...~•Happy Reading•~...
Suatu hari di pagi yang sepi dan tenang. Bertempat di pinggiran kota, masyarakat sekitar dikejutkan dengan penemuan jenasah di selokan dekat perumahan mewah oleh pemulung. Dia hendak mengambil gelas kosong bekas air mineral yang menyangkut di selokan.
Tiba-tiba dia sangat terkejut saat pengaitnya menarik rambut diantara sampah-sampah yang hanyut. Sambil berteriak dia berlari mendekati pos security, lalu memanggil security komplek perumahan tersebut untuk memberitahukan apa yang dilihat dan ditemukannya.
Mendengar itu, security bertindak cepat dengan mengikuti pemulung tersebut untuk memastikan apa yang dilihat dan ditemukan. Salah seorang security berjaga di pos, sedangkan dua orang berjalan cepat mengikuti pemulung tersebut. Mereka tidak mau bertindak gegabah dengan langsung menghubungi polisi sebelum memastikan apa sebenarnya yang ditemukan.
Tidak lama kemudian, security mengamankan tempat tersebut lalu menghubungi pos polisi terdekat untuk memberitahukan apa yang mereka temukan. Benar ada jenasah seorang wanita, dilihat dari panjangnya rambut dan kukunya yang dicat berwarna merah.
Setelah polisi tiba, tempat tersebut ditutup karena orang mulai berdatangan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Polisi segera menghalau mereka dan memasang police line, lalu menutup jalan sebelah di mana ada jenasah di selokan jalan.
Setelah saling berkoordinasi dengan pihak terkait, tidak lama kemudian petugas forensik dan penyidik kasus pembunuhan dari kepolisian tiba di TKP. Ketika tubuh itu diangkat, ternyata sesosok wanita muda masih dengan pakaian lengkap dan sudah tewas. Tidak lama kemudian jenasah tersebut dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diautopsi.
Sementara itu, di salah satu rumah di komplek perumahan mewah tersebut, Marons baru bangun tidur dan terkejut melihat istrinya sudah tidak ada di sampingnya. Biasanya dia akan melihat istrinya masih tidur dan akan dibangunkan saat dia hendak berangkat kerja.
Sambil berjalan keluar kamar dia berpikir, ada apa sampai istrinya bangun pagi sebelum dirinya. 'Tumben.' Marons membatin.
Dia tidak menemukan istrinya, walau sudah mencari di semua ruangan. Kemudian dia ke dapur untuk melihat, mungkin saja istrinya tiba-tiba ingin ke dapur untuk menyiapkan sarapan bagi mereka. "Bi, Nyonya tidak di sini?" Tanya Marons kepada bibi yang sedang menyiapkan sarapan sendiri di dapur.
"Tidak ada, tuan. Sejak saya bangun sampai sekarang, Nyonya belum bangun, tuan." Jawab bibi heran dengan pertanyaan tuannya. Karena biasanya nyonyanya bangun agak siang setelah tuannya berangkat kerja.
Marons segera kembali ke kamar untuk mengambil ponselnya untuk memeriksa, mungkin istrinya sudah memberitahukan kepergiannya lewat pesan singkat kepadanya. Dia sendiri merasa heran bisa tidur nyenyak, tanpa terbangun sekali pun.
Ketika melihat tidak ada pesan atau pun panggilan tidak terjawab, dia segera menghubungi istrinya untuk mengetahui di mana keberadaannya.
📱"Hallo..." Jawab seorang pria, tegas. Hal itu membuat Marons terkejut dan langsung melihat layar ponselnya. Pikirnya, mungkin dia salah menghubungi orang. Tetapi ketika melihat nama istrinya yang berada di layar ponsel, Marons langsung merespon.
📱"Hallo... Ini dengan siapa? Mengapa anda memegang ponsel istri saya?" Tanya Marons mulai emosi saat mengetahui seorang pria yang menerima pangggilannya.
📱"Anda kenal dengan pemilik ponsel ini?" Penerima telpon balik bertanya, bukan menjawab pertanyaan Marons.
📱"Anda tidak menjawab, malah balik bertanya. Tadi saya sudah katakan, ini ponsel istri saya. Kenapa anda pegang ponselnya?" Tanya Marons lagi yang sudah naik level emosinya.
📱"Ini dari kepolisian, Pak. Kalau benar ini ponsel istri anda, kami minta anda segera ke kantor kami." Ucap Pak Polisi tegas, lalu menyebutkan kantor polisi dan alamatnya.
📱"Ada apa dengan istri saya, pagi begini sudah di kantor polisi?" Tanya Marons tidak mengerti. Banyak penipuan dengan menyebut kantor polisi atau rumah sakit, sehingga dia perlu berhati-hati.
📱"Bapak ke kantor kami, nanti kami akan jelaskan di sini." Ucap Polisi itu lagi, lalu mengakhiri pembicaraan mereka.
Dengan hati bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi dan kenapa istrinya ada di kantor polisi, Maroms menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, mandi. Setelah sarapan dan menghubungi sekretarisnya, Marons segera ke kantor polisi.
Dia mau mengikuti apa yang disampaikan oleh orang yang mengaku polisi, karena orang tersebut memegang ponsel istrinya. Hal itu membuatnya penasaran dan ingin memastikan, apa benar alamat yang disebut itu, kantor polisi.
Setelah tiba di alamat yang diberitahukan dan benar adalah kantor polisi, Marons segera masuk ke tempat parkir. Kemudian dia turun dari mobil dan masuk ke kantor polisi untuk menemui polisi yang menghubunginya.
Marons menyebut namanya kepada polisi yang menemuinya. "Kami bisa lihat KTP anda, Pak Marons?" Tanya polisi, waspada. Marons segera mengeluarkan KTP dan berikan kepada polisi.
Petugas segera mencatat Nama dan alamatnya lalu mengembalikan kembali KTP nya. Walaupun penasaran, tetapi Marons dengan sabar mengikuti semua yang diminta polisi.
"Kami berharap Pak Marons mau menjawab pertanyaan kami dengan benar." Polisi berkata, sambil mengeluarkan catatan dan juga yang lain membawa laptop untuk mengetik. Marons makin tidak mengerti dengan semuanya, tapi dia mencoba berpikir dengan baik.
"Begini, Pak. Saya minta maaf kalau tidak bisa menjawab pertanyaan bapak saat ini, karena saya ingin bertemu dengan istri saya. Jika bapak tau di mana istri saya, tolong katakan. Saya dari tadi penasaran, kenapa ponselnya ada pada bapak. Apa dia sudah lakukan sesuatu yang melanggar hukum?" Tanya Marons curiga, karena dia penasaran dengan keberadaan istrinya.
"Baik. Kalau begitu, bapak ikut dengan kami. Kenderaan bapak tinggal di sini saja." Ucap polisi lalu mengajak Marons menuju salah satu mobil yang sedang parkir. Kemudian mereka menuju ke rumah sakit umum.
Setelah tiba di rumah sakit, Marons makin bingung. Kenapa sekarang dia diajak ke rumah sakit. 'Astaga... Apa dia alami kecelakaan? Kenapa aku tidak pikir hal itu, saat tahu polisi memegang ponselnya?' Marons berkata dalam hati, dan menepuk dahinya.
"Pak Polisi, kenapa kita ke rumah sakit? Apa istri saya alami kecelakaan?" Tanya Marons ragu, karena istrinya tidak membawa mobil, jadi dia tidak pikirkan hal itu.
"Pak Marons ikut kami saja. Nanti di sana baru kita bicara." Ucap polisi berteka teki, membuat Marons makin penasaran. Ketika dia melihat mereka menuju kamar jenasah, dia langsung berhenti karena terkejut.
"Mari, Pak Marons. Kami hanya memastikan saja, karena belum tentu ini istri bapak. Bisa saja ponsel istri bapak diambil oleh orang ini." Ucap polisi untuk menenangkan dan agar Marons mau mengikuti mereka ke kamar jenasah.
Dengan berat hati dan perasaan yang campur aduk, Marons berjalan menuju kamar jenasah mengikuti polisi. "Apakah benar ini istri Pak Marons?" Tanya polisi yang telah menarik kotak tempat penyimpanan jenasah lalu membuka kain yang menutup wajahnya.
Ketika melihat jenasah dan mengenalinya, Marons terkejut dan terdiam, hingga tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa mengangguk mengiyakan, bahwa benar itu adalah istrinya.
Semua gerakan, reaksi atau pun perubahan mimik wajah Marons diperhatikan oleh polisi yang ada di ruangan tersebut. Polisi melarang Marons hendak menyentuh wajah istrinya, karena jenasah belum diotopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya.
...~°°°~...
...~●○¤○●~...
...~•Happy Reading•~...
Marons langsung mencari pegangan, karena sangat terkejut. Dengan cepat dia menyadari apa yang sedang terjadi. "Apa penyebab istri saya meninggal, Pak?" Tanya Marons karena semuanya buram dan banyak pertanyaan di kepalanya. Pagi-pagi sudah diperhadapkan dengan hal yang tidak terduga dan tidak terpikirkan olehnya.
"Istri Pak Masons ditemukan tewas di selokan dekat Perumahan Bumi Sentosa." Polisi menjelaskan sambil memperhatikan Marons.
"Selokan dekat perumahan kami? Kenapa dia berada di sana? Jam berapa tewas dan ditemukan, Pak?" Tanya Marons, tidak mengerti. Kenapa istrinya keluar rumah pagi-pagi dan bisa tewas di tempat seperti itu.
"Iyaa. Sesuai dengan alamat rumah di komplek bapak dan korban. Untuk waktu meninggalnya, kita tunggu hasil autopsi. Tapi jenasahnya ditemukan oleh ..." Polisi menjelaskan peristiwa jenasah istrinya ditemukan sambil memperhatikan Marons dengan serius.
"Baik. Saya keluar sebentar." Ucap Marons, karena makin lama di dalam ruangan, makin sesak nafasnya. Setelah di luar, dia bisa berpikir dengan baik. 'Apa yang sedang terjadi? Mengapa dia bisa tewas di tempat seperti itu?' Banyak pertanyaan lagi bermunculan di kepalanya.
Menyadari situasi yang terjadi dan sikap polisi padanya saat tiba di kantor polisi, Marons segera menghubungi pengacaranya untuk memberitahukan peristiwa yang sedang terjadi dengan istrinya.
Kemudian dia tersadar, belum memberitahukan mertuanya tentang apa yang menimpa anak mereka. Dia lama memikirkan, bagaimana cara memberitahukan perihal kematian istrinya kepada orang tuanya. Ini bukan peristiwa kematian biasa, hingga mudah diberitahukan. Dengan berat dan menguatkan hati, Marons menghubungi mertuanya untuk memberitahukan kematian istrinya.
Setelah itu, dia juga memberitahukan kedua orang tuanya. Sebelum dia lupa, karena disibukan dengan berbagai hal menyangkut kematian istrinya. Dia belum tahu apa yang akan dilakukan, sehingga dia butuh kehadiran orang tuanya, terutama Ayahnya.
Tidak lama kemudian, mertuanya datang dan mendekatinya dengan wajah kebingungan dan bertanya-tanya. Marons bersyukur, mertuanya datang terlebih dahulu, bukan pengacaranya. Karena mertuanya bisa berpikiran lain, jika datang sudah ada pengacaranya.
^^^Saat menghubungi pengacaranya dia hanya memikirkan peristiwa kematian istrinya bisa menyangkut dengan dirinya. Banyak hal yang dipikirkan sebelum memberitahukan mertuanya dengan baik.^^^
"Apa yang terjadi dengan Rallita, Marons? Kenapa istrimu bisa tewas di situ?" Tanya Papa mertua, setelah mendengar penuturan peristiwa yang disampaikan polisi kepada Marons.
Sedangkan Mama mertuanya hanya menangis tanpa bisa berkata-kata. Adik laki-lakinya yang mengantar orang tuanya mencoba menenangkan Mamanya dengan memeluk punggungnya sambil duduk dan terus mengusap lengannya.
"Aku juga tidak tau, Pa. Hanya itu yang disampaikan polisi padaku. Tadi pagi ...." Marons menceritakan apa yang terjadi di rumahnya saat dia bangun pagi dan mencari istrinya.
"Apa istrimu membawa mobil saat pergi?" Tanya Papa mertuanya, ingin tahu.
"Tidak. Karena melihat mobilnya ada di garasi, jadi aku tidak berpikir dia pergi jauh dari rumah." Ucap Marons mengingat apa yang dipikirkan tadi pagi saat mencari istrinya. Mertuanya makin bingung dan itu membuatnya limbung, sehingga Marons memegang lengannya dan mengajaknya duduk di samping istrinya.
"Kalian duduk di sini, aku akan masuk sebentar." Ucap Marons, lalu masuk ke dalam ruang jenasah untuk berbicara dengan polisi.
"Pak, saya bisa lihat foto saat istri saya ditemukan? Atau saya bisa lihat seluruh tubuh istri saya?" Tanya Marons penasaran, karena tadi hanya melihat wajah istrinya. Ada hal yang ingin dia ketahui dan mau memastikan setelah mendengar pertanyaan mertuanya.
"Jenasahnya sedang diautopsi, jadi tidak bisa dilihat lagi. Kalau foto, sebentar. Anda bisa lihat, tapi tidak boleh menyentuhnya." Ucap polisi lalu meminta seorang petugas memperlihatkan foto jenasah kepada Marons. Ketika melihat foto yang diperlihatkan polisi, Marons mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menarik keras rambutnya untuk menyamarkan denyutan di kepalanya.
Dia tidak tahu mau marah atau sedih. Perasaannya campur aduk. Sambil mengangguk ke arah polisi, dia mengisyaratkan sudah cukup melihatnya. "Pak, orang tua istri saya ada di luar. Apakah mereka belum bisa melihat anaknya? Atau jam berapa baru bisa dilihat?" Tanya Marons, agar mertuanya bisa tahu berapa lama harus menunggu di luar.
"Nanti kami informasikan kepada Pak Marons setelah ada pemberitahuan dari ruang autopsi." Polisi mulai berbicara dengan baik dan sopan, setelah mengetahui siapa Marons dan juga dia sangat koperatif. Marons mengangguk lalu keluar dari ruang jenasah.
Dia langsung menghubungi pengacaranya saat sudah di luar. "Danny, tidak usah datang ke rumah sakit. Tunggu kabar dariku, nanti kita bertemu di kantor." Ucap Marons saat pengacara Danny merespon panggilannya.
"Baik, Pak. Apakah bapak baik-baik saja?" Tanya Danny khawatir dengan kondisi Marons. Dia bertanya formal, karena berpikir Marons ada bersama keluarganya.
"Pertanyaan macam apa itu? Bagaimana aku bisa baik-baik saja dalam kondisi seperti ini? Aku mau berdiskusi denganmu, tapi tidak di sini. Jadi percuma kau datang ke sini. Nanti kita pusing berjamaah. Kita tunggu apa kata polisi baru bahas di kantor." Ucap Marons yang mulai emosi dengan situasi yang tidak dimengertinya.
Setelah selesai telpon, dia melihat orang tuanya sudah datang dan berjalan mendekatinya setelah berbicara dengan mertuanya. "Marons, kenapa bisa jadi begini? Apa sebenarnya yang terjadi?" Tanya Ayahnya, setelah berada di dekatnya.
Sedang diselidiki polisi, Ayah. Aku juga tidak mengerti. Tadi pagi ...." Marons kembali menceritakan cerita yang sama seperti kepada mertuanya, karena hanya itu yang dia tahu. Ayahnya melihat Marons dengan wajah sedih, cemas dan tidak mengerti.
"Kau sebagai suaminya, kenapa tidak tau istrimu kemana, Marons?" Tanya Ibunya yang sejak tadi menyimak apa yang dikatakan Marons. Ibunya juga tidak mengerti apa yang sedang terjadi, walau sudah dijelaskan oleh Marons.
"Ibuuu. Memangnya kami kembar siam, sehingga dia menempel denganku ke mana saja?" Tanya Marons yang sudah naik level emosinya sejak keluar dari ruang jenasah. Ayahnya langsung mengusap lengannya untuk menenangkan.
"Sudaaa... Kau pergi ke kantin untuk minum sesuatu supaya bisa berpikir dengan baik. Biarkan kami menunggu di sini, nanti Ayah hubungi kalau ada informasi." Ayahnya coba mengerti situasi dan mau menenangkan Marons yang sedang sedih dan bingung.
^^^Marons segera ke kantin untuk beli air mineral untuk semua yang sedang menunggu sebagaimana dikatakan Ayahnya. Dia butuh minuman untuk bisa berpikir jernih dan menenangkan pikirannya.^^^
"Ibu... Saat ini kalau berbicara dengan Marons, harus hati-hati. Apa Ibu tidak lihat wajahnya? Dia sendiri sedang sedih, bingung dan khawatir. Jangan menambah beban pikirannya lagi." Ucap Ayah Marons setelah Marons menjauh dari mereka.
"Tapi, Yah... Itu akan ditanyakan banyak orang, jika tahu Rallita meninggal seperti ini. Peristiwa ini akan menjadi pembicaraan." Ibu Marons coba membela apa yang dipikirkannya.
"Biarkan orang lain bertanya, asal jangan kita. Marons adalah anak kita, saat ini dia sangat membutuhkan dukungan kita. Jangan Ibu tambah pertanyaan lagi, karena ada banyak pertanyaan di kepalanya dan pasti dia belum temukan jawabannya. Apa Ibu tidak merasakan cemas dan khawatirnya?" Ayah Marons menjelaskan kondisi dan situasi Marons serta mengingatkan istrinya. Agar bisa mengerti dan tidak bertanya hal-hal yang membuat Marons emosi, karena tidak tahu jawabannya.
...~***~...
...~●○¤○●~...
...~•Happy Reading•~...
Ayah Marons melihat punggung Marons dengan rasa khawatir. "Jika ini bukan kecelakaan, tetapi pembunuhan, kau bisa bayangkan apa yang akan terjadi ke depan? Hidup kita dan terutama Marons tidak akan tenang." Ayah Marons yang mulai khawatir, berharap hanya kecelakaan biasa.
"Jangan kau samakan kehidupan rumah tangga kita, sama dengan rumah tangga Marons. Walaupun Marons tidak bercerita, tapi aku dengar banyak hal di kantor tentang Rallita. Bagaimana dia suka datang tiba-tiba ke kantor dan meminta sekretaris Marons membatalkan beberapa schedule Marons, karena hendak pergi dengannya."
"Dengan karakter Marons, pasti di rumah akan terjadi ribut. Di kantor dia bisa kendalikan emosinya, tetapi setelah berdua sendiri, apa yang akan terjadi? Kau bisa pikirkan sendiri. Oleh sebab itu, aku berharap ini kecelakaan biasa. Jika pembunuhan, posisi Marons akan sangat sulit." Ayah Marons makin khawatir memikirkan putranya.
"Mengenai pertanyaanmu, kenapa Marons tidak tahu keberadaan istrinya, mungkin saja Rallita tidak kasih tahu mau Marons. Atau dia tidak minta ijin dari suaminya saat mau pergi. Aku tau kau ada dimana dan juga sebaliknya, karena kita saling memberitahukan mau kemana. Atau sedikit banyak minta ijin. Coba pikirkan itu, agar bisa melihat peristiwa ini dengan baik." Ayah Marons berpikir dan bisa mengerti, karena sesama pria.
Tiba-tiba polisi keluar dari kamar jenasah, lalu memanggil Marons untuk masuk ke kamar jenasah. Marons yang baru kembali sambil membawa minuman di tangan, langsung menyerahkan semua minuman yang di bawa kepada adik iparnya untuk dibagikan.
"Pak Marons, kita akan kembali ke kantor polisi karena sudah ada kepastian awal, istri Pak Marons meninggal karema dibunuh. Ini bukan kecelakaan biasa, tapi karena pembunuhan. Almrh meninggal diantara pukul dua sampai tiga pagi. Jadi sekarang kita kembali ke kantor untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP)." Polisi menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
"Semua keluarga Pak Marons juga ikut ke kantor polisi. Karena kami juga akan membuat BAP saksi untuk semua orang yang berhubungan dengan Almrh, agar bisa menyelesaikan kasus ini dengan cepat." Ucap polisinya lagi.
"Baik, Pak. Lalu kapan jenasah istri saya sudah bisa diambil untuk kami bawah pulang?" Tanya Marons sebelum meninggalkan ruang jenasah.
"Nanti kalau sudah selesai autopsi dan lengkap semua yang harus diperiksa. Ini kasus pembunuhan, jadi prosesnya akan sedikit lama. Jadi Pak Marons harap bersabar." Ucap polisi lalu mengajak Marons keluar ruangan.
"Ooh iya, Pak, saya ikut mobil orang tua saya ke kantor polisi." Ucap Marons setelah di luar dan berbicara dengan orang tuanya dan mertua, apa yang disampaikan polisi tentang peristiwa yang menimpa istrinya.
Ayah dan Ibu Marons terdiam, karena apa yang mereka khawatirkan sebelumnya tentang Marons bisa jadi kenyataan. Mereka melihat Marons yang berusaha tegar dan tenang saat bicara dengan mertuanya.
"Marons, apa kita perlu memberitahukan pengacara untuk mendampingi kita? Ini kasus pembunuhan, jadi kita harus hati-hati. Walaupun kita hanya saksi, jika salah mengatakan sesuatu, bisa jadi tersangka. Terutama kau, segera hubungi pengacaramu untuk dampingi. Ayah akan hubungi pengacara keluarga, jika perlu." Ayah Marons jadi cemas.
"Iya, Ayah. Aku sudah hubungi. Dia akan langsung ke kantor polisi. Ayah jangan hubungi pengacara keluarga dulu. Nanti dengar dari pengacaraku, bagaimana baiknya. Biarkan pengacara keluarga Rallita yang datang, mungkin orang tuanya membutuhkan pendampingan." Ucap Marons setelah berada dalam mobil orang tuanya.
Setelah tiba di kantor polisi, pengacara Marons sudah menunggu. "Pak Marons, jika ditanya penyidik, katakan saja yang terjadi hari ini saat bapak mencari Ibu Rallita." Pengacara Marons mengingatkan.
"Bapak dan Ibu juga, katakan yang diketahui hari ini. Jangan katakan yang dipikirkan, tetapi yang nyata terjadi. Supaya bisa cepat selesai. Untuk diketahui, semua catatan dalam BAP, akan dipakai Jaksa untuk mendakwa seseorang. Jadi berhati-hatilah dalam menjawab pertanyaan penyidik." Pengacara mengingatkan orang tua Marons. Sedangkan mertua Marons sedang berbicara dengan pengacara mereka.
^^^Pemeriksaan orang tua dan mertua Marons sebagai saksi tidak terlalu lama, karena mereka sudah dua minggu lebih tidak bertemu dengan Rallita. Terakhir orang tuanya hanya berbicara lewat telpon dua hari lalu, itu juga hanya Mamanya. Sedangkan orang tua Marons malah lebih lama tidak bertemu dan berkomunikasi dengan Rallita. Pertemuan terakhir mereka, saat Marons dan Rallita datang ke rumah mereka untuk ulang tahun Ibu Marons sebulan yang lalu.^^^
^^^Setelah itu, orang tua dan mertuanya diijinkan pulang dengan catatan harus koperatif jika diperlukan keterangan mereka sesuai perkembangan kasus. Sedangkan Marons dan pengacaranya masih tinggal, karena keterangan Marons sangat diperlukan untuk mempercepat pengungkapan kasus tersebut.^^^
"Kapan terakhir Pak Marons bertemu dengan Ibu Rallita?" Tanya penyidik, setelah ditinggal orang tuanya.
"Tadi malam sebelum tidur, Pak." Jawab Marons singkat.
"Tadi malam jam berapa? Kalau tidak tau pasti, bisa kira-kira, sekitar jam berapa." Ucap penyidik lagi.
"Saya tau, Pak. Jam sembilan lima empat." Jawab Marons yakin. Membuat penyidik melihatnya dengan serius.
"Bapak sangat yakin dengan waktunya sampai ke menitnya?" Penyidik jadi curiga, seakan-akan Marons sudah menyiapkan semuanya untuk alibinya.
"Iya, Pak. Saya tahu jam dan menitnya, karena saat mau tidur, saya atur alaram untuk bangun pagi. Jadi melihat jam itu di ponsel saya." Marons mencoba tenang dan berpikir dengan baik.
"Apa saat itu Ibu Rallita sudah tidur juga?" Tanya penyedik lagi
"Belum, Pak. Istri saya masih nonton TV di ruang keluarga. Saya harus bangun pagi, jadi tidur lebih dulu." Marons menjelaskan lagi.
"Setelah itu, Pak Marons tidak bertemu dengan Ibu Rallita lagi?" Tanya penyidik untuk meyakinkan.
"Iya, Pak. Saya bertemu dengannya lagi di kamar jenasah itu." Marons tetap berusaha tenang dalam menjawab.
"Pak Marons sudah menikah dengan Ibu Rallita berapa lama?" Tanya penyidik
"Hampir dua tahun, Pak. Tiga bulan lagi, dua tahun." Ucap Marons perlahan sambil mengingat bulan pernikahan mereka.
"Apakah pernah berselisih atau bertengkar selama pernikahan bapak dan ibu?" Tanya penyidik lagi.
"Iya, ada. Namanya dua orang yang berbeda karakter, lingkungan dan latar belakang, harus hidup bersama dalam satu rumah. Pasti ada benturan, jika yang dilakukan tidak sesuai di hati masing-masing. Tapi saya menganggapnya sebagai proses untuk saling mengenal dan memahami satu dengan yang lain." Jawab Marons.
"Kalau begitu, kita cukup sampai di sini dulu. Nanti kami akan memanggil Pak Marons lagi, jika memerlukan keterangan tambahan setelah selesai proses autopsi." Ucap penyidik, lalu berdiri dan menyalami Marons.
Marons mengiyakan, lalu keluar kantor polisi menuju mobilnya. "Danny, langsung ke kantor." Ucap Marons, saat mereka telah berdua di tempat parkir.
Beberapa waktu kemudian, mereka tiba di kantor. "Danny, tolong cari penyelidik swasta untukku. Usahakan secepatnya, karena ini menyangkut hidup dan masa depanku." Marons berkata serius saat mereka sudah dalam ruang kerjanya.
"Ada apa Marons? Apakah ada yang kau sembunyikan dariku?" Tanya pengacara Danny. (Jika mereka hanya berdua, akan saling memanggil nama, karena mereka berteman baik dari masa sekolah).
"Saat penyidik itu bertanya tentang pertengkaran, aku jadi ingat. Tiga hari yang lalu aku ribut besar dengan Rallita." Ucap Marons sambil menunjuk goresan di tangannya.
...~***~...
...~●○¤○●~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!