NovelToon NovelToon

Pernikahan Usia Muda

01 : PUM , Ovin & Franz

...Pernikahan Usia Muda...

SMA Clarylt, dengan seragam hitam dan bawahan berwarna cream, semua siswanya bisa sekolah dan mendapat Fasilitas asrama yang juga sudah disediakan sekolah.

Franz seorang konglomerat generasi ke 4 adalah pria idaman bagi semua wanita, tidak ada yang tidak bisa dia lakukan dengan uangnya.

Itu adalah nama aslinya jika tidak menggunakan nama belakangnya yang merupakan keturunan dari keluarga terpandang dengan marga Eshter.

Hanya saja setiap harinya ia selalu pergi dengan wanita.

Setiap jam pulang dia akan pergi kemanapun yang dia mau sebagai penghibur diri bersama wanita cantik. Setelah urusannya selesai, tengah malam dia baru pulang kerumah dan disambut dengan makanan yang sudah tersedia di meja makan.

'Padahal aku sudah bilang untuk jangan masak. Apa dia tidak mengerti juga?' Pikir Franz, lalu kemudian berteriak keras. "Ovin! sudah aku katakan jangan masak untukku! Aku tidak akan memakannya dan tidak akan pernah aku sentuh!" seru Franz.

".........." Namun tidak ada sahutan sama sekali dari si empu.

Di tengah malam Franz biasanya menemukan Ovin masih begadang dan belum tidur. 

Tapi tidak dengan hari ini.

Jadi dia merasa aneh dengan suasana yang biasanya ada menjadi tidak ada.

Franz mencoba mencari keberadaan anak itu dimana, dan ternyata rupanya ada di dalam kamar. 

"Tidak biasanya jam segini tidur, sudahlah aku juga sudah lelah." Gumam Franz sambil menutup kembali pintu kamar yang ditempati Ovin.

____________

Di pagi itu seperti biasanya sarapan pagi sudah tertata rapi di atas meja makan, sedangkan orang yang memasaknya sudah menghilang dari rumah tanpa meninggalkan jejak kecuali sarapan itu sendiri.

Ovin sudah berangkat ke sekolah terlebih dahulu.

Oktavin yang biasa di panggil Ovin adalah murid kelas tiga SMA, alias murid pindahan yang belum lama pindah ke SMA Clarity.

Dan tentu saja ada alasan dibalik kepindahannya yang cukup mendadak, sebab Ovin masuk di semester kedua persis.

"Pagi sekali kamu? Apa kamu berangkat sendirian?" Tanya pak satpam, tepat sesaat satpam ini membuka pintu gerbang.

"Iya, sudah biasa." jawab Ovin. 'Dan harus terbiasa.' Antara ucapan dan hatinya benar-benar bertolak belakang.

Bisa di bilang di sekolahnya yang baru, hanya ada 3 orang yang selalu baik padanya. Satpam, petugas penjaga perpus, dan ibu kantin.

Bisa dihitung dengan jari, karena selain mereka bertiga adalah orang yang tidak peduli atau sebagiannya adalah orang yang penuh dengan kedengkian. 

Di sekolah, 85% siswa perempuan adalah penggemar berat Franz, dimanapun dia berada maka disitulah fans fanatiknya mengerumuninya.

Bunga sekolah disini adalah Bella, terkenal cantik, baik, anggun, dan penuh dengan kharisma, auranya saja sudah mengatakan

'Terima kasih sudah menjadi temanku.'

Tapi di balik kecantikan dan lemah lembutnya pasti ada satu hal yang jarang orang lain bisa menebaknya apa itu.

'Apa aku pengguna indera ke 6? Aku bisa merasakan aura mereka yang sangat berbeda-beda.' Membuat candaan pada dirinya sendiri yang penuh kesepian akan orang yang selalu memusuhinya. "Hah...sudahlah, aku tidak tertarik dengan semacam itu." Gumam Alinda.

Satu bulan sejak kepindahannya, berbagai macam masalah selalu mendatanginya, dari meja yang dicoret-coret dengan spidol atau pulpen, laci mejanya yang sudah ditemui sebagai tempat sampah, karena disertai sampah juga, serta locker pribadi yang pastinya juga ada orang iseng yang mencoba membuatnya berantakan.

Dan kali ini adalah yang lebih parah dari sebelumnya.

"Kaos kaki bau yang sengaja ditaruh di dalam Locker ku." Gerutu Ovin, melihat bagaimana kotornya Locker pribadinya, seperti tidak pernah dibuka selama berabad-abad karena didalamnya ada barang sampah, yang cukup membuat orang yang melintas langsung ingin muntah.

"Hahaha.....orang miskin ya tetap miskin. Sampai kaos kaki bau saja tetap di simpan di Locker sendiri. Ah~ baunya sampai kesini, cepat kita pergi sebelum baunya menular ke kita."

"Bener juga, kita pergi. Aku sudah tidak kuat dengan aromanya."

Orang yang berlalu lalang lantas menutup hidungnya sendiri dan sengaja menghindari asal dimana bau itu, sekalipun ada orangnya.

"Huek...." Ovin sedikit mual dengan bau itu sendiri dan segeralah ia menarik nafas sedalam-dalamnya dan langsung membuka kembali pintu locker dan membuang sampah yang ada, membersihkannya, dan memberinya penyegar yaitu parfum yang wanginya kalem. "Hahh..." menghela nafas dengan panjang, setelah berhasil mengatasi masalahnya sendiri dengan cukup cepat.

"Mau kau siram dirimu dengan minyak wangi sebanyak satu tong, kau tetap saja akan jadi sosok paling hina disini." Datanglah murid perempuan lainnya.

"Kalau aku hina dan miskin memangnya kenapa? Bukankah kalian disini hanya untuk belajar? Kenapa masih bisa meladeni orang sepertiku?" Sahut Ovin pada perempuan yang datang-datang langsung menghinanya.

"Kau!" Amarah yang tidak tertahan lagi sebab Ovin yang biasanya diam itu saat ini tiba-tiba bisa membaals ucapannya, perempuan ini langsung memerintahkan kedua teman dibelakangya untuk membuat pelajaran kepada Ovin.

Kedua orang itu mengangguk dan berjalan menghampiri Ovin, setelah itu bunyi keras langsung terjadi.

BRAKK...!

Tubuh Ovin didorong keras sehingga menghantam lemari locker yang ada di depannya. Setelah itu rambutnya pun di jambak ke belakang

Dengan kedua tangan sudah di tahan oleh salah satu dari mereka dan tubuhnya jadi tertahan untuk menempel di locker serta rambut yang terjambak, Ovin pun saat ini benar-benar sudah tidak bisa berkutik lagi.

"Dengar...aku paling benci jika ada orang yang berani menjawab ucapanku. Dan kau...bukannya duduk dim tenang di sekolah lamamu yang miskin itu, kenapa kau tiba-tiba masuk di sekolah elit seperti ini? Secara tidak langsung kau sudah mencoreng namaku tahu!" Teriak perempuan ini kepada Ovin yang lagi-lagi menjadi bahan sasaran mereka.

"Kenapa begitu? Memangnya ini sekolahmu?" Tanya balik Ovin dengan senyuman mencibir,

"Padahal sekolah milik pamanmu kan? Kenapa jadi kau yang marah?"

SRET.

Dia adalah Merlil, keponakan dari pemilik sekolah Clarylt. Saat pertama kali mendengar ada seorang murid pindahan, Merli langsung tancap gas untuk mencari informasi akan latar belakang yang dimiliki oleh Ovin.

Jika dia berasal dari keluarga kaya, maka Merli tidak akan melakukan apapun, tapi karena dari keluarga miskin, maka itu menjadi awal berkibarnya perang diantara mereka.

Apa alasannya?

Merli adalah orang yang menuntut kesempurnaan, memperlihatkan bahwa yang memiliki jabatan tinggi akan selalu memiliki kekuasaan dalam segala hal. Memimpin sekaligus keberadaan yang mendominasi diantara semua orang.

Tapi Ovin?

Dia berasal dari sebuah desa, dan secara tiba-tiba mendapatkan surat rekomendasi dari kepala sekolah untuk pindah ke SMA Clarylt.

'Dia bahkan sudah tidak punya orang tua, untuk apa dia sekolah disini? Memangnya dia bisa membayar semua fasilitas disini?'

_______

Di sisi lain, seorang pria muda yang sebenarnya tinggal seatap dengan Ovin, mulai memperhatikannya dalam diam.

'Apa anak ini suka dibully terus?' Pikir Franz. 

"Ayo! Kita ke lapangan basket." Ajak salah satu teman sekelas Franz. Kebetulan karena jam olahraga nya kosong, maka diisi dengan berlatih main basket. "Ayo...tunggu apa lagi?" Menarik paksa lengan Franz karena masih saja berdiri mematung.

Franz dengan menurutnya pergi ke lapangan basket.

Dan tentu saja para penggemarnya di lapangan basket sudah lebih dahulu hadir.

Mereka sengaja menjadi penonton karena disitulah idolanya berada.

Semua orang bersorak sorai melihat tontonan yang menarik peminat kalangan kaum hawa.

"Ahhhh....Franz! Semangat!"

"Jordy! Jangan kalah!"

"Wahhh....Mereka keren banget."

"Iya, untung kita bisa nonton latihan mereka."

"Ahh...bagaimana bisa ada pria-pria tampan di sekolah kita. Daya tarik mereka sangat kuat." Seorang wanita mengeluh bahagia, bisa menonton pertandingan yang sangat dinantikan oleh banyak wanita.

Tim Franz yang baru masuk, dengan daya tarik mereka yang kuat itu, sukses  membuat satu gedung heboh.

"KYAAA! Lihat mereka, hanya berjalan kaki aura mereka sangat menyentuh hatiku."

"Ah....Jordy, tidak menyangka, dia tersenyum ke arah kita semua."

"Iya yah.....jangan-jangan nanti aku tidak bisa tidur."

"Sama nih, kebayang senyuman manis mereka."

Banyak pujian yang diterima dari tim basket yang dipimpin Franz. Nama yang tentu sudah tidak asing lagi bagi mereka semua.

_________

Sedangkan apa yang sekarang sedang Ovin lakukan ketika pangeran sekolah yang banyak di idam-idamkan oleh kaum perempuan satu sekolah sedang menonton basket?

Dia hanya berdiri di dekat jendela sambil menatap kelereng berwarna merah Ruby. 

Itu kelereng kesukaannya yang memang dari kecil sudah ia miliki.

Dengan mengangkatnya ke atas, matahari yang terang lantas menembus kelereng merah Ruby itu sendiri, menjadi pemandangan yang cukup cantik.

"Haha...kelereng? Apa kau anak kecil yang masih bermain kereng? Tapi kelihatan cantik, bolehkah aku meminjamnya sebentar?" Langsung merebut dari tangan si pemilik tanpa basa-basi lagi.

"Jangan." Ovin mencoba merebut kembali kelereng miliknya, namun tidak bisa.

"Khawatir sekali, nanti aku juga akan mengembalikannya." Padahal niat sebenarnya sengaja untuk mempermainkan Ovin.

Dia mana mungkin mengembalikan barang milik Ovin.

"Berikan itu, aku tidak bisa meminjam barangku padamu.“ Ucap Ovin dengan tegas.

"Jangan pelit dong." Merli sedikit geram dengan ucapannya Ovin yang terdengar melarang keras.

"Kembalikan." Ovin segera merebutnya dari tangan Merli, tapi dengan sengaja Merli malah menjatuhkannya ke luar jendela.

"Yah....tanganku licin, jadi jatuh deh." Ucap Merli tanpa merasa bersalah sedikitpun, lalu setelah itu ditinggal pergi begitu saja.

Tanpa bisa memarahinya karena ujung-ujungnya akan menambah panjang masalah sepele itu, Ovin segera turun ke lantai satu dan pergi ke tempat dimana ia terakhir kali melihat kelereng itu dijatuhkan oleh Merli.

'Dasar, dia pasti lebih senang menikmati penderitaan orang lain.' Helaan nafas panjang untuk kesekian kalinya Ovin lakukan. Setelah itu dia mulai mencari barang kesayangannya itu.

Setidaknya hanya perlu 10 menit akhirnya dia dapat menjumpai barangnya kembali sebelum akhirnya bel masuk ke pelajaran berikutnya sudah berdering.

_____________________

"Bagaimana? Apa ini bagus?"

"Bagus, semua yang kamu pakai pasti terlihat bagus. Belilah sesukamu, jangan khawatir tentang harganya." Kini untuk kesekian kalinya, kesekian kali yang tidak dapat dihitung lagi dengan tangan dan tidak dapat dihitung sampai puluhan.

Franz pergi ke mall bersama teman wanita dari sekolah lain, entah bagaimana bisa mendapatkan wanita lain, semuanya tetaplah mudah bagi Franz.

Tiap minggu Franz bisa ganti pasangan bagai baju sekali pakai. Tapi walau playboy, tetap banyak yang menginginkan bisa berada disisinya.

Walaupun harus berpacaran sehari saja atau sejam pun sudah cukup karena tidak dapat mendapatkan kesempatan bagus seperti itu.

"Franz, apa kamu tidak mau membelikan hadiah untuk si bunga sekolah?“ Tanya wanita ini kepada Franz yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

"Maksudmu Bella?" Tanya Franz dengan salah satu alis terangkat.

"Yah aku tahu, walaupun kita hanya sebatas pasangan sementara, tapi tidak dipungkiri kalau kamu memang lebih cocok dengan si Bella itu." Tutur wanita ini dengan sedikit malu-malu, karena dia sadar dengan posisinya sendiri.

"Yah....akan aku pikirkan nanti, apa kau sudah memilih apa yang kamu suka?" Franz bangkit dari sofa dan melihat semua baju yang ada di lengan si Reni.

Reni membalas dengan anggukan kecil, lalu sepasang matanya tidak sengaja melihat pemandangan menakjubkan.

"Eh...Franz coba lihat, mereka berdua tidak tahu malu. Bisa-bisanya bertingkah seperti anak kecil ingin digendong, mereka berdua seperti sepasang kekasih, tapi seragam perempuan itu berasal dari sekolah yang sama denganmu, apa kamu mengenalnya?“ Wanita ini menunjuk ke arah depan toko.

Seorang perempuan yang masih memakai seragam sekolah adalah perempuan yang cukup familiar bagi Franz.

Tapi perempuan tersebut saat ini sedang digendong oleh seorang pria. Siapa pria itu, Franz sama sekali tidak mengenalnya.

Karena itu, Franz sukses dibuat penasaran pada perempuan yang notabene nya itu sekarang sudah memiliki ikatan dengannya.

'Ovin? Siapa pria yang menggendongnya?' Franz tidak tahu apa hubungan dari Ovin dengan pria yang sedang menggendongnya, tapi pemuda yang menggendong itu cukup tinggi dan terlihat dewasa. "Dia murid pindahan di kelas 3-D." Jawab Franz sedikit ketus, karena merasa tidak suka melihat perempuan itu digendong oleh pria lain.

"Ooh...., seandainya aku juga bisa seperti itu. Apa kamu mau menggendongku juga?" Tanya Reni sedikit bercanda dengan Franz.

"Ooh....apa sebagai gantinya bayar sendiri saja semua baju yang kamu ambil." Ancam Franz dengan senyuman sinisnya.

"Ah...tidak..tidak, aku hanya bercanda. Setelah ini kita kemana lagi?" mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Restoran."

Franz akhirnya mencoba mengalihkan pikirannya, dan melanjutkan aktivitasnya sendiri tanpa perlu dibebani dengan khayalan tidak berguna nya.

02 : PUM, Kemarahan Franz

"Ughh......berat sekali orang ini? Hei Franz benar ini rumahmu?" Tanya Sean yang merupakan teman sekelas Franz.

Saat ini Sean sedang memapah orang yang tengah mabuk berat.

Siapa lagi kalau bukan Franz.

"Hmm?" Yang ditanyai membuka matanya sekejap dan mengangguk iya sebelum kembali menutup matanya.

Setelah itu dia merogoh sakunya dan memberikan kunci rumah pada Sean agar bisa membukanya.

"Kenapa kau bisa mabuk seperti ini? Tidak seperti biasanya saja." Sean kembali mengatur posisinya lagi agar bisa dengan cepat membawa orang mabuk di sebelahnya itu masuk ke dalam rumah dan istirahat.

CKLEK.........

Setelah berhasil dibuka, Sean masih setia memapah Franz sampai ke kamarnya.

"Kamarmu di sebelah mana?" Tanya Sean, karena tidak pernah sekalipun masuk ke dalam rumah Franz.

"Hmm? Sana-sana." Franz menunjuk ke satu kamar yang letaknya di lantai satu.

Sean mengikuti arahan dari Franz. 

Setelah berada di depan pintu persis, Sean kembali membuka pintu.

Dalam kondisi kamar yang masih belum menyala, Sean dengan segera langsung melempar anak yang sedang mabuk itu ke atas kasur, setelah itu Sean langsung keluar dari kamar Franz dan segera pulang kerumah nya sendiri.

10 menit kemudian.

Satu pintu terbuka dengan lebar dan menampakkan Ovin yang baru saja selesai mandi.

Tapi Ovin langsung mengernyitkan matanya saat mencium aroma alkohol yang cukup kuat, sudah mengisi kamarnya.

Karena dalam kondisi gelap, Ovin pun langsung menjentikkan kedua jarinya dan lampu kamar langsung menyala secara otomatis.

Jadi sekarang terlihatlah ada satu orang yang sedang terbaring dalam keadaan terlentang di atas kasur dengan sepatu masih berada di kakinya.

"Berapa banyak yang dia minum?" Gumam Ovin setelah menemukan pelaku dari seluruh aroma yang sudah menyerbak di dalam kamarnya.

"Ehmm...huek."

Perempatan siku mulai muncul di keningnya, aroma alkohol bercampur dengan aroma muntahan yang sangat tidak mengenakkan, dan apatah lagi muntahannya selain mengotori bajunya sendiri juga mengotori sprei membuat Ovin langsung memasang wajah horornya.

Itu sebenarnya adalah kamarnya Ovin.

Tapi karena Franz sedang terpengaruh alkohol, dia pun tidak menyadari bahwa kamar yang sedang Franz tempati adalah milik wanita yang sebenarnya Franz benci itu.

Benci?

Memangnya apa yang dibenci oleh tuan muda Franz ini kepadanya?

Yaitu suatu hubungan yang harusnya belum mereka berdua jalin. Dan mereka berdua terpaksa masuk dalam hubungan yang membuat mereka bisa melakukan apapun tanpa khawatir hukum.

Terdengar menyenangkan.

Yah~

Bagi Ovin sendiri hal itu sangatlah menyenangkan dan membahagiakan, sebab Franz sudah menjadi miliknya secara utuh.

"Mau dilihat seberapa lama pun, aku tidak akan pernah bosan melihat wajahnya itu." Lirih Ovin, dia kembali ke dalam kamar mandi untuk mengambil baskom dan handuk basah, setelah itu dia keluar dan berjalan mendekati pria remaja yang saat ini tertidur pulas di atas kasurnya.

Ovin pun naik ke atas tempat tidur.

Dia tatap wajah Franz yang terlihat begitu tersiksa. 'Aku tidak masalah jika kau membenciku dan mau menganggapku sebagai apa. Karena bisa memilikimu sudah jadi kesenanganku sendiri. Walaupun, kau pasti melupakan masa kecilmu.'

Dengan wajah penuh perhatian, Ovin membuka seluruh pakaian yang dipakai oleh Franz.

".........." Ovin tersenyum sinis, karena pada akhirnya semua perempuan di sekolah tidak akan pernah melihat apa yang saat ini Ovin lihat.

Suatu pemandangan yang cukup menakjubkan untuk laki-laki yang akan menginjak usia 18 itu, ternyata sudah memiliki tubuh yang bagus.

Karena olahraga bermain basket? Sudah pasti itu adalah salah satu alasannya.

Karena itu, Ovin tidak bisa menyia-nyiakan tubuh telanjang itu.

Setelah Ovin menarik semua pakaian, bahkan sprei yang kotor itu dan selepas sudah membersihkan tubuh Franz dengan handuk basah itu, Ovin yang saat ini memang baru saja selesai mandi itu pun memutuskan melepaskan handuk kimononya.

SRUK.

Tidak ada apapun dibalik handuk kimono yang dia pakai kecuali tubuhnya yang masih menyisakan aroma sabun sebab dia baru saja mandi berendam.

"Franz," Panggil Ovin dengan cukup lirih. Tatapan matanya terus terfokus pada pria di depannya. Setelah itu dia pun membungkuk dan berakhir dengan tidur bersamanya dalam posisi telanjang. 'Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Franz.'

Dia pun meletakkan kepalanya di atas dada bidang Franz dan mencoba merasakan sensasi mendengarkan melodi daei detak jantubg Franz yang bagi Ovin sendiri sangatlah menarik.

_________

Keesokan harinya.

Franz yang sedari semalam tertidur akibat mabuknya, sekarang akhirnya bisa menunjukkan sepasang matanya yang kelihatan banget orang yang masih ingin melanjutkan tidur, namun alarm sudah menjadi tanda kalau hari sudah pagi.

"Apa yang terjadi semalam? Kenapa aku bisa sudah ada di rumah?" Franz mencoba mengingat-ingat serpihan memori tadi malam.

Franz segera duduk dan membuka selimutnya, pakaian, celana semuanya sudah diganti dengan baju piyama.

Dalang yang membuat Franz terkejut setengah mati adalah nama yang langsung Franz teriakan.

" OVIN! " Teriak Franz.

" Hmm! "

SRUK......SRUK.....SRUK.....SRUK....

Suaranya berasal dari kamar mandi, Franz segera bangkit dari kasur dan berjalan cepat ke arah kamar mandi.

Dengan cepat, Franz langsung membuka pintu kamar mandi tersebut dengan keras.

BRAK......

" APA KAMU YANG MENG-.. " Franz yang belum sempat menuntaskan ayatnya, kedua kakinya kehilangan kendali dan tidak seimbang setelah menginjakkan lantai keramik kamar mandi yang lumayan licin. 

Franz menutup matanya karena mengira akan terjatuh.

Tapi meskipun Franz memang terjatuh kebelakang, hanya saja kepala Franz sempat diselamatkan oleh satu tangan milik Ovin.

Dia segera menangkap kepala Franz sebelum benar-benar membentur lantai karena kebetulan Ovin sendiri sedang jongkok di samping.

" Ada apa? " Ovin bertanya balik dengan ramah.

" Apa kau yang mengganti pakaianku semalam? " Franz bertanya kepada Ovin langsung ke intinya.

Ovin meletakkan kepala Franz ke lantai dengan pelan lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.

SRUK.....SRUK......SRUK.....

Kegiatan yang sedang dilakukannya adalah menyikat kamar mandi sekaligus membersihkan semua bagian yang ada.

Selagi melakukan pembersihan di kamar mandinya, Ovin segera menjawab. " Muntah di tempat tidur adalah hal yang menjijikan, dan bajumu juga kotor, jadi apa masalahnya? " Jawab Ovin selagi menyikat lantai.

Franz langsung mencengkram salah satu kaki Ovin dan segera menariknya sehingga ia terjatuh ke lantai.

" Apa masalahnya? tentu jadi masalah buatku. Apa kau ingin mengambil kesempatan di saat aku tidak sadar?! " Dengan lantangnya Franz marah pada satu orang di bawahnya. " Apa yang semalam kau lakukan padaku!, jawab!, atau iih..! “

Franz merubah reaksi wajahnya yang marah dengan reaksi wajah yang jijik.

Jengah dengan ocehan panjang yang akan dibuat Franz, Ovin dengan sengaja menyodorkan tepat ke wajah Franz sikat kloset yang tadi di dapatinya.

Jadi dalam seketika Franz terdiam dan mulai menyingkir dari atasnya.

" Cukup, tidak ada hal lain selain menggantikanmu baju. Jika memang keberatan, lain kali aku tidak akan melakukannya lagi, bahkan meskipun kau muntah di tempat tidurku, maka aku akan menggulung tubuhmu dengan sprei. 

Hanya saja dari kalimatmu barusan, justru sepertinya kamu yang berharap ji- " Ovin langsung menggantungkan kalimatnya setelah lehernya tiba-tiba di cengkram.

GREPP.... 

Franz mencengkram leher ovin dengan kasar dan menepis sikat kloset itu sehingga terlepas dari tangan Ovin.

" Berhenti bicara, aku muak melihatmu disini. Bertingkah seperti orang bodoh sangatlah menjijikan. " Franz akhirnya mencaci Ovin tepat di depannya langsung.

Semuanya menjadi diam.

Air yang mengisi bak mandi perlahan mulai penuh dan meluap sehingga lantai yang tadinya tengah di sikat dengan pembersih, perlahan mulai menghilang dan mengalir ke lubang pembuangan.

Namun di saat yang sama pakaian Ovin juga sudah mulai basah semua karena air yang mengalir itu.

Di satu sisi cengkraman tangan Franz lebih erat. " Apapun yang kau lakukan aku selalu membiarkannya, tapi sampai menyentuh dan menggantikan bajuku, tingkahmu semakin kelewatan. " Ucap Franz dengan terus mengancamnya.

" Uhuk, uhuk. " Ovin mulai mengerang kesakitan, kedua tangannya ia tempatkan di satu tangan Franz yang masih saja mencekik lehernya. “ Apa...kau..ma..uhuk...membunuhku? "

" Tidak, aku hanya ingin menghukummu dengan cara seperti ini. " Sela Franz dengan cepat.

" Uhuk....uhuk..uhuk. " Alinda semakin terbatuk.

" Perempuan rendahan seharusnya tidak usah disini. "

" Baiklah " Ujar Ovin.

".............."

" Aku...... akan pergi dari sini...huk ....uhuk. " Jawab Ovin.

Seketika cengkraman Franz melemah dan akhirnya melepaskannya juga.

" Baguslah kalau begitu. Kalau bisa jangan pernah menginjakkan kaki disini lagi. “ Kata Franz memperingatkan.

" Uhuk...uhuk......., baik-baik. " Ovin mengusap lehernya yang sakit, kemudian dilanjutkan untuk berdiri dan memunggungi Franz.

Jari-jarinya kini memegang kancing baju dan berkata.

" Setidaknya kau keluar dari sini. "

“.................... “ Franz hanya menjeling Ovin yang terlihat sedang mencengkram bajunya sendiri.

Tidak ada hal yang menarik lagi bagi Franz, dia memutuskan untuk pergi dari sana karena tidak tahan dengan keberadaan Ovin.

____________

Keinginan untuk bersama seseorang selalu timbul jika sudah menemukan apa arti dari hati yang kesepian.

" Ka...kakak? Apa kakak tahu dimana letak perpustakaan? "

Yang dipanggil kakak menoleh ke belakang, ternyata adik kelas lah yang tadi memanggilnya.

" Apa kamu siswa baru? " Tanya Ovin dengan tatapan menyelidik.

" I...iya, saya belum hafal semua denah sekolah ini, jadi bisakah kakak menunjukkan arahnya? "

" Kebetulan aku memang ingin ke sana. " Ovin menutup bukunya dan menurunkan kakinya yang tadinya ia luruskan ke satu kursi taman yang sedang didudukinya.

Kemudian ia berdiri dan memimpin jalan dari adik kelas. Jalan dan berjalan, kedua orang itu berjalan tanpa ada pembicaraan apapun, hingga sang adik kelas lah yang memulai pembicaraannya terlebih dahulu.

" Apa kakak juga baru pindah ke sini? " Tanyanya.

" Ya. "

" Apa....kakak tidak apa-apa, sebab selama ini saya melihat kakak sering di bully. "

Ovin menoleh ke samping kanan dan memberikan jawabannya.

" Demi mencari kesenangan, mereka bersikap kekanakkan. Asal masih hidup sudah lebih dari cukup, tapi ada saatnya nanti mereka menderita, maka aku akan melihatnya dengan perasaan senang. "

" Hahaha......, ngomong-ngomong aku Lutvi dari kelas 1-D, nama kakak siapa? " Tanya Lutvi.

" Panggil saja Ovin, kita sudah sampai. " Kembali menatap ke depan dimana pintu yang merupakan ruang perpustakaan sudah ada di depan mata.

Kedua orang itu masuk bergiliran dan di sambut satu orang yang sama-sama memakai kacamata seperti dirinya, yaitu sang petugas perpustakaan.

" Ovin, kamu datang? Siapa yang ada di belakangmu? " Tanya Bu Vilen saat melihat ada seorang anak laki-laki yang sedang berdiri di belakag Ovin.

" Dia Lutvi, murid baru kelas 1. " Jawab Ovin.

" Kebetulan hari ini ada rapat guru sampai jam siang, apa kalian bisa membantu meletakkan buku baru ini ke rak buku yang ada disana? " Pinta Bu Vilen dan menunjuk ke deretan rak buku kosong yang letaknya ternyata ada di bagian paling atas.

" Kalau begitu saya bisa bantu kakak dong. " Lutvi dengan percaya diri menawarkan bantuannya kepada kakak kelasnya itu.

" Baiklah. "

Dengan begini kedua orang tersebut saling bantu membantu, membereskan buku baru yang masih berserakan dan menempatkannya ke rak buku kosong yang sudah disediakan.

Hanya saja saking tingginya rak buku, dia harus menaiki tangga untuk sampai di atas.

Perpustakaan yang memiliki tinggi dua lantai namun menjadi satu ruangan itu memiliki banyak buku yang dimana setiap pengambilannya yang letaknya tinggi harus memakai tangga yang dimana ianya bisa bergeser ke samping baik kanan maupun kiri.

Maka itulah yang sedang dilakukan Ovin.

Dia duduk dengan santai di tangga itu tapi membelakangi rak, sedangkan Lutvi bagian mengoper buku dan meletakkan bukunya ke tangga lain di sebelah Ovin.

" Bagaimana jika gantian? "

" Tidak usah, aku lebih suka melihat pembicaraan yang sedang merendahkan orang lain itu. " Ovin ada kalanya melirik orang-orang yang ada di lantai bawah.

Dan sebaliknya, beberapa pasang mata melihat pemandangan itu dan menjadikannya buah bibir.

" Apa kak Ovin tidak risih dengan bisikan mereka? " Tanya Lutvi.

" Tidak, sebagai bonus membantuku aku akan mengajakmu berkeliling. " Ovin langsung mengalihkan pembicaraannya.

" Eh...apa tidak apa? "

" Ini kemauanku sendiri. “ Jawab Ovin.

Dua puluh menit berlalu, semuanya sudah beres di tempat. 

Bu Vilen sendiri sudah memeriksanya dan memperbolehkan mereka berdua bebas mau tetap di perpustakaan atau keluar.

Lutvi yang awalnya ingin duduk diam di perpustakaan ia undur terlebih dahulu, karena kebetulan ada orang yang mau mengajaknya berkeliling.

Ada berbagai macam Ekstrakurikuler, dari melukis, drama, basket, voli, fotografer, taekwondo, sepak bola, klub sastra, berenang, memanah, musik, dan masih banyak lagi. 

Namun tidak ada satupun yang Ovin ikuti karena merepotkan.

Kedua orang ini berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, dari taman, tempat voli, ruang seni, auditorium, komputer, ruang bahasa, kolam renang, UKS, Osis, ruang guru, kantin sekaligus membeli minuman dan terakhir tempat basket.

" Jadi ini asal suara keras itu. " Tanya Lutvi, karena dari luar terdengar suara teriakan yang cukup keras. 

Ovin menaikkan kacamatanya sebentar dan berkata pada Lutvi.

" Dengan tinggi 178, berat 65 Kg, otot kekar dan kaki jenjangmu, masuk saja ke klub basket. Aku tidak menawarkanmu, hanya memberitahu ciri fisikmu juga tidak boleh di sia-siakan, cari yang kamu minati. “ Ucap Ovin, tiba-tiba menjelaskan rincian tubuh fisik Lutvi yang cocok masuk ke dalam klub basket.

" Err....., apa ini pujian juga? "

" Anggap saja begitu. " Jawab Ovin dengan percaya dirinya.

" Kalau begitu aku ingin melihat suasana di dalam. " Pinta Lutvi karena rasa penasaran sebab di dalam stadion khusus basket terdengar sangat ramai.

" Masuklah. " Kata Ovin, sambil  meminum minuman isotonik yang tadi sempat dia beli.

" Ayo.....Kak Ovin harus masuk juga. " menarik tangan Ovin dan membawanya masuk ke pintu masuk yang sudah ada di depannya.

Suasananya begitu meriah, sangat meriah apa lagi didominasi kalangan perempuan.

Lutvi melihat dua regu klub basket yang sedang bertanding, benar-benar menghidupkan suasana.

"Jordy! Jordy! Jordy! "

" Franz! Franz! Franz! Franz! "

" SEMANGAT! "

" Kalahkan mereka JORDY! "

" SEAN! JANGAN KALAH!"

Sorakan si penggemar sekaligus pendukung dari masing-masing kubu menjadi pemeriah suasana.

PRITTTTTT..............

Peluit tanda istirahat selama 3 menit pun ditiup.

Masing-masing regu kembali ke pos masing-masing untuk istirahat sejenak.

03 : PUM, Terjebak karena mereka.

Peluit tanda istirahat diberikan oleh wasit. Semua pemain beristirahat sejenak untuk sekedar duduk, minum, atau mendiskusikan strategi selanjutnya.

" Franz! "

Dengan percaya diri yang tinggi, Franz yang mendengar namanya dipanggil dari kalangan perempuan langsung menoleh sambil melambaikan tangan walaupun salah satu tangannya sedang mengelap keringat yang bercucuran di wajah leher serta lengannya.

" KYAAAA......Dia melambaikan tangan dengan senyumannya ke arah kita! "

" Ahh...hatiku jadi meleleh. "

Semua orang berbunga-bunga mendapatkan pandangan dari Franz yang spektakuler selagi tampan dan mempesona.

" Kak Jordy bukannya ketua Osis? " Tanya Lutvi.

" Iya, biasanya dia tidak ikut pertandingan basket, tapi kali ini...dia mungkin salah makan obat. Dia orang yang lebih suka duduk memerintah, dan malas membuang tenaga seperti ini. " Jelas Ovin.

" Kalau orang disana? " Lutvi menunjuk orang yang dari tadi menjadi pusat perhatian para kalangan perempuan.

" Dia sebaliknya, lebih suka membuang tenaga sekaligus uang ketimbang otaknya hanya untuk kesenangannya sendiri. " Tanpa ekspresi apapun, Ovin memberikan sindiran kepada Franz.

' Siapa orang yang ada di sebelahnya? beberapa hari lalu digendong dengan pria, kini dia bersama siapa lagi?' Pikir Franz, yang tidak sengaja melihat dua orang tepat di tempat duduk paling atas yang dimana salah satunya adalah orang yang Franz kenali, siapa kalau bukan Ovin yang saat ini sedang berbicara mesra dengan laki-laki lain di sebelahnya.

" Tapi ngomong-ngomong, kakak kenapa setiap aku bertanya kakak selalu melihat wajahku? " Walau ragu untuk ditanyakan, tapi Lutvi merasa canggung jika kakak kelasnya sendiri menatap wajahnya langsung.

" Apa itu mengganggumu? " Tanya Ovin, lalu memutar tutup botolnya lagi untuk meminum isi minumannya sebelum ditutup kembali.

" Tentu saja! mereka kira kita ada apa-apa. " Senyum paksa Lutvi tunjukkan.

Dengan sadar, Lutvi merasa ada satu lambaian dari orang yang tadi ditanyakan, yaitu Franz.

Franz seperti sedang memberikan sebuah kode kepada seseorang.

" Air? apa dia kekurangan air? " Tanya Ovin pada dirinya sendiri.

Franz terus mengumbar senyuman mematikan membuat semua orang merasa tak tahan dan ingin menggigit bibir manis Franz yang membuat hati semua wanita meleleh.

Tiba-tiba Ovin yang kebetulan duduk di kursi bagian belakang sendiri, berdiri dan langsung melemparkan minumannya tadi ke arah lapangan.

Satu lemparan tepat sasaran ke arah Franz. Itu sebuah botol air yang tadi dilempar Ovin dari atas ke Franz yang ada di bawah.

Tentu saja seketika para penonton langsung menoleh ke belakang dengan tatapan tidak suka.

" OVIN! KENAPA KAMU MALAH MELEMPAR BOTOL BEKAS AIR MINUM KAMU PADA TUAN MUDA FRANZ?! " Marah salah satu orang di antara puluhan orang atau ratusan orang yang hadir.

" DASAR WANITA TIDAK TAHU MALU! "

" Akan aku beri pelajaran nanti. "

" Ya betul! “ 

Suasana di dalam gedung menjadi tegang bagai hendak berperang di medan pertempuran.

" Sebaiknya kita pergi dari sini. " Pinta Lutvi karena merasakan hawa membunuh yang begitu banyak.

"............." Tangan Ovin kembali ditarik Lutvi menuju pintu keluar, dan ia pun hanya mengikutinya saja.

Beberapa detik kemudian setelah sampai di luar.

" Mereka....mereka akan lebih membencimu. " Lutvi khawatir pada Ovin setelah kejadian ini pasti akan lebih banyak orang yang membencinya.

" Apa yang kamu katakan tadi? " Sempat terbengong jadi tidak tahu apa yang dikatakan Lutvi tadi padanya.

" Hah? aku bilang kakak akan lebih banyak dibenci orang. " Kembali menjelaskan.

" Ah...maaf, aku tidak mendengarmu. " memberikan kode dengan jari telunjuk menunjuk ke telinga. " Tapi bagiku itu tidak masalah. Untuk jawaban yang tadi kenapa aku menatap wajahmu saat kali kau berbicara itu alasannya aku memakai Headset ini. " Tangannya melepaskan headset nirkabel yang di pasang di kedua telinganya.

" Mendengarkan musik? "

" Tentu saja. Lagi pula mereka yang berisik dengan gosipan mereka, aku sengaja menggunakan headset ini khusus agar aku tidak bisa mendengar berbagai bualan mereka, termasuk dirimu tadi. Aku hanya membaca gerak bibir lawan bicaraku. " Itulah alasannya, entah apa caci maki yang mereka lontarkan sepenuhnya dirinya tidak akan bisa mendengarnya, itu  jauh lebih baik untuk dirinya.

_____________

" Kau memang gila, dia pasti menjadi bulan-bulanan fans mu. "

" Apa peduliku? " Franz kembali memakai seragam sekolah setelah mandi.

" Kau benar-benar suka menjadi pengacau untuk orang lain yah. Apa ini salah satu balas dendam kamu padanya?

Apapun itu, sepertinya dia dua hari lalu masuk asrama, hari libur gitu dia datang ke asrama, beneran dia memang suka penyendiri. 

Dari luar kelihatan kalem, bisa bicara jika ada yang ngajak bicara. Tapi aku kira dia memakai kacamata dia termasuk orang pintar, biasanya kan begitu jika nilainya tinggi di tiap ulangan, tapi dia hanya mendapat separuh saja. "

" Kamu banyak oceh juga yah, kalau bicara lagi tentangnya akan aku jahit mulutmu itu. " Ancam Franz pada teman anggota basket.

" Aku tinggal dulu. " Merasa diancam walaupun sekedar candaan tapi lebih baik menghindar dulu.

'Aku kira dia orang pintar, tiap tengah malam saja masih belajar. Kenapa aku jadi memikirkan perempuan itu? ] Franz mengacak rambutnya sendiri bagai orang yang sedang frustasi.

______________

" Eh....sudah tahu rencana kita kan? " bisik Merli pada beberapa orang temannya.

" Ya..... " Lalu ketiga orang ini langsung pergi untuk bersembunyi.

' Kenapa justru aku yang harus mengembalikan semua bola voli ini? ' Pikir Ovin, dimana sekarang di tangannya sedang membawa satu karung berisi bola Voli yang hendak ia kembalikan ke ruang alat olahraga.

Padahal di antara dirinya, masih ada 4 orang lain lagi yang menjadi tugas piket hari ini, hanya saja keempat orang itu melimpahkan tugasnya ke Ovin setelah guru olahraga pergi.

Setelah sesampainya di ruang alat, dia membuka pintunya dan masuk sekali dengan karung yang dibawa lalu ia meletakkannya di dalam kotak yang ada.

BRAKKK.........

Pintunya tiba-tiba saja tertutup dan dari luar terdengar dengan jelas ada orang yang sedang menguncinya.

" Hei! didalam masih ada orang! " seru Ovin.

Hanya saja tidak ada jawaban, yang berarti kemungkinan besar adalah hal ini sangat disengaja.

'Aku tidak bawa Hp, dan ruangannya gelap.' Ovin mulai mencari-cari saklar lampu dengan meraba dinding di sekitarnya.

Setelah beberapa waktu ia menemukannya dan bisa meneranginya disaat terkurung di situ.

" Apa ada orang di luar?! " Ovin mencoba menggedor gedor pintu dengan keras, agar mencari perhatian orang diluar yang mungkin saja bisa dimintai pertolongan.

Tapi hasilnya nihil sebab lokasinya yang dimana jarang ada orang lewat, maka ia menggunakan plan B, yaitu mencari jendela yang ada.

di sisi lain.

" Hoamh.....hari ini pulang lebih awal, aku bahagia“ 

" Mengutarakan kebahagiaan di atas penderitaan orang lain. " Gerutu Sean, setelah mendengar pernyataan dari temannya itu.

" Kebanyakan orang juga memang begitu, apa masalahnya?  "

" Yah...itu akan menjadi masalah jika orang itu mendengarnya langsung dari mulutmu. " Tiba-tiba Sean sadar akan satu hal. Sean melihat seseorang sedang keluar dari jendela kecil khusus ruang penyimpan alat olahraga. " KIra-kira apa dia maling? " Sean memberikan petunjuk dengan jari tangannya.

Franz menoleh ke arah dimana Sean menunjukkan suatu yang dia lihat. " Tentu kita harus menangkapnya kan? "

" Kau tertarik menjadi pahlawan? kalau begitu ayo. " Ucap Sean.

Kedua orang ini pun menghampiri satu orang yang sedang kesusahan untuk keluar dari jendela yang hanya berukuran pas-pasan.

Tepat di bawah kakinya itu terdapat tanaman bunga mawar, jadi akan sedikit susah untuk menghindarinya.

'Siang bolong seperti ini mana mungkin ada maling.' Pikir Franz sambil berjalan memimpin Sean, lalu ketika orang itu sudah hampir keluar, Franz berlari sedikit cepat.

BRUK........

Ovin mendarat setelah sedikit ancang-ancang melompat ke belakang untuk menghindari bunga mawar yang penuh duri itu.

Namun kakinya yang tepat berada di sisi selokan membuat dirinya kehilangan ke seimbangan dan hendak jatuh ke depan alias akan menerjang semua bunga mawar itu.

“ Gawat. “ Bisik Ovin.

GREP.........

Seseorang langsung menangkapnya, sebelum tubuh Ovin benar-benar menerjang tanaman mawar itu.

".................! " Ovin melirik ke bawah, yah lebih tepatnya kedua tangan itu sedang menahan tubuhnya agar tidak terjatuh, hanya saja ada yang salah di sini.

'Kenapa empuk? ' Pikir Franz saat tangannya tidak sengaja merasakan keempukan yang belum pernah dia rasakan selama ini.

Sean yang juga berada dilokasi tersebut juga tidak menyangka akan melihat kejadian tak terduga itu.

" Ehem! " Karena suasananya canggung begitu, Sean akhirnya sengaja berdehem untuk menyadarkan mereka berdua.

Buru-buru keduanya menjauh dan diakhiri perpisahan Ovin yang pergi ke dalam gedung sekolah balik tanpa sepatah kata apapun.

" Oi, apa yang kau lakukan padanya? bagaimana perasaanmu? " Tanya Sean dengan nada menggoda, setelah melihat kejadian paling langka.

"................." Tapi Franz hanya lebih memilih diam ketimbang menjawab pertanyaan temannya itu lalu ia memutar tubuhnya dan berjalan ke tempat parkir mobil.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!