

Stella yang memang sudah menunggu kepulangan Xander sedikit terkejut mendengar suara itu. Ia buru-buru bangkit untuk melihat apa yang terjadi, namun ternyata Xander sudah lebih dulu sampai di ruang tengah.

"Xander, kau sudah pulang? Ada apa?" tanya Stella dengan suara lembutnya.

"Hentikan sandiwaramu itu!" teriak Xander menarik tangan Stella dengan kasar dan mencengkram nya dengan sangat kuat.

"Akh! Apalagi salahku Xander?" ucap Stella meringis kesakitan, tak mengerti kenapa Xander bisa semarah ini padanya.

"Kau masih bertanya apa salahmu? Apa kau lupa kau sudah menghancurkan hidupku dan membuat aku berpisah dengan wanita yang aku cintai?" bentak Xander tak bisa lagi berbicara pelan, suaranya menggelegar di malam sepi itu.

"Aku tidak salah, aku juga tidak pernah tahu akan seperti ini," kata Stella menahan rasa sakit di tangannya.

"Omong kosong! Kau wanita licik yang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginanmu! Oh, bukan hanya itu saja, kau juga wanita yang sudah mencelakai Mamaku!" ucap Xander kali ini emosinya semakin tak terkendali, ia segera mendorong Stella hingga wanita itu jatuh ke lantai.

"Mencelakai? Apa maksudmu?" tanya Stella tak mengerti dengan ucapan Xander.

Xander tersenyum sinis, ia berjongkok dan mencengkram dagu Stella. "Kau masih berpura-pura lupa? 8 bulan yang lalu kau sudah menabrak ibuku dan meninggalkannya begitu saja," kata Xander menahan giginya yang gemeltuk karena amarah.

Mata Stella membulat sempurna, 8 bulan yang lalu? Dia ingat kejadian itu, tapi saat itu dia bukan yang menyetir mobilnya, melainkan Joana.

"Xander aku …"

"Diam! Aku tidak mau mendengar apapun dari mulut kotormu! Sekarang ayo ikut aku," bentak Xander menarik tangan Stella hingga wanita itu berdiri.

Xander menyeret Stella untuk keluar dari unit Apartemennya.

"Malam ini kau tidak boleh tidur di rumah, kau harus tetap disini," kata Xander menghempaskan tangan Stella.

"Aku tidak mau Xander," tolak Stella takut jika harus tidur di luar Apartemen itu, apalagi ini malam hari, bisa saja ada yang akan bertindak jahat padanya.

"Kau takut sekarang? Jangan coba-coba masuk kedalam rumah sebelum aku mengizinkanmu masuk, kalau kau berani melangkahkan kakimu sedikit saja tanpa sepengetahuanku? Aku akan melakukan yang lebih dari ini!" ucap Xander datar tanpa perasaan, pun sorot mata dingin yang menikam jantung Stella.

"Xander, jangan tinggalkan aku, aku takut," ucap Stella benar-benar sangat takut, ia ingin masuk kedalam rumah tapi Xander malah kembali mendorongnya.

"Ingat perkataanku, jika kau melawanku, aku bisa melakukan yang lebih dari ini," ucap Xander sengaja bersikap kejam agar wanita di depannya ini sadar kalau tak akan ada tempat sedikitpun di hatinya. Apalagi Stella juga sudah menyebabkan orang tuanya terluka dulu.

Stella menggigit bibirnya, ia menatap pintu Apartemen dengan perasaan tercabik. Apalagi ini? Kenapa Tuhan memberinya cobaan seberat ini? Siapa yang sudah mengatakan kepada Xander kalau dia yang sudah menabrak Mamanya, semua itu sama sekali tidak benar. Stella tak bisa melakukan apapun, menjelaskan kepada Xander pun tak akan ada gunanya karena hati pria itu sudah tertutup oleh amarah dan dendam.

Malam itu Xander benar-benar membiarkan Stella tidur di luar, tak peduli wanita itu kedinginan atau bagaimana. Bagi Xander hukuman itu sangat pantas Stella dapatkan.

*****

Hari berganti dengan cepat, tak ada hal yang menjadi hal baru dalam hidup Stella. Kehidupannya masih sama seperti sebelum-sebelumnya yang penuh derita dan tangisan. Namun, pagi ini Stella tak ingin membuang air matanya hanya untuk menangisi suaminya.

Hari ini adalah hari ulang tahun Ibu Panti Asuhan. Stella ingin memberikan kejutan kepada wanita yang dulu sudah merawatnya dengan penuh kasih itu. Sebelum berangkat kesana, Stella menyempatkan memasak untuk suaminya meskipun pria itu tidak mau memakannya.

"Apa Xander belum bangun jam segini?" batin Stella melirik jam yang menunjukkan pukul 8 pagi, tapi belum ada tanda-tanda suaminya itu bangun.

Daripada menerka-nerka, akhirnya Stella memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Xander. Ia mulai khawatir karena Xander itu tak pernah bangun sesiang ini.

"Xander..." ucap Stella seraya mengetuk pintu, namun tak ada jawaban.

Hingga beberapa kali mengetuk, Stella tak mendapatkan jawaban apapun. Ia semakin cemas dan langsung saja membuka pintu kamar pria itu lalu masuk kedalam. Ini pertama kalinya Stella masuk kedalam kamar suaminya setelah mereka menikah, karena memang kamar mereka terpisah.

Xander hanya akan datang ke kamarnya jika menginginkan Stella, jika sudah selesai pria itu akan kembali ke kamarnya.

"Xander..." panggil Stella lagi, ia melihat suaminya itu masih bergelung dalam selimut tebalnya.

"Xander..." Panggilnya lagi tak ada respon apapun.

Stella mencoba menyentuh bahu suaminya bermaksud membangunkan pria itu, namun dia malah dibuat kaget saat merasakan tubuh suaminya yang panas. Untuk memastikan sekali lagi, Stella menyentuh dahi Xander yang benar-benar panas.

"Xander, kamu sakit?" ucap Stella cemas saat merasakan suhu badan Xander yang sangat panas itu.

"Badan kamu panas banget, aku kompres dulu" ucap Stella buru-buru ingin pergi tapi tiba-tiba saja Xander malah menarik tangannya.

"Jangan pergi..." ucap Xander membuka sedikit matanya, suaranya terdengar sangat lemah.

"Aku hanya mengambil kompres, sebentar ya.." ucap Stella melepaskan tangan suaminya dengan lembut.

Stella bergerak cepat untuk mengambil es batu dan handuk kecil. Ia juga membuatkan bubur untuk Xander sarapan. Tak lupa, Stella membawakan obat penurun panas untuk Xander.

"Xander....Bangun dulu," ucap Stella mendudukkan tubuhnya di samping pria itu.

Xander hanya bergeming, hanya sesekali terdengar gerahamnya yang gemeletuk karena menggigil. Stella langsung tau tugasnya, ia langsung mengompres dahi Xander, berharap akan mengurangi hawa panas itu.

Stella lalu ingat dengan bubur yang dibuatnya, Xander harus makan biar bisa minum obat penurun panasnya.

"Xander, bangun..." ucap Stella lagi, kali ini mengguncang bahu Xander dengan keras hingga membuat pria itu bangun.

"Maaf aku membangunkan mu, kau harus makan agar bisa minum obat," kata Stella takut saat bertatapan langsung dengan Xander.

"Jangan sok perduli" kata Xander ketus, ia malah membuang kompresan yang diberikan Stella di dahinya.

"Kamu itu sakit, jadi harus makan Xander" kata Stella sekali lagi membujuk pria itu.

"Apa kau tidak tau perkataan manusia? Aku bilang jangan sok perduli" ucap Xander memutar tubuhnya hingga membelakangi Stella.

Stella menghela nafasnya, rasanya lelah sekali jika setiap hari harus berdebat dengan suaminya ini. Stella lalu meletakkan bubur itu di nakas, ia kembali mengambil handuk yang dibuang oleh Xander.

"Baiklah, jika kau tidak mau makan tidak apa-apa. Tapi tolong jangan membuang ini, kau itu sedang sakit, jadi harus aku kompres dulu" kata Stella kembali menempelkan handuk itu di dahi Xander.

"Kau!"

"Aku tau kau membenciku. Tapi kali ini saja tolong dengarkan aku. Kau harus aku kompres biar sembuh, nanti jika kau sembuh kau boleh memarahiku lagi" ucap Stella langsung menyela sebelum Xander menyelesaikan ucapannya.

Kini giliran Xander yang terdiam menatap Stella yang telaten mengompres dirinya. Entah kenapa hatinya selalu terusik jika melihat mata Stella. Tapi kembali lagi, saat hatinya ingin luluh, ia kembali ingat apa yang terjadi pada dirinya.

"Apa kau tidak lelah bertingkah sok baik di depanku? Apa kau pikir dengan wajah sok polosmu itu kau bisa menggodaku?" kata Xander tersenyum sinis.

"Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Mungkin itu hanya ada dalam pikiranmu," kata Stella tak ingin meladeni perkataan pedas suaminya. Semua yang dilakukannya ini tulus dari dalam hatinya.

Xander tak menyahut, sudah terlalu muak dengan wajah sok polos Stella yang selalu ditunjukannya. Ia memilih memejamkan matanya daripada melihat wajah Stella.

Stella dengan telaten mengompres dahi Xander, ia bahkan rela duduk hampir dua jam untuk memastikan demam Xander benar-benar turun.

"Syukurlah, akhirnya turun juga demamnya" ucap Stella lega saat mengecek suhu badan Xander sudah turun.

Stella membersihkan semua alat-alatnya, ia sudah terlambat untuk datang ke Panti Asuhan, jadi ia harus secepatnya pergi kesana. Sebelum pergi, Stella menyempatkan dirinya untuk memandang wajah Xander yang tertidur damai seperti malaikat.

Ini adalah pertama kalinya Stella melihat wajah suaminya dari jarak dekat dan tanpa luapan emosi. Tanpa sadar tangan Stella terulur untuk menyentuh pipi Xander yang terasa sangat lembut. Xander itu tampan, sangat tampan, banyak wanita yang bermimpi akan menjadi istrinya dan memiliki hatinya, termasuk Stella.

Namun saat tau Xander adalah kekasih Kakaknya, Stella sudah mencoba merelakan pria ini untuk Kakaknya. Tapi sekarang, Xander adalah suaminya, jadi dia yang paling berhak padanya kan?

"Apa aku bisa menggantikan dia dihatimu?" batin Stella menatap lekat wajah Xander. Lalu secara impulsif, Stella mendekatkan dirinya dan mencium lembut dahi suaminya.

"Cepat sembuh..." Ucap Stella mengelus pipi Xander.

Xander kembali membuka matanya, namun ia masih terlihat mengantuk. "Terima kasih...." ucap Xander lirih seraya mengulas senyumnya yang membuat Stella kaget.

"Aku mencintaimu.... Joana..." ucap Xander lagi lalu kembali memejamkan matanya.

Stella mengigit bibirnya merasa hatinya sakit sekali saat Xander justru menyebut nama Kakaknya. Padahal dia yang ada disana menemaninya sejak tadi, namun kenapa harus menyebut nama wanita lain?

Stella segera keluar dari kamar Xander, ia tak ingin terus mengharu biru dengan keadaan ini. Saat ini hidupnya terus berjalan dan ia tak ingin terus berkubang dengan keadaan yang membuat hatinya kembali nyeri.

Happy Reading.

Tbc.

Jangan lupa like dan komen ya bestie...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!