NovelToon NovelToon

Gairah Cinta Kakak Angkat

Bab 1. Dara kecil

Namanya Dara Respati. Seorang gadis kecil yang sangat manis, berkulit putih bersih dan berambut hitam panjang. Dia berada di gendongan sang ayah saat ayah dan ibunya tergesa-gesa menyusuri lorong sebuah rumah sakit.

Dara tidak mengerti, mengapa ayah dan ibunya terlihat sangat cemas dan khawatir. Langkah mereka berhenti, disalah satu ruang ICU. Mereka berhenti sejenak dan saling berpandangan. Sang ayah menurunkan Dara dari gendongannya. Lalu sang ibu mendekati Dara.

"Dara, Mama dan papa masuk kedalam. Dara tunggu dan duduk disitu sebenar. Jangan kemana-mana sebelum Mama dan papa keluar," ucap ibunya lembut.

"Baik, Mama," jawab Dara sambil tersenyum.

Dara menuju tempat duduk yang ditunjuk mamanya. Dia duduk sambil mengayunkan kedua kakinya serta membuka sebuah permen yang selalu dibawanya.

Dipojok ruang tunggu, tampak seorang anak laki-laki sedang menangis dan duduk dilantai memegangi kedua lututnya. Terlihat penyesalan dan rasa bersalah yang dalam dimatanya. Dara tidak tahu siapa anak laki-laki itu, akan tetapi hatinya tergerak untuk mendekatinya.

"Kakak jangan menangis. Pelmen ini untuk kakak," kata Dara sambil menyerahkan permen pada anak laki-laki itu, yang tidak lain adalah Dicky.

Dicky mengambil permen dari tangan Dara. Matanya menatap tajam gadis kecil di hadapannya yang tersenyum polos. Entah kenapa, Dicky begitu terhibur dengan tingkah laku gadis kecil yang memperkenalkan dirinya sebagai Dara.

"Kakak kehilangan apa, nanti Dala bantu cali," ucap Dara sambil duduk di sampingnya.

Akan tetapi, Dicky tidak bicara sepatah katapun. Dia hanya tertunduk lesu mengingat apa yang terjadi pada kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya mengalami kecelakaan mobil dan ayahnya meninggal di tempat. Sedangkan ibunya sekarang berada di ruang ICU dalam kondisi kritis. Dicky masih beruntung, dia selamat dalam kecelakaan tersebut.

Tidak berapa lama, orangtua Dara keluar dengan wajah sedih. Mereka tampak memendam penyesalan yang dalam. Penyesalan yang hanya mereka berdua yang tahu.

"Dicky, mulai sekarang kamu akan menjadi anak kami dan ini Dara akan menjadi adikmu. Kita adalah satu keluarga," kata pak Dewa Agadinata sambil memeluk Dicky.

Sementara, Bu Desi Puspasari menggendong Dara. Mereka berempat pulang kerumah untuk mengurus pemakaman ayah dan ibunya yang meninggal kemudian saat di ICU.

Selama upacara pemakaman orangtuanya, Dicky tidak banyak bicara. Dia lebih banyak berdiam diri dan menutup diri dari orang lain. Dicky mengalami trauma pasca kecelakaan yang menimpa kedua orangtuanya.

Sejak peristiwa itu, pak Dewa dan bu Desi memutuskan untuk mengasuh Dicky dan memasukkannya ke dalam kartu keluarga. Nama Dicky mereka tambah dengan nama belakang pak Dewa, menjadi Dicky Agadinata.

Mereka juga mengajak Dicky ke psikiater untuk memastikan kondisi kejiwaan Dicky baik-baik saja. Setelah beberapa kali menemui psikiater, ditemukan satu cara agar Dicky bisa kembali normal seperti semula. Yaitu dengan kehadiran Dara. Dara, satu-satunya yang mampu mengajak komunikasi Dicky sejak awal.

Demi kesembuhan Dicky, pak Dewa dan bu Desi memutuskan untuk mendekatkan hubungan persaudaraan mereka. Mereka sekolah di tempat atau yayasan yang sama. Dara masuk di kelas Paud dan Dicky masuk di kelas 2 SD.

Mereka berangkat sekolah bersama-sama dan pulangnya juga bersama-sama. Dara

sering bermain di sekolah kakaknya, sambil menunggu kakaknya pulang, ditemani sang sopir pribadi.

Kebersamaan dan kedekatan mereka, membuat Dara menganggap Dicky sebagai kakak kandungnya. Dicky selalu menjadi pelindung bagi Dara di manapun dia berada.

Akan tetapi terkadang, hal itu membuat Dara merasa terkekang. Apalagi sekarang mereka sudah sama-sama dewasa. Dara sudah kelas 3 SMA sedangkan Dicky sudah kuliah.

Hari ini, Dara ingin bebas dari kakaknya, karena itu dia membuat sebuah rencana untuk pergi tanpa sepengetahuan kakaknya. Dara mendekati Feri, salah satu teman laki-lakinya.

"Feri, pinjem jaket. Besok aku kembalikan," ucap Dara sambil menepuk pundak Feri.

"Boleh saja. Nggak pinjem pemiliknya sekalian?" tanya Feri bercanda.

"Boleh juga. Gimana kalau, kamu ajak aku pakai motor kamu ke cafe sebelah," ajak Dara sambil tersenyum.

"Beneran, Ra? Wah, mimpi apa aku semalam. Hari ini bisa naik motor sama gadis paling cantik di sekolah," ucap Feri bangga.

Siapa yang bisa menolak kecantikan Dara. Gadis cantik yang merupakan idola di sekolah mereka. Akan tetapi tidak ada yang bisa mendekati Dara karena Dara tidak mendapat izin dari orangtuanya. Terlebih lagi, penjagaan ketat dari Dicky membuat masa muda Dara seakan menghilang.

Dara menemui kedua temannya, Sari dan Meri untuk diberinya arahan. Saat kakaknya datang nanti, mereka harus bilang kalau mereka tidak tahu dimana Dara.

Setelah itu, Dara memakai jaket milik Feri dan menutup kepalanya. Dia naik motor milik Feri sambil bersembunyi di belakang punggung Feri. Ada sedikit rasa takut jika kakaknya mengenalinya. Motor Feri melewati Kak Dicky yang sedang menunggu Dara keluar dari sekolahnya.

Dara bernapas lega, saat dia sudah bisa melewati kakaknya tanpa curiga. Dara meminta Feri menurunkannya di sebuah cafe tidak jauh dari sekolahnya. Tidak lupa, Dara mengucapkan terima kasih pada Feri yang disambut Feri dengan senyuman sebelum akhirnya Feri pergi.

Disana telah menunggu kedua temannya yang sudah memesan minuman segar. Dara duduk sambil tersenyum manis dan dia merasa puas.

Bab 2. Bertemu Raka

Dara menikmati kebersamaannya dengan kedua temannya di cafe tersebut. Karena ini merupakan kebebasannya yang pertama kali, Dara rasakan. Dara berharap, dirinya akan bisa bebas seperti gadis-gadis yang lain seusianya.

Kehidupan Dara memang monoton. Pagi hari dia sekolah dan saat pulang sekolah, dia dijemput Dicky dan langsung pulang ke rumah. Tidak ada hal lain yang Dara lakukan bersama teman-temannya.

Setelah puas berada di cafe, mereka melanjutkan dengan pergi ke Mall. Disana, Dara tampak seperti melihat dunia baru yang indah. Meskipun dia pernah pergi ke Mall bersama sang Mama, tetapi berbeda rasanya jika pergi bersama teman-temannya.

Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Saatnya Dara untuk pulang ke rumah. Tampak semburan wajah yang ceria setelah menikmati hari bersantai bersama teman-temannya. Dengan naik taksi, Dara berharap bisa segera sampai di rumah.

Akan tetapi, langkah Dara terhenti didepan pintu ketika dia mendengar suara keras ayahnya. Ayahnya seperti sedang memarahi seseorang. Dan terdengar suara tamparan yang cukup keras.

Dara tiba-tiba merasa takut dan panik. Kesalahan yang dilakukannya hari ini, pasti juga akan membuat ayahnya marah. Tetapi, Dara yakin dan percaya diri bahwa dia memiliki alasan dan alibi untuk bisa membuat ayahnya mengerti.

Dara perlahan membuka pintu dan matanya tertuju pada sang kakak yang sedang duduk dilantai sambil memegangi wajahnya. Hati Dara berubah cemas dan panik melihat peristiwa itu.

"Papa ...."

Semua mata tertuju pada Dara yang kemudian berjalan mendekati kakaknya. Dara melihat wajah Kakaknya merah bekas tamparan ayahnya.

"Kakak, pasti ini sangat sakit. Lihat, wajah Kakak sampai merah begini," kata Dara panik.

"Kakak tidak apa-apa. Tidak sakit, kok. Kamu jangan cemaskan Kakak," jawab Dicky sambil berpura-pura tersenyum.

"Tidak mungkin, Kakak baik-baik saja. Papa, kenapa Papa menampar Kak Dicky, apa salah Kak Dicky?" tanya Dara sambil membantu Dicky duduk di sofa.

"Dara, itu karena Kakakmu tidak bisa menjagamu. Dia tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Makanya Papa menghukumnya," kata pak Dewa sambil duduk.

"Papa, ini semua salah Dara. Dara yang sengaja pergi tanpa sepengetahuan Kakak. Papa jangan marahi Kakak lagi," kata Dara sambil melihat kearah ayahnya.

"Dara, memangnya kenapa kamu harus pergi tanpa sepengetahuan Kakakmu? Tugas dia itu memang menjaga kamu. Kalau dia lalai, dia juga harus mendapatkan hukuman," kata pak Dewa agak emosi.

"Papa, Dara bukan anak kecil lagi. Sekarang Dara sudah kelas 3 SMA. Dara juga ingin pergi dengan teman-teman Dara, ke Mall dan pergi makan bersama. Bagi Papa, Kak Dicky ini pengawal Dara atau Kakak Dara?" tanya Dara kesal pada ayahnya.

"Dara, Dicky itu Kakakmu, tetapi Papa memintanya untuk melindungi kamu. Ayah ini seorang pengusaha. Banyak saingan bisnis Papa yang pasti ada yang dendam karena keberhasilan Papa. Papa tidak ingin terjadi sesuatu pada kamu, Dara," jawab pak Dewa.

"Dara mengerti kekhawatiran Papa, tetapi, Dara juga ingin menjalani kehidupan Dara seperti gadis yang lain. Papa, biarkan Dara hidup normal dan menjalani kehidupan Dara sendiri," ucap Dara sambil memohon pada Ayahnya.

"Pak, ibu rasa, apa yang dikatakan Dara ada benarnya. Dia juga gadis yang ingin menjalani masa mudanya tanpa kekangan. Walupun juga, kita tidak bisa memberikan kebebasan sepenuhnya padanya," kata Bu Desi menenangkan suaminya.

"Baiklah, Dara. Jika kamu ingin mendapatkan kebebasan, Papa akan memberikannya. Tetapi ingat, kamu harus tahu batasan-batasan sebuah kebebasan dan kamu harus bisa menjaga diri sendiri. Jangan kecewakan Papa dan Mama," kata pak Dewa sambil menarik napas panjang.

"Papa, makasih ya, Pa. Dara seneng sekali. Dara janji, Dara tidak akan membuat masalah untuk kalian," kata Dara sambil tersenyum senang.

"Ya, sekarang, masuk dan istirahatlah," kata Bu Desi sambil menepuk pundak Dara.

Dara bergegas masuk kekamarnya untuk mandi lalu berganti pakaian.

"Dicky maafkan Papa. Mulai sekarang, kamu tidak perlu lagi, secara terbuka mengawasi dia. Lakukan tanpa sepengetahuan Dara. Jangan sampai dia tahu kalau kamu sedang mengawasi dia," ucap pak Dewa kemudian.

"Baik, Pa. Dicky akan mengawasi Dara dari kejauhan," jawab Dicky sambil mengangguk.

"Dicky, maafkan Papamu, dia tadi terlalu khawatir dengan adikmu. Ibu harap kamu mengerti," kata Bu Desi.

"Dicky mengerti perasaan Papa dan Mama. Kedepannya Dicky akan menjaga adik dengan baik," jawab Dicky kemudian.

Sejak saat itu, pak Dewa dan bu Desi telah memberikan kebebasan pada Dara. Meskipun Dara diberikan kebebasan, tetapi Dara harus tetap tahu batasannya. Bagi Dara, keputusan sang ayah merupakan lampu hijau untuknya bisa mengekpresikan diri sebagai seorang gadis muda yang penuh ambisi.

Tidak banyak yang berubah dengan Dara, meski dia diberikan kebebasan oleh sang ayah. Tetapi, ketika Dara mulai memasuki bangku kuliah, pergaulan Dara dengan beberapa teman kuliahnya membuat sang ayah khawatir. Terlebih lagi, Dicky sudah tidak bisa mengawasi adiknya karena dia mulai bekerja di perusahaan pak Dewa.

Dara pergi ke sebuah Mall bersama kelima sahabatnya. Diantaranya dua temannya waktu SMA yaitu Sari dan Meri yang kebetulan masuk di universitas dan jurusan yang sama dengannya.

Diantara kelima temannya itu ada dua pria dan satu teman wanita lagi yang baru dikenalnya setelah masuk kuliah. Namanya, Nanda, Wawan dan Listi. Mereka sengaja pergi ke Mall untuk mencari beberapa barang terkait tugas kuliah.

Setelah mendapatkan apa yang mereka cari, mereka memutuskan untuk segera pulang. Tetapi langkah mereka terhenti ketika seseorang memanggil salah satu dari mereka.

"Listi ...."

Mereka berhenti bersamaan dan mereka saling berpandangan. Seorang pemuda tampan dengan tubuh atletisnya. Listi tiba-tiba langsung memeluk orang itu yang membuat mereka kaget. Mereka berpikir bahwa pria adalah kekasih Listi.

Listi akhirnya memperkenalkan pemuda itu sebagai sepupu Listi kepada Dara dan teman-temannya. Raka baru pulang dari luar negeri dan akan kuliah di kota ini. Mereka bersalaman satu persatu termasuk dengan Dara.

"Raka ...."

"Dara ...."

Tidak ada yang istimewa dengan perkenalan itu. Karena meskipun Dara sempat terpesona dengan Raka, tetapi saat ini Dara tidak ingin terlibat dalam cinta. Dia ingin fokus dalam belajar. Akan tetapi tidak dapat dia pungkiri, jika pesona Raka mampu membuatnya merasakan cinta.

Untuk merayakan kepulangan Raka, Raka mentraktir Listi dan teman-temannya untuk pergi ke sebuah cafe. Mereka menjadi akrab dan saling bercanda. Tanpa disadari Dara, Raka terus mencuri pandang ke arah Dara yang lebih banyak diam dan bermain gadgetnya.

Setelah hampir satu jam di cafe, mereka memutuskan untuk pulang.

"Dara, nanti kamu tidak usah panggil taksi. Kak Raka, rumahnya lewat rumah kamu. Jadi kamu bisa bareng dia," kata Listi sambil melirik ke arah Raka.

"Iya, Ra, daripada kamu kelamaan nunggu taksi," kata Sari.

Dara terdiam mendengar perkataan teman-temannya.

Apakah, aku harus ikut mobil Raka? Bagaimana aku bisa mengendalikan perasaan ini?" batin Dara.

Bersambung

Bab 3. Punya kekasih

Dara memutuskan untuk ikut mobil Raka. Meskipun masih ada keraguan di dalam hatinya, bisa satu mobil dengan pria yang mampu membuat hatinya berdebar.

Ini pertama kalinya Dara merasakan perasaan seperti ini. Ada rasa malu ketika pandangan mereka beradu. Tetapi ternyata, Raka seorang yang pandai mengambil hati perempuan. Dia dengan lembut memakaikan sabuk pengaman untuk Dara. Sesekali matanya melirik ke arah Dara yang terlihat malu.

Selama perjalanan, suasana tampak sangat canggung. Padahal, Dara adalah gadis yang biasanya banyak bicara, tetapi ketika dia bertemu pria yang dia sukai, dia menjadi tidak percaya diri.

Dara tidak menyadari bahwa dirinya adalah gadis yang sangat cantik dan menarik. Ini karena selama ini, dia tidak pernah terlalu peduli dengan penampilan, terutama dengan pakaian. Asalkan rapi dan nyaman, Dara akan memakainya tanpa pilih-pilih.

Demikian juga dengan make up. Dara jarang memakai make up hanya menggunakan lipstik tipis-tipis saja bahkan hampir tidak kentara.

Raka berusaha mencairkan suasana dengan berusaha mengajak Dara berbicara.

"Kamu temannya, Listi?" tanya Raka.

"Benar," jawab Dara singkat.

Hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Raka. Bibirnya terasa kelu untuk bertanya lain lagi. Bahkan ketika mereka sudah sudah sampai di depan rumah Dara, Raka hanya diam.

"Terima kasih, Kak Raka," ucap Dara sambil tersenyum manis.

"Sama-sama," jawab Raka yang terpesona melihat senyum manis Dara.

Raka terus memperhatikan langkah Dara hingga gadis itu masuk kedalam rumah. Raka segera pergi sambil tersenyum-senyum sendiri.

Sejak hari itu, hubungan Dara dan Raka semakin dekat setelah Raka kuliah di tempat yang sama dengan Dara. Terlebih lagi, sebagai sepupu Listi, membuat Raka bisa terus berada bersama Dara.

Suatu hari, Raka menyatakan cinta pada Dara yang disambut baik oleh Dara. Saat itu hari ulang tahun Raka yang mereka rasakan dengan pergi makan-makan di sebuah restoran.

Dihadapan teman-teman Dara, Raka menyatakan cinta yang membuat Dara tersentuh. Tentu saja, Dara menerima pernyataan cinta dari Raka. Karena ini adalah cinta pertama bagi Dara dan pria yang dicintainya menyatakan cinta padanya.

Kehidupan percintaan yang baru pertama bagi Dara. Bunga-bunga bermekaran dan memenuhi hati Dara. Dara yang masih manja dan seperti anak-anak mampu menarik hati Raka yang usianya 2 tahun lebih tua dari Dara.

Perubahan suasana hati Dara, sempat membuat Dicky curiga. Pasalnya, jika sudah menelepon seseorang, Dara bisa berjam-jam lamanya. Dicky yang khawatir dengan Dara berusaha mencari tahu apa yang terjadi pada Dara. Penampilan yang berubah lebih feminim dan mulai mengenal make up.

Dicky yang sudah memendam rasa pada adiknya sejak kecil, ingin menyatakan perasaannya. Kebetulan, hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 25 tahun. Seperti biasa, setiap ulang tahun Dicky Dara akan menemaninya sepanjang hari. Kadang mereka akan makan bersama. Akan tetapi, Dicky dan Dara merayakannya dengan pergi nonton film berdua.

Seusai nonton film, mereka pergi ke sebuah tempat yang menjadi favorit mereka. sebuah rumah pohon di lahan milik keluarga Dara. Mereka mengambil kue dan lilin yang sudah mereka pesan di toko kue yang biasanya.

Setelah menyiapkan kue dan lilin, Dicky dan Dara menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan Dicky meniup lilinnya. Selesai acara ulang tahun, mereka berdiam sejenak disana dan saling curhat seperti biasanya.

Dicky sudah siap dengan pernyataan cinta pada adiknya, Dara. Apapun hasilnya, Dicky sudah siap. Karena menyimpan cinta diam-diam itu sangat menyiksa hati.

"Dara, ada yang ingin aku katakan padamu," ucap Dicky penuh keyakinan.

"Dara juga, Kak Dicky. Ada yang mau Dara sampaikan pada Kakak. Tapi Kakak dulu saja," ucap Dara sambil melihat Kakaknya dan tersenyum lembut.

"Dara, kamu duluan saja, Kakak nanti saja setelah kamu," ucap Dicky sambil membalas senyum Dara. "Ada apa?"

"Begini, Kakak. Dara sudah memiliki kekasih. Jadi Kakak tidak perlu lagi mengkhawatirkan Dara," ucap Dara pelan tetapi bagi Dicky apa yang dikatakan Dara, bagaikan petir di siang hari.

"Apa, kamu sudah memiliki kekasih, kapan?" tanya Dicky agak keras.

Dara bercerita dari awal hingga akhirnya mereka mutuskan untuk berpacaran. Hancur sudah harapan Dicky untuk menyatakan cinta pada Dara. Pupus sudah impiannya memiliki wanita yang sangat dicintainya. Dicky menarik napas dalam-dalam dan dihembuskannya perlahan-lahan untuk mengurangi seakan di dadanya.

"Kak, sekarang giliran Kakak. Ayo katakan," ucap Dara penasaran.

"Dara, mulai sekarang, Kakak akan fokus pada pekerjaan. Tetapi, jika kamu ada sesuatu yang butuh kehadiran Kakak, kamu bisa datang pada Kakak. Kakak akan selalu ada untuk kamu," kata Dicky sambil membelai rambut Dara.

"Tentu saja Kakak. Kakak memang harus fokus bekerja. Ini untuk istri Kakak kelak," ucap Dara sambil tersenyum lebar.

"Kamu bener Dara. Kakak harus mempersiapkan masa depan Kakak mulai sekarang," ucap Dicky.

Meskipun semua rencananya gagal, Dicky tidak putus asa. Dicky tetap ingin menunjukan cinta dengan membiarkan Dara bahagia dengan lelaki pilihannya. Itulah cinta yang saat ini ingin Dicky tunjukan. Cinta tidak selamanya indah. Cinta tidak selamanya memiliki. Cinta diam-diam ini mungkin tidak akan pernah terucap untuk selamanya.

Akan tetapi, hubungan percintaan Dara dan Raka tidak semulus yang mereka kira. Ada banyak perbedaan dari diri mereka yang membuat hubungan mereka agak renggang.

Raka, pemuda dengan pergaulan bebas ketika di luar negeri. Selalu menganggap berciuman adalah hal yang biasa. Tetapi bagi Dara, yang nyaris tidak pernah tahu hubungan antar pria dan wanita, menganggap pacaran adalah bertautnya dua hati yang saling jatuh cinta. Tanpa ada embel-embel yang lain termasuk ciuman dan hubungan yang lebih jauh lagi.

Hari itu, saat hari ulangtahun Raka, mereka merayakan bersama teman-teman yang lain di sebuah restoran mewah. Semua tampak gembira dan bahagia. Mereka membawa kado untuk Raka, tidak terkecuali Dara.

Dara memberi hadiah sebuah parfum untuk laki-laki. Baginya, ini sudah cukup untuk dirinya yang memang belum bekerja. Jika nanti dia sudah bekerja, dia pasti bisa memberikan hadiah yang lebih dari parfum.

Setelah semua sahabat mereka pergi, Raka mengajak Dara membawa semua kado ke dalam mobil. Lalu mereka pergi ke sebuah taman.

"Kak Raka, hadiah Dara harganya murah. Maaf, Dara tidak bisa membelikan barang yang mahal. Dara lagi tidak punya uang. Papa Dara, hanya ngasih uang jajan saja," ucap Dara sedih.

"Sayang, jangan sedih. Apapun yang kamu berikan, aku pasti menyukainya. Dara, karena hari ini aku ulangtahun, bolehkah aku meminta sesuatu sama kamu?" tanya Raka modus.

"Apa, Kak?" tanya Dara.

"Boleh minta cium. Sekali saja, kita udah pacaran begitu lama, tapi cium saja aku belum pernah," kata Raka sedih.

"Apakah orang yang pacaran harus sudah ciuman?" tanya Dara polos.

"Dara, aku akan mengajari kamu cara berpacaran. Tapi kamu harus nurut sama aku, oke? Pejamkan saja matamu, biar aku yang melakukannya," ucap Raka sambil tersenyum.

Dara terdiam mendengar pernyataan Raka. Mau tidak mau, Dara harus menuruti permintaan Raka. Tapi, apakah dia bisa melakukannya?

Dara memejamkan matanya dan mencoba berdiam diri menunggu apa yang akan dilakukan Raka padanya. Terasa deru napas Raka semakin lama semakin dekat. Hidung Raka sudah menempel di pipi Dara. Mata Dara terbuka lebar, kaget dan syok. Bibir Raka hampir menyentuh bibirnya, lalu Dara tiba-tiba mendorong tubuh Raka sambil berteriak.

"Ahhhh ...."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!