Hari ini adalah Anniversary pernikahan Calista dan Imam yang ke 4 Tahun. Mereka berdua masih belum juga di beri kepercayaan akan keturunan, namun baik Imam maupun Calista tidak mempermasalahkannya sama sekali.
"Sayang, hari ini Ibu akan tinggal bersama kita disini" ucap Imam.
"Iyakah Mas? Bagus dong" balas Calista sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Imam.
Cup.
Imam mengecup pucuk kepala Calista dengan lembut, Imam sangat mencintai Calista yang sudah hampir 7 Tahun bersama dengannya. 3 Tahun pacaran dan 4 Tahun pernikahan.
"Emm Mas, apa Ibu masih suka membahas masalah anak?" tanya Calista dengan lirih.
"Tidak sayang, kita sendiri sudah tahu kalau kita ini sama-sama subur" jelas Imam lembut.
Calista hanya menganggukan kepala saja, namun entah kenapa pikiran dan hati nya merasa gelisah dan begitu resah.
*
Malam tiba, Imam menjemput sang Ibu ke stasiun Kereta api yang cukup dekat dengan Rumah nya.
Calista sendiri menyiapkan berbagai makanan untuk sang mertua, bahkan dia juga baru selesai membersihkan kamar yang biasa di pakai oleh sang Ibu mertua.
Hufh.
"Kenapa aku jadi merasa resah dan gelisah begini ya" gumam Calista dengan membuang nafas beberapa kali.
Calista mencoba tenang, setelah di rasa dia kembali ke kamar dan bersiap untuk membersihkan diri nya.
Tepat jam 7 malam Imam dan Ibu nya sampai di Rumah sederhana milik Imam dan Calista.
"Ibu, bagaimana kabar nya?" sapa Calista dengan menyalami sang mertua dengan takzim.
"Kamu belum juga hamil, Calista?" cetus Ibu mertua nya dengan tanpa ragu dan perasaan.
Deg.
"Be belum Bu" jawab Calista terbata serta merasakan sesak di dada.
Ck.
Ibu berdecak kesal dan berlalu masuk ke dalam kamar nya dan bahkan membanting pintu hingga berbunyi sangat nyaring.
"Dek, maafkan Ibu" lirih Imam dengan lembut.
"Tidak apa Mas" balas Calista tersenyum kecut.
"Ayo kita makan malam dan tolong panggil Ibu ya, aku akan menyiapkan makanannya" ucap Calista berlalu dari hadapan Imam.
Tes.
Tes.
Air mata yang sejak tadi di tahan pun melaju dengan sendiri nya, Calista menyeka nya dan mencoba untuk tenang.
"Apa ini sifat asli Ibu mu, Mas" batin Calista menekan dada nya yang cukup sesak.
Calista menata piring dan juga gelas yang sudah di isi air oleh nya, hingga manik mata nya melihat Ibu dan Suami nya datang.
"Ibu mau makan dengan apa saja?" tanya Calista dengan menyiapkan piring untuk sang Mertua.
"Tak perlu" jawab nya dengan ketus.
Calista mengangguk dengan senyuman di wajah nya, lalu dia mengambil makanan untuk Imam dan juga diri nya.
Setelah makan malam, Ibu kembali ke kamar dan langsung istirahat.
Begitupun dengan Calista dan Imam, mereka juga langsung istirahat karena besok harus bekerja.
...****************...
Ke esokan pagi nya, Calista sudah bersiap untuk berangkat kerja bersama Imam.
Lalu keduanya sarapan terlebih dulu karena Calista sudah menyiapkannya sejak subuh tadi.
"Kerja yang rajin, agar gak nyusahin Suami" ketus Ibu dengan sinis.
Deg.
"Bu" tegur Imam dengan tegas.
"Apa? Bener kan memang Calista harus rajin kerja agar tidak menghabiskan uang mu" sentak Ibu pada Imam.
"Sudah Mas" lirih Calista menggelengkan kepala nya saat Imam akan kembali berbicara.
Imam menghela nafas nya, lalu dia pergi dari sana bersama Calista setelah berpamitan pada sang Ibu.
"Maafkan Ibu ya, Dek" ucap Imam setelah melajukan mobil nya.
"Tidak apa Mas, mungkin Ibu mu benar" balas Calista dengan tersenyum.
"Masa kontrak mu sudah mau habis bukan?" tanya Imam.
"Iya Mas, akhir bulan depan aku sudah berhenti" jawab Calista.
"Kamu jangan perpanjang lagi ya, aku ingin kamu berhenti bekerja dan mengurus segala keperluan Rumah dan aku saja" jelas Imam lembut.
Hmm.
"Baik Mas" patuh Calista dengan setengah hati, pasal nya dia takut kalau Ibu mertua nya akan kembali marah-marah jika tahu Calista berhenti kerja.
Calista bekerja sebagai manager keuangan di perusahaan cukup ternama, sedangkan Imam bekerja jadi manager juga di perusahaan FirmanGroup.
Imam menghentikan mobil nya ketika di dekat gerbang perusahaan dimana Calista bekerja, lalu setelah menurunkan Istri nya dia melajukan mobil nya ke perusahaan dimana dia bekerja.
Tanpa Imam dan Ibu mertua nya tau, Calista juga berjualan online yang sudah sukses dan mempunyai gudang sendiri. Dia menyuruh sahabat nya sendiri yang mengelola dan dia bekerja di balik layar.
"Bu Calista, di panggil oleh Direktur" ucap Asistennya dengan sopan.
"Hah emang udah ada? Perasaan jam kantor belum mulai kan Han?" tanya Calista pada Hani, Asistennya.
Hani hanya menggelengkan kepala saja tanda tidak tahu, dia juga sama kaget nya.
Calista langsung menuju ke ruangan sang Direktur, dia sudah tahu apa yang akan di katakan oleh sang Atasan.
Ting.
Lift terbuka dan dia melangkah ke ruangan yang bertuliskan Direktur.
Tok.
Tok.
"Masuk" seru nya dari dalam ruangan.
Ceklek.
"Masuk dan duduklah" ucap sang Direktur.
Calista menganggukan kepala nya, dia duduk dengan santai di hadapan sang Direktur.
"Aku memilih berhenti bekerja, Suamiku yang meminta nya" celetuk Calista.
Huh.
"Baiklah, tapi jika Ibu mertua mu macam-macam maka jangan tinggal diam" tegas Direktur.
Calista mengangguk kembali dan berlalu dari sana dengan merubah kembali raut wajah nya.
"Aku tahu kau sangat mencintai Imam, tapi kenapa kau rela terluka karena mertua mu sendiri"
"Aku sangat yakin bahwa mertua mu juga akan menyusahkan dan berbicara pedas nanti nya. Semoga saja kamu bahagia dengan keputusan ini"
Siapa Calista Direktur ini? Hmm masih rahasia ya wkwk.
**
Calista dan Hani bersiap untuk melakukan rapat bersama dengan perusahaan X di Resort yang ada di dekat Pantai.
Ini adalah proyek terakhir yang akan di tangani oleh Calista sebelum resign.
"Bu, ini berkas nya" ucap Hani setelah kembali dari ruangan Direktur.
"Oke, ayo kita berangkat" ajak Calista.
Keduanya langsung menuju ke lantai bawah, disana mobil kantor sudah menunggu nya bersama sopir.
"Bu, apa anggaran segitu tidak terlalu besar?" tanya Hani yang sempat melihat berkas tadi.
"Ck, kau tidak tahu saja seperti apa bangunan yang mereka minta hingga perusahaan cabang kita dan pusat beberapa kali rapat" ucap Calista dengan mendengus.
"Perusahaan ini bukan yang pertama membangun proyek bersama kita, tapi seolah dia tidak percaya saja ya Bu" balas Hani.
Calista mengangguk membenarkan ucapan Hani, dia juga sempat tak mau mengatur keuangan untuk proyek ini tetapi perusahaan X justru menunjuk diri nya.
"Pimpinannya rewel kali ya, Bu?" timpal sang sopir.
"Bukan lagi, kalau kasar nya itu rempong" kekeh Calista dan Hani.
Mereka mencoba merilekskan tubuh dan pikirannya sebelum bertemu dengan pimpinan yang di bilang nya rewel, rempong dan serba detail.
.
.
.
.
.
.
Tepat jam 8 malam Calista pulang dengan menggunakan taxi, dia tidak bersama Imam karena harus lembur lebih dulu sebentar.
"Assalamualaikum" sapa Calista saat masuk ke dalam Rumah.
"Waalaikumsalam, baru pulang kamu?" balas Ibu Emi dengan sinis.
Calista mengangguk, lalu dia pamit untuk masuk ke dalam kamar nya.
Ceklek.
"Kamu baru pulang Dek? Kenapa tidak menelpon Mas" ucap Imam meletakan laptop nya.
"Coba cek ponsel kamu, Mas" balas Calista.
Lalu Calista memilih untuk membersihkan tubuh nya ke dalam kamar mandi, dia cukup kesal akan Imam yang terkesan mengabaikan panggilan dari nya.
Sedangkan Imam sendiri melihat ponsel nya dan ternyata banyak sekali pesan dan panggilan dari Calista yang tak terjawab oleh nya.
"Apa tadi saat aku berbincang dengan Ibu ya" gumam Imam merutuki kebodohannya.
Kemudian Imam kembali duduk di sofa dan membuka laptop nya kembali, dia terpaksa membawa pekerjaan ke Rumah karena besok akan rapat dan berkas buat besok belum rampung.
Ceklek.
Pintu kamar mandi terbuka dan Calista keluar dengan keadaan segar dan juga sudah rapih, dia melirik Suami nya sekilas lalu melangkah kembali ke arah ranjang.
Huh.
Calista membuang nafas kasar seraya merebahkan tubuh nya di ranjang, dia memejamkan mata yang cukup lelah.
"Kamu yang mengatakan jangan membawa pekerjaan dan kamu sendiri yang melanggarnya" gumam Calista lirih.
Mata terpejam, namun perut Calista keroncongan yang mana sangat sulit untuk tidur nyenyak.
Calista memilih memejamkan kembali mata nya, dia cukup malas dan entah kenapa mood nya sangat jelek.
1 Jam berlalu,
2 Jam dan Imam masih saja di depan laptop nya tanpa menghiraukan Calista.
Huh.
Huh.
"Dek, kamu kenapa?" tanya Imam setelah melirik ke arah ranjang yang mana disana Calista menggigil.
Imam menyimpan tangannya di kening Calista dan dia langsung terperanjat kaget.
Panas.
Itulah yang Imam rasakan di telapak tangan nya.
"Dek, kamu demam" ucap nya dengan panik.
Hmmm.
"Tolong kompres saja, Mas. Dan jangan beritahu Ibu" lirih Calista.
"Tunggu sebentar" balas Imam berlalu ke kamar mandi.
Imam langsung saja meletakan sapu tangan basah di kening Calista, dia juga mencari obat penurun panas di kotak P3k.
"Kamu belum makan, Dek?" tanya Imam setelah mendengar perut Calista yang bersuara.
Calista hanya diam saja, dia tidak bisa bersuara ataupun mengangguk karena tubuh nya benar-benar lemas dan menggigil.
"Ya ampun, kenapa kamu bisa teledor begini Dek" gerutu Imam.
"Maaf, tadi nya aku ingin makan malam di luar tapi nyata nya kamu tak menjemput" lirih Calista dengan lemah.
Deg.
Imam merasakan jantung nya berdetak kencang, dia lupa bahwa tadi siang sudah janji akan makan malam di tempat langganan mereka.
"Maafkan Mas, Dek. Tadi Ibu menelpon agar makan malam di Rumah dan Mas lupa memberimu kabar" lirih Imam dengan memeluk Calista.
"Sudah ku duga, kamu selalu saja berubah setelah ada Ibu mu" batin Calista.
Calista diam, dia kembali mencoba untuk terlelap karena merasa lelah.
Bukan hanya kali ini saja sang Ibu mertua datang, tiap tahun dia akan kesini dan akan berdampak pada Imam yang memang sangat peduli akan sang Ibu.
Bukan Calista melarang, tetapi Imam akan melupakan kewajiban seorang Suami jika menyangkut dengan sang Ibu dan Calista akan selalu mengalah serta diam.
"Sayang, makan dulu ya" bujuk Imam.
"Tidak usah, Mas. Aku ingin tidur saja" balas Calista.
Imam menggelengkan kepala nya, dia lalu bangkit dan keluar dari kamar.
Calista menghela nafas kasar, dia bisa mendengarkan bahwa Ibu mertua nya sedang menegur Imam.
Ceklek.
"Makannya kalau punya penyakit jangan teledor untuk makan, jadi nyusahin anak saya kan" bentak Ibu Emi setelah masuk ke dalam kamar.
"Maaf Bu" balas Calista pelan.
"Makan dan langsung minum obat, jangan manja untuk ke Dokter karena mahal" cetus Ibu Emi kembali dengan berlalu keluar kamar.
Pedas.
Ya, itulah julukan yang pantas untuk Ibu Emi yang bermulut pedas sekali.
Tanpa belas kasihan, dia memarahi Calista yang terbaring lemah dan bahkan langsung kembali pergi setelah puas.
"Sayang, makan" ucap Imam yang baru saja kembali dari dapur, dia membawa nampan.
Calista bangun dengan menguatkan diri nya, dia lalu mengambil piring dan mulai makan dengan terpaksa.
Setelah itu dia langsung meminum obat, dan kembali merebahkan diri nya.
"Maafkan Ibu ya, Dek" ucap Imam.
"Hmmm" balas Calista.
"Maaf, aku selalu memaafkan Ibu Mas. Namun, pedas nya kata-kata Ibu selalu berhasil membuatku sakit" batin Calista.
Calista kembali terlelap setelah meminum obat penurun panas, dia tidak memperdulikan Imam yang masih setia duduk di samping nya.
...****************...
Calista masih terlihat lemas dan pucat, dia memilih izin dari perusahaan karena tidak memungkinkan untuk bekerja.
Imam sejak pagi tadi sudah berangkat kerja, dia bahkan hanya mengecup kening Calista tanpa berpamitan lebih dulu.
Brak.
"Bangun, jangan manja" teriak Ibu Emi dengan kesal.
"Ya Bu, biar aku yang membereskan Rumah jika Ibu akan pergi" ucap Calista pelan.
"Ya memang harus nya begitu, aku akan belanja dulu" celetuk Ibu Emi santai.
Hufh.
Calista membuang nafas lelah, dia masih pusing dan terpaksa bangkit dari tidurannya.
"Semangat, jangan lemah" gumam Calista melangkah ke kamar mandi.
Sebelum mengerjakan pekerjaan Rumah, Calista memilih berendam air hangat terlebih dahulu agar segar.
30 menit berlalu dan Calista sudah siap untuk mengerjakan pekerjaannya.
*
Tepat jam 10 pagi semua sudah selesai dan bersih, Calista beristirahat di ruang keluarga dengan mengatur nafas nya yang masih memburu karena capek.
Kepala nya semakin pusing dan badannya terlihat lemas, dia memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar nya.
"Ya Allah, pusing sekali" gumam Calista dengan memegang kepala nya.
Bruk
Belum juga sampai ke dalam kamar, tubuh nya sudah ambruk di depan pintu kamar nya.
Pingsan.
Ya, Calista pingsan karena daya tahan tubuh nya sedang lemah.
**
'Eungghhh'
"Sayang, kau sudah sadar" ucap Imam terdengar samar di telinga Calista.
"Dimana ini" gumam Calista tanpa suara.
Ruangan putih dengan wangi yang sangat menyengat, ya dia sudah bisa menebak nya bahwa dia sedang di Rumah sakit.
Calista memejamkan mata nya kembali lalu membuka nya, dia menatap Imam yang sedang berdiri di samping nya dengan tatapan yang penuh khawatir.
"Aku tidak apa, Mas" lirih Calista.
Imam menggelengkan kepala nya, dia lalu memegang tangan Calista dan mengecup nya berkali-kali.
Menyesal?
Ya, itulah yang sedang di rasakan Imam saat ini.
Imam menyesal karena meninggalkan Calista yang sakit sendirian di Rumah, bahkan dia terkesan mementingkan pekerjaannya dari pada sang Istri.
"Maaf"
"Maaf"
Hanya kata maaf yang mampu Imam ucapkan pada Istri nya yang sedang terbaring lemah di atas ranjang Rumah sakit.
"Maafkan aku yang lalai, Dek" bisik Imam dengan nada penuh sesal.
.
.
.
.
.
"Jangan terlalu di manja kalau punya Istri, nanti dia ngelunjak" celetuk Ibu yang baru saja masuk ke dalam ruangan Calista di rawat.
"Calista memang sakit Bu, Ibu dengerkan tadi apa kata Dokter" balas Imam.
Ck.
"Alasan saja, masa cuma membersihkan Rumah gitu doang aja pingsan" ketus Ibu.
Imam menggelengkan kepala nya, dia menatap tak percaya pada sang Ibu yang selalu saja ketus.
Deg.
Jantung Calista seraya berhenti berdetak, dia meremas selimut yang ada di tubuh nya dengan erat.
"Sudahlah, Ibu mau pulang saja dan kamu Calista jangan manja cepat pulih dan pulang. Buang-buang uang saja" sentak Ibu Emi kembali tanpa rasa kasihan.
"Bu" tegur Imam dengan wajah kesal.
Tes.
Air mata yang sejak tadi di tahan oleh Calista akhirnya meluncur juga di wajah cantik nya.
"Mas, tidak apa memang aku yang terlalu lemah saja dan tidak bisa menjaga pola makan" ucap Calista lirih.
"Sudahlah, sekarang kamu istirahat saja dan aku akan menunggu disini. Jangan pikirkan apapun" balas Imam lembut.
"Kamu juga istirahat Mas, ayo sini tidur samping aku" ajak Calista tersenyum.
Imam mengangguk dan merebahkan tubuh nya di samping sang Istri, dia memeluk Calista dengan hangat.
Keduanya terlelap dengan saling memeluk dan memberikan kehangatan.
*
Pagi hari, Calista sudah lebih baik dan juga tidak terlalu lemah.
Dokter juga sudah bilang bisa pulang nanti sore, namun harus menjaga pola makan dan istirahat.
Ibu Emi?
Dia tidak datang kembali ataupun hanya sekedar mengantarkan makanan untuk mereka, bahkan untuk baju ganti saja Imam membeli dari toko terdekat.
"Mas, apa aku resign sekarang saja ya?" tanya Calista setelah mereka memyelesaikan sarapan pagi nya.
"Bukannya kamu sedang terlibat dengan proyek besar, sayang? Kalau benar tunggu saja sampai selesai proyek nya" jelas Imam lembut.
"Baiklah kalau begitu Mas" balas Calista patuh.
Imam lalu izin untuk meeting online di balkon kamar, dia memang sudah izin dari kantor namun masih harus ikut meeting yang memang cukup penting.
"Semoga saja apa yang aku takutkan tidak akan terjadi, Mas" gumam Calista dengan tatapan yang dalam.
Calista tidak melanjutkan istirahat nya, namun dia memilih untuk membuka ponsel nya yang sejak semalam tidak dia pegang.
"Banyak sekali pesan" ucap Calista lirih.
Namun, Calista mengabaikan pesannya dan dia beralih ke email dari atasannya yang ada beberapa.
"Ayo semangat sembuh Cal, banyak kerjaan yang harus kamu tangani" gumam Calista penuh semangat.
🍀
Tepat jam 3 sore Calista dan Imam pulang ke Rumah, bukan sambutan ataupun sapaan yang dia dapatkan malah keadaan Rumah yang sangat berantakan sekali.
Sisa makanan di atas meja, bungkus snack berserakan di mana saja.
'Ya Allah' gumam Calista.
"Ada siapa di Rumah selain Ibu, Mas?" tanya Calista menatap sang Suami.
'Hmmm'
Imam berdehem dengan wajah tegang nya, dia lalu membawa Calista masuk lebih dulu sebelum menjawab.
"Mas, ada siapa?" tanya Calista kembali dengan tatapan penuh curiga.
"Emeli" jawab Imam pelan.
Deg.
"Dan kamu izinkan? Apa karena Ibu yang membawa nya?" sentak Calista dengan nada tertahan.
"Maafkan aku Dek, aku tak bisa menolak" jelas Imam dengan menatap Calista pasrah.
"Baik kalau begitu, ayo kita pergi dari sini dan kalau kamu tidak mau, aku yang akan pergi sendiri" tegas Calista.
'Hah'
Imam menatap nya dengan kaget, dia berada di dua pilihan yang sulit.
"Tidak mau kan? Baik, aku yang akan pergi dan aku juga kali ini mengalah karena kamu tetap saja seperti ini" tegas Calista kembali dengan mengambil koper.
"Tapi tidak harus juga pindah, Dek" ucap Imam.
Deg.
"Silahkan, berarti kamu mengizinkan tamu masuk ke dalam Rumah tangga kita. Aku tahu bahwa kamu dan Emeli adalah sahabat, namun gak ada yang namanya persahabatan antara Pria dan Wanita yang tidak mempunyai perasaan salah satu nya" balas Calista kecewa, dia menatap Imam dengan tatapan penuh kekecewaan.
Imam hanya diam tanpan melakukan apapun, dia menatap Istri nya yang sudah selesai berkemas.
"Akubpergi, Mas. Jika memang kamu sudah tak ingin dengan pernikahan ini, datanglah padaku dan lepaskan aku" ucap Calista pelan.
Ceklek.
"Maafkan aku, karena aku sesungguh nya sudah menikahi Emeli karena ingin keturunan. Dan, aku juga tidak akan melepaskan kamu" lantang Imam dengan tegas.
Deg.
Deg.
'Menikah'
'Keturunan'
"Apa maksudnya Mas, jadi kamu sudah menikah kembali? Lalu kamu anggap aku apa?" teriak Calista.
Brak.
Calista menutup pintu kamar dan langsung berlalu dari Rumah, disana tidak ada Ibu maupun Adik madu nya.
"Keterlaluan sekali kalian, aku pikir aku adalah satu-satu nya. Tapi, aku salah satu nya" gumam Calista dengan lirih.
"Hei kamu mau kemana, wanita man**l" ledek Ibu Emi yang baru pulang bersama dengan Emeli.
"Hai Mbak Madu ku" timpal Emeli.
Calista diam, dia langsung berlalu pergi dengan memasuki mobil yang sudah datang.
"Calista" teriak Imam.
Namun sayang, mobil sudah pergi dengan membawa Calista.
"Sudahlah Mas, ayo kita masuk" ajak Emeli dengan manja.
Imam menepis tangan Emeli, dia lalu pergi mengambil kunci mobil dan akan pergi menyusul Calista.
🍀
Calista masuk dengan wajah datar dan dingin nya, dia lalu menyimpan koper nya di teras Rumah.
"Kau sudah salah bermain-main denganku, Ibu mertua" desis Calista dengan penuh amarah.
"Selama ini aku bertahan karena kamu sebagai Suami ku yang selalu baik, memanjakan dan membela. Namun sekarang? Kau bahkan menikam ku dengan alasan Keturunan, jahat sekali" gumam nya kembali.
Brak.
Calista menutup kamar nya penuh dengan emosi, dia meredakannya dengan masuk ke kamar mandi dan berendam dengan air dingin.
"Kenapa dengan Nona"
"Siapa yang sudah berani mengusik Nona"
Begitulah bisik-bisik pelayan yang ada disana, bahkan mereka juga sangat merasakan takut ketika melihat aura bengis di wajah Calista.
Ting Nong.
"Tolong buka, Sri" suruh kepala pelayan pada pelayan.
"Baik Pak" balas Sri.
Sri melangkah mendekati pintu utama, dia lalu membuka nya dan kaget saat melihat siapa yang datang.
"Dimana Nona kalian?" tanya seorang Pria dengan wajah dingin.
"Nona sedang istirahat, Tuan Muda" jawab Sri sopan.
Huh.
"Tolong beritahu dia, bahwa aku menunggu nya di taman belakang" perintah nya dengan cepat.
"Baik Tuan Muda" balas nya.
Sri pun melangkah kembali ke dalam, dia lalu naik ke lantai atas untuk ke kamar sang Nona.
Tok
Tok
"Nona, ini bibi" teriak nya.
Ceklek.
"Ada apa Bi?" tanya Calista dengan wajah sembab.
"Abang, menunggu di taman belakang" jelas Bi Sri.
Hah.
Calista kaget, pasalnya kapan sang Abang pulang dari Luar Negeri.
"Baik Bi, aku akan kesana" jawab Calista pasrah.
.
.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!