Tiga bulan pertama pernikahan Mikaila dan Zefran harus di uji karena keduanya sedang menyembunyikan pernikahan rahasia mereka dari keluarga sang suami.
Mikaila yang tidak mengetahui jika dirinya menikahi seorang putra konglomerat. Yang ia tahu suaminya hanya seorang karyawan biasa yang saat itu sedang melakukan perjalanan dinas di kota kelahirannya.
Zefran sudah lama menetap di Palembang hanya untuk melarikan diri dari keluarganya.
Sudah hampir enam bulan dia bertahan di kota tersebut hingga bertemu dengan seorang gadis cantik dan memutuskan untuk menikahi gadis itu dalam waktu singkat yaitu satu bulan perkenalan mereka.
"Zefran!"
"Hmm!"
"Mengapa kamu tidak membawaku serta untuk bertemu dengan keluarga besar mu di Jakarta?"
"Aku akan membawamu, kalau waktunya sangat tepat untuk memperkenalkan kamu pada keluargaku!"
"Berapa lama kamu di Jakarta?"
"Mungkin sepekan aku di sana untuk meyakinkan kedua orangtuaku agar bisa menerima kamu sayang."
"Apa salahnya kalau aku ikut?"
Mikaila terlihat ngambek dan sulit di bujuk oleh suaminya.
Zefran menghembuskan nafasnya kasar. Ia harus memberikan pengertian kepada istrinya karena sulit baginya membawa Mikaila yang hanya gadis biasa dari keluarga sederhana.
Kebetulan istrinya sudah yatim piatu dan tinggal dengan salah satu saudara lelakinya.
Mikaila memiliki dua saudara yaitu Hanna dan Hanan.
"Huufff!"
Ok, aku akan kembali menjemputmu dalam waktu tiga hari dan sekarang aku mohon kamu harus mengerti keadaanku juga. Kita hanya menikah siri dan belum diresmikan. Jadi sulit bagiku untuk membawamu pada keluargaku."
"Apakah kamu anak orang kaya? Apakah keluargamu sangat berkuasa hingga kamu sangat kuatir dengan pernikahan kita?"
Tanya Mikaila tanpa Jedah.
Deggggg....
"Tidak sayang! Aku putra dari keluarga biasa sama sepertimu. Hanya saja saat ini ayahku mengidap penyakit jantung.
Itulah sebabnya aku harus bicara dengan kedua orangtuaku dari hati ke hati agar mereka bisa menerima kamu menjadi menantu mereka."
"Baiklah. Kalau begitu, kamu boleh pergi tapi aku harap kamu bisa hubungi aku setelah tiba di Jakarta dan tiga hari kemudian, sebelum aku membuka mataku, kamu harus sudah ada di sampingku seperti biasanya, bagaimana?"
"Ok, siapa takut." Ujar Zefran lalu mengecup bibir istrinya lembut.
Zefran yang sudah meminta anak buahnya, untuk berpura-pura menjadi tukang ojek untuk menjemputnya di rumah.
"Jaga dirimu sayang dan jangan pernah mendengar gosip tetangga apa lagi menanggapi sindiran mereka padamu. Dalam tiga hari aku akan pulang untuk untuk menjemputmu." Ujar Zefran.
"Hmm!"
Zefran melambaikan tangannya kepada suaminya hingga motor Vespa LX itu menghilang dari pandangannya.
Zefran sudah di jemput oleh anak buah ayahnya dengan mobil mewah menuju bandara di pesawat jet pribadi ayahnya sudah siap membawa pulang pria tampan itu.
"Dasar bodoh!"
Plakkk...
Tamparan keras itu mengenai wajahnya disertai makian yang harus Zefran terima dari sang ayah yang sudah berada di pesawat itu.
"Apakah kamu sudah gila menikahi gadis kampung yang tidak jelas asal usulnya daripada tawaran ayah yang memintamu menikahi putrinya sahabat ayah."
Tubuh Zefran hampir terhuyung ke belakang karena kerasnya tamparan sang ayah.
"Aku sangat mencintainya, ayah!"
"Cinta..? Apa yang kamu dapatkan dari gadis kampung itu? Kamu harus berpisah dengannya atau aku akan membuat istri siri mu itu menderita bersama keluarganya." Ancaman Tuan Noya tidak main-main.
Zefran langsung berlutut memohon kepada ayahnya untuk tidak menyakiti istrinya.
"Tidak ayah! Jangan sakiti dia. Aku mohon! Aku akan melakukan apapun permintaan ayah asalkan tidak memintaku menikahi gadis pilihan ayah."
"Zefraannn!"
Teriakan tuan Noya menggema hingga wajahnya memerah menatap tajam wajah sang putra yang masih menantang permintaannya.
"Apakah ayah harus meminta anak buah ayah untuk lebih dulu menyakiti abangnya perempuan itu?"
"Tidak! Jangan ayah! Dia adalah tulang punggung keluarganya. Baiklah, aku akan menikahi gadis itu."
Zefran menyerah untuk menerima perjodohan dirinya dengan wanita pilihan ayahnya hanya untuk melindungi sang istri dan keluarganya.
Senyum kemenangan terlihat jelas di wajah tuan Noya yang sudah mendapatkan tujuannya.
Zefran memejamkan matanya sambil bergumam lirih untuk meminta maaf kepada istrinya Mikaila.
"Sayang! Maafkan aku, bagaimana pun juga kau adalah satu-satunya wanita yang aku cintai sampai aku mati."
Pesawat jet pribadi milik Tuan Noya Terbang mengangkasa meninggalkan kota Palembang yang sudah menorehkan banyak kenangan indah untuk Zefran bersama dengan istri tercinta.
"Tunggu aku sayang! Aku akan segera pulang setelah menikahi perempuan pilihan ayah." Batin Zefran.
...----------------...
Di kediaman Tuan Noya sudah hadir tamunya, keluarga tuan Anggoro Wijoyo. Sambutan hangat dua sahabat itu setelah sekian lama tidak berjumpa karena keluarga tuan Anggoro menetap di Amerika.
"Wah! Tambah makmur saja sahabatku ini!" Canda Tuan Noya saat melihat perut besar sahabatnya alias gendut.
"Dan kau masih gagah seperti biasanya."
Tuan Noya menerima saliman seorang gadis cantik yang sangat terpelajar bersikap santun lagi anggun sedang mencium tangannya dengan takzim.
"Wah, apakah ini putrimu Hesty?" Tanya tuan Noya sambil mengusap kepala Hesty lembut.
"Iya Om!"
"Kamu sangat mirip dengan almarhumah ibumu Winda dan kalian berdua sama-sama cantik."
Hesty tersenyum mendapatkan pujian calon mertuanya.
"Paman!"
"Iya sayang?"
"Dimana Zefran."
"Sebentar lagi dia akan turun Hesty."
"Selamat malam!" Sapa Zefran sambil menuruni anak tangga ketika melihat Hesty yang ingin menghampiri dirinya ke kamarnya.
Hesty tertegun menatap wajah tampan Zefran, lelaki yang sudah lama tidak pernah ia temui lagi semenjak mereka duduk di SMU karena dia dan keluarganya harus hijrah ke Amerika.
"Selamat malam Zefran!"
Sapa Hesty sambil menyodorkan tangannya ke arah Zefran yang terlihat dingin padanya.
Hesty menarik lagi tangannya dan tersenyum pada Zefran. Suami dari Mikaila ini langsung duduk bergabung dengan ayah dan ibunya yang sedang menemani tuan Anggoro. Hesty ikut duduk di sisi ayahnya sambil menebarkan senyum manisnya.
"Sebaiknya kita mempercepat pernikahan kedua anak kita, Tuan Noya!"
Pinta Tuan Anggoro yang tidak tahu kalau calon menantunya ini sudah memiliki istri.
"Bagaimana denganmu Zefran? Apakah kamu sudah siap menikahi putrinya tuan Anggoro?"
Tanya tuan Noya terkesan basa basi.
"Lakukan apa yang kalian inginkan! aku akan menjalani permintaan kalian. Maaf, aku mau keluar sebentar!"
Acuh Zefran sambil mematikan bunyi ponselnya karena ada telepon masuk dari Mikaila. Ia harus menjauhi keluarganya agar bisa bicara dengan istrinya.
"Sayang! Apakah besok kamu jadi pulang?" Tanya Mikaila penuh kerinduan pada suaminya.
"Sepertinya aku tidak bisa pulang besok sayang, mungkin Minggu depan aku baru bisa pulang karena kesehatan ayahku sedang terganggu." Ujar Zefran berbohong.
"Innalilahi! Jadi ayah mertua sedang sakit?"
Tanya Mikaila cemas.
"Iya sayang! Aku mohon pengertiannya.
"Baiklah. Tidak masalah, sebaiknya kamu temani ayah mertua sampai sembuh."
"Terimakasih, cintaku! Muaacch!"
Zefran terlihat lega bisa mengulur waktu dengan cara berbohong kepada istrinya.
"Zefran!" Panggil Hesty sambil memeluk pinggang Zefran tanpa segan.
Zefran tersentak saat pinggangnya direngkuh oleh Hesty dari balik punggungnya.
Mikaila tersentak mendengar suara wanita ikut masuk ke dalam ponselnya.
"Zef!"
Kamu sedang bersama siapa..?" Tanya Mikaila dengan tubuh gemetar.
"Calon istrinya Zefran."
Ucap Hesty dengan suara yang cukup tinggi membuat Mikaila hampir pingsan.
Deggggg....
Zefran segera memutuskan obrolannya dengan istrinya saat suara Hesty ikut masuk ke dalam obrolan mereka.
"Bisakah kamu bersikap sopan padaku sebentar saja?"
Zefran menepis tangan Hesty dari pinggangnya.
"Kamu sedang bicara dengan siapa?"
"Bukan urusanmu!"
"Tentu saja jadi urusanku juga karena sebentar lagi kita akan menikah."
"Itu baru rencana dan kita belum terikat pernikahan!"
Tatapan mata tajam Zefran menyeruak masuk kedalam hati Hesty yang tersentak.
"Maafkan aku!"
Wajah itu menunduk lesu karena salah memahami hubungan mereka yang masih abu.
"Jaga batasan mu! Pernikahan ini hanya sebuah hubungan bisnis bukan berlandaskan cinta."
Zefran melangkah menuju ke tempat parkiran mobilnya yang berderet dengan model dan brand ternama seperti layaknya showroom mobil yang ada di garasinya.
"Sial! Anak itu selalu kabur di saat aku sedang menerima tamu." Umpat tuan Noya geram.
"Hesty! Di mana nak Zefran?" Tanya ayahnya sambil tersenyum pada putrinya yang terlihat cemberut.
"Dia pergi dengan mobilnya, Hesty tidak tahu ke mana tujuannya."
"Mengapa putramu bertindak tidak sopan di saat kami datang untuk membahas rencana pernikahan mereka?"
Celetuk tuan Anggoro.
"Biarkan dia menjadi urusanku tuan Anggoro. Kita cukup menentukan tanggal pernikahan mereka saja dan setelah itu, kita hanya meresmikan pernikahan anak-anak kita." Sahut tuan Atalla tidak enak hati.
"Baiklah. Kalau begitu segera menikahkan mereka agar aku bisa tenang menjalani hari tuaku." Ujar tuan Anggoro yang memilki klan besar di jaringan mafia bersama dengan tuan Noya.
"Baik tuan Anggoro. Kalau begitu silahkan ke ruang makan! Kami sudah menghidangkan makan malam untuk kita!" Ujar tuan Noya.
"Tidak perlu! Perbuatan putramu sudah menghilangkan selera makan ku."
Tuan Anggoro berdiri dan pamit dari hadapan tuan Noya dan Nyonya IFA.
Tuan Noya tidak bisa memaksa lagi calon besannya ini. Ia sangat paham dengan tingkah tuan Anggoro yang tidak ingin mendengar bujukan apapun dari seseorang saat hatinya kecewa.
Pasutri itu mengantarkan tuan Anggoro bersama putrinya Hesti yang sedang menggandeng lengan ayahnya menuju mobil mereka.
"Sekali lagi, maafkan sikap putra saya, tuan Anggoro!"
Tuan Noya menundukkan kepalanya dengan tubuh setengah membungkuk untuk menyampaikan penyesalan mendalamnya karena tidak bisa mengendalikan putranya.
Mobil hitam mewah itu melesat dengan cepat meninggalkan kediaman keluarga Tuan Noya.
Sang diktator ini segera menghubungi anak buahnya untuk menangkap putranya dan membawa pulang Zefran.
"Ayah! Jangan terlalu berlebihan seperti itu pada Zefran! Dia akan minggat lagi seperti yang sudah-sudah karena ayah terlalu keras pada putra kita." Protes nyonya IFA.
"Kalau aku tidak keras padanya, bagaimana mungkin dia bisa menggantikan aku sebagai raja Mafia?"
Seorang mafia harus bersikap tegas dan jangan mudah lemah pada kondisi apapun, atau musuh akan menembaknya mati dan merebut kekuasaannya."
"Apakah di isi kepalamu hanya ada kerajaan bisnis hingga lupa akan ikatan antara keluarga?"
"Keluarga nomor dua jika kau ingin mempertahankan kekuasaan mu agar tidak mudah ditindas oleh orang-orang yang memanfaatkan kelemahan mu dan aku tidak mau jika putraku terlalu jauh terperosok ke dalam jurang kasih sayang karena itu akan melemahkan dirinya."
"Baiklah. Terserah ayah! Sifat keras kepalamu ini akan terbentur dengan Kenyataan yang suatu saat nanti membuatmu menyesal." Ungkap nyonya IFA sambil menikmati makanannya yang sudah terasa hambar karena suasana hatinya sedang buruk.
...----------------...
Satu bulan berlalu, tidak ada lagi konfirmasi apapun dari Zefran untuk istrinya hingga menjelang pernikahannya dengan Hesty yang sebentar lagi akan di adakan di salah satu resort mewah di Bali.
Kegelisahan Mikaila makin menjadi karena janji suaminya yang tidak ditepati jika dirinya akan dijemput untuk diperkenalkan kepada keluarga besar lelaki itu.
"Apakah Zefran sedang menipuku? Apakah dia sudah memiliki kekasih lagi dan aku akan dicampakkan? bukankah malam itu aku mendengar suara wanita yang menyebutkan kalau dia adalah... astaga! benar, suara itu menyebutkan kalau dia adalah calon istrinya suamiku. Itu berarti sebentar lagi aku akan di madu."
Mikaila membekap mulutnya mengingat ucapan samar itu tertangkap oleh pendengarannya. Apa lagi saat ini suaminya sama sekali tidak ingin menghubunginya lagi.
"Ya Allah. Apakah aku akan segera dimadu? bagaimana dengan statusku...hiks... hiks!"
Bulir bening itu luruh begitu saja melewati pipi mulusnya. Ia merasa sangat malu pada tetangganya yang mulai membully dirinya.
"Tidak! Zefran tidak akan tega menipuku. Dia sudah berjanji padaku akan membawaku ke kota Jakarta. Dia juga sudah berpesan agar aku tidak terpengaruh dengan gosip tetangga. Dia suamiku dan aku harus percaya kepada-nya. Jika dia berbohong, itu urusannya dengan Allah.
"Gumam Mikaila lirih.
Ia merapikan lagi tempat tidurnya yang sempat tertunda karena sempat melamun.
Hari yang dinantikan oleh keluarga besar tuan Noya dan Anggoro akhirnya terwujud juga.
Pesta pernikahan itu berlangsung meriah. Pasangan pengantin yang sedang berdiri menerima ucapan selamat dari para tamu yang berasal dari high class.
Wajah kelam Zefran terlihat datar tanpa kata yang terucap dari bibirnya. Pikirannya saat ini hanya tertuju kepada satu wanita yang saat ini sangat ia rindukan.
Ia berharap, pesta pernikahan segera usai karena moodnya sudah tidak lagi diajak kompromi hanya untuk menyenangkan hati keluarganya.
"Zef!"
"Hmm!"
"Tolong bersikap manis sedikit dengan tamu! Apapun masalahmu, tolong tetap bersikap wajar dan jangan biarkan amarahmu mengusai perasaanmu." Ujar Hesty setengah berbisik pada sang suami.
"Kau dan keluargaku yang menginginkan pernikahan ini, bukan aku. Jadi tolong jangan memaksa aku bersikap manis pada tamu undangan karena itu bukan masalahku." Ujar Zefran ketus.
"Terserah! Apapun yang kamu katakan padaku tidak merubah statusmu saat ini bahwa kamu adalah suamiku yang sah."
"Kau terlihat sangat menyedihkan. Aku sendiri tidak menginginkan dirimu. Pernikahan ini hanya sampah yang akan aku buang suatu hari nanti, Hesty!"
"Itu berarti sama saja kamu sedang menyerahkan semua yang dimiliki oleh keluargamu pada keluargaku karena apapun yang keluargamu miliki pada dasarnya berasal dari ayahku. Putuskan sendiri pilihanmu berada di jalanan seperti pengemis atau mau tidak mau menerima aku sebagai istrimu. Apa lagi persyaratan mutlak dari perjanjian yang dibuat oleh ayah kita adalah seorang anak. Tanpa anak, kau tidak akan pernah mendapatkan kemewahan ini dari keluargaku." Ucap Hesty untuk menakuti Zefran.
"Kamu kira aku akan menginginkan kekuasaan dan harta ayahmu? Ambil semuanya karena aku tidak membutuhkan itu."
Nafas Zefran terdengar memburu menahan amarahnya yang makin memuncak.
Tamu mulai berkurang dan Zefran segera keluar dari acara tersebut menuju ke kamarnya untuk menatap pantai yang terhampar luas sejauh mata memandang.
Ancaman dari ayahnya yang akan mencelakakan istri pertamanya jika ia tidak memenuhi permintaan sang ayah, membuat Zefran tidak lagi menghubungi Mikaila.
Tiga bulan berlalu begitu melelahkan untuk sebuah penantian dengan janji yang tidak bisa ditepati oleh sang suami pada dirinya.
Gunjingan tetangga makin memicu Mikaila untuk segera pergi dari kampungnya untuk mencari sang suami tanpa alamat yang harus ia tuju.
Bermodalkan nekat dengan keyakinan yang ada, Mikaila akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Jakarta dengan membawa uang yang cukup banyak yang ditinggalkan suaminya untuk dirinya.
Baik uang tunai maupun debit card atas namanya yang dibuat oleh sang suami agar kebutuhannya tetap terpenuhi.
Mikaila yang tidak pernah memeriksa saldo rekening saat suaminya memberikan kartu itu padanya tanpa buku ketika hendak pamit ke Jakarta.
Ia hanya di minta untuk memasukkan PIN sesuai dengan tanggal pertemuan mereka pertama kali di mana Mikaila saat itu sedang membawa barang namun tertinggal di bis.
Dan kebetulan, Zefran yang saat itu menjadi penumpang terakhir menurunkan barang itu bersamanya.
Mikaila tersenyum mengenang itu semua. Ia hampir bersitegang dengan Zefran gara-gara lelaki itu diam saja saat di tanya Mikaila.
Flash back!
"Permisi Tuan!"
Sapa Mikaila begitu melihat Zefran sedang duduk di halte pemberhentian bis.
Zefran hanya menatap wajahnya sebentar lalu kembali menatap ponselnya.
"Hallo tuan! Maaf, apakah itu barang saya?" Tanya Mikaila sambil menunjuk ke arah kardus kecil di sebelah kanannya Zefran.
Zefran hanya mengangkat kedua bahunya tanpa mengangkat wajahnya.
"Oh ternyata kamu gagu. Maaf ya tuan, aku tidak tahu kalau kamu cacat fisik." Sindir Mikaila cuek.
Ia lalu mengambil barang bawaannya yang ada di samping Zefran. Mikaila berjalan cuek tanpa mengatakan sepatah katapun pada Zefran.
"Hei gadis idiot!"
Bentak Zefran membuat Mikaila menghentikan langkahnya. Iapun segera membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah Zefran yang sedang menatapnya tajam.
"Astaga! Aku kira kamu gagu tuan, rupanya kamu bisa bicara dengan lugas. Terimakasih sudah menyelamatkan barang ini." Acuh Mikaila melanjutkan lagi langkahnya untuk mencari taksi.
"Hei! Berhenti! Kau harus minta maaf padaku gadis nakal."
"Cih! Kau yang tidak sopan! Di tanya diam saja. Di katakan gagu nggak terima. Sekarang, nyalahin saya. Dasar cowok nggak jelas!" Umpatnya Mikaila.
Gadis ini menghentikan taksi yang sedang melintas. Zefran menarik tangannya Mikaila ketika taksi itu berhenti.
"Lepaskan! Ada apa denganmu?" Mikaila berusaha menarik lengannya karena dicekal oleh Zefran.
"Nona! Jadi nggak mau naik taksinya?" Tanya sopir yang melihat pasangan di depannya sedang tarik menarik.
Zefran menghampiri taksi itu sambil merogoh kantongnya untuk mengeluarkan uang seratus ribu dan menyerahkan kepada sopir taksi itu.
"Jalan saja pak! Istriku mau kabur dariku." Ujar Zefran acuh.
"Kau..!"
"Bertengkar nya jangan di jalan bang! bila perlu di kamar." Canda sopir taksi itu, lalu melanjutkan lagi mencari penumpang.
"Hei..! Dia bukan...?" Kata-kata Mikaila tercekat saat sopir taksi itu kabur dari mereka.
Mikaila Berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Zefran yang masih kuat menahannya pergi.
"Kau mau apa, hah..?"
Bentak Mikaila sengit.
"Di mana rumahmu..?"
"Untuk apa menanyakan rumahku..?"
"Untuk melamarmu!" Ujar Zefran serius.
"Kamu kira aku ini kambing..? Beli langsung di bawa pulang."
"Itu pikiran bodohmu!" Sungut Zefran.
Tidak lama, mobil mewah berhenti di depan mereka. Sopir itu turun sambil membungkuk dan membuka pintu mobil untuk Zefran.
"Maaf bos! Saya terlambat."
"Masuklah! Aku akan mengantarmu pulang." Ujar Zefran.
"Tidak..aku tidak mau. Kau pasti ingin membawa kabur diriku. Hiih..! Jangan.. jangan kau seorang psikopat." Ujar Mikaila sambil bergidik.
"Sekali lagi kamu menghinaku, aku akan menciummu!" Ancam Zefran terlihat kesal.
Mikaila menggeleng kepalanya dengan sangat cepat.
"Tolong maafkan aku! Dan biarkan aku pulang."
Mikaila mengatupkan kedua tangannya memohon kepada Zefran yang hampir ngakak melihat wajah polos Mikaila.
"Iya, aku memang mau mengantar kamu pulang. Sebutkan alamat rumahmu." Ujar Zefran.
Mikaila menyebutkan alamat rumahnya dalam beberapa menit kemudian, mobil itu sudah berhenti di depan rumah besar milik mendiang kedua orangtuanya Mikaila.
"Terimakasih tuan atas tumpangannya!"
Mikaila segera turun dari mobil mewah itu dan iapun menarik kopernya tapi koper itu langsung di bawah oleh Zefran.
Mikaila hanya menenteng barangnya yang tadi sempat tertinggal berupa satu buah kardus. Itupun di ambil oleh sopir Zefran. Dua lelaki itu membawa barangnya ke dalam teras rumah Mikaila.
"Terimakasih Tuan...?"
Mikaila menunggu Zefran menyebutkan namanya sendiri.
"Iya namaku...?"
Cek...lek!
Pintu itu di buka oleh kakak iparnya Mikaila.
"Mikaila! kamu sudah pulang dan ini siapa..?"
"Kenalkan kak! Namaku Zefran..dan aku kekasih dari Mikaila.
"Oh sit! Sajak kapan kita ..!"
Zefran merangkul pundak Mikaila agar gadis ini diam.
Ika tersenyum malu melihat kemesraan pasangan yang ada di depannya.
"Mikaila! Ajak kekasihmu masuk!"
"Tapi dia bukan...?"
Zefran menatap tajam wajah Mikaila yang terlihat bingung dengan aksi nekat Zefran padanya.
Zefran masuk ke dalam rumah Mikaila yang cukup besar itu. Rumah dengan gaya interior klasik alias rumah jadul masih terawat dengan baik.
"Kamu ini mau apa sih tuan?" Ko tiba-tiba jadi aneh begini."
Keluh Mikaila pada Zefran yang terlihat duduk dengan acuh di hadapannya.
"Bukankah aku sudah bilang ingin melamarmu. Aku serius dengan ucapan ku dan sekarang jangan tanyakan lagi."
"Tapi kita berdua itu hanya salah paham dan kenapa tiba-tiba jadi serius begini." Keluh Mikaila gusar.
Ika keluar membawa tiga cangkir minuman yang berisi dua kopi dan satu teh hangat. Mikaila mengambil satu persatu minuman itu dan diletakkan sesuai tempat duduk mereka berdua.
"Maaf! Kenalkan nama saya Ika. Saya adalah kakak iparnya Mikaila ." Ujar Ika.
"Saya datang ke sini ingin melamar Mikaila menjadi istri saya. Apakah saya boleh bertemu dengan kakak ipar..?"
"Jam segini suamiku belum pulang. Paling sekitar jam delapan baru pulang."
"Apakah kakak ipar masih kerja?"
"Iya Zefran!"
"Suamiku kerja di bengkel. Pulangnya suka malam."
"Baiklah. Tidak apa, besok saya akan datang lagi untuk melamar Mikaila."
"Cih! Tiba-tiba saja so akrab, padahal kenalan saja belum." Batin Mikaila.
"Baiklah! Nanti saya akan sampaikan kepada bang Hanan dan adik ipar saya Hanna untuk menyambut kedatangan kalian melamar adik saya Mikaila." Ujar Ika bahagia.
Zefran lalu pamit kepada Mikaila dan kakak iparnya.
"Sayang! Besok aku akan datang lagi. Oh iya boleh aku pinjam ponselmu?"
"Untuk apa?"
"Aku ingin memasukkan nomor kontak ibuku, mungkin kamu ingin mengobrol dengannya." Pinta Zefran.
"Tapi aku...!"
"Berikan saja Mikaila! siapa tahu calon mertuamu itu ingin menanyakan hal penting padamu.
Mikaila makin greget dengan sikap Zefran yang semau gue.
Ia menyerahkan ponselnya pada Zefran dengan bibir mengerucut.
"Nih!"
Zefran segera memasukkan nomor kontaknya ke dalam ponselnya Mikaila dan menghubungi nomornya sehingga nomor Mikaila tersimpan di ponselnya.
"Ini sayang, terimakasih!"
Zefran pulang dengan nafas lega. Mikaila langsung masuk ke kamarnya tanpa ingin mengantar tamunya ke depan.
Mikaila mengintip dari balik jendela kamarnya sampai mobil Zefran meninggalkan rumahnya.
"Ya ALLAH. Mimpi apa aku hari ini bertemu dengan lelaki seaneh itu. Tapi dia sangat tampan. Apakah ucapannya serius ingin melamarku?" Lirih Mikaila.
Dreetttt...
Mikaila melihat panggilan itu dengan nama Hubby.
"Apaa....?" Benar-benar gila itu orang dengan menulis namanya dengan hubby." Gerutu Mikaila makin meradang.
"Sayang! Aku serius ingin melamar kamu besok." Ucap Zefran.
"Dasar gila!"
"Aku gila karena kamu sayang!"
Tuttt....
Mikaila memutuskan obrolan mereka secara sepihak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!