NovelToon NovelToon

Love You, Brother

Hari Pertama di Kampus

"Kak Raffa lama banget sih. Nanti kalau telat gimana? Aku bisa dihukum sama kakak senior." Nina memanyunkan bibirnya saat Raffa datang sedikit terlambat pagi hari itu.

Nina, putri dari Niko Sanjaya dan Luna itu kini sudah berumur 18 tahun dan hari itu adalah hari pertamanya masuk kuliah. Tubuh tinggi dan langsing dengan kulit putih, hidung mancung, dan rambut lurus panjangnya, siapa lelaki yang tak tergoda olehnya. Apalagi kedua lesung pipi yang menghiasi ketika tersenyum itu. Dia semakin terlihat mempesona.

"Sabarlah. Kating kamu aja masih jemput kamu gini. Kalau lama tadi kamu bareng Ayah Niko kan bisa." Raffa turun dari motor besarnya sambil menarik tangan Nina agar cepat berjalan karena jika si gadis manja satu itu sedang ngambek pasti urusannya akan lama.

Raffa, putra kedua dari Alea dan Kevin itu sekarang sudah berusia 19 tahun. Dia sudah menjadi mahasiswa semester tiga, kakak tingkat dari Nina. Hubungan Nina dan Raffa sudah seperti kakak beradik sejak mereka masih kecil karena mereka memiliki satu kakak kandung yang sama yaitu Reka.

Sebenarnya hubungan keluarga mereka cukup rumit. Reka, kakak kandung dari Nina dan Raffa terlahir dari hubungan masa lalu Alea dan Niko. Seperti itulah, mereka hanya memiliki ikatan keluarga dari Reka tanpa ada ikatan darah lainnya.

Pernah terbesit di hati Raffa untuk mencintai gadis yang sekarang ada diboncengannya dan selalu memegang pinggangnya itu tapi dia sisihkan rasa itu. Dia selalu ingat kata Mama Alea, dia harus menjaga Nina seperti adiknya tanpa ada rasa ingin saling memiliki.

Sulit!

Sepagi itu pikiran Raffa sudah kemana-mana. Dia yang menjadi salah satu mahasiswa most wanted di kampus harusnya bisa dengan mudah mendapatkan gadis, entahlah, dia terlalu nyaman dan sangat merasa nyaman dengan Nina.

Motor besar Raffa kini telah memasuki tempat parkir kampus. Beberapa pasang mata langsung tertuju pada Raffa dan juga gadis yang berada di boncengannya. Beberapa teman yang sudah mengenal lama Raffa jelas tahu siapa yang ada di boncengan Raffa. Tapi beberapa mahasiswi lain justru sudah berbisik-bisik.

"Maba baru yang sama Raffa itu siapanya?"

"Masak iya, ceweknya."

Nina turun dari motor Raffa, dia edarkan pandangannya ke bangunan kampus yang cukup megah itu dan sudah dipenuhi oleh mahasiswa baru yang memakai atasan putih dan bawahan hitam sama seperti dirinya. Para senior juga lalu lalang dengan memakai jas almamater yang berwarna navy itu.

"Sudah hafal tata letak kampus?" tanya Raffa sambil melepas helmnya.

"Baru juga sekali diajak Kak Raffa keliling sama Aurel dan Vina, ya jelas gak hafalah."

"Ya udah, aku antar ke fakultas kamu. Kamu udah janjian sama kedua teman kamu itu?" Raffa berjalan sejajar dengan Nina menuju ruang fakultasnya.

"Mereka udah duluan. Kak Raffa sih tadi lama."

"Aku lagi yang disalahin." Raffa menghela napas panjang. Tapi dia memang sudah biasa menjadi pelampiasan Nina dalam segala hal.

"Eh, ada Nina." Sahabat Raffa yang berbadan bongsor dan bernama Bima itu kini mendekat. "Nina kalau ada apa-apa tanya sama abang ya. Abang kan satu fakultas sama kamu. Fakultas Ekonomi, biar pintar gitu mengatur perekonomian dalam rumah tangga."

Nina hanya tertawa kecil, dia memang sudah biasa dengar candaan sohib Raffa yang satu itu.

Satu jitakan didapat Bima dari Raffa. "Emang lo pikir abang tukang bakso. Jangan ganggu adik gue. Adik gue gak bakal mau sama lo. Tukang nebeng ngebakso sama gue aja berbangga diri."

"Sadis, man." Datang lagi satu sohib Raffa yang bernama Feri. "Kalau lo mau deketin Nina, langkahi dulu mayat Raffa."

Raffa beralih menabok Feri. "Kok malah gue yang jadi mayat. Woy, ngaco lo." Raffa akan melayangkan tabokannya yang kedua tapi Feri malah cengengesan sambil menghindar.

Nina hanya tertawa puas. Melihat persahabatan mereka yang solid sejak SMA sampai sekarang, tentulah berantem, saling hina, dan mengejek adalah hal yang biasa.

"Udahlah, kita kan di suruh mister BEM buat bantu ngatur Maba. Siapa tahu jabatan ketua BEM berpindah ke tangan gue tanpa kampanye." Feri berjalan mendahului Raffa dan Nina menuju lapangan.

"Gila jabatan tuh anak."

"Maklum bro, anak DPR."

Setelah sampai di fakultasnya, Nina melambaikan tangannya pada Raffa. Untunglah, dia sudah bertemu dengan kedua sahabat karibnya, Aurel dan Vina.

"Kalian kenapa ninggalin gue sih? Kan gue suruh lo buat nunggu gue di depan gerbang." Nina menaruh tasnya di dalam kelas. Ya, kelas sementara untuk Maba selama kegiatan PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru).

"Lo lama banget. Kenapa gak bareng Ayah lo aja sih? Udah tahu Kak Raffa sering ngaret." mereka bertiga berjalan pelan menuju lapangan karena sudah ada aba-aba dari kating untuk melakukan apel pagi.

"Ayah berangkat agak siang. Sebenarnya mau berangkat sama Kak Reka tadi, tapi Kak Reka dingin banget sekarang, males jadinya."

"Your lovely brother kan emang Kak Raffa seorang." kata Aurel yang memang sudah paham betul dengan hubungan kaka beradik itu.

"Yaps, lo bener banget."

Mereka bertiga kini ikut berbaris di lapangan untuk mengikuti apel pagi sekaligus sesi perkenalan. Seorang Dekan membuka acara itu dan mengucapkan selamat datang untuk para mahasiswa baru. Dilanjut dengan sambutan ketua BEM yang panjang kali lebar, belum panitia-panitia lain.

Terik matahari yang semakin terasa panas membuat pelipis Nina berkeringat.

Panas banget hari ini. Perut gue agak nyeri gara-gara hari pertama PMS juga.

Nina berulang kali mengusap keringatnya.

"Nin, lo gak ada rencana pingsan kan? Udah mulai pucat tuh." bisik Aurel yang sudah hafal dengan kondisi Nina yang memang beberapa kali pingsan saat upacara.

Nina hanya menggelengkan kepalanya.

Perbisikan mereka ternyata ditangkap oleh salah satu kating. "Dilarang bicara apapun saat apel!"

Seketika Nina menolehnya. Pandangan mereka terpaut beberapa saat. Tapi justru tubuh Nina limbung ke arah kating itu.

"Nina!"

Dia segera mengangkat tubuh Nina dan membawanya mundur dari barisan.

Raffa yang sedari tadi mengintai Nina juga sangat terkejut. Dia segera berlari menghampiri Nina.

"Biar gue yang bawa Nina ke ruang kesehatan." kata Raffa.

"Hah!" pria itu menatap tajam Raffa.

💞💞💞

Yuhuu... Karya baru telah tiba. Jangan lupa jadikan favorit dan kasih rate bintang lima.. ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️

Masih dari sequelnya Godaan Sang Mantan ya... 😁

Terima kasih yang sudah mengikuti semua cerita author hingga author bisa berkarya sampai detik ini...

Love you all..

Jangan Dekat Dengannya

"Biar gue yang bawa Nina ke ruang kesehatan." kata Raffa dengan tangan yang akan meraih tubuh Nina.

"Hah!" pria itu menatap tajam Raffa.

"Dia adik gue!" kata Raffa pada Bayu.

Bayu adalah mahasiswa semester tiga, sama seperti Raffa. Tapi hubungan keduanya sangat tidak akur. Mungkin karena tingkat kepopularitasan mereka berdua yang terus bersaing. Sama-sama berwajah tampan dan berprestasi.

Bayu melepas tubuh itu. Jujur saja, baru pertama melihat paras cantik itu, Bayu sudah terpesona.

Adik Raffa?

Bayu melipat kedua tangannya sambil melihat Raffa yang berlari menuju ruang kesehatan.

"Bay, dia siapa?" tanya Freya. Freya adalah salah satu gadis yang terus mengejar Raffa, meski beberapa kali sudah ditolak tapi dia tidak menyerah. Dia masih saja mendekati Raffa.

"Katanya sih adiknya," jawab Bayu.

Melihat wajah pucat Nina, Raffa merasa khawatir meski ini memang bukan pertama kalinya dia melihat Nina pingsan. Karena dia mengemban tugas dari kedua orang tuanya dan orang tua Nina untuk menjaga Nina, jelas dia tidak ingin kejadian seperti ini kembali terulang.

Raffa menurunkan tubuh Nina dia atas bed, di ruang kesehatan.

"Nina! Aduh, kenapa pakai acara pingsan segala sih!" Raffa menepuk pipi Nina agar segera sadar. "Nin, cepat sadar!"

"Kenapa?" tanya penjaga ruang kesehatan itu sambil mendekat dan melihat kondisi Nina.

"Gak tahu, tiba-tiba pingsan." Raffa kembali menepuk pelan pipi Nina. "Nina!"

Akhirnya Nina mulai membuka matanya sambil memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing. Seingat dia, dia jatuh di dekat kakak tingkat yang menegurnya, tapi sekarang justru ada Raffa yang ada didekatnya.

"Kamu kenapa sih? Gak sarapan tadi pagi?" tanya Raffa sambil mengambil air mineral dan membuka sealnya.

"Udah, aku cuma lemas aja kena panas." perlahan Nina duduk.

Raffa menyodorkan air mineral pada Nina yang langsung diminumnya.

"Lagi gak enak badan? Apa ada yang sakit?" tanya Bu Ningsih.

"Tidak apa-apa Bu, cuma hari pertama PMS saja."

Raffa melipat tangannya, pantaslah sejak pagi Nina sudah uring-uringan padanya.

"Kalau butuh obat pereda nyeri, ada di sini." kata Bu Ningsih lagi.

Nina hanya menganggukkan kepalanya. Sepertinya dia tidak membutuhkan obat. Karena setelah minum setengah botol air mineral, tubuhnya kembali bertenaga lagi. Kemudian dia turun dari bed karena sepertinya apel sudah dibubarkan.

"Kamu udah gak papa? Mau ikut lanjut kegiatan?" tanya Raffa.

Nina menganggukkan kepalanya. "Iya, aku udah gak papa." Nina berjalan keluar dari ruang kesehatan. Langkah kakinya masih saja diikuti oleh Raffa.

"Raffa!" terdengar suara seseorang memanggil nama Raffa yang membuat Raffa menghentikan langkahnya. "Lo dicari sama Pak Teguh."

"Nin, kamu gak papa kan ke kelas sendiri?" tanya Raffa.

"Iya gak papa." begitulah, terkadang Raffa memang terlalu berlebihan khawatir dengannya.

Lalu Raffa segera meninggalkan tempat itu.

Nina kembali melangkahkan kakinya, tapi tiba-tiba langkah kaki Nina terhenti saat ada Bayu yang menghampirinya.

"Kamu gak papa kan?" tanya Bayu.

Nina menatapnya. Iya, dia ingat, sebelum pingsan dia sempat ditegur oleh kakak tingkat itu.

"Gak papa kak, aku mau lanjut ikut kegiatan." kata Nina dan mulai melangkah pelan.

Bayu berjalan di samping Nina. "Perkenalkan, nama aku Bayu. Kating di fakultas kamu." Bayu mengulurkan tangannya yang membuat langkah Nina berhenti lagi.

Nina membalas uluran tangan itu, "Nama aku Nina."

Kemudian mereka melanjutkan langkahnya menuju kelas.

"Kamu memang adiknya Raffa?" tanya Bayu memastikan.

"Iya, Kak." jawab Nina.

"Adik kandung?" tanya Bayu lagi.

Nina hanya tersenyum lalu dia mendahului langkah Bayu masuk ke dalam kelas dan bergabung kembali dengan teman-temannya.

"Nina, lo gak papa kan?" tanya Vina yang sedari tadi khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.

"Iya, gak papa." jawab Nina singkat. Sebenarnya masih banyak yang ingin mereka bicarakan tapi harus tersimpan sampai jam istirahat nanti sebelum dimarahi oleh senior lagi.

Kegiatan selanjutnya dimulai. Kali ini ada sedikit pembahasan materi fakultas dari kakak tingkat yang bertugas, yang tak lain adalah Bayu.

Selama memberikan materi, beberapa kali pandangannya bertemu dengan Nina.

Cowok ini sepertinya ada sesuatu.

...***...

Jam istirahat pun dimulai, ketiga maba ini tentu tidak akan melewatkan waktu istirahatnya tanpa makan di kantin.

"Gue haus banget." kata Nina sambil meminum air mineral yang dia pegang, sedangkan tangan satunya juga sedang memegang roti.

"Minum yang banyak biar gak dehidrasi. Ntar pingsan lagi. Bentar lagi kan kita keliling kampus dan nunjukin visi misi dari fakultas kita masing-masing." kata Aurel dengan mulut yang penuh dengan jajanan renyah itu.

"Tapi Nina ini pilih-pilih kalau mau pingsan. Tadi aja jatuh pingsan di badan kating ganteng, bisa ikutan jatuh hati kayaknya."

"Oo, Kak Bayu. Iya, keliatan cool banget, gak selengekan kayak Kak Raffa." kata Aurel menimpali perkataan Vina itu.

"Kebetulan aja kali." Nina mulai memakan rotinya karena perutnya juga sudah terasa lapar. Tapi pandangannya kini tertuju pada seseorang yang sedang duduk memakan bakso.

Kak Raffa sama siapa?

Nina melihat Raffa yang sedang bercanda dengan seorang gadis. Apa dia pacar Raffa?

"Hei, boleh duduk sini?"

Pertanyaan itu membuat Nina mengalihkan pandangannya dari Raffa.

"Eh, Kak Bayu." sebenarnya pertanyaan Bayu tak perlu Nina jawab karena Bayu sudah duduk di dekatnya.

Terjadi aksi saling senggol antara Aurel dan Vina. Dia ingin berdiri meninggalkan Nina atau tetap disitu menjadi obat nyamuk.

"Nina..." Raffa kini menemukan posisi Nina. Sebenarnya sedari tadi dia ingin mencari Nina tapi karena Freya mengajaknya makan bakso jadi dia sekarang duduk dan mengobrol dengan Freya di tempat itu.

Setelah menghabiskan suapan bakso terakhirnya, dia berdiri.

"Raffa mau kemana?" tanya Freya.

"Gue mau ke Nina dulu."

"Itu adik lo? Biarin aja sama Bayu."

"Gue gak mau Nina didekati sama Bayu." Raffa berjalan cepat lalu menarik tangan Nina dan mengajaknya pergi dari tempat itu.

"Ikut aku sebentar."

Nina cukup terkejut dengan kedatangan Raffa yang tiba-tiba itu. "Kak Raffa, ada apa?"

Raffa masih saja menggandeng tangan Nina.

"Kak Raffa?" tanya Nina lagi.

Kali ini Raffa baru menjawab pertanyaan Nina setelah dia sampai di lorong dekat toilet. "Kamu jangan mau didekati Bayu. Bayu itu bukan cowok baik-baik."

"Tapi?"

"Gak usah tapi-tapian."

Nina mendongak dan menatap Raffa. "Dari dulu Kak Raffa selalu bilang sama aku, jangan dekat dia, dia gak baik, jangan dekat dia, dia playboy. Memang apa alasan yang sebenarnya Kak Raffa selalu larang aku untuk dekat dengan cowok lain?"

Raffa semakin menatap Nina dengan intens. Dia memegang kedua pundak Nina dan sedikit mendorongnya hingga punggung Nina menyentuh tembok. "Kamu mau tahu apa alasanku yang sebenarnya..."

💞💞💞

Jangan lupa like dan komen...

Mungkin Karena Cinta

Raffa semakin menatap Nina dengan intens. Dia memegang kedua pundak Nina dan sedikit mendorongnya hingga punggung Nina menyentuh tembok. "Kamu mau tahu apa alasanku yang sebenarnya..."

Nina hanya bisa menatap kedua netra Raffa. Dia memang sudah biasa berdekatan dengan Raffa, tapi tatapan mata ini sangat beda dari biasanya.

"Sebenarnya aku..."

"Raffa!"

Panggilan itu membuat Raffa menjauhkan dirinya. "Raffa, kok gue ditinggal. Gue kan mau tanya soal tugas yang kemarin." Freya datang dan langsung menarik tangan Raffa.

Nina hanya melihat pegangan tangan itu. Ada satu rasa yang sulit diartikannya. Tiap kali Raffa dekat dengan gadis lain, dia merasa tersisih. Dia tidak ingin perhatian Raffa terbagi dengan yang lain. Dia ingin Raffa hanya memperhatikannya.

Nina kembali ke kantin, dia melihat kedua sahabatnya masih duduk di sana.

"Loh, kok balik? Bentar banget. Ngapain Kak Raffa barusan?" tanya Aurel.

Nina hanya mengangkat bahunya pertanda dia tak mengerti.

"Kak Bayu barusan tanya sama kita soal hubungan kamu dan Kak Raffa." kata Vina sambil memelankan suaranya, takut jika ada orang lain yang mendengar.

"Terus lo jawab apa?"

"Ya bilang aja kalau kakak adik. Udah sih gitu aja lalu dia pergi."

Nina menghabiskan minumannya yang tersisa lalu mereka kembali ke kelas karena kegiatan selanjutnya akan segera dimulai.

Saat dia melewati taman dekat lorong kampus, dia melihat Raffa masih bersama gadis itu.

Siapa sih sebenarnya dia? Kenapa Kak Raffa gak pernah cerita sama aku soal cewek itu. Gak adil, dia larang aku dekat sama cowok lain tapi dia sendiri sama cewek lain.

Nina masih saja mendumel dalam hatinya.

"Eh, Kak Raffa tuh. Dia sama siapa? Pacarnya?"

Mendengar pertanyaan Aurel saja membuat hatinya semakin dongkol. Dia segera masuk ke dalam kelas dan duduk di bangkunya. Dia ambil kertas yang sudah dia siapkan dari rumah dan sudah bertuliskan visi misinya masuk dalam fakultas ekonomi itu.

"Lo kenapa? Bete banget dari tadi."

"Gue kesel aja sama Kak Raffa, gue gak boleh dekat sama cowok lain sedangkan dia sendiri dekat-dekat sama cewek lain."

Vina semakin tertawa. "Ciee, cemburu nih. Udahlah akuin aja perasaannya." Vina menggoda sahabatnya. Dari pengamatannya, dia tahu dua orang yang ngakunya kakak adik itu sebenarnya saling menyimpan rasa. "Toh, bukan kakak adik kandung juga."

Nina memutar bola matanya. "Hah? Gue bisa digantung hidup-hidup sama Kak Reka kalau tahu punya hubungan sama Kak Raffa. Udahlah, gue gak mau mikirin itu. Gue mau fokus kuliah dulu."

"Ya udah jadi jomblo terus aja sampai tua." Vina dan Aurel tertawa dengan kompak. Karena tiga bersahabat itu memang hanya Nina yang masih saja jomblo bahkan Nina belum pernah sama sekali berpacaran. Ya, bagaimana mau mendapatkan pacar setiap kali ada pria yang mendekatinya, dia harus berhadapan dulu dengan Raffa.

...***...

Raffa yang saat itu sedang bersama Freya, justru dia sedang memikirkan Nina. Terkadang dia juga berpikir, apakah salah dia selama ini melarang Nina dekat dengan pria lain. Dia hanya takut, Nina jatuh cinta dengan pria yang salah. Tapi pria yang tepat itu siapa? Apakah dirinya?

Raffa menghela napas panjang. Dia sampai tidak dengar panggilan dari Freya yang ada di dekatnya.

"Raffa, lo mikirin apa sih dari tadi?"

Barulah Raffa kini menatap Freya. "Eh, nggak. Gak mikir apa-apa. Darimana tadi?"

"Ajarin gue di rumah aja dong. Biar santai gitu."

"Iya, kapan-kapan saja ya."

Freya menutup layar laptopnya. Raffa dan Freya memang bukan anggota BEM, mereka juga bukan panitia penerimaan Maba jadi sekarang mereka cukup duduk bersantai sambil mengamati maba dan para kating dari fakultas masing-masing yang keliling kampus sambil membawa beberapa spanduk dengan tulisan-tulisan visi misi mereka mirip seperti mahasiswa yang sedang demo.

Raffa tertawa melihat adik manjanya yang sedang manyun sambil merentangkan tulisannya. Dia hafal betul, Nina paling tidak suka ikut kegiatan seperti ini.

"Dia itu adik kandung kamu?" tanya Freya. Dia sangat penasaran karena sepertinya Raffa sangat menyayanginya.

"Ya, bisa iya bisa tidak."

Freya mengernyitkan dahinya tak mengerti maksud Raffa. "Maksudnya?"

"Ya, intinya dia adik gue." Raffa masih mengamati Nina sampai kegiatan itu selesai.

"Raf, gue bareng lo lagi dong," kata Freya karena sebelumnya memang Freya sering nebeng Raffa pulang ke rumahnya.

"Sorry, mulai sekarang gue gak bisa antar lo pulang."

Tanpa menghiraukan Freya lagi, Raffa membawa tasnya, dia berjalan menuju tempat parkir untuk menunggu Nina.

Raffa melambaikan tangannya saat melihat Nina sedang celingukan mencari keberadaannya.

Nina tersenyum saat berhasil menemukan Raffa. Dia melangkah jenjang tapi lagi-lagi langkahnya terhenti oleh seseorang.

"Mau langsung pulang? Rumah kamu dimana? Tinggal bareng sama Raffa?" tanya Bayu. Dia masih sangat penasaran dengan Nina.

Nina hanya menggelengkan kepalanya kecil.

"Loh, jadi gak serumah sama Raffa?"

"Hmm, anu kak. Iya aku..."

Lagi, Raffa datang dan langsung menarik tangan Nina agar segera naik ke atas motornya.

"Raffa, kenapa lo takut banget gue dekati adik lo. Gue gak ada motif apa-apa. Atau jangan-jangan lo yang punya motif tersembunyi."

Raffa berusaha menahan emosinya. Dia memberikan helm pada Nina agar segera dia pakai.

Setelah memakai helmnya. Dia menghidupkan mesin motornya.

Nina menurut begitu saja naik ke boncengan Raffa dan motor Raffa pun segera melaju meninggalkan kawasan kampus.

Sebenarnya Nina juga ingin tahu apa alasan Raffa terus melarangnya untuk dekat dengan pria lain. Dia saja tidak pernah melarang Raffa dekat dengan siapapun. Meski dalam hatinya tidak rela.

Nina membuka kaca helmnya dan sedikit memajukan dirinya agar Raffa bisa mendengar suaranya.

"Kak Raffa," panggil Nina yang membuat Raffa seketika memelankan laju kendaraannya.

"Hem?"

"Kak Raffa udah kesekian kalinya larang aku dekat sama cowok lain, kenapa? Aku aja gak pernah larang Kak Raffa dekat sama cewek lain. Terserah Kak Raffa mau dekat dengan siapapun."

Raffa hanya menghela napas panjang. Semakin hari rasanya Raffa semakin takut Nina dimiliki oleh orang lain.

Nina mencubit bahu Raffa karena dia hanya diam saja. "Kak Raffa, ih, diam aja."

Raffa akhirnya menghentikan motornya di depan rumah Nina.

Nina turun dan berancang masuk ke dalam rumahnya.

"Nin, tunggu!"

Nina menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.

Raffa turun dari motornya dan berjalan mendekat. "Kamu tahu, alasan aku kenapa aku selalu larang kamu dekat dengan cowok lain? Itu karena aku cinta sama kamu. Aku gak mau kamu dimiliki cowok lain."

Nina menatap tajam Raffa. "Egois!"

"Ya, aku memang egois."

Tanpa berkata lagi, Nina membalikkan badannya dan masuk ke dalam rumahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!