"Selamat siang Nona Kristal. Saya sudah menunggu kedatangan anda," kata seorang laki-laki yang ditemui Kristal. Laki-laki itu menatap Kristal dengan tatapan tidak biasa.
Kristal Quenara Jaden adalah gadis berusia 23 tahun yang bekerja sebagai sekretaris di perusahaan kakaknya.
Hari ini dia ditugaskan untuk menemui investor yang akan bekerja sama dengan perusahaan milik kakaknya itu. Namun, Kristal tidak menyukai laki-laki berkepala plontos yang sedang duduk di depannya kini.
Ketika bersalaman dengan Kristal, laki-laki itu menggelitik telapak tangan Kristal. Cepat-cepat gadis itu mencabut genggaman tangannya. "Tahan Kristal tahan!" Kristal mencoba meredam emosinya agar tidak sampai mengacaukan meeting kali ini. Jika tidak kakaknya akan marah besar karena tidak bisa mendapat investor sekelas laki-laki bernama Burhan tersebut.
"Bisa kita mulai meetingnya, Pak?" Kristal ingin cepat-cepat mengakhiri pertemuannya dengan laki-laki yang telah beristri itu.
"Kenapa anda terburu-buru, Nona?" Tanya Burhan. Kakinya sengaja menyenggol kaki Kristal. Kristal terkejut lalu berdiri.
"Pak, bisakah anda lebih sopan terhadap saya?"
"Jangan sok suci, Nona," cibir Burhan sambil tersenyum mengejek.
Kristal mengepalkan tangannya. "Saya sudah cukup bersabar pada anda, Pak."
"Anda harus terbiasa, Nona. Hal semacam ini sudah biasa di kalangan pebisnis seperti kami." Tangan Burhan hendak mencolek dagu Kristal. Namun, gadis itu memutar tangan laki-laki dewasa itu.
"Lepaskan tangan saya!" Perintah Burhan sambil meringis kesakitan.
"Minta maaf dulu! Bukankah anda punya mulut?" Kristal tak mau kalah.
"Jangan mimpi," tantang Burhan.
Kristal mendorong tubuh Burhan hingga terjatuh. Keadaan di restoran saat itu menjadi ramai. Beberapa orang mengabadikan peristiwa tersebut dengan ponselnya. Setelah itu, Kristal meninggalkan tempat.
Kristal masuk ke dalam mobil lalu menghubungi kekasihnya. "Hallo."
"Hallo, sayang ada apa?" Tanya Vano, pacarnya Kristal.
"Kamu di mana? Aku sedang membutuhkanmu."
"Aku sedang makan siang bersama teman-teman kantorku. Apa kamu mau datang ke sini?"
"Ya, aku akan menyusul." Kristal menutup telepon setelah menghubungi kekasihnya. Dia menuju ke restoran dimana Vano sedang makan bersama teman-temannya.
"Gila kamu, Van. Kenapa ngajak kita makan di restoran semahal ini? Padahal kita kan belum pada gajian," protes teman Vano.
Vano mengulas senyum. "Kalian tenang saja. Nanti cewekku yang akan bayarin semua ini," bisik Vano ke telinga temannya. Teman Vano terkejut sampai membulatkan matanya.
"Gak salah, Bro?"
"Nggak lah. Cewek aku tu baik. Aku minta ini itu tinggal tunjuk, dibayarin. Makanya kalau cari cewek tu yang kaya cewekku gampang dimanfaatkan." Vano tertawa renyah bersama teman-temannya.
Brak
Kristal menggebrak meja yang terletak di belakang Vano. Dia geram ketika mendengar kata-kata Vano. Gadis itu baru sadar kalau selama ini dia dikadali oleh buaya buntung seperti Vano.
Plok plok plok
Kristal bertepuk tangan untuk Vano. "Selamat Vano kamu berhasil membohongiku selama ini. Aku terlalu polos menghadapi laki-laki semacam kamu," sindir Kristal.
Vano menoleh ketika mendengar suara kekasihnya. Dia kaget karena merasa kepergok telah membohongi Kristal.
Kristal mengambil segelas minuman lalu berjalan ke arah Vano.
Byur
Badan Vano basah kuyup karena siraman air dari Kristal. "Apa-apaan ini?" Protes Vano tidak terima.
"Kamu pantes dapetin itu. Siraman air itu tidak seberapa untuk menghapus dosa-dosamu padaku selama ini." Kristal balik badan meninggalkan Vano.
"Gila cewek Lo keren banget, Bro." Vano menyikut dada temannya karena kesal.
Kristal masuk ke dalam mobil lalu menangis sekencang-kencangnya. "Semua laki-laki sama breng*seknya. Begonya gue, bisa-bisanya percaya pada kadal buntung seperti Vano." Kristal menyalahkan dirinya sendiri.
Dia memukul setir mobilnya karena kesal pada Vano. Tak lama kemudian Kristal mendapatkan panggilan telepon dari abangnya.
"Hallo, Bang."
"Kristal......" Teriak Alex hingga Kristal menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Apa sih, Bang? Aku nggak tuli," protes Kristal.
"Datang ke kantor sekarang juga!" Perintah Alex dengan tegas setelah itu dia menutup teleponnya.
"Hish, kapan sih Bang Alex tu ngomong baik-baik sama aku? Kenapa hari ini aku sial sekali, Hua...." Kristal menangis tapi tak mengeluarkan air mata.
Sesampainya di hotel tempat Kristal bekerja, gadis itu langsung naik ke ruangan atasan sekaligus abangnya.
"Mas Agung," sapa Kristal pada asisten pribadi abangnya.
"Cepat masuk! Kamu sudah ditunggu dari tadi sama Si Bos."
Jantung Kristal berdebar saat memasuki ruangan Alex. Hawa-hawa menyeramkan mulai dirasakan oleh Kristal.
"Kamu tahu apa kesalahan kamu?" Alex meminta Kristal untuk intropeksi diri.
"Apa, Bang?" Kristal balik nanya.
"Kristal...." Teriak Alex kesal. "Gara-gara kamu, investor kita lari." Alex menyalahkan adiknya yang lalai dalam bekerja.
"Salah siapa dia mesum," tuduh Kristal.
"Tapi kamu tidak seharusnya menghajar dia," bentak Alex. Kristal jadi tersentak kaget.
"Abang rela kalau aku dilecehkan?" Kristal keluar dari ruangan Alex sambil menangis.
"Bukan begitu, Kristal, Kristal. Hish anak itu manjanya nggak ketulungan."
Agung kaget ketika Kristal membanting pintu saat keluar dari ruangan Alex. Dia mengerutkan keningnya. Sedangkan Kristal memilih pulang ke rumahnya.
"Ada apa, sayang?" Tanya sang ibu ketika putrinya itu datang langsung memeluknya.
"Aku habis dibentak sama Bang Alex, Ma," adunya.
"Kenapa?" Tanya sang ibu. Kristal tak menjawab.
"Abangmu pasti punya alasan. Tidak mungkin dia membentak kamu begitu saja," imbuh sang ibu.
"Sebenarnya aku memberikan pelajaran pada investor mesum yang berusaha melecehkan aku, Ma."
"Apa? Kamu diapain sayang?" Tanya ibunya lebih lanjut.
"Dia gelitikin telapak tangan aku, senggol kakiku sama mau nyolek-nyolek gitu, Ma."
"Heleh kamu berlebihan," sahut Alex yang menyusul Kristal sampai ke rumah.
"Aku nggak bohong, Ma."
"Tapi apa perlu kamu sampai menghajarnya?" Protes Alex.
"Aku cuma dorong dia doang," jawab Kristal.
"Kristal." Sang ibu tidak menyangka putrinya bisa berbuat kasar seperti itu. Namun, sepertinya pikiran Alex itu salah. Bukannya memperingatkan anaknya, sang ibu justru mendukung kelakuan Kristal.
"Mama juga ikut menyalahkan aku?" Tuduh Kristal pada ibunya.
"Bukan sayang. Seharusnya kamu tampar dia lebih dulu lalu kamu siram dengan air minum baru kamu hajar dia..." Belum selesai ibunya berbicara Alex sudah menyela.
"Mama." Alex memperingatkan sang ibu.
"Kristal Abang peringatkan kamu. Kalau kamu masih mau bekerja sama Abang kamu harus perbaiki sikap kamu yang kasar itu."
"Tidak, aku tidak mau bekerja lagi denganmu, Bang."
"Anak ini, kamu seharusnya bersyukur bisa bekerja dengan Abang. Mana ada perusahaan yang mau menerima cewek pemalas kaya kamu," ledek Alex pada adiknya.
"Ma..." Rengek Kristal pada ibunya.
"Siapa bilang? Masih ada kan perusahaan mama dan papa yang lain?" Bantah Berlian, sang ibu.
"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Dari mana Abang tahu?" Tanya Kristal.
"Kamu lupa kalau mata-mata Abang ada di mana-mana."
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Kristal menaiki tangga. Tak lama kemudian gadis itu turun sambil membawa koper.
"Kamu mau ke mana, nak?" Tanya Berlian.
"Ma, Kristal mau coba hidup mandiri. Selama ini aku cuma mengandalkan kalian. Aku ingin mematahkan anggapan bang Alex kalau Kristal ini cuma gadis manja yang berlindung di ketiak mama."
Apa yang terjadi setelah Kristal keluar dari rumahnya?
Kristal sudah membulatkan tekad untuk keluar dari rumahnya. Minggat yang tak direncanakan menjadikan dirinya bingung mencari tempat tinggal. Lalu dia putuskan untuk ke tempat kos temannya.
Tok tok tok
Mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk, Meilani membuka pintu. "Kristal."
Meilani, gadis yang seumuran dengan Kristal itu adalah teman Kristal sejak SMA. Meski mereka tidak bekerja di tempat yang sama, Kristal selalu menyempatkan diri untuk menemui sahabatnya itu.
"Hai," sapa Kristal dengan nada sendu.
Meilani melihat Kristal membawa koper. "Kamu kabur dari rumah?" Kristal mengangguk menjawab pertanyaan temannya. Kristal tiba-tiba memeluk Meilani sambil menangis.
"Masuk dulu yuk! Kita bicara di dalam."
Meilani memberikan segelas air pada Kristal. "Minum dulu biar tenang."
Kristal menerima gelas dari tangan sahabatnya itu. "Aku boleh nggak numpang sementara di sini?" Tanya Kristal. Dia sedikit tidak enak menyampaikan keinginannya. Namun, dia juga tidak tahu ingin tinggal di mana.
"Apa kamu serius? Tempat kos ku ini tidak terlalu luas. Apa kamu mau tidur di lantai?" Tanya Meilani memastikan.
"Hah, di lantai?" Kristal meneguk salivanya. Bagaimana bisa dia tidur di lantai kalau sehari-hari gadis itu tidur di kasur yang sangat empuk.
"Kamu bisa Kristal. Nggak boleh manja mulai sekarang kamu harus buktikan kalau kamu bisa mandiri." Kristal berbicara dalam hati.
"Kristal," panggil Meilani saat melihat temannya itu tengah melamun.
"Maaf. Apa boleh?" Kristal mengulangi pertanyaannya pada Meilani.
"Boleh. Lalu apa yang akan kamu lakukan besok? Bukankah kamu bekerja di kantor abangmu?"
"Mulai besok aku tidak akan kerja lagi di sana. Apakah kamu tahu di mana aku bisa mendapatkan pekerjaan? Aku sangat membutuhkan uang untuk makan sehari-hari."
Meilani menajamkan telinganya. "Apa aku tidak salah dengar? Bukannya kamu anak konglomerat? Kenapa susah-susah mencari pekerjaan?"
"Aku ingin buktikan pada keluargaku kalau aku bisa tanpa bantuan mereka. Terlebih untuk membuktikan pada bangku kalau aku ini bukan gadis manja seperti apa yang dia katakan."
"Nah, kamu jadi susah sendiri. Kenapa kamu ambil resiko?"
"Sudahlah jangan dibahas lagi. Apa kamu punya informasi lowongan pekerjaan?" Tanya Kristal setengah memohon.
"Ada, tapi apa kamu sanggup bekerja sebagai pelayan di restoran tempat aku bekerja?"
Glek
"Pelayan restoran?" Kristal tak pernah membayangkan akan menjadi pegawai rendahan. Padahal untuk membeli restorannya pun dia mampu dengan kekayaan keluarganya.
"Gimana? Mau nggak?"
"Mau, mau." Kristal mengangguk dengan cepat.
"Ya sudah kamu tidur dulu, besok kita ke restoran tempat aku bekerja. Oh ya, apa kamu bawa ijazah kamu?"
Kristal menunjukkan ijazah yang dia bawa. Meilani menggelengkan kepalanya. "Jangan pakai ijazah sarjana kamu. Mereka tidak membutuhkan karyawan yang berpendidikan tinggi. Yang mereka butuhkan adalah pelayan."
"Baiklah. Apa aku akan tidur di lantai?"
"Tenang saja nanti aku gelar tikar. Maaf untuk sementara nggak apa-apa 'kan?" Tanya Meilani tak enak.
Tak mau menyakiti hati sahabatnya, Kristal mengangguk pasrah.
Keesokan harinya Meilani membangunkan Kristal pada pukul enam pagi. "Bangun, Kris."
Kristal mengerjapkan matanya. "Maaf, aku kesiangan."
"Ayo cepat mandi! Aku akan mengajakku menemui atasanku."
Usai mandi Meilani memberikan setelan hitam putih pada Kristal. "Kamu pakai ini, ya. Aku rasa ukuran kita sama."
Kristal menerima baju dari Meilani dengan ragu-ragu. "Cepat pakai!" Desak Meilani.
Tak lama kemudian Kristal sudah rapi dengan baju seragamnya. Meilani memindai penampilan Kristal. "Pakai sepatuku saja!" Meilani memberikan sepatunya pada Kristal.
"Memangnya kenapa kalau pakai sepatuku?"
"Apa mereka akan menerimamu jika barang yang kamu pakai serba branded?" Terang Meilani. Meskipun Kristal mencebik kesal tapi dia tetap menurut perkataan sahabatnya itu.
"Kita naik apa ke sana?" Tanya Kristal.
"Jalan kaki, tempatnya nggak terlalu jauh kok. Tinggal lewat gang ini aja terus nyampe lokasi." jawab Meilani dengan entengnya.
"Apa?" Kristal mendadak syok. Tapi dia tidak bisa menolak. Karena dia tidak memiliki uang untuk membayar taksi. Sejak keluar dari rumahnya, Kristal meninggalkan dompet dan handphone miliknya itu. Dia tidak mau keluarganya menyeretnya pulang jika sampai mengetahui tempat tinggalnya sekarang.
Sepuluh menit berjalan menuju ke tempat kerja Meilani membuat kaki Kristal terasa pegal. "Kamu jalan kaya gini setiap hari?" Tanya Kristal. Nafasnya terengah-engah karena kecapekan.
"Iya, udah biasa. Nanti kamu juga akan terbiasa."
"Pantas berat badan kamu nggak naik-naik padahal makannya banyak," ledek Kristal.
"Hish jangan suka menyindir."
"Meilani siapa dia?" Tanya Gilang, manager restoran tersebut.
"Pak, anda sudah datang sepagi ini?" Tanya Meilani. "Oh, perkenalkan ini..."
Kristal menyebutkan namanya. "Nama saya Nara." Meilani mengerutkan keningnya lalu bertanya dalam diam pada Kristal.
"Jadi kenapa kamu mengajaknya ke sini, Meilani?" Tanya pemuda yang berpenampilan rapi tersebut.
"Dia ingin melamar kerja di sini, Pak."
Gilang memindai penampilan Kristal. "Apa kamu sebelumnya pernah bekerja?" Tanya Gilang pada Kristal.
"Sudah, Pak. Saya bekerja sebagai sek.... Seksi konsumsi Pak."
Gilang tertawa mendengar jawaban Kristal. "Di mana itu?" Tanya Gilang lebih lanjut.
"Di hotel, Pak."
"Wah kamu cukup berpengalaman kalau begitu. Kebetulan di sini membutuhkan seorang pelayan tambahan, apa kamu bersedia?" Tanya Gilang dengan sopan. Kristal tiba-tiba melamun memandang wajah Gilang yang sangat menenangkan.
"Bersedia, Pak." Kristal membayangkan Gilang sedang menyatakan cinta padanya.
"Kristal, Kristal," panggilan Meilani membuyarkan lamunan sahabatnya itu.
"Selamat, Nara kamu bisa bekerja di sini mulai saat ini. Apa boleh saya lihat surat lamaran pekerjaan kamu?" Gilang meminta berkas yang sedang dipegang oleh gadis yang berdiri di hadapannya itu.
"Ah, bisakah saya perbaiki lagi surat lamaran saya. Saya lupa menyertakan ijazah terakhir saya di sini." Kristal berbohong agar Gilang tidak mengetahui nama lengkapnya.
"Baiklah, serahkan pada saya usai kamu merevisi surat lamaran kamu itu. Meilani kamu bisa mengajari Nara mengenai apa yang harus dia kerjakan."
"Baik, Pak."
Setelah itu Gilang meninggalkan kedua gadis itu.
"Kenapa kamu berbohong?" Tanya Meilani yang sedikit kecewa.
"Aku tidak mau semua orang tahu identitasku yang sebenarnya. Aku ingin mulai kehidupanku sebagai Nara mulai saat ini. Jadi kamu jangan suka protes."
Mulut Meilani komat-kamit menirukan omongan Kristal.
Meilani mulai mengajarkan cara melayani customer. Kristal termasuk orang yang cepat belajar, dia bisa menyesuaikan diri dengan baik.
Hari sudah semakin siang, perut Kristal mulai keroncongan. "Kapan istirahatnya sih?" Gerutu Kristal sambil memegangi perutnya yang terasa lapar. Kristal memutar badan. Tak disangka bibirnya bertabrakan dengan bibir seorang laki-laki. Keduanya membulatkan mata.
Laki-laki itu mendorong tubuh Kristal hingga hampir terjatuh. Untungnya Gilang menangkap tubuh pegawai barunya itu.
"Tidak sopan. Berani sekali kamu menyentuhku. Kulitmu yang dekil itu membuat seluruh tubuhku menjadi gatal."
Kristal mengepalkan tangannya.
Apa yang terjadi selanjutnya? Apa Kristal akan memukul laki-laki sombong itu dengan tangannya? Ikuti terus ceritanya ya
Jangan lupa kasih like, koment sama hadiah 🙏
Ruli Megantara adalah pria berusia 26 tahun yang menggeluti bisnis di bidang kuliner. Dia mendirikan restoran yang memiliki 20 cabang di setiap kota yang berbeda.
Sejak kecil Ruli mengidap germaphobia yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan patologis terhadap kuman, bakteri, dan suatu penyakit.
Siang ini Ruli visit ke salah satu restorannya. Saat dia baru menginjakkan kaki di restoran, Kristal tak sengaja menabraknya saat ia berbalik badan.
Laki-laki itu mendorong tubuh Kristal hingga hampir terjatuh. Untungnya Gilang menangkap tubuh pegawai barunya itu.
"Tidak sopan. Berani sekali kamu menyentuhku. Kulitmu yang dekil itu membuat seluruh tubuhku menjadi gatal."
Kristal mengepalkan tangannya. "Sialan nih cowok ngatain aku dekil."
"Saya bukan kuman yang bisa menginfeksi anda kenapa anda setakut itu?" Kristal berjalan mendekat ke arah Ruli. Ruli mundur hingga kakinya terbentur meja. Dia hendak terjatuh. Di saat yang bersamaan tangan Ruli meriah tangan Kristal untuk berpegangan. Alhasil keduanya jatuh di atas meja. Kristal berada di atas tubuh Ruli.
Jantung Kristal berdebar kencang. Begitu pula dengan jantung Ruli. Baru pertama kali dia sedekat itu dengan seorang wanita.
"Anda sengaja ya cari-cari kesempatan dalam kesempitan?" Tuduh Kristal.
Ruli kemudian melepas tangannya yang tak sengaja memeluk tubuh gadis itu. Kristal bangun lalu merapikan kemejanya.
"Siapa gadis ini?" Tanya Ruli pada Gilang.
"Namanya Nara. Dia pegawai baru kita, Pak."
"Kenapa kamu tidak laporan sama saya? Kapan dia diterima bekerja di sini? Lalu mana surat lamarannya?"
"Laki-laki ini cerewet sekali. Siapa dia?" Tanya Kristal pada Meilani.
"Hush, jaga omongan kamu. Dia itu owner restoran ini," jawab Meilani.
"Celakalah aku, bagaimana kalau dia pecat aku?" Batin Kristal ketakutan. Jika dia tidak memiliki pekerjaan maka dia tidak akan bisa hidup sendiri. Kepala Kristal mendadak pusing. Kerja keras seharian membuat tenaganya terkuras habis padahal tadi pagi hanya sarapan dengan sepotong roti.
"Mulai besok kamu tidak usah bekerja lagi di sini."
Brak
Tubuh Kristal jatuh ke lantai. "Kristal," teriak Meilani.
Gilang dan Ruli menatap ke arah Meilani. Mereka tampak curiga pada pegawainya itu. Bagaimana bisa gadis yang dikenal dengan nama Nara itu bisa berganti nama menjadi Kristal.
"Kristal?" Tanya Gilang dan Ruli bersamaan. Meilani tampak gugup.
"Maaf, Pak. Saya salah sebut nama. Saya ingat adik saya yang ada di kampung." Meilani terpaksa berbohong. Tapi Ruli tak mudah percaya begitu saja pada pegawainya. Dia berjanji akan mencari tahu siapa sebenarnya gadis yang sedang pingsan itu.
Gilang mengangkat tubuh Kristal lalu membawanya ke dalam ruangannya. "Tolong ambilkan minyak angin yang ada di laci saya!" Perintah Gilang pada Meilani. Meilani menuruti perintah atasannya itu.
Setelah ketemu Meilani memberikan minyak angin itu pada Gilang. Gilang mendekatkan minyak angin itu ke hidung Kristal. Kristal mulai sadar.
"Kepalaku," rintih Kristal sambil memegangi kepalanya yang masih pusing.
"Nara kamu baik-baik saja?" Tanya Gilang cemas. Kristal mengangguk lemas.
"Saya tidak sangka mendapat kabar pemecatan saja kamu sampai pura-pura pingsan. Kamu mau mencari perhatian saya ya?" Tuduh Ruli pada Kristal.
Kristal berpikir untuk tidak melawan Ruli agar dia bisa tetap bekerja di restoran itu. "Tidak, Pak. Saya sedang tidak enak badan."
Ruli mengamati wajah Kristal yang terlihat pucat. Namun, tanpa sadar dia mengagumi wajah cantik karyawan barunya itu. Sesaat kemudian dia menyadarkan diri dari lamunannya.
"Antar dia pulang!" Perintah Ruli pada Gilang.
"Tidak, ini belum waktunya pulang kerja. Saya mohon izinkan saya untuk bekerja di sini." Kristal memohon pada Ruli sambil menarik kemejanya.
"Lepaskan tangan kamu yang kotor itu!" Ruli merasa jijik.
Kristal membolak-balikkan tangannya. "Tangan saya bersih, Pak. Saya mohon pak saya harus melunasi hutang keluarga saya yang ada di kampung." Kristal terpaksa berbohong agar dapat meyakinkan Ruli.
"Kamu pikir saya mudah dibohongi. Kamu hanya mengarang cerita. Apa jangan-jangan kamu ini pura-pura miskin."
Deg
Kristal seperti pencuri yang ketahuan mencuri. "Apa dia tahu siapa aku? Ah mana mungkin ini pertama kalinya aku bertemu dengannya," batin Kristal.
Kristal tertawa. "Bapak ini bisa saja. Mana mungkin orang seperti saya ini berpura-pura miskin. Yang ada saya ini miskin beneran, Pak. Saya aja numpang di kos-kosannya Meilani."
"Benar, Pak." Meilani membenarkan omongan Kristal.
"Pak, terima saja dia bekerja. Restoran kita akan kewalahan melayani pembeli jika kekurangan karyawan." Gilang menambahkan alasan agar Kristal diterima bekerja oleh Ruli.
Ruli berpikir sejenak. "Baiklah kamu boleh bekerja di sini. Ingat untuk menyerahkan CV kamu ke saya besok."
Glek
"Haish,menyebalkan. Ah pikir belakangan yang penting aku diterima bekerja di sini." Kristal berbicara dalam hati.
Setelah itu, Meilani membantu Kristal berjalan. "Apa kamu yakin kamu masih kuat bekerja?"
Kristal mengangguk. "Aku hanya lapar," bisik Kristal.
Meilani membulatkan matanya. "Kenapa tidak bilang? Ayo kita makan dulu sebelum kamu kembali bekerja," ajak Meilani.
Meilani mengambilkan makanan untuk Kristal. Kristal malah meneteskan air mata. "Kenapa kamu malah menangis?" Tanya Meilani.
"Aku baru tahu rasanya cari makan tuh begini susahnya."
Tanpa mereka sadari Ruli mendengar omongan Kristal ketika dia akan memasuki dapur.
"Sudahlah, makan dulu!" Perintah Meilani.
Kristal pun melahap makanannya. Dia terlihat sedikit rakus. Ruli yang melihat Kristal makan jadi merasa illfeel. Dia pun pergi dari tempat itu.
Restoran tempat kerja Meilani buka dari jam delapan pagi sampai jam sepuluh malam. Sehingga pekerjaan karyawannya dibagi menjadi dua shift.
"Sudah waktunya pulang," kata Meilani. Kristal bernafas lega. Dia keluar dari restoran bersama sahabat dan karyawan lainnya.
"Meilani, Nara, apa kalian mau bareng?" Tanya Gilang yang bertanya dari dalam mobil.
"Nggak usah, Pak. Kita jalan kaki aja," tolak Meilani yang merasa tak enak semobil dengan atasannya.
"Eh, kok ditolak sih. Lumayan lagi ada tumpangan dari pada kita capek-capek jalan kaki," bisik Kristal ke telinga Meilani. Meilani menyenggol bahu Kristal.
"Kita mau bareng, Pak," seru Kristal.
"Ya udah ayo naik."
Kristal membuka pintu mobil dan menyuruh Meilani masuk. Tapi Kristal tidak ikut masuk ke dalam mobil.
"Titip teman saya ya, Pak."
"Loh, kamu mau ke mana?" Tanya Meilani gugup.
"Aku ada urusan sebentar. Kamu pulang duluan ya. Nanti aku susul kamu," ucap Kristal sambil tersenyum agar Meilani tidak khawatir padanya.
Setelah itu Gilang menjalankan mobilnya. Sementara itu, Kristal berjalan di sepanjang trotoar. Di terus berjalan sambil menangis. "Ma, aku kangen. Ternyata seberat ini jauh dari kalian." Gadis itu menghela nafas panjang.
Kristal mencari tempat duduk setelah kakinya terasa sangat capek untuk berjalan. Dia duduk sambil memijat kakinya yang terasa pegal. Matanya mulai mengantuk. Dia pun tertidur di bangku itu sendirian.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa dia akan mimpi kembali ke rumah mewahnya dulu? Atau mau dibuat gimana enaknya readers?
Komen dong yang banyak, jangan lupa like dan vote nya ya buat kalian yang masih menyimpan vote 😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!