NovelToon NovelToon

QUEENA (Istrimu Adalah Tawananku)

SAKSI

"Bunuh dia!"

"Tuan Ley! Tolong ampuni saya-"

Sreet! Sreet!

Beep beep!

Queena tersentak dan buru-buru menepikan motornya, saat mendengar suara klakson yang lumayan kencang dari mobil box di belakangnya.

Queena menarik nafas panjang, lalu mengambil botol minum yang selalu ia bawa di motor, agar dirinya tak perlu membeli minuman lagi di jalan saat kehausan. Queena meneguk habis sisa minuman di botolnya karena tenggorokan Queena yang benar-benar terasa sekering Gurun Sahara.

"Ya Tuhan!" Gumam Queena seraya mengusap wajahnya sendiri.

Adegan pembunuhan yang Queena saksikan beberapa saat lalu terus saja terngiang dan menari-nari di benak Queena.

Lalu pria yang dipanggil Tuan Ley oleh Bu Indah yang merupakan salah satu pelanggan setia Queena.

"Kenapa Tuan Ley membunuh Bu Indah?" Gumam Queena masih merasa bingung.

Queena lalu melihat arloji yang melingkar di tangannya, sebelum kemudian wanita itu kembali melajukan motornya untuk pulang ke rumah. Sudah satu jam lebih Queena meninggalkan Barley, jadi sebaiknya Queena bergegas pulang sebelum anaknya itu menangis mencarinya.

Ah, tapi Barley memang jarang rewel saat Queena tinggal. Biasanya Barley memang Queena titipkan di rumah tetangganya, jika ibu satu anak itu harus mengantar sprei pada customer. Bagus Yudistira yang merupakan suami Queena belakangan ini sering pergi ke luar kota dan hanya pulang satu pekan sekali.

Queena sudah kembali memacu motornya, saat bayangan pembunuhan Bu Indah kembali berkelebat di kepalanya.

"Tuan Ley, tolong-"

"Bunuh dia!"

"Bunuh dia!"

"Bunuh dia!"

Queena menggelengkan kepalanya, lalu segera membelokkan motor ke gang yang menuju ke arah rumahnya. Wanita itu berhenti di depan sebuah rumah berukuran delapan kali sepuluh meter, lalu dengan cepat masuk ke terasnya.

Queena baru saja akan membuka lintu depan, saat tiba-tiba pintu sudah dibuka dari dalam oleh....

Bagus!

"Mas Bagus?" Sapa Queena tergagap.

"Baru pulang?" Bagus membuka lebar daun pintu berwarna putih tersebut, dan langsung terlihat Barley bersama mainannya yang berserakan di ruang depan.

"Kok sudah pulang, Mas? Bukankah harusnya lusa baru pulang?" Tanya Queena seraya melepaskan tas selempangnya, lalu meletakkan benda tersebut di rak.

"Mama!" Sapa Barley yang langsung berlari ke arah Queena dan memeluk kaki mama kandungnya tersebut.

"Hai, Sayang!" Queena berjongkok, lalu memeluk sang putra dengan cepat.

"Bunuh dia!"

"Ampun Tuan Ley!"

Ley!

Barley!

Kenapa nama penjahat psikopat itu harus mirip dengan nama Barley?

Apa Queena salah memberikan nama untuk sang putra?

"Ssttt!" Gelitikan dari Bagus menyentak lamunan Queena.

"Mau memeluk Barley sampai kapan? Aku juga mau kamu peluk lama," ucap Bagus yang sudah melingkarkan lengannya di pinggang Queena, lalu menyusupkan kepalanya di ceruk leher sang istri.

"Kok sudah pulang? Kemarin bilangnya lusa baru pulang," Queena mengulangi pertanyaannya tadi.

"Mau kasih kamu surprize," tukas Bagus seraya terkekeh.

"Benar, kan? Kamu tadi kaget, sampai melamun terus."

"Mikirin apa?" Tanya Bagus genit yang langsung membuat Queena merengut.

"Mikirin kamu!" Jawab Queena asal.

Barley sudah meloloskan diri dari pelukan Queena dan bocah laki-laki itu kembali berkutat dengan mainannya yang kini berserakan.

"Aku disini sekarang! Masih mikirin aku, hah?" Goda Bagus seraya mengekori Queena yang kini pergi ke dapur. Dan jangan tanya bagaimana cara Bagus mengekori Queena. Tentu saja sambil melingkarkan lengannya di pinggang Queena.

"Trus jadinya tadi ngasih surprize saja? Nggak bawa hadiah apa, gitu?" Tanya Queena pada sang suami.

"Mmmmm, memangnya kau mau hadiah apa, hah?" Bagus balik bertanya dan kini sudah semakin erat mendekap Queena.

"Martabak telur mungkin," Queena mengendikkan kedua bahunya. Wanita itu lalu menyalakan kompor dan menjerang air untuk membuatkan kopi untuk sang suami.

"Belum buka jam segini, Sayang! Ini baru jam empat sore," ujar Bagus dengan nada gemas.

"Iyakah?" Queena hanya terkekeh dan berusaha mengabaikan kelebat bayangan pembunuhan tadi.

"Kau sedang membuat apa ini?" Tanya Bagus seraya mengambil mangga dari dalam kulkas. Bagus juga meraih pisau yang sepertinya hendak ia pakai mengupas mangga.

"Bunuh dia!"

Sreet!

"Mas, lepaskan pisaunya!" Queena tiba-tiba sudah mengambil pisau dari tangan Bagus, dan memegangnya di bagian pisau yang tajam.

"Auuw!" Queena mengaduh, bersamaan dengan darah segar yang mengalir dari telapak tangannya.

"Queen!" Bagus berdecak dan buru-buru membawa tangan Queena ke kran air. Bagis lalu menyalakan kram dan mengaliri tangan Queena yang berdarah tadi.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Bagus bingung. Pria itu kemudian mengambil kotak P3K dan membimbing Queena untuk duduk.

"Mungkin sebaiknya kita ke rumah sakit-".

"Tidak usah, Mas!" Tolak Queena cepat.

"Lukanya tidak dalam," sambung Queena lagi.

"Baiklah! Dasar keras kepala!" Bagus mengacak rambut Queena lalu lanjut membebat telapak tangan istrinya tersebut.

"Ini bukan konspirasi dan sebuah kesengajaan agar nanti malam aku tak menyuruhmu memegang milikku, kan?" Tanya Bagus selanjutnya mencairkan suasana.

"Ck! Tentu saja tidak!" Sergah Queena cepat.

"Kali aja." Bagus terkekeh sekarang.

"Mama...Mama...Napa?" Tanya Barley yang sudah menghampiri kedua orang tuanya di dapur.

"Mama kena pisau, Sayang!" Jawab Bagus yang langsung mengusap-usap tangan Queena.

"Cacit?" Tanya Barley selanjutnya pada Queena yang langsing mengangguk.

"Sakit sekali, Sayang!" Jawab Queena lebay.

"Yak papa! Nanti sembuh," ucap Barley yang langsing mengundang tawa Bagus dan Queena. Barley lalu kembali keluar dari dapur dan berkutat dengan mainannya lagi.

"Sudah selesai." Lapor Bagus bersamaan dengan sebuah bau hangus.

"Mas, air aku!" Jerit Queena yang langsung membuat Bagus sigap mematikan kompor. Asap sudah lumayan banyak di dapur.

"Lupa," gumam Queena menatap bersalah pada Bagus yang hanya geleng-geleng kepala.

****

"Vin!"

"Aku di sini!" Ujar seorang pria bertubuh tegap yang kini sudah masuk ke dalam mobil, menghampiri pria lain yang merupakan sang bos besar.

"Sudah beres semua!" Ucap pria bernama Vin yang baru saja naik mobil tadi.

"Siapa wanita ini?" tanya Pria yang baru saja memanggil Vin. Tadi Ia menunjukkan sebuah rekaman video pada Vin.

"Oh, sial!"

"Sepertinya kita perlu menghabisi wanita ini juga, Brachon!" Vin menatap pada pria tadi yang masih diam di tempatnya yang baru saja Vin panggil sebagai Brachon.

"Cari tahu semuanya, lalu bawa dia ke hadapanku! Aku sendiri yang akan menanganinya!" Ucap Brachon seraya menatap tegas pada Vin.

"Siap, Brachon!"

.

.

.

Hai, kita ketemu di karya ke-42.

Ada Queena Alesha Ferdinand yang merupakan putri dari Gabriel Ferdinand (Gadis SMA Kesayangan Om Duda) dan ada juga Bagus Yudistira, yang merupakan sepupu Mom Melody.

Bagus sudah muncul sebelumnya di "Mendadak Jadi Nona Muda" dan di "Pak Dokter Kesayangan Gretha"

Sekian perkenalannya.

Terima kasih yang sudah mampir

Jangan lupa like biar othornya bahagia.

ADA APA?

"Kau pikir, kau bisa kabur dari Ley, hah?"

Queena mempercepat langkahnya, saat suara Ley terdengar semakin dekat. Queena bahkan bisa melihat kilatan pisau di tangan kanan Ley.

Sial!

"Kemari, Queen! Lalu kita bisa bersenang-senang!"

"Tidak!" Jerit Queena sambil terus berlari menjauh dari Ley. Namun semakin Queena menjauh, semakin suara Ley terdengar menggelegar.

"Queen!".

"Tidak! Aku tidak tahu apa-apa!"

"Lepaskan aku! Biarkan aku pergi!"

"Queen!"

"Pergi, kau!"

"Queena! Bangun!" Queena membuka lebar kedua matanya, saat merasakan guncangan pada tubuhnya. Wanita itu kemudian menatap nyalang ke sekitarnya seolah sedang mencari seseorang.

"Queen! Kau kenapa?" Tanya Bagus yang tiba-tiba sudah menangkup wajah Queena . Istri Bagus itu tampak terengah-engah dan ketakutan, seolah baru saja dikejar oleh seseorang atau sesuatu yang menakutkan.

"Mas Bagus?" Ucap Queena tergagap seraya menatap lekat wajah pria di depannya tersebut.

"Kau kenapa?" Bagus mengulangi pertanyaannya masih sambil menangkup wajah Queena yang kini dipenuhi oleh peluh. Queena tak menjawab sepatah katapun, dan langsung menghambur ke pelukan Bagus. Wanita itu masih berusaha mengatur nafasnya yang memburu.

"Ada apa, Queen?" Tanya Bagus seraya mengusap lembut kepala Queena.

"Hanya mimpi buruk," jawab Queena lirih sambil terus menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan sang suami.

"Barley mana, Mas?" Tanya Queena selanjutnya masih belum mengangkat wajah.

"Di kamar sebelah. Barley sudah berani tidur sendiri," cerita Bagus yang langsung membuat Queena mengangkat wajahnya.

"Tidak menangis?" Tanya Queena khawatir.

"Tidak! Tadi aku menemaninya sampai dia tidur, lalu setelah itu aku tinggal keluar dan barusan aku cek dia masih nyenyak." Ujar Bagus dengan wajah berbinar.

"Ya, semoga tak mati lampu, karena kalau kepanasan biasanya dia akan bangun dan menangis," timpal Queena yang masoh berusaha mengalihkan kegundahannya tentang mimpi buruk tadi.

Ley!

Pria psikopat itu kenapa malah menghantui Queena sekarang?

Toh Ley juga tidak tahu, kalau Queena menyaksikan adegan pembunuhan Bu Indah siang tadi.

Queena langsung pergi tadi, setelah Ley menggorok leher Bu Indah dengan tanpa dosa....

Astaga!!

"Queen!" Tepukan tangan Bagus di wajah Queena, kembali membuyarkan lamunan ibu satu anak tersebut.

"Ya!" Queena menatap ke dalam netra sang suami.

"Kau melamun barusan. Apa ada sesuatu yang mengganggumu, hah? Coba cerita!" Cecar Bagus seraya merapikan rambut Queena.

"Tidak ada apa-apa," jawab Queena seraya menggeleng.

"Yakin?" Bagus sudah ganti menangkup wajah Queena sekarang.

"Iya yakin," jawab Queena seraya mengusap tangan Bagus yang masih berada di wajahnya.

Bagus semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Queena, memangkas jarak di antara mereka berdua, lalu menyatukan bibirnya dan bibir Queena. Pasangan suami istri itupun berpagutan untuk beberapa saat, sebelum kemudian mereka sama-sama tertawa.

"Kau sedang ada tamu?" Tanya Bagus seraya tangannya bergerilya ke pangkal paha Queena.

"Mas cari tahu sendiri! Aku mau tidur!" Jawab Queena seraya mengambil posisi berbaring, lalu memunggungi Bagus.

"Memangnya, kapan kau bisa tidur, jika aku di rumah, hah?" Goda Bagus yang stdahbikut berbaring sembari mendekap tubuh Queena dari belakang.

"Ck!" Queena berdecak seraya menyikut perut Bagus.

"Kita buatkan adik untuk Barley," usul Bagus seraya menciumi tengkuk Queena.

"Dua tahun lagi," Queena sedikit bernegosiasi.

"Ck! Sekarang saja! Toh Barley sudah tiga tahun. Nanti adiknya lahir, Barley pas empat tahun," papar Bagus panjang lebar yang hanya membuat Queena berdecak.

"Mas di rumah sampai kapan memang? Aku belum jadi lepas kontrasepsi," ujar Queena beralasan.

"Satu pekan. Besok kamu lepas-"

"Tidak bisa!" Sergah Queena cepat seraya berbalik dan menghadap ke arah Bagus.

"Harus menunggu tamu bulanan dulu," ujar Queena lagi yang hanya membuat Bagus memutar bola mata.

"Ya sudah! Nanti begitu dapat tamu bulanan, langsung kamu lepas dan kita ulangi lagi saat aku pulang," ujar Bagus yang tiba-tiba sudah melepas kausnya.

"Ulangi lagi? Maksudnya?" Queena mengernyit bingung.

"Iya malam ini kita latihan dulu," Bagus mengerling nakal pada Queena yang kembali harus berdecak.

"Hei! Tidak boleh menolak kalau suami minta." Bagus mencolek hidung Queena.

"Siapa memang yang menolak!" Sergah Queena yang hendak melepaskan bajunya, namun ditahan oleh Bagus.

"Itu tugasku, dan ayo melakukan sedikit pemanasan dulu," bisik Bagis, sebelum kemudian pria itu kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Queena. Pasangan suami istri itu lalu melakukan pergelutan panas mereka di tengah malam yang sunyi dan dingin.

****

"Orderan sprei masih lancar, Queen?" Tanya Mami Friska dari seberang telepon. Saat ini Queena memang sedang video call bersama mami sambungnya tersebut sekalian membahas tentang bisnis sprei yang hingga detik ini masih mereka geluti.

Mami Friska adalah supplier utama sekarang yang akan mengirimkan sprei pada beberapa reseller termasuk Queena untuk dipasarkan ke customer.

Ya, sejak menikah dengan Bagus, Queena memang pindah ke kota yang berbeda dengan Mami Friska dan Papi Briel.

Papi Briel sendiri, saat ini fokus mengelola toko kue peninggalan mendiang Opa dan Oma. Kedua orang tua Queena itu benar-benar pekerja keras dan menjadi panutan bagi Queena.

"Lancar, Mi! Tapi pengiriman yang terakhir kok nggak sampai-sampai, ya?" Ujar Queena seraya menggaruk kepalanya sendiri. Kelebat mimpi buruknya semalam tentang Ley kembali menari-nari di kepala Queena.

Astaga!

Queena harus melakukan apa agar psikopat Ley itu tak terus-terusan menghantui pikirannya.

Hari ini Queena sampai tidak mau pergi mengantar beberapa orderan sprei karena masih merasa trauma. Beruntung Mas Bagus sedang di rumah dan tak keberatan menggantikan Queena untuk mengantar beberapa orderan sprei.

Begitulah Mas Bagus!

Kalau sedang off dan di rumah, pasti akan membantu Queena dari mulai mengantar sprei, hingga urusan rumah lain termasuk mengasuh Barley juga. Benar-benar suami yang pengertian, penyayang, dan idaman!

"Masa belum sampai, Queen? Diumpetin sama Bagus mungkin," kelakar Mami Friska yang membuat Queena sedikit bisa tertawa meskipun bukan tawa lepas.

Pikiran Queena masih belum tenang!

"Barley mana? Mami mau menyapa cucu Mami." Tanya Mami Friska selanjutnya seraya terkikik.

"Barley...." Queena mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat ia duduk untuk mencari Barley yang tadi masih sibuk membongkar mainannya.

Namun Barley mendadak tak terlihat lagi dan hanya tinggal mainan Barley yang berserakan di ruang depan.

"Bentar, Mi! Barley kok tiba-tiba ngumpet," Queena meninggalkan ponselnya yang masih tersambung dengan Mami Friska, lalu bangkit berdiri untuk mencari Barley.

"Barley!" Panggil Queena pada sang putra.

Queena mencari ke arah dapur dan memeriksa kamar mandi. Tapi Barley tidak ada.

"Barley!" Panggil Queena lagi yang ganti memeriksa teras rumah, saat kemudian kedua netra Queena menangkap pagar di teras depan yang sudah setengah terbuka.

"Barley!" Queena bergegas keluar dari teras saat tiba-tiba ia hampir menabrak sesosok tubuh mungil.

Barley!

"Barley, kamu dari mana?" Queena buru-buru berlutut dan memeriksa Barley dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Mama, tue!" Celetuk Barley tiba-tiba seeaya menunjukkan seplastik jajanan anak-anak di tangannya.

"Cucu....tue," oceh Barley lagi masih sambil menggoyang-goyangkan palsati warna putih tadi seolah sedang memamerkannya pada Queena.

"Barley dapat darimana?" Tanya Queena curiga, mengingat isi jajanan di dalam plastik yang bukanlah jajanan murah dan biasanya hanya ditemui di swalayan.

"Om!"

"Om!" Jawab Barley seraya menunjuk ke arah pagar. Queena bergegas memeriksa keluar untuk mencari tahu. Tapi tak ada siapa-siapa di luar atau apapun yang mencurigakan.

Lalu siapa yang memberikan jajanan tadi pada Barley?

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like

DARI SIAPA?

"Cucu, Mama!" Ocehan Barley membuyarkan lamunan Queena yang sejak tadi masih berpikir, siapa yang sudah memberikan seplastik jajanan pada Barley.

Tak ada siapa-siapa di luar!

"Mama, cucu!" Rengek Barley lagi seraya menunjuk ke plastik jajanan yang kini Queena pegang.

"Barley minum susu yang di rumah, ya!" Ucap Queena kemudian seraya menjauhkan plastik tadi dari Barley.

"Yak mau!'

"Cucu! Tue!" Barley merengek dan mulai marah karena jajanannya disembunyikan oleh Queena.

Bukan apa-apa!

Tapi Barley mendapatkan snack tadi dari orang asing, jadi mungkin saja ada sesuatu di dalam snack.

"Mama! Mau cucu! Tue!" Barley sudah mulai menangis sekarang, saat kemudian terdengar panggilan dari Mami Friska di telepon.

Ya ampun!

Queena bahkan lupa kalau ia tadi masih video call bersama Mami Friska.

"Queen, Barley kenapa?" Tanya Mami Friska yang langsung membuat Queena buru-buru menghampiri ponselnya.

"Mama! Mau cucu!"

"Mau tue!" Barley sudah guling-guling sambil menangis sekarang.

"Mama!"

"Queen!"

"Queena tenangin Barley dulu, Mi! Barley mendadak tantrum!" Pamit Queena cepat seraya menutup video call-nya bersama Mami Friska.

Bergegas Queena menghampiri Barley yang masih menangis meraung-raung.

"Mau cucu!" Raung Barley histeris.

"Iya, Barley! Ayo minum susu, Mama bikinin!" Queena berusaha untyk menggendong Barley yang kini meronta-ronta.

"Mau cucu yang itu!"

"Itu!" Barley menunjuk-nunjuk ke atas lemari dimana Queena meletakkan jajanan yang tadi dibawa Barley.

"No!" Jawab Queena tegasbersamaan dengan ucapan salam dari pintu depan.

"Queen, aku pulang!"

"Papa!" Barley kembali meronta dan memaksa turun dari gendongan Queena. Balita itu lalu berlari menghampiri Bagus yang baru saja pulang.

"Papa! Mama nakal!" Adu Barley pada Bagus yang kini sudah menggendong balita tiga tahun tersebut.

"Nakal kenapa?"

"Barley kenapa, Queen? Kenapa dia menangis?" Cecar Bagus pada Queena yang hanya ditanggapi dengan sebuah decakan. Queena lalu mengambil jaket Bagus dan membawanya ke kamar, meninggalkan Barley yang kini masih mengadu pada Bagus.

"Papa, mau cucu!" Barley kembali menunjuk-nunjuk ke atas lemari dimana ada seplastik jajanan yangbtadi disembunyikan Queena.

"Wah! Barley jajan, ya?" Bagus langsung mengambilkan plastik berisi jajanan tadi dan memberikannya pada Barley.

"Mas!" Seru Queena saat melihat Bagus yang sedang membukakan susu untuk Barley.

"Apa?"

"Itu jajannya kenapa dikasihkan ke Barley, Mas!" Sungut Queena yang kini sudah menghampiri sang suami.

"Memang kenapa? Ini jajannya Barley, kan?" Tanya Bagus dengan raut wajah tanpa dosa.

"Ck! Bukan!"

"Itu tadi dibawa Barley dari luar dan nggak tahu siapa yang ngasih. Kalau ada apa-apamya bagaimana?" Cerita Queena yang langsung membuat Bagus menyedot sedikit susu UHT yang hendak ia berikan pada sang putra.

"Rasa susu!" Lapor Bagus setelah sedikit mencicipi.

"Kamu aja yang terlalu parno, Queen!"

"Lagipula, tadi di ujung gang memang ada yang bagi-bagi snack begini juga pas aku lihat. Mungkin itu sama kayak yang ngasih ke Barley," tutur Bagus lagi menenangkan sang istri.

"Siapa? Tadi pas aku cari celingukan nggak ada orang, Mas!" Queena masih sangsi.

"Di ujung gang depan sana. Ada yang ulang tahun katanya."

"Lagian, kok kamu bisa nggak tahu kalau ada yang ngasih snack ke Barley? Kamu kemana?" Cecar Bagus menginterogasi sang istri

"Tadi aku lagi video call sama Mami, trus aku nggak tahu kalau pagar depan kebuka sedikit. Barley kabur," cerita Queena seraya meringis, yang langsung membuat Bagus berdecak.

"Ceroboh!" Bagus mengacak gemas rambut Queena.

"Maaf, Mas!" Cicit Queena merasa bersalah.

"Jangan diulangi!" Pesan Bagus yang langsung membuat Queena mengangguk. Bagus meraih satu snack dari dalam plastik lalu membukanya.

"Itu kan punya Barley, Mas!" Komentar Queena mengingatkan

"Satu doang!"

"Cobain!" Bagus menyuapkan snack tadi ke mulut Queena.

"Enak," komentar Queena seraya mengunyah snack tadi dan Bagus sontak terkekeh.

"Enak karena disuapi atau enak karena gratis?"

"Dua-duanya," jawab Queena yang akhirnya ikut terkekeh juga.

****

Brachon keluar dari satu ruangan, seraya mengancingkan kancing manset di lengan kemejanya. Vin sudah langsung menyambut Brachon dan sigap memakaikan jas pada bos sekaligus atasannya tersebut.

"Helikopternya sudah siap," lapor Vin pada Brachon yang sedang merogoh sakunya, lalu mengeluarkan sebungkus rokok.

"Kau sudah dapat informasi tentang wanita itu?" Tanya Brachon seraya menghentikan langkahnya. Pria itu mengambil satu batang rokok, lalu Vin dengan sigap mengeluarkan macis untuk membakar ujung rokok Brachon.

Asap berwarna abu-abu langsung mengepul dari mulut Brachon dan sedikit mengurung wajah dingin tersebut.

"Sudah. Namanya Queena Alesha," jawab Vin cepat.

"Usianya tiga puluh tahun, sudah menikah, dan punya seorang putra berusia tiga tahun." Vin menunjukkan beberapa foto pada Brachon.

"Dia ada hubungan apa dengan Indah?" Tanya Brachon selanjutnya pada Vin.

"Queena adalah penjual sprei yang kerap mengantarkan sprei dagangannya pada customer yang memesan. Jadi kemungkinan Indah adalah salah satu customer Queen-"

"Kau pesan sprei juga dan suruh dia mengantar kalau begitu!" Potong Brachon cepat memberikan perintah pada Vin.

"Kau pasti tahu apa yang selanjutnya harus kau lakukan saat dia mengantar sprei ke rumah." Lanjut Brachon lagi dengan mulut yang kembali mengepulkan asap.

"Aku boleh langsung menghabisinya?" Tanya Vin yang malah langsung berhadiah tatapan tajam dari Brachon.

"Apa kau lupa dengan perintahku kemarin, Vincent?" Brachon menatap geram pada sang asisten.

"Tidak!" Jawab Vin cepat.

"Aku akan melaksanakan semua perintahmu, lalu membawanya ke hadapanmu," lanjut Vin lagi.

"Bagus!" Brachon seraya melanjutkan langkahnya. Vincent mengikuti langkah Brachon, lalu bis dan asisten itu masuk ke dalam lift dan menuju ke lantai paling atas, dimana helikopter sudah menunggu di sana.

****

"Kau berangkat jam berapa, Mas?" Tanya Queena seraya menggeliat, saat Nagus yang sejak tadi tak berhenti mencumbu serta menciumi leher dan tengkuknya. Padahal Bagus sudah rapi dan siap pergi, karena hari ini suami Queena itu memang harus kembali ke pekerjaannya sebagai pengawas pengiriman barang-barang logistik di perusahaan.

"Ini sudah mau pergi, tapi kau terus saja menahanku-"

"Ish!" Queena mencubit gemas perut Bagus dan suaminya itu hanya tertawa.

"Aku akan pamit pada Barley saja," Bagus akhirnya bangkit berdiri dan berhenti menciumi Queena. Namun sedetik kemudian, pria itu malah membungkuk lalu mengecup bibir Queena lagi.

"Mas!"

"Ssttt! Jangan berisik atau Barley akan bangun nanti," kekeh Bagus seraya berlalu dan masuk ke kamar Barley. Queena mengekori sang suami setelah sedikit membenarkan kancing dasternya yang sudah kemana-mana karena ulah Bagus.

Queena hanya berdiri di ambang pintu, saat Bagus berpamitan pada Barley yang sedang tidur siang. Bagus terlihat menciumi wajah Barley, lalu membisikkan sesuatu di telinga sang putra.

"Papa akan pulang lusa," pungkas Bagus seraya membenarkan selimut Barley, lalu keluar darj kamar dan menghampiri Queena yang masoh berada di pintu kamar.

"Kau sedang apa? Mau minta jatah lagi?" Tanya Bagus dengan nada genit.

"Mesum! Bukanya lusa udah pulang lagi?" Decak Queena seraya bersedekap.

"Ya!"

"Nanti jangan lupa memakai lingerie yang kemarin aku belikan," pesan Bagus sebelum pria itu benar-benar pergi.

"Apa sih!" Wajah Queena langsung memerah, saat kemudian Bagus mengecup kening istrinya itu cukup lama.

"Aku berangkat sekarang," pamit Bagus selanjutnya.

"Hati-hati dan jangan telat makan!" Pesan Queen seraya merapikan sedikit jaket Bagus.

"Nanti kamu ingatkan kalau aku lupa, ya!" Goda Bagus seraya terkekeh. Bagus meraih tangan Queena lalu menggandengnya hingga ke pintu depan.

Bagus kembali memcium kening Queena di pintu depan, lalu pamitan sekali lagi pada istrinya tersebut.

"Bye!" Queena melambaikan tangan setelah Bagus pergi naik ojek. Disaat bersamaan, ponsel Queena yang sejak tadi ia genggam berbunyi menandakan ada pesan masuk.

[Apa bisa pesan sprei ukuran 180 tapi diantar hari ini? Sedikit urgent.] -No name-

Queena melihat ke jam dinding di ruamg depan sebelum membalas pesan. Masih jam sebelas siang.

[Butuh berapa pcs?] -Queena-

[Tiga. Bisa?] -No Name-

[Bisa. Saya kirim motifnya] -Queena-

Queena segera mengirimkan motif sprei yang ready stok. Dan tak berselang lama, customer baru Queena tadi sudah memilih motif. Sepertinya bukan customer yang rewel.

[Alamat lengkap?] -Queena-

Sebuah alamat masuk ke ponsel Queena tak berselang lama. Itu adalah sebuah kawasan apartemen di pusat kota.

Baiklah, di apartemen berarti aman! Queena akan langsung mengantarnya saja mumpung Barley masih tidur. Queena akan menitipkan Barley pada tetangganya juga, berjaga-jaga kalah balita itu mendadak bangun.

[Kalau saya antar sekarang, apa ada orang?] -Queena-

[Ya, kami sedang mengurus barang pindahan.]

[Baiklah, saya OTW. Nanti saya telepon lagi ] -Queena-

[Saya tunggu]

Selesai membaca balasan pesan dari customer-nya. Queena bergegas menyiapkan barang yang akan ia antar. Tak lupa, Queena mampur ke rumah tetangga samping rumah untuk menitipkan Barley yang masih terlelap.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Jangan lupa like.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!