NovelToon NovelToon

Gejolak Asmara Setelah Perceraian

Bab.1

Saling mengenal, nyaman, jatuh cinta hingga akhirnya memutuskan untuk menikah, semua itu adalah proses yang dilalui dua insan yang dipertemukan oleh semesta untuk saling melengkapi satu sama lain.

Kehidupan rumah tangga yang penuh suka duka terlewati dengan canda tawa, nyatanya tidak menjadi jaminan bahwa pondasi yang terbangun akan terus kokoh.

Seorang wanita cantik bernama Milda mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mengikuti mobil lain yang melaju kencang beberapa meter dari mobilnya. Saat memasuki area perumahan elit, perasaannya pun sudah tak karuan, ia mencoba untuk berpikir positif tetapi nyatanya, dia tak bisa memungkiri jika dirinya takut terluka.

Ya, dia sedang mengikuti suaminya. Beberapa bulan belakangan ia sudah mengumpulkan informasi dan beberapa fakta lainnya. Tidak mau menghakimi sebelum membuktikan sendiri, akhirnya hari itu dia mengikuti sang suami yang berdalih akan pergi ke kantor tetapi faktanya jauh dari itu.

Saat mobil itu berhenti, Milda juga menepikan mobilnya dengan jarak yang cukup jauh. "Untuk apa dia datang ke rumah itu, apa rapat penting bisa di lakukan di sebuah rumah pribadi?"

Tak mau membuang waktu, dia segera turun dan berjalan secara cepat sambil sesekali menyembunyikan dirinya di antara lalu-lalang agar tidak ketahuan oleh sang suami. Semakin dekat perasannya semakin tidak enak, namun dirinya sudah siap untuk semua kemungkinan.

Beberapa detik kemudian, dunia Milda seolah runtuh seketika. Bagaimana tidak, pria yang begitu dia cintai, pria yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga dengannya selama kurang lebih dua tahun, memeluk mesra wanita lain.

"Apa-apaan ini," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.

Fakta itu begitu menyakitkan, semua terasa tidak nyata, dia berharap ini hanya mimpi buruk yang sebentar lagi akan berakhir. Kenapa harus rumah tangganya, kenapa tidak yang lain saja mungkin itulah yang Milda pikirkan saat itu.

Wanita mana yang tidak runtuh saat di hadapkan dengan ujian perasaan berbau pengkhianatan. Tidak ada wanita yang sanggup menerima hal seperti itu dengan lapang dada, ya ... tidak ada satupun wanita seperti itu.

Dengan tubuh ringkih dan kondisi hati yang sangat hancur, Milda melangkah mendekat, memasuki halaman rumah mewah itu. Dia sudah menyiapkan hati selama berbulan-bulan untuk hari itu dan ternyata rasanya lebih sakit dari yang dibayangkan.

"Jadi ini yang kamu lakukan di belakangku?"

Sontak wanita dan pria yang sedang berpelukan mesra itu menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya saat mereka melihat kedatangan Milda.

"Sayang, kenapa kamu bisa kesini?"

Plaak!

Milda mendaratkan satu tamparan di wajah sang suami. "Apa aku masih harus menjawab? Setelah apa yang aku lihat dengan kedua mataku!"

"Mi-Milda, aku bisa jelaskan, semua ini tidak seperti yang kamu bayangkan."

Saat sang suami mencoba untuk menjelaskan, Milda malah fokus menatap tajam ke arah wanita yang bersembunyi di balik punggung suaminya. "Cukup!" hardik Milda membuat sang suami akhirnya bungkam.

"Cukup, Devan. Aku tidak mau mendengar alasan apa yang membuat kamu mengkhianati pernikahan kita. Dua tahun merajut mimpi, telah hancur tak berarti apa-apa."

Milda menarik lengan wanita itu agar keluar dari tempat persembunyiannya. "Dan untuk kamu, apa yang kamu inginkan dari suamiku. Harta, tahta? Berapa banyak uang yang kamu inginkan, katakan kepada ku!"

"Milda!" tegas Devan saat melihat Milda semakin memojokkan wanita selingkuhannya.

"Jangan pernah berteriak kepadanya, dia tidak salah, aku yang salah."

Sudah hancur berkeping-keping, lalu kembali dihantam oleh kenyataan hingga akhirnya hati Milda remuk menjadi abu. Perasaanya suram, hampa, bagai tak bernyawa, dia tidak lagi mengenali pria yang dua tahun lalu mengucapkan janji suci di depan kedua orangtuanya.

"Tidak, ini bukan dunia yang aku inginkan, seharusnya aku tidak mengalami semua ini. Ini pasti tidak benar," batin Milda.

Sempat tertunduk sesaat, Milda kembali menatap suaminya dan juga wanita itu secara bergantian. "Pernikahan layaknya sebuah kapal yang kendalikan oleh seorang nahkoda, tapi sepertinya kamu sudah salah mengambil arah sampai menerjang ombak dan akhirnya semua hancur terbawa arus."

Milda berbalik, melangkah pergi meninggalkan teras rumah itu. Saat itu juga air matanya berjatuhan tanpa suara. Seolah tidak ada lagi harapan yang menjadi alasan untuk dia bertahan.

Devan hendak mengejar sang istri namun Soraya tiba-tiba menahan langkahnya. "Sayang, sudahlah. Cepat atau lambat dia memang harus tahu, kan? Abaikan saja dia kamu datang kemari untuk bersenang-senang denganku. Ayo masuk."

Devan hanya menurut saja ketika Soraya menariknya masuk ke dalam rumah. Ya, hasrat dan kenikmatan sesaat adalah hal yang menjadi pondasi awal perselingkuhan antara Devan dan Soraya.

Mereka sama-sama menginginkan satu sama lain terlebih dalam urusan ranjang. Sesampainya di dalam kamar, Soraya bergerak cepat ketika melihat sang kekasih seperti tidak fokus, dia membawa Devan duduk di sebuah sofa.

"Jangan memikirkan nya lagi, Baby. Kamu hanya perlu memikirkan kelanjutan hubungan kita setelah ini." Tidak ada rasa simpati, kini pikiran Devan sudah diracuni oleh seorang wanita yang berhasil membuatnya masuk kedalam hubungan terlarang.

****

Malam hari setelah memergoki sang suami, Milda duduk termenung di tepi ranjang seraya memandang keluar jendela kamar yang terbuka lebar. Dinginnya angin malam tidak lagi dia pedulikan, sekarang dia sedang berpikir jauh ke depan, antara bertahan atau melepaskan.

"Milda."

Lamunan Milda buyar seketika saat mendengar seseorang memanggil namanya, dia berbalik dan mendapati sang suami sedang berdiri di ambang pintu kamar. "Ck, kamu bisa pulang setelah mengacaukan perasaanku?"

Devan mendekat dan langsung bersimpuh di hadapan sang istri. "Milda, maafkan aku karena sudah mengkhianati pernikahan kita. Dia adalah mantan kekasihku yang dulu sempat menghilang tanpa kabar dan sekarang dia sudah kembali kepadaku, izinkan aku menikahi dia dan aku janji akan berlaku adil."

Milda melihat sang suami dengan tatapan tak percaya. Bagaimana bisa setelah penghianatan itu, suaminya malah meminta izin untuk menghadirkan orang ketiga dalam rumah tangga mereka.

"Setelah semua kebohonganmu terbongkar, sekarang kamu ingin menghadirkan racun dalam pernikahan kita?"

"Milda dengarkan aku, kamu tidak mengerti ak ...."

"Aku mengerti! Aku bukan wanita bodoh yang tidak menyadari suaminya mulai berubah. Selama beberapa bulan belakangan ini aku mencoba untuk tetap berpikir positif, aku tetap berusaha percaya bahwa kamu tidak mungkin menghianati pernikahan kita tapi apa yang kamu lakukan, hah!"

Air mata kembali membasahi pipinya, dia tertunduk lemas, sungguh tidak lagi sanggup berhadapan dengan Devan. "Apa makna pernikahan kita selama dua tahun, jika semua mimpi yang kamu janjikan hanya omong kosong. Jika kamu menginginkan dia, mari kita berpisah, ceraikan aku!"

Milda segera berdiri beranjak keluar dari kamar itu. Dia berharap segera pergi jauh dan menghilang sekalian agar tidak lagi berada di satu situasi yang mengharuskannya memilih dua jalan yang sama-sama menjerumuskan.

"Mil, Milda dengarkan aku dulu." Devan kembali meraih tangan sang istri. Dia ingin menikah lagi tetapi enggan untuk melepaskan seorang wanita yang sudah menemaninya selama dua tahun mengarungi bahtera rumah tangga.

"Lepaskan aku. Sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, kamu menghancurkan mimpi yang sama-sama kita bangun di atas bahtera rumah tangga sejak dua tahun lalu. Sekarang aku sudah tidak menginginkan mimpi itu lagi, pria pembohong!"

Milda menghempaskan tangannya dari genggaman Devan lalu perlahan dia mundur beberapa langkah. Tiba-tiba kepalanya terasa begitu pusing, berputar-putar dan sedetik kemudian semua terlihat gelap.

Bug!

"Milda." Devan bergerak cepat menghampiri sang istri.

Tubuh lemas itu jatuh tersungkur ke lantai. Bukan hanya hatinya yang lelah tapi tubuhnya juga. Seorang wanita mungkin akan bertahan jika diuji dengan hal lain seperti ekonomi dan belum juga di karuniai buah hati, namun bagaimana dengan perselingkuhan? Ya, tidak ada wanita yang mau rumah tangannya di hadiri orang ketiga.

****

Bab.2

Perlahan mata Milda terbuka, dia menggedarkan pandangan ke segala arah. Semua terlihat begitu asing dalam penglihatannya. Terakhir kali dia ingat sedang berdebat hebat dengan suaminya dan setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi.

Setelah beberapa saat pintu ruangan itu terbuka. Seorang wanita berjas putih datang dan langsung menghampiri Milda. "Syukurlah kamu sudah sadar Mil?"

Melihat kedatangan sahabatnya Rania, Milda sadar jika sekarang dirinya berada di rumah sakit di mana Rania bekerja sebagai dokter spesialis kandungan. "Ran, kenapa aku bisa di sini?"

Rania tersenyum lalu menepuk pelan punggung tangan sang sahabat. "Tadi kamu pingsan dan Devan langsung membawa Kamu ke sini. Selamat ya, Mil, sekarang kamu sedang hamil."

"Ha-hamil?" Tanya Milda terbata.

Saat Milda ingin mengakhiri pernikahannya, dia malah hamil. Dirinya bahkan tidak tahu harus senang atau sedih karena hamil di saat yang tidak tepat.

"Iya, Mil. Kok kamu malah murung? Sudah dua tahun loh kamu menunggu, sekarang kamu hamil, apa ada masalah?" Tanya Rania penasaran. Tadinya dia berpikir sahabatnya itu akan berteriak kesenangan tetapi ternyata, tidak.

Milda menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia menangis sesenggukan, hal itu membuat Rania menjadi bingung sekaligus khawatir.

"Mil, kamu kenapa sih, apa ada masalah, tadi juga saat aku memberi tahu Devan, dia langsung pergi tanpa mengatakan apapun. Apa kalian sedang bertengkar?" Selidik Rania.

Dengan mata yang masih basah karena air mata, Milda menatap sang sahabat. Dia benar-benar sudah tidak sanggup tapi kenyataan malah memaksanya untuk tetap tinggal. Haruskah dia menceritakan semua masalahnya kepada Rania?

Sepertinya Milda ragu untuk menceritakan apa yang sedang dialaminya. Tetapi jika bukan kepada Rania, siapa lagi? Dia hanyalah seorang anak yatim piatu, sebatang kara. Mertuanya pun di luar kota. "Ran, bagaimana bisa aku hamil di saat rumah tanggaku hancur, aku ingin bercerai."

Rania tampak terkejut, sudah dia duga pasti ada masalah tatapi dia tidak menyangka jika masalahnya sampai mengarah ke perceraian.

"Mil, kamu serius? Minggu lalu kita bertemu dan hubungan kalian baik-baik saja."

"Apa aku pernah bercanda dengan wajah serius seperti ini? Ran, ternyata dugaanku benar, beberapa bulan ini dia sibuk bukan karena pekerjaan tapi karena dia ... dia punya wanita lain."

"Apa!"

Rania sampai berdiri dari posisi duduknya saat mendengar penuturan Milda. Ternyata hubungan yang terlihat begitu harmonis tidak menjadi jaminan sebuah kesetiaan. "Jadi si Devan selingkuh?" Tanya Rania.

Perlahan Milda menganggukkan kepalanya. "Aku mengikutinya kemarin pagi dan aku memergokinya sedang memeluk wanita lain di sebuah rumah. Yang paling membuat sakit, Devan ingin menikahi wanita itu, Ran. Aku mau bercerai tapi dengan kondisiku sekarang, pasti tidak mungkin."

Perceraian adalah jalan akhir ketika masalah rumah tangga tidak lagi bisa diperbaiki. Apalagi Millda yang sejatinya hanya wanita biasa, tentu saja tidak mau berbagi suami dengan wanita lain.

Namun jika sudah seperti ini, apa yang bisa dia lakukan kecuali bertahan dalam hubungan pernikahan yang sudah tidak utuh lagi. Milda mulai berpikir setelah hari itu, bagaimana caranya dia melalui setiap harinya bersama Devan dan juga wanita itu.

Rania kembali terduduk lemas di samping brankar rumah sakit, menatap sang sahabat yang sedang dirundung kesedihan. "Astaga Mil. Kenapa rumah tangga kamu menjadi seperti ini. Kenapa kamu baru memberitahu aku? Tahu seperti ini sudah kucaci-maki suami buayamu itu."

"Aku terlalu kacau kemarin, apalagi malam tadi kami bertengkar hebat. Jika memang aku tidak bisa bercerai dengannya, setidaknya selama sembilan bulan aku harus bertahan dan setelah itu aku akan bercerai."

"Mil, apa kamu tidak mencintainya lagi?"

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Rania. Dia tahu bagaimana cintanya Milda kepada Devan selama ini.

Milda terdiam sejenak. Jika ditanya cinta tentu saja masih, walau bagaimanapun mereka sudah bersama selama dua tahun. Namun jika untuk diduakan Milda memilih mundur sebelum mati karena rasa sakit hatinya sendiri.

"Cinta juga tidak ada gunanya lagi, Ran. Dia lebih memilih seorang wanita dari masalalunya ketimbang aku yang mendampingi dia dari awal hingga mempunyai perusahaan sebesar sekarang."

"Sudahlah, kamu istirahat dulu, keadaan mu belum stabil. Kalau sampai nanti sore Devan tidak datang, aku yang akan menemani kamu malam ini."

****

Sekitar pukul tujuh malam, Devan sampai di rumah selingkuhannya. Entah mengapa setelah mengetahui kehamilan Milda, tiba-tiba kepalanya merasa pusing dan pikirannya kacau.

Pandangan Devan kembali tertuju kepada wanita yang saat itu sedang melangkah ke arahnya sambil membawa secangkir kopi. Wanita itu bernama Soraya, seorang manager personalia di perusahaan Devan. Karena sering bertemu akhirnya mereka saling jatuh cinta.

Soraya meletakkan cangkir kopi itu lalu duduk di samping Devan. "Sayang kamu kenapa sih, sejak datang tadi mukanya di tekuk terus. Sudahlah, ceraikan saja Milda dan menikah denganku."

Devan menoleh menatap sang kekasih yang selalu saja berpenampilan menggoda di hadapannya. "Soraya, aku tidak bisa menceraikannya, karena dia adalah wanita yang sudah menemani aku dari nol dan saat ini ... dia sedang hamil," ucap Devan lirih.

Sontak Soraya langsung berdiri dari posisi duduknya. Dia berpikir sebentar lagi akan menjadi nyonya besar namun ternyata khayalannya terlalu tinggi. "Apa! Kenapa bisa dia hamil? Kamu sudah janji tidak akan tidur dengannya sejak lima bulan yang lalu."

Devan berdiri dan meraih tangan Soraya. "Raya sayang, Aku juga laki-laki biasa. Dia adalah istriku, tidak mungkin selama lima bulan aku tidak berhubungan dengannya. Aku harap kamu mengerti."

"Terus aku bagaimana? Kamu sudah berjanji akan menikah denganku jika suatu saat Milda mengetahui hubungan kita. Sekarang dia sudah tau, kamu tinggal menceraikan dia saja, tapi apa? kamu malah membuat dia hamil," omel Soraya.

Soraya berbalik, melangkah menaiki tangga menuju lantai dua. Cinta memang bukan sebuah kesalahan, tetapi tidak dengan cinta yang hadir di atas pernikahan orang lain. Sikap Soraya begitu egois karena tidak menyadari posisinya sebagai perusak rumah tangga orang lain.

Devan bergerak cepat, menyusul Soraya yang sudah masuk kedalam kamar. Seolah dilanda dilema, Devan terus berpikir apa yang harus dia lakukan agar bisa mempertahankan keduanya. Devan menghampiri Soraya dan langsung memeluknya dari belakang.

"Soraya kita akan tetap menikah, dengan atau tanpa restu dari Milda dan keluargaku," bisik Devan sambil memeluk Soraya.

Akhirnya kata itu terucap juga. Soraya berbalik menatap Devan dengan raut wajah sumringah.

"Benar ya, kamu tidak bohong lagi? Kita sudah melewati banyak hal bersama, dan jika aku menjadi istrimu aku akan membuat kamu lebih puas lagi."

Sekujur tubuh Devan meremang saat Soraya menyentuh bagian dadanya. "Soraya, kamu memang paling bisa membuatku betah berlama-lama disini. Bolehkah kita bermain sebentar?"

Bersambung 💕

Bab.3

Kurang lebih dua jam Devan berada di rumah Soraya. Saat itu dia sudah kembali ke rumah sakit untuk menemani Milda yang harus menjalani rawat inap sampai kondisinya membaik.

Sesampainya di loby rumah sakit, Devan tidak sengaja berpapasan dengan Rania. Dari raut wajah sahabat istrinya itu, dia tahu Rania sudah mengetahui semuanya.

"Dev, sepertinya kita harus bicara, aku harus mendengar langsung penjelasan dari mu," ujar Rania dengan raut wajah serius.

"Jangan ikut campur, ini bukan urusanmu," ucapannya lalu melangkah pergi, namun Rania dengan cepat menghadangnya.

"Dev, aku memang tidak punya hak untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga kalian. Tapi kalau bukan aku, siapa lagi? Kamu tahu sendiri, kan, kalau Milda tidak punya siapa-siapa, dia cuma punya kamu dan aku. Sebenarnya apa sih yang kekurangan dari Milda, sampai kamu tega berselingkuh di belakangnya?" tanya Rania emosi.

Devan terdiam sebentar, dia kembali dibuat berpikir. Alasan apa yang membuatnya menodai pernikahan yang sudah terajut harmonis selama dua tahun. Ya, dirinya pasti bingung kekurangan apa yang ada di dalam diri Milda, namun satu alasan yang pasti, yaitu, keserakahan.

"Aku tidak butuh alasan untuk melakukan apapun yang hatiku inginkan," ucap Devan sambil berlalu.

Rania berbalik memandangi kepergian Devan.

"Setelah anak itu lahir, aku akan memastikan Milda berpisah dengan kamu!" Teriak Rania lantang. Untung saja malam itu rumah sakit sedang sepi, sehingga tidak banyak yang melihat apa yang dilakukan Rania.

Sementara itu, Devan terus melangkah tanpa menghiraukan teriakan Rania.

***

Keesokan paginya.

Seorang Dokter membuka jarum infus yang melekat di punggung tangan Milda, dia berkata, "Bu Milda harus banyak istirahat, ya, makan yang teratur dan konsumsi vitamin dan yang terpenting tidak boleh stress. Mengingat usia kandungan Ibu masih rentan."

Milda menghela napas pelan saat jarum infus itu dicabut dari tangannya, ini adalah kali pertamanya dia menginap di rumah sakit sampai harus di infus.

"Baik, Dok," jawab Milda datar.

Tak jauh dari brankar di mana Milda berbaring, Devan duduk di sebuah sofa dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk bicara dengan Milda setelah ini.

Setelah kepergian Dokter kandungan itu, Devan mencoba mendekati Milda yang tengah duduk bersandar di brankar sambil berkata, "Kalau begitu kita pulang sekarang, ayo."

Milda menarik tangannya saat hendak diraih oleh Devan.

"Kita harus memperjelas hubungan kita ke depannya. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, kita harus berpisah, tetapi karena aku sedang hamil, aku akan bertahan sampai sembilan bulan ke depan." Milda berkata lirih.

Embusan napas Devan terdengar begitu berat ketika mendengar ucapan Milda.

"Baiklah, terserah kamu saja, yang jelas aku akan tetap menikahi Soraya dan aku minta kamu tutupi semua ini dari Mamaku."

Melihat sorot mata Devan, Milda sadar telah kehilangan suami yang sangat dia cintai. Tutur katanya tidak lagi selembut dulu, bahkan sang suami sudah tidak lagi mengenakan cincin pernikahan mereka.

"Aku tidak peduli lagi, terserah apa yang mau kamu lakukan. Kita lihat saja siapa yang akan menjadi madu dan racun dalam pernikahan ini, aku atau dia," ucap Milda tanpa melihat ke arah Devan.

Klek.

Pintu ruangan itu terbuka, Rania masuk dan langsung menghampiri Milda.

"Karena kondisi mu sangat lemah, kamu tinggal di apartemenku untuk sementara waktu," ucap Rania, lalu dia menoleh ke arah Devan yang sedang berdiri tak jauh darinya.

"Dev, aku harap kamu mengerti. Kamu adalah penyebab situasi ini terjadi, jadi jangan salahkan jika aku turun tangan." Rania kembali berkata.

Devan kembali menghela napas berat. "Terserah kalian saja. Kalau begitu aku ke kantor," jawab Devan. Dia meraih kunci mobilnya di atas meja, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

Setelah kepergian sang suami, air mata Milda kembali berjatuhan, tanpa suara. Dia bertahan hanya demi anak yang ada di rahimnya, meski dia pun tak tahu sejauh apa dirinya nanti bisa melewati semua itu.

Melihat sahabatnya menangis, Rania mendekat dan langsung memeluk Milda.

"Sabar, ya, Mil. Kamu masih punya aku, kita lewati semua ini bersama. Kelak aku yakin kamu akan menjadi wanita kuat, sukses meski tanpa seorang pria." Rania berbisik sambil mengusap lembut punggung Milda.

Sebelum menikah dengan Devan, Milda adalah lulusan terbaik dari universitas ternama. Namun karena ingin mengabdikan diri sebagai istri sepenuhnya, Milda memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga.

"Kamu benar, Ran. Aku pasti bisa bangkit dan memulai mimpi yang sempat aku tinggalkan demi seorang pria yang malah menyia-nyiakan aku, tiba-tiba aku merasa menjadi wanita paling bodoh," ucap Milda.

"Kamu pasti bisa Mil," jawab Rania memberi semangat.

Rania melihat jam di tangannya. "Wah sudah jam sembilan, aku harus menjemput Kak Dewa di bandara. Ayo aku akan mengantar kamu ke apartemenku dulu."

"Kak Dewa pulang?" Tanya Milda, seolah tak percaya dan ingin memastikan, jika Kakak dari sahabatnya itu benar-benar pulang.

Dewa adalah sosok yang sempat jatuh hati kepada Milda. Lebih tepatnya cinta monyet yang hadir di bangku SMA.

"Iya, dia bilang mau pulang saja. Kamu tahu sendiri, Ayahku sakit-sakitan tidak ada yang meneruskan perusahaan. Oh iya, kalian sudah lama tidak bertemu, terakhir waktu kelulusan SMA. Apa kamu mau ikut aku ke bandara?" Tanya Rania.

Milda segera menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Tidak usah, Ran. Aku mau istirahat di apartemen kamu saja."

***

Di depan pintu kedatangan Bandara, Rania melambaikan kedua tangannya saat melihat kedatangan orang yang ia tunggu sejak tadi.

"Welcome back, brother," ucap Rania pada pemuda yang baru keluar.

Dewa membuka kacamata hitam yang dia pakai lalu merentangkan kedua tangannya memeluk sang Adik.

"Wah adikku semakin subur saja. Sepertinya kamu hidup nyaman setelah aku pergi menetap di London."

Dengan kesal Ranai melepaskan pelukan sang Kakak. "Wah skil meledek Kakak benar-benar semakin meningkat," jawab Rania.

Dia mengambil alih koper itu dari tangan Dewa. "Ayo pulang, aku banyak urusan," ucap Rania.

Dewa merangkul sang adik lalu mereka melangkah beriringan.

"Kamu ada masalah? Aku perhatikan wajahmu tidak seceria dulu," tanya Dewa saat memerhatikan wajah Rania.

Sekilas Rania tersenyum tipis, baik dulu ataupun sekarang sang Kakak begitu tahu apa yang dia rasakan.

"Sebenarnya bukan masalahku, tapi aku ikut merasakannya. Kakak ... masih ingat Milda kan?"tanya Rania balik.

Sejenak Dewa terdiam, dia kembali menyusuri memori lama di dalam otaknya tentang Milda. Ternyata nama itu masih melekat meski masa itu hanya ungkapan perasaan di masa putih abu-abu.

"Ya tentu saja Kakak masih ingat, dia anak IPA yang selalu kamu bawa pulang ke rumah. Dua tahun yang lalu bukannya kamu bilang dia sudah menikah?"

"Milda memang sudah menikah, tapi sekarang dia sedang berada di situasi rumit. Dia memergoki suaminya selingkuh dan di saat bersamaan dia dinyatakan hamil. Saking kesalnya aku membawa Milda tinggal di apartemenku untuk sementara waktu."

Dewa tampak terkejut sekaligus prihatin. Dia masih ingat betul sosok Milda yang dulu begitu ceria dan ramah kepada semua orang. Tidak bisa dia bayangkan bagaimana hidup Milda sekarang.

Begitu lama Dewa pergi demi mengejar mimpi hingga cinta pertamanya sudah melewati banyak hal. Sementara dia masih betah melajang, entah kenapa tidak ada wanita yang membuatnya tertarik.

"Kamu harus terus melindunginya, di masa seperti ini, dia pasti sangat terpuruk," ucap Dewa lirih sambil menatap wajah adiknya.

"Ternyata Kak Dewa masih peduli dengan wanita yang dulu menjadi cinta pertama Kakak, benarkan?"

Jangan lupa berikan dukungan untuk Author ya reader 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!