"Good morning Justin! " teriak Juminten.
"Juminten! Lu buta apa gimana? Liat noh udah jam setengah 7!" teriak Rohaya pada anak perempuannya.
"Justin pinternya, pagi-pagi udah pup aja. Jadi makin semangat nunggu semoxmu berkembang."
"Juminten! Kalo lu nggak mau sekolah, itu Justin bakalan Emak masak rica-rica!"
"Justin sabar ya, sebagai bawang putih aku harus patuh kepada bawang bombay agar masa depanku dengan mas jin lancar dan tanpa hambatan."
"Pak, ambilkan golok di belakang! Itu soang di gorok aja, bikin Juminten makin males sekolah!"
Juminten segera berlari masuk ke kamar mandi, sebelum teman sepergalauan nya menjadi korban amukan emaknya.
Juminten sudah siap dengan perlengkapan orientasi sekolahnya.
"Emak! Bapak! Incess berangkat sekolah dulu, Assalamualaikum!" Juminten segera berlari ke halte bus, karena 15 menit lagi sudah masuk sekolah.
Pintu gerbang segera akan ditutup oleh satpam, Juminten mempercepat lari nya.
"Pak! Pak! Jangan ditutup!" teriak Juminten.
Tapi terlambat, pintu gerbang sudah ditutup pak satpam.
"Allahu Akbar, Pak Satpam yang dirahmati oleh Allah. Saya sudah berlari menuju kesini saat Bapak sudah mau menutup gerbang, apakah Bapak tidak akan memberi kesempatan kepada saya untuk masuk ke dalam sekolah? Saya berusaha berangkat pagi —" ucapan Juminten terpotong.
"Masuk neng, langsung maju ke tengah lapangan."
"Jazakumullah,Bapak. Saya doakan masuk surga."
"Aamiin. Buat neng, saya pastikan neng masuk ruang BP. "
Juminten auto menoleh pada satpam dengan tatapan horor.
BP lagi, BP lagi, kapan etdah gue gak ada urusan ma BP selama sekolah. Ah, bodo amat masih siswa baru masa iya dapet hukuman.
Juminten segera melangkah dengan percaya diri maju ke tengah lapangan. Semua siswa, terkesima melihat kedatangan Juminten.
Juminten memiliki paras cantik di umur yang menginjak baru 16 tahun. Tinggi badan 165cm berat badan 53kg mendukung tubuh nya terlihat proporsional. Rambut hitam panjangnya di kuncir rapi satu, melihatkan lehernya yang jenjang.
Juminten berdiri di depan kepala sekolah. Hal yang biasa dia lakukan, bila terlambat masuk sekolah saat sekolah menengah. Kepala sekolah yang sedang memimpin apel pagi, terhenyak kedatangan Juminten.
"Ngapain mbak disini?" pertanyaan Kepala Sekolah pada juminten dengan mic yang terhubung speaker sekolah.
"Saya telat pak," ucap Juminten malu-malu. "Pak satpam bilang suruh maju ke tengah lapangan."
"Bukan lapangan sini mbak, di lapangan sepak bola sebelah sana. Kok enak mbaknya telat datang langsung gabung kesini!"
"Hu...! Haha! Haha!" Tingkah Juminten menjadi bahan tertawaan seluruh siswa yang sedang mengikuti apel pagi.
Juminten hanya bisa cengar-cengir, sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Setelah menikmati hangatnya sinar mentari pagi selama 1 jam, Juminten segera menemui kakak pembimbing ospeknya yang bernama Bambang.
"Permisi, kamu Bambang bukan?" tanya Juminten pada kakak kelas yang kebetulan lewat depan nya.
"Eh, kamu cewek yang telat tadi ya?"
"Iya, kak."
"Pantesan! kok telat gatau Bambang. Soalnya, tadi setiap pembimbing ospek memperkenalkan diri masing-masing. Coba lu cari sebelah utara."
Juminten menanyakan Bambang kepada 5 orang kakak kelasnya tidak ada yang menjawab. Akhirnya Juminten putuskan menuju ruang pengeras suara untuk mempermudah.
"Tes! Tes! 123! Ehem! Suaraku udah serak basah belum?" ucap Juminten saat membuka suara di speaker.
"Assalamualaikum, kepada kamu yang bernama Bambang, pembimbing ospek saya. Dimohon menuju ke pengeras suara untuk menjemput saya yang buta arah dan tujuan ini di ruang pengeras suara. Terima kasih."
Terdengar sorak suara peserta mos yang ada di dalam kelas maupun di luar kelas. Bambang yang merasa malu akan adik binaannya, segera melangkah di ruang pengeras suara dengan menahan malu.
"Ciyee.. Bambang! Jemput inces!" Juminten menyambut kedatangan Bambang, seseorang yang ditunggu-tunggu.
"Berisik! Lu ikut ospek gak? Kalo nggak niat, pulang sono!" bentak Bambang pada Juminten.
Bukannya takut, Juminten malah asyik terpukau dengan wajah Jamal. Wajah tampan dengan hidung panjung juga tinggi seperti pemain basket menjadi jiwa jomblo Juminten menggelora.
Melihat Juminten yang melamun, Bambang gemas dan menyentil dahi Juminten dengan pelan.
Kletak!
"Ohemji, Bambang! Sakit tau! Bang jin aja belum pernah sentuh aku sama sentil aku, Apalagi nodai aku! " Juminten berucap sambil mengelus dahinya yang terasa sakit bekas sentilan Bambang.
Bambang segera melangkahkan kaki menuju kelas tempat dia membina ospek, masa bodoh dengan keberadaan Juminten memilih mengikutinya atau asik dengan lamunannya.
Bambang segera melanjutkan binaannya yang sempat tertunda.
"Maaf, ada urusan sebentar baik kita akan lanjutkan pembekalan yang tadi. Jadi untuk besok pagi ketua kelompok sudah mengumpulkan semua anggota nya tanpa terkecuali!" Ucap tegas Bambang.
"Selama 3 hari ini tidak ada yang boleh izin, tidak ada yang boleh sakit, dan tidak boleh ada yang telat!" Bagas berkata tegas sambil melirik tempat duduk Juminten.
"Baik, mari sekarang memperkenalkan diri masing-masing dimulai dari ketua grup."
Laki-laki yang disebut ketua grup maju ke depan, berperawakan tinggi, wajah arab, hidung mancung. Membuat nilai tambahan plus untuknya.
"Salam kenal saya Farid. Saya yang menjadi ketua grup ini. Mohon bantuannya juga kerja samanya. Terima kasih."
"Kalian ingat-ingat ya, dia ketua grup kalian! Silahkan duduk kembali."
Bambang dengan suara tegasnya membuat naik kadar ketampanannya. Juminten yang duduk di belakang, terkesima dengan pesona Bambang. Hingga tidak sadar waktunya memperkenalkan diri.
"Eh, waktunya kamu maju tuh!" Senggol teman sebelahnya.
"Hah, ngapain?"
"Perkenalan."
"Halah, belum tentu juga kita semua bakal sekelas," gerutu Juminten yang merasa terganggu lamunannya.
"Hai, Pagi!"
"Pagi!" Jawab serempak yang lain.
"Aku juminten, umurku 16 tahun. Hobiku menyanyi, membaca novel, membaca komik, memasak. Cita-citaku —"
"STOP!" Bambang memotong pembicaraan Juminten.
"Hlo, kenapa Bambang? Kan belom kelar. Katanya suruh perkenalan. Belom juga sebutin nomer Hp. Aku kan juga pengen —"
"STOP! Silahkan duduk!"
Juminten menghentakkan kakinya merasa kesal dengan Bambang. Dia segera mendudukkan diri di tempat duduknya semula. Pembina yang lain tersenyum melihat keberanian Juminten melawan Bambang.
Tak terasa waktu istirahat berbunyi. Juminten segera mengeluarkan kotak bekalnya dari sang emak tercinta. Terlihat hidangan nasi, telor mata sapi yang setengah matang dan kecap sachet.
"Hai, aku Resti. " Seorang teman mendatangi tempat Juminten membawa kotak bekalnya.
"Aku juminten."
"Boleh makan bareng, nggak?"
"Boleh dong, sini deketan biar anget."
Rasti tersenyum mendengar celotehan Juminten.
"Aku bawa ikan goreng, kamu mau?"
Omongan mereka terpotong ketika mereka melihat sosok ketua kelompok menghampiri mereka dengan membawa nasi bungkusan di dalam kantong plastik..
"Boleh ikutan juga?" tanya Farid.
"Boleh, Silahkan." Jawab Resti dengan menggeser duduknya.
"Terima kasih. Aku bawa nasi kuning, kalian mau?"
"Tidak, terima kasih." Jawab Resti.
"Aku minta kulit perkedelnya doang boleh?"
"Eh, kok kulitnya doang?"
"Iya, karena gegara kulitnya warna kentang yang udah di tumbuk jadi gak kelihatan. Padahal perjuangan dibalik sebuah perkedel itu pada perjuangan numbuknya." Terang Juminten.
Rasti dan Farid terdiam beberapa saat mencoba memahami perkataan Juminten.
"Udah ah, jangan dipikirin. Otak kita sekarang masih di tuntut have fun. Biar ada space buat mengisi pelajaran juga remidi yang bakal kita terjang selanjutnya." Juminten segera melanjutkan makan.
Rasti dan Farid mencoba menawahan tawa dengan ucapan absurd Juminten. Selama makan, ada saja ucapan Juminten yang membuat mereka tertawa.
Juminten melangkahkan kaki menuju rumah. Seharian orientasi rasanya badan pegal. Belum lagi hukuman dari kepala sekolah menjadi kenikmatan semakin hakiki hari ini.
"Aku pulang!" Teriak Juminten memasuki rumahnya.
Sreng!
"Sopan banget lu jadi anak, SALAM!" Teriak Rohaya dari dalam dapur.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!" Ucap Juminten meniru gaya jargon salah satu Ustadz favorit emaknya yang ada di tv tiap pagi.
"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh" Jawab Rohaya dengan nada yang sama.
"Jamaah.. Oh jamaah alhamdu—"
"Lillah." saut Rohaya dari dapur.
"Masak apa Mak?" Teriak juminten sambil melepas atribut sekolahnya.
"Masak si justin biar ada gunanya."
"Justin salah satu soang super mak, di goreng gak bakal kriuk. Di rebus juga gak bakal empuk."
"Udah cepetan pakek baju ganti, bantuin Emak!"
"Iye, mak!"
Juminten segera menyelesaikan kegiatannya siang tersebut.
Sore menjelang malam, Juminten mulai bergelung mencari keperluan yang ada untuk dibawa besok sekolah.
"Jum, Emak ke toko dulu ya! Pintu rumah kunci aja dari dalam!" Rohaya berteriak dari luar pintu.
"Ikut, mak!" Teriak Juminten.
Juminten masuk ke dalam mobil Bapaknya, mobil sejuta umat merk xenia.
"Mau ngapain ikutan ke toko?" Tanya Udin yang ada di belakang kemudi.
"Cari bahan buat orientasi, Pak."
Merekapun sampai toko. Bapak dan Emak Juminten memiliki toko serba ada di pasar gede. Tak sulit Juminten untuk mencari kebutuhan ospeknya.
"Pak,Mak, Juminten balik dulu ya," ucap Juminten sambil mencium tangan kedua orangtuanya.
"Naik ojol?"
"Iya, lumayan dapet bang ojol ganteng. Juminten doain jadi jodoh Juminten nanti. Aamiin."
"Sekolah dulu yang bener, baru mikir jodoh!" Gerutu Rohaya.
"Eh, udah dateng abangnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati!"
Juminten diantar abang ojol hingga sampai rumah.
"Sudah sampai, mbak!"
Juminten pun turun dari motor.
"Sebentar bang, lepas masker dulu aku! Pengap banget, pake masker bekas kemaren."
"Kamu..!" Pekik Abang ojol.
"Aku, kenapa?" Ucap Juminten sambil membuka dompetnya.
"Kamu anak baru di sekolah tadi kan?"
Juminten mencoba mengingat lelaki tampan di depannya.
"Eh, Bambang!"
"Hmm.."
"Udah lama jadi ojolnya? Wah, aku merasa dapet jackpot di gonceng sama calon suami."Pekik Juminten.
"Buat sampingan aja, udah buruan bayar!" Juminten menyerahkan uang pecahan dua puluh ribuan.
Tak lama terdengar bunyi,
Tot!
Tot!
"Kenapa lu pesen lagi? Kan udah sampe rumah!" Gerutu Bambang mendapatkan orderan tumpangan dari Juminten lagi.
Tanpa basa-basi Juminten segera naik ke atas motor.
"Yuk ke warung bakso langgananku, keliatan banget kalo kamu lagi kelaparan!" Pekik Juminten.
"Ih, ngadi-ngadi. Masa keliatan kalo aku lagi laper?" Bambang berucap sambil melihat spion.
"Ciye, akhirnya ngaku. Udah ayo beli bakso, aku yang traktir! "
Bambang segera melajukan motornya ke warung bakso yang dituju sesuai titik orderan.
"Bang bakso spesial 2! Yang satunya pesenan Jumi biasanya! Minumnya es teh tawar 2!" Teriak Juminten.
"Oke Neng Jumi!" Jawab Abang tukang bakso.
Tak lama kemudian, bakso pesenan mereka datang.
"Wah Neng Jumi, kasep pisan pacarnya." Ucap Abang tukang bakso sambil menghidangkan.
"Ih, Abang kayak nggak pernah muda aja! Masih calon pacar ini!" Jawab Juminten sambil melirik Bambang.
"Dih, ngimpi!" Jawab Bambang.
"Elah, semuanya berawal dari mimpi mbang! Nggak ada semua yang instan di bumi ini kalo nggak ada mimpi dulu."
"Dih, kata siapa?"
"Kataku! Optimis itu segala-galanya, mau nanti jatuh kek, mau nanti lewati jalan terjalan kek. Kalo udah kenak sebutan 'kun fayakun' nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini!"
Bambang hanya menganggukkan kepala sambil memakan baksonya. Mendengar celotehan Juminten, membuat perutnya makin terasa lapar.
Setelah makan, Bambang mengantarkan Juminten pulang dengan label gratis. Sebagai tanda ucapan terima kasih sudah di traktir bakso.
"Makasih, ya!"
"Aku juga makasih. Besok awas aja telat lagi!"
"Nggak deh, abis ini aku nyalain alarm jam 3 pagi. Biar lomba masuk pagi sama pak satpam."
"Bye! " Bambang menyalakan mesin dan keluar dari halaman rumah Juminten.
"Bye! " Ucap juminten sambil melambaikan tangan.
Juminten masuk kamar tidur dengan senyum-senyum sendiri, berharap saat tidur bisa bermimpi Bambang.
"Selamat pagi, Emak!" Sapa Juminten melihat Emaknya baru memasuki dapur.
"Nah, gini dong anak perawan bangun pagi. Ikutan sholat subuh, lanjut bantuin emak masak. Kan cakep."
"Hehe, Juminten mau bangunin Justin dulu ya mak. Takutnya kesiangan!"
"Sekalian aja mandiin Justin, biar segeran!" Sindir Rohaya.
"Wah bener juga ya, Mak. Jumi belum pernah mandiin Justin soalnya." Juminten segera berlari ke kandang.
"Bocah, makin gemes aja gue sama Justin. Besok gue rica-rica beneran, nangis kejer lu!" Teriak Rohaya.
"Pagi Justin sayang!" Teriak Juminten.
"Ang! Ang!" Jawab Justin.
"Emang nggak waras anak perawan gue, udah tau soang di panggil sayang!"Gerutu Rohaya.
"Diem napa Mak, Justin nanti nangis!" Juminten mengelus tubuh Justin.
"Tumben Mak, tahu goreng bikinan lu asin bener. Minta kawin lagi? Kan udah semalem!" Gerutu Bapak.
"Juminten yang masak tadi, kode kali kalo lulus SMA minta kawin." Jawab Emak.
"Boleh deh, mulai sekarang kita simpen-simpen pelihara kambing ya, Mak."
"Buat aqiqoh siapa?"
"Buat besok acara Juminten, jadi pas acaranya udah beranak banyak. Kan lumayan ngirit."
"Boleh juga tuh Pak, mana perawan kita cakep pula."
Juminten yang mendengar obrolan kedua orang tuanya di dapur ikut tersenyum, mengingat kejadian semalam Bambang yang menjadi tukang ojeknya.
"Semoga kita beneran jodoh ya, Bambang." Harapan Juminten.
Juminten segera berlari menuju kamar mandi. Mengingat pesan Bambang agar hari ini tidak telat.
"Tumben Pak, hari ini perawanmu rajin bener. Perasaan semalem nggak hujan deh!" Rohaya terbengong melihat tingkah anaknya hari ini.
"Biarin aja lah mak, berarti anak kita memang bener berubah mau jadi gadis yang baik. Harusnya Emak itu bersyukur."
"Alhamdulillah."
Rohaya segera menyiapkan bekal untuk anak semata wayangnya. Nasi, tahu goreng asin, tempe goreng asin, ikan lele dan sambal terasi sudah siap di dalam kotak bekal.
"Mak, kaos kaki Jumi dimana!" Teriak Juminten dalam kamar.
"Di dalam vas ruang tamu!" Balas Rohaya.
"Ngapain Emak taruh disana? Kalo ada tamu suudzon ma kita gimana? Dikira toko kita rame gegara naruh jimat kaos kaki dalam vas." Gerutu Juminten sambil mengambil kaos kaki.
"Ini bibir minta di sentil," ucap Rohaya dengan tangan yang menyentil bibir anaknya. "Kemaren siang yang buru-buru lari ke kandang Sueb kan lu!"
Juminten mengelus bibirnya yang habis di sentil Emaknya.
"Sakit, Emak!" Gerutu Juminten. "Sueb enak aja, Justin tau. Itu soang turunan asli dari jerman."
"Udah sono berangkat, keburu lewat bis kotanya."
"Salim Mak, Pak. Assalamualaikum! "
"Waalaikumsalam, titidije! "
"Dih, gaya Emak pake bahasa anak muda segala."
"Berisik! Udah buruan berangkat!"
Juminten segera berlari menuju halte bus sebelum terlambat.
Juminten menjadi siswi teladan hari itu. Memasuki sekolah dengan semangat membara, berharap mendapatkan keajaiban seperti kemarin malam.
Tin!
Tin!
"Juminten bareng, yuk!" Farid menyapa juminten.
"Eh, Wan abut! mau dong nebeng ke sekolahan. Makasih, udah bantuin gerakan anti kurus." Ucap Juminten seraya naik motor.
"Sama-sama, biar baju XXL di pasar laku keras!" Jawab Farid sambil menyalakan mesin motornya.
Plak!
Juminten kesal dengan ucapan Farid, dan refleks memukul pelan punggung belakang Farid.
"Enak aja nyumpahin pake baju XXL!Muka mirip ariel tatum, body udah kayak anye geraldine gini di suru gemuk! BIG NO!" Teriak Juminten.
Farid hanya menanggapi tawa mendengar celotehan Juminten. Setelah sampai parkiran motor, Juminten segera merapikan baju, juga rambutnya.
"Udah oi ngacanya, udah cakep kok. Ayo ke lapangan! " Ajak Farid.
"Bentar Wan Abut, pakai lip balm. Biar nggak pucet," ucap Juminten. "Oke, ayo."
Juminten pun menggandeng lengan Farid, agar bersama-sama berjalan ke lapangan. Tanpa diketahui Juminten, diam-diam Farid menyunggingkan bibirnya saat tangannya di genggam Juminten.
"Selamat pagi makhluk galau!" Sapa juminten pada teman satu kelompoknya.
"2022 udah gak jamannya galau Jum!" Teriak teman Juminten.
"Aku gak pernah galau, orang aku jomblo." Saut yang lain.
Akhirnya mereka heboh karena permasalahan kata 'galau' dari Juminten.
Tak lama terdengar suara speaker dari ketua osis.
"Selamat pagi, semuanya!"
"Pagi!" Jawab serempak seluruh siswa.
"Hari kedua ospek hari ini seluruh siswa mengelilingi sekolah, menghafalkan letak seluruh ruangan di sekolah ini. Dimulai dari pos satpam hingga taman apotek hidup di belakang. Paham semua!"
"Paham!" Jawab serempak seluruh siswa.
"Silahkan semua ketua tim memimpin kegiatan ini. Kita start jam 08.00 dan finish jam 08.30."
Semua peserta bubar dengan ketua tim masing-masing, begitupun tim Juminten.
Sebagai ketua tim, Bambang memimpin di depan barisan.
"Oke di mulai dari sini. Ini ruang kelas sepuluh satu, sepuluh dua, sepuluh tiga, kamar mandi guru, ini ruangan ekstrakulikuler menja—"
"Bisa buat jahit bibir netizen gak mbang?" Tanya Juminten.
"Bisa, apalagi netizen bawelnya kayak kamu!" Skakmat Bambang membuat Juminten salah tingkah.
"Sabar ya, Jum. Kak Bambang memang gitu dari dulu." Ucap pembimbing laki-laki teman Bambang.
"Emang Bambang kenapa kak?" Tanya Juminten.
"Dari dulu dia ceplas-ceplos kalo ngomong, irit bicara juga. jadi jangan kaget!"
Juminten menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Setelah mengitari area sekolah, waktunya berkumpul semua siswa siswa baru.
"Silahkan semua ketua tim, memilih salah satu anggota yang sudah hafal seluruh area sekolah! Untuk tim yang paling banyak benarnya, akan dapat jackpot dari osis!" Suara Ketua Osis dari speaker.
Terdengar gemuruh siswa mendengar kata jackpot dari ketua osis.
"Dari tim kita sapa yang mau maju?" Tanya Farid.
"Coba hafalan dulu yuk, biar enak nanti pas maju." Sautan dari yang lain.
"1!"
"Ayo, siapa cepetan?" Tanya Farid
"Denok, Riska, Wahyu, —" Terdengar suara bersahutan saling menunjuk.
"2!"
"Ayolah guys, kerjasamanya! Yang mau ayo buruan!" Farid mulai frustasi menghadapi tim nya yang tidak ada kemauan untuk mewakili tim.
"Sampai angka 3, perwakilan tim yang tidak maju akan dapat sanksi!"
"Ayo siapa ini buruan, jangan sampai kena sanksi!" Farid semakin frustasi lagi.
"3!"
"Itu Juminten udah di depan mewakilin!" Teriak salah satu tim. Membuat semua anggota melihat sosok Juminten.
Farid menyunggingkan senyum, bangga dengan Juminten menjadi penolong tim. Urusan hafal nggak hafal, tentu tak jadi masalah. Yang penting timnya memiliki perwakilan untuk acara ini.
"Dimulai dari perwakilan tim sebelah kanan, UCAPKAN DENGAN SUARA LANTANG!" Seru ketua Osis.
Satu persatu siswa mulai menyebutkan nama seluruh ruangan yang ada di sekolah, ada yang hapal, ada yang tidak hapal dan ada yang hanya diam karena nervous.
Giliran waktu Juminten untuk berbicara.
" Perkenalkan nama saya Juminten—"
" Langsung saja!" Ucap Ketua Osis.
" Sabar napa, biar gak tegang nih aku. Oke semuanya dengerin ya."
Terdengar suara tertawa dari seluruh siswa melihat centilnya Juminten. Juminten mulai mengucapkan seluruh ruangan tanpa terkecuali. Hal itu membuat riuh tepuk tangan seluruh siswa.
Bambang menyunggingkan senyuman, dibalik sifat absurdnya Juminten memiliki kepintaran yang bisa di tonjolkan.
"Bagaimana seluruh anggota osis, jawaban Juminten benar?"
"Benar!"
"Selamat untuk tim Juminten, mendapatkan free makan soto ayam di kantin sekarang. Silahkan meninggalkan lapangan. Untuk tim yang kalah, silahkan masuk ke dalam kelas untuk mendapatkan materi kembali."
Terdengar riuh tepuk tangan juga suara kecewa dari semua siswa. Tim yang diketuai Farid segera meluncur ke kantin. Rasa lapat menyerang setelah berkeliling ruangan sekolah.
Bagaimana tidak lelah, sekolah yang luas juga memiliki 4 lantai menjadi daya tarik di sekolah ini.
"Makasih ya, Jum! Karena kamu kita dapat makan gratis."
"Iya, sama-sama, " kata Juminten.
"Makasih ya Jum, kamu jadi penolong tim. Aku nggak nyangka kamu hapal semua ruangan." Ucap Farid.
"Sst..! Sebenernya aku sebelum masuk sekolah sini, sering nyamperin sepupuku disini. Makanya aku dikit-dikit udah hafal daerah sini!" Juminten berbisik pada Farid.
"Sepupu kamu cowok apa cewek?"
"Cewek, udah lulus tahun ini," jawab Juminten. "Udah ah, ayo makan aku laper nih!" Juminten mulai memakan sotonya.
"Haik! Alhamdulillah!"
Terdengar suara sendawa dari Juminten,memancing tawa yang lain.
"Woy cewek, ditutup napa kalo sendawa!" Tegur Farid.
"Hehe.. Kebiasaan dirumah!" Jawab juminten sambil menahan malu.
Setelah acara makan soto selesai, mereka memasuki kelas untuk melanjutkan acara pembinaan selanjutnya.
Juminten mengingat membawa bekal makanan. Karena perut sudah kenyang, Juminten berinisiatif memberikan kotak bekal nya untuk Bambang.
Juminten mencari Bambang di ruangan ketua osis, setelah bertanya sana-sini Juminten bertemu Bambang.
"Mbang!" Teriak Juminten.
"Ada apa?" Sewot Bambang.
"Mbang, buat kamu deh!"
"Ogah!" Bambang meninggalkan Juminten.
Juminten pun mengejar Bambang. "Ih, nih orang bukannya makasih malah nolak. Kamu tau, dibalik makanan sederhana di balik kotak bekal ini terdapat rasa syukur. Syukur karena bisa makan hari ini. Syukur karena masih di berikan rezeki." Ucap Juminten panjang lebar.
"Udah sini, makasih!" Ucap Bambang sambil menarik kotak bekal dari Juminten.
"Sama-sama, kotak bekal nya kalau udah selesai dimakan cuci ya. Biar nggak bau!"
Juminten pun meninggalkan ruangan osis.
"Ciye Bambang!"
"Ciye yang move on!"
"Berisik!"
Bambang segera meninggalkan ruangan osis, sebelum mendengar godaan teman-teman nya yang lain. Bambang melirik kotak makan yang ada di tanggannya.
Bambang mendudukkan dirinya didalam kelas yang kosong.
"Dimakan ntar dikira naksir! Nggak dimakan, gue juga laper!" Gumam Bambang. "Ah, bodoamat, gue laper!" Bambang segera memakan bekal makanan yang di bawa Juminten.
Diam-diam ternyata Juminten mengikuti Bambang. Juminten tersenyum melihat lahapnya Bambang memakan kotak bekalnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!