Usai merayakan pesta pernikahannya, Cyra dan suaminya bergegas ke kamar hotel mereka yang sudah di dekor pihak hotel sesuai yang mereka inginkan.
Kamar presiden suite room itu, terlihat sangat indah dan elegan serta sangat cocok untuk pasangan pengantin baru ini.
Kesan romantis yang di dapatkan di di kamar ini adalah aroma terapi yang mampu membangkitkan gairah percintaan yang akan memabukkan pasangan ini.
Belum lagi hiasan kelopak mawar di atas kasur empuk yang beralaskan seprei putih tersebut.
Fauzan yang sedang menggendong sang kekasih terlihat sumringah karena pada akhirnya ia akan mendapatkan semua apa yang ia impikan pada sosok Cyra yang sangat cantik, kaya, dan cerdas.
Apa lagi Cyra adalah putri tunggal dari seorang pengusaha ternama yaitu Atala Arturo Putra. Ia akan mewariskan semua harta kekayaan putri satu-satunya ini walaupun Cyra sendiri memiliki ibu sambung yang juga memiliki seorang putri bernama Elsa.
Cyra juga memiliki seorang ibu kandung yang bernama Cicilia, namun sayang orangtuanya harus bercerai saat usianya masih lima tahun dan hak perwalian jatuh pada sang ayah.
Sementara ibunya tinggal di luar negeri dan memilih untuk hidup sendiri dengan mengelola perusahaan orangtuanya yang ada di Canada.
Gadis blasteran Indo-Canada ini mengenal suaminya saat ia kuliah di Canada dan ketika kuliahnya selesai, Fauzan melamarnya.
"Sayang!"
"Hmm!"
"Aku mau ke kamar mandi sebentar dan ketika aku keluar, kamu sudah mengenakan lengerie se*sy." Pinta Fauzan lalu masuk ke kamar mandi.
"Siap hubby!" Ujar Cyra manja.
Cyra masuk ke kamar ganti untuk menanggalkan gaun pengantinnya. Baru saja ingin mengenakan lengerie, tiba-tiba ada telepon masuk dari asisten ayahnya.
CYRA menerima panggilan itu dengan wajah gusar." Ada apa sih pak Handi? menganggu saja. Sudah tahu ini adalah malam pengantinku masih saja menghubungi aku...?"
"Hallo nona Cyra!"
"Iya! Ada apa pak Handi..?"
"Itu non...ayah..Ayah nona Cyra meninggal dunia.
Deggggg...
"Jangan bercanda pak Handy!" Bentak Cyra yang menolak untuk percaya kabar kematian ayah tercinta.
"Saya serius nona Cyra. Ayah non kena serangan jantung usai acara pesta pernikahan nona Cyra berakhir. Saya akan kirimkan bukti pada nona Cyra kalau anda meragukan perkataan saya." Ucap pak Handy dengan suara terdengar parau.
Deggggg...
"Tidakkkk...!"
"Ayahhhh....!" Teriak Cyra.
Ia buru-buru membuka gaun pengantinnya lalu mengambil dress-nya dan memakai dengan cepat.
Ia juga tidak lupa mengambil tas dan ponsel miliknya dan langsung keluar dari kamar dengan wajah panik.
"Ya Allah! aku harus bagaimana tanpa ayahku. Aku tidak bisa hidup tanpa ayah yang menjadi tumpuan harapanku, kepercayaan ku dan kekuatan ku."
Ujarnya sambil merapikan lagi riasannya.
"Cyra...!"
Fauzan membuka pintu kamarnya sambil memanggil Cyra yang masih berjalan di koridor kamar hotel itu.
Suami dari Cyra ini hanya mengenakan handuk untuk menemui istrinya yang sedang terburu-buru. Keduanya bicara di koridor itu dengan cuek.
"Cyra! ada apa sayang?" Kenapa kamu terlihat panik seperti itu?"
Fauzan memegangi kedua sisi lengan Cyra sambil menatap wajah gugup dan sangat tertekan saat ini.
Cyra mencoba untuk memenangkan perasaannya saat ini. Rasanya kiamat kecil ini sudah memutuskan sebagian kehidupannya yang sudah menghadirkan dirinya di bumi ini.
"Fauzan! Ayahku meninggal. Aku harus ke rumah sakit." Ujar Cyra membuat Fauzan terkesiap.
" Lho kok bisa? bagaimana mungkin Cyra, bukankah barusan kita pamit kepada ayah saat kita ingin ke kamar?"
"Sudahlah! Jangan terlalu lama menahan ku pergi. Aku ingin berada di samping ayah, walaupun ini sudah terlambat."
Cyra melepaskan diri dari pegangan suaminya. Ia kemudian berjalan cepat dan tidak ingin bicara banyak dengan sang suami.
"Cyra! Apakah kamu bisa menunggu aku di lobi sayang?" Teriak Fauzan dari kejauhan.
"Aku tidak bisa menunggumu Fauza."
ujar Cyra dari jauh sambil melangkah mundur.
"Tunggu Cyra!" pinta suaminya.
Sepertinya Cyra tidak memperdulikan perkataan suaminya karena hatinya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ayahnya walaupun sudah meninggal.
"Sial! Baru saja jadi istriku ia sudah bertindak semaunya. Lagi pula aku naik apa ke rumah sakit kalau dia bawa mobilnya. Dasar gadis kaya manja."
Umpat Fauzan sambil mengganti bajunya. Ia harus memesan taksi online untuk bisa menyusul istrinya yang sudah terlebih dahulu tiba di rumah sakit.
Berita kematian mertuanya tidak begitu berpengaruh pada dirinya. Ia terlihat sangat puas jika orangtua itu sudah meninggal dengan meninggalkan harta warisan yang banyak untuk Cyra.
"Wah, kematiannya sangat memberikan keuntungan besar untukku. Dengan begitu aku bisa menggantikan posisi si tua Bangka itu." Ucap Fauzan dengan perasaan gembira.
...----------------...
Tangis Cyra tidak dapat terbendung melihat ayahnya sudah tertutup dengan selimut putih rumah sakit.
"Ayahhhh...!"
Cyra menangis di atas dada ayahnya begitu memilukan.
"Ayah! Kenapa secepat ini tinggalkan Cyra?"
"Nona muda! Ayah nona sudah mewariskan semua kekayaannya atas nama nona muda." Ujar pak Handy saat Cyra masih meratapi kepergian ayahnya.
"Aku tidak peduli dengan semua itu. Aku ingin ayahku kembali. Ya Allah, kembalikan ayahku!" Pekik Cyra tidak tertahankan.
Asisten pribadi ayahnya menjauhkan Cyra dari tubuh ayahnya karena jenasah sang ayah akan segera di bawah pulang ke kediamannya.
Ibu tirinya, Nyonya Widia menghampiri putri sambungnya itu dengan ekspresi wajah sedih, namun terkesan di buat-buat.
"Cyra! Ayahmu telah meninggalkan kita, nak? hiks..hiks..!"
CYRA menatap wajah culas ibu tirinya dengan wajah sembab.
"Tidak usah bersandiwara Tante! bukankah ini yang kamu inginkan, hmm?"
"Jaga bicaramu gadis nakal! Bagaimana pun juga aku adalah istrinya dan ayahmu adalah suamiku." Tukas nyonya Widia.
"Istri di atas kertas dengan cara menjadi seorang pelakor. Tapi sayang sekali, Tante ingin mendapatkan harta ayahku dengan menikahinya sementara ayahku sendiri sudah mewariskan semua harta kekayaannya hanya untukku tanpa disisakan satupun untuk Tante dan putri Tante itu." ujar Cyra angkuh.
Deggggg...
Wajah munafik itu berubah tercengang mendengar ucapan putri sambungnya, Cyra.
"Hmm! Ketahuan sekali kalau kamu sedang menunggu rejeki nomplok!".
Cyra menarik sudut bibirnya sambil melewati ibu sambungnya dengan sengaja menyenggol bahu nyonya Widia yang hampir limbung karena kecewa.
"Sialan kau Atala! Sudah jadi mayat pun kau masih saja pelit kepadaku." Umpat nyonya Widia dengan wajah mengeras menahan geram yang amat sangat pada mendiang suaminya.
...----------------...
Gundukan tanah merah itu sudah di taburi dengan banyak kelopak bunga mawar. Satu persatu para pengantar jenasah meninggalkan pemakaman hingga tersisa Cyra, suaminya dan asisten pribadi ayahnya, pak Handy.
"Ayah....! apa yang harus aku lakukan tanpamu? Aku saja baru belajar bisnismu tapi minim dengan pengalaman. Bagaimana ini ayah. Kalau ayah tidak ada, siapa yang akan membelaku dan melindungi ku?"
Tangan Cyra mengelus nisan ayahnya yang sudah terpasang di atas gundukan tanah itu.
"Tidak usah sedih sayang! bukankah ada aku yang akan membantumu untuk mengelola perusahaan ayahmu." Ujar Fauzan ingin tampil so pahlawan dihadapan istrinya.
"Tapi aku menginginkan ayahku Fauzan. Aku sangat membutuhkannya." Ujar Cyra kembali menangis pilu.
"Nona Cyra! Aku akan mengabdikan sisa hidupku padamu. Aku sudah berjanji pada ayahmu agar tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri."
Pak Handy berusaha menghibur Cyra.
"Aku tahu pak Handy, justru itu yang aku mau. Kau harus tetap disisiku untuk meneruskan mengelola perusahaan ayah." Ujar Cyra tegas.
"Siap non!"
Fauzan begitu geram dengan sikap istrinya yang tidak memberinya kesempatan untuk bisa mengusai perusahaan almarhum mertuanya itu.
"Sialan! Kau masih saja mengandalkan pria tua brengsek ini daripada aku suamimu.
Apakah aku harus menyingkirkannya juga..? dengan begitu tidak ada yang akan menghalangi aku untuk menguasai perusahaan istri ku dan perusahaan itu akan menjadi milikku setelah aku bisa menyingkirkan gadis bodoh ini."
Batin Fauzan sambil memeluk pundak istrinya erat.
"Nona Cyra! sebaiknya kita segera pulang! Tidak baik lama-lama berada di makam karena banyak setannya nona."
Pak Handy masih memperlakukan Cyra seperti anaknya sendiri.
"Apakah kamu ingin pulang, pak Handy? apakah kamu lupa kalau aku adalah suaminya Cyra?"
Fauzan mulai jengah dengan perhatian pak Handy pada istrinya.
"Maafkan saya tuan muda, saya hanya tidak ingin melihat nona Cyra sedih dan berada...?"
"Diammm..!"
Bentak Fauzan geram.
"Baik Tuan muda. saya permisi dulu!"
Pak Handy segera meninggalkan pasutri itu dan itu membuat Cyra tidak suka dengan gaya suaminya yang memperlakukan asisten ayahnya dengan semena-mena.
Cyra menatap suaminya dengan wajah tidak senang.
"Ada apa denganmu Fauzan..? Mengapa kamu membentak asisten ayahku..? Apakah dia sedang mengganggumu..?"
Cyra menepis tangan suaminya dari pundaknya dan berlari mengejar pak Handy.
"Sialan!"
Kalau tidak ingat tujuanku untuk mendapatkan harta kekayaan Ayahmu, aku tidak perlu bersandiwara di hadapanmu, bodoh!" Umpat Fauzan sambil mengikuti langkah istrinya.
Cyra tidak ingin lagi melanjutkan bulan madunya di hotel ataupun di negara yang menjadi tujuannya yaitu Paris Perancis yang sudah mereka rencanakan jauh-jauh hari untuk bulan madu.
Kesan dingin yang didapatkan Fauzan pada istrinya yang tidak memikirkan perasaannya sebagai suami yang belum merasakan surga duniawi bersama dirinya.
Cyra lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melamun sambil memutar kembali video kenangannya bersama sang ayah.
Hampir sepekan, Cyra tetap pada kesedihannya hingga membuat Fauzan merasakan kejenuhan pada sang istri. Kali ini ia ingin membujuk lagi sang istri yang sedang menatap foto sang ayah tanpa berkedip sambil tengkurap di tempat tidur.
"Cyra!"
Apakah kamu tidak ingin bercinta denganku? Aku juga butuh perhatianmu sayang. Mengapa kamu terus mengabaikan aku selama satu Minggu ini, hmm?"
Tanya Fauzan sambil mengusap punggung istrinya lembut.
"Maafkan aku Fauzan! Hatiku masih belum bisa move on dari kepergian ayahku yang begitu mendadak." Lirih Cyra sambil berkaca-kaca.
"Tapi, mau sampai kapan kamu seperti ini..?"
"Entahlah! Aku harap kamu bersabar. Jangan terlalu memaksaku, walaupun aku adalah istrimu."
"Baiklah. Silahkan menikmati kesedihanmu! Sampai dunia ini runtuh, ayahmu tidak akan pernah hidup lagi." Sindir Fauzan sinis.
Mata Cyra langsung melebar dengan wajah murka yang tidak terima mendengar perkataan sang suami yang begitu kasar kepadanya.
"Apakah kamu sedang menghina perasaanku? apakah kamu mengira kesedihan seseorang bisa di hibur dengan bercinta?"
"Jelas saja bisa terhibur, andai saja kamu sedikit punya hati untuk memikirkan perasaanku juga." Ujar Fauzan terlihat egois.
"Aku tahu statusku sebagai istrimu, tapi aku tidak bisa membujuk hatiku saat ini agar bisa melayani dirimu karena tuntutan hakmu sebagai suami, tapi aku hanya meminta padamu untuk bersabar sesaat saja tanpa melibatkan keegohanmu."
"Egois katamu..hah! yang benar saja Cyra. Satu pekan menunggu sudah membuatku bosan apa lagi menunggu hingga kamu sendiri move on."
"Baiklah kalau begitu mari kita bercerai!"
Acuh CYRA muak.
Deggggg...
Wajah Fauzan tercengang tak percaya dengan ucapan ringan kata cerai dari mulut sang istri.
"Tidak..! Jangan katakan itu, kata yang sangat menakutkan itu sayang, di saat hatimu sedang galau! Maafkan aku karena terlalu memaksamu."
Imbuh Fauzan melunak.
"Itu terserah kepadamu! Aku tidak ingin dipaksakan oleh siapapun di saat hatiku sedang sedih, sekalipun kau adalah suamiku!"
Cyra segera keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kolam renang tempat kesukaannya untuk menyendiri di sana.
Fauzan mengepalkan kedua tangannya erat karena saat ini ia sedang mengumpulkan banyak kesabaran untuk bisa mencapai tujuannya.
"Jika bukan karena hartamu, mungkin aku sudah angkat kaki dari sini," Geram Fauzan memilih tidur daripada menyusul istrinya ke kolam renang.
Cyra masih menatap wajah sang ayah di wallpaper layar ponselnya. Ia juga memikirkan lagi pernikahannya yang terlihat tidak sesuai dengan ekspektasinya.
"Sepertinya, aku salah memilih lelaki itu menjadi suamiku. Saat ayah belum meninggal, Fauzan pintar mengambil hati ayahku dengan bersikap sopan dan selalu mengalah padaku. Tapi mengapa sikapnya berubah sinis dan cenderung egois saat aku masih dirundung duka yang mendalam, adakah niatnya yang terselubung dari pernikahan ini?"
CYRA mulai curiga dengan perubahan suaminya.
Melihat perubahan sikap Fauzan padanya membuat Cyra ingin menguji Fauzan ketulusan cinta lelaki itu kepadanya.
Cyra sengaja membuat Fauzan makin membenci dirinya dengan memblokir kredit card milik Fauzan yang diberikan Cyra saat mereka masih pacaran dulu.
Benar saja ketika Fauzan menemui Cyra yang sedang menyendiri di kamarnya dengan teriakan yang membuat Cyra menahan dirinya untuk tetap mengamati sikap sang suami kepadanya.
"Cyra! apa-apaan kamu, hah? mengapa kartu kreditku tiba-tiba terblokir?" Tanya Fauzan dengan amarah yang membuncah.
"Memang kenapa kalau aku harus blokir? Bukankah yang suamiku itu adalah kamu? harusnya kamu yang memberiku nafkah bukan aku yang harus menjamin hidupmu." Ujar Cyra menantang Fauzan.
"Tapi kamu tahu sendiri aku belum punya pekerjaan. Bagaimana mungkin aku bisa menghasilkan uang?"
"Di perusahaan ku banyak pekerjaan. Kamu bisa tanyakan kepada pak Handi jika kamu ingin menjadi suami berguna untukku.
Tapi ingat perusahaan itu milikku dan jangan coba-coba mengambil alih dengan mendapatkan jabatan eksekutif perusahaan itu, kamu mengerti?"
Ujar Cyra penuh penekanan pada kata-katanya membuat Fauzan menelan salivanya dengan kasar.
"Sialan! Kamu kira aku babu mu, apa? seenaknya saja mengatur kehidupanku?"
"Terserah! kalau ingin menikmati fasilitas dan kekayaan keluargaku, bekerjalah dari bawah seperti karyawan lainnya. Posisimu di rumah ini sebagai suamiku bukan sebagai pemilik perusahaan." Sungut Cyra lalu meninggalkan kamarnya.
Deggggg...
...----------------...
Waktu terus berjalan, namun Cyra masih enggan untuk beraktivitas kembali ke perusahaannya. Hampir satu bulan berada di mansionnya dan hidup dalam kenangan bersama sang ayah.
Tidak ada yang lebih menarik baginya selain merindukan sang ayah sambil mengunjungi makam dan duduk di atas pusara berjam-jam di sana.
Sementara di perusahaannya, Fauzan dengan congkaknya duduk di kursi kebesaran di ruang kerja sang mertua. Asisten pribadi tuan Atala tidak terima dengan dengan perlakuan sang menantu bosnya itu.
Ia menegur suami dari Cyra ini yang bertindak lancang di perusahaan itu tanpa melalui prosedur struktur manajemen
perusahaan.
Pintu itu dibuka dengan kasar oleh asisten Pak Handi. Ia melihat Fauzan duduk dengan menaikkan kedua ujung kakinya di atas meja sambil membuka ponselnya.
"Tuan Fauzan! saya harap jaga sopan santun anda di perusahaan ini dan tinggalkan ruang kerja ini karena anda tidak punya hak untuk tetap duduk di ruang kerja ini." Ucap pak Handi garang.
"Kamu kira kamu siapa datang-datang mengatur aku seperti itu? bukankah aku menantu pemilik perusahaan ini?"
"Kamu hanya menantu bukan pemilik perusahaan ini. Kamu bisa duduk di sini kecuali dengan izin istrimu Cyra karena dia pemilik yang sah." Timpal pak Handi.
"Apapun milik istriku, itu adalah milikku juga. Lagi pula istriku sedang tidak sehat, otomatis aku yang akan mewakilinya untuk memimpin perusahaan ini."
"Kau itu tidak tahu diri. Apakah ini salah satu tujuanmu menikahi nona Cyra karena harta?" Sindir pak Handi menohok.
Fauzan menurunkan kakinya lalu berdiri menghampiri asisten mertuanya.
"Kalau aku bisa, kamu orang pertama yang aku tendang dari perusahaan ini. Tunggu saja permainan ini akan segera mulai. Dan nonamu itu lebih sibuk dengan dunia kenangannya daripada memikirkan perusahaannya. Lebih baik kau keluar dari sini, brengsek!"
Fauzan mendorong tubuh pak Handi agar meninggalkannya sendirian.
"Kita lihat saja nanti, tuan muda! siapa yang akan di depak dari sini, kau atau aku?" Ujar pak Handi sambil merapikan jasnya.
"Tunggu saja nanti dan riwayatmu akan segera berakhir Pak Handi! Senyum licik tergambar jelas di wajah suami CYRA.
Ia menutup pintu itu dengan keras hingga mengagetkan karyawan yang ada di depan ruang kerjanya.
"Astaghfirullah!"
Seru beberapa karyawan sambil memegang dada mereka karena kaget.
"Dasar monster! aku akan mengadukan sikapmu ini kepada nona CYRA."
Pak Handi kembali ke ruangannya. Beruntunglah ia merekam semua pembicaraannya dengan Fauzan untuk membuktikan keserakahan laki-laki laknat itu pada putri majikannya.
"Cyra! Jika kamu masih tenggelam dalam kesedihanmu, maka perusahaan ini bisa jadi diambil alih oleh suamimu yang terkutuk itu." Lirih pak Handi.
Tidak lama pertengkarannya dengan pak Handi, datang lagi seorang wanita cantik yang sangat seksy dengan penampilannya yang terkesan seronok.
Karyawan yang sudah mengenal gadis itu yang bernama Elsa, terlihat cuek sambil melirik satu sama lain. Dia adalah putri tirinya tuan Atala.
"Selamat pagi nona! Sapa sekertarisnya pak Handi pada Elsa yang sedang menghampirinya.
"Apakah saya bisa bertemu dengan Cyra?"
Tanya Elsa pura-pura tidak tahu kalau istri Fauzan itu masih ada di mansion.
"Maaf nona! Sampai saat ini nona Cyra belum datang ke perusahaan." Ujar Sekertaris Lita.
"Tapi kenapa di ruang kerja ayahku ada cahaya? Apa kamu sedang membohongiku."
Ujar Elsa sambil berjalan menuju ruang kerja tuan Atala.
"Maaf nona Elsa! Di dalam sana hanya ada tuan Fauzan."
Elsa menyeringai." Dasar bodoh! Aku memang ingin bertemu dengan si tampan itu."
Batin Elsa.
Pintu itu di buka dengan perlahan. Fauzan menatap wajah cantik Elsa dengan tatapan dingin
"Mau apa kamu kemari?"
"Tentunya ingin menawarkan kerjasama denganmu, tampan!"
Langkahnya makin mendekati Fauzan sambil mengelus pipi lembut itu dengan punggung tangannya sambil mengedipkan sebelah matanya dengan ekspresi wajah terkesan nakal.
Diperlakukan seperti itu, Fauzan mulai luluh sambil melihat belahan dada sekang milik Elsa yang setengah menyembul keluar dari area bera yang dipakainya.
Elsa memang sengaja memancing Fauzan dengan aset berharganya walaupun hanya sedikit yang ia perlihatkan.
Fauzan meneguk air liurnya melihat pemandangan indah itu.
"Cepat katakan! Apa yang kamu inginkan, sayang!"
Tangan Fauzan sambil menyusup punggung Elsa dengan membilas bibirnya dengan lidahnya, seakan dia sangat ngiler dengan dua benda kenyal milik Elsa.
"Perusahaan ini dan kamu sayang..! Muaacch!"..
Deggggg...
Tidak butuh pertimbangan yang cukup rumit untuk memutuskan penawaran Elsa yang ingin menyingkirkan Cyra, Fauzan menyetujui tawaran itu karena harta dan kekuasaan adalah misinya untuk menikahi Cyra.
"Aku tidak bisa menyerahkan tubuhku begitu saja padamu, Fauzan karena aku butuh bukti bahwa kamu bisa mengklaim istrimu gila dan perlu perawatan medis.
Dengan begitu, harta miliknya menjadi milik kita, tapi kamu harus menikahi aku dulu." Pinta Elsa.
"Tidak masalah sayang! Adanya dirimu bisa menjadi sekutu aku untuk bisa menyingkirkannya dengan begitu kita akan menikmati jerih payah mendiang ayah mertuaku. Muaacch! Kau datang di saat yang tepat sayang."
Rasa puas mendapatkan ide cemerlang dari saudara tiri istrinya, membuat Fauzan harus lebih cepat melancarkan rencana mereka berdua di saat Cyra sedang terpuruk saat ini.
Elsa keluar dari ruang kerja ayah tirinya usai berciuman mesra dengan sang kakak ipar.
Sepanjang perjalanan ia terus mengulum senyumnya karena merasa rencananya untuk menemui suami CYRA tidak bertepuk sebelah tangan.
Ia melakukan itu karena mendengar cerita ibunya bahwa hubungan antara Cyra dan suaminya terlihat kurang akur.
Saat ini, Elsa masih duduk di bangku kuliah semester lima. Ia harus tinggal di kost di kota Bandung karena menempuh pendidikan di kota itu melalui seleksi masuk perguruan tinggi negeri yang sangat terkenal di kota tersebut.
Dua pekan kemudian, makanan milik Cyra di taburi dengan bubuk ganja dan gadis ini mulai fly dan tertawa sendirian.
Malam itu, Cyra terlihat murung sambil duduk di balkon kamarnya. Ia memandangi bulan yang terlihat kesepian di atas sana seperti dirinya.
Sudah hampir pukul delapan malam Cyra belum mau menyentuh makan malamnya.
Fauzan datang dengan segala kelicikannya membawa makanan kesukaan istrinya berupa pizza.
"Sayang! Mungkin kamu memang tidak ingin makan nasi saat ini, tapi mau ya makan pizza yang sengaja aku pesan untukmu." Ucap Fauzan sambil mengambil sepotong pizza untuk Cyra.
Merasa tidak enak menolak kebaikan suaminya, Cyra akhirnya memakan juga pizza yang sudah ditaburi narkoba.
Fauzan merasa sangat girang saat Cyra berhasil mengigit tiap potong pizza itu sampai habis.
"Sekarang kena kau gadis manja!"
Senyum licik Fauzan menghiasi wajah tampannya yang sudah memiliki sejibun rencana untuk membuat Cyra menjadi gila.
Minggu berikutnya, narkoba jenis lainnya berupa pil ekstasi yang ditaburkan ke makanannya. Semua itu atas permintaan Nyonya Widia pada pelayannya dengan sogokan yang lumayan besar.
"Cyra!" Ada kue sus Gedebage kesukaanmu. Apakah kamu mau makan sayang?"
Lagi-lagi Fauzan mampu memancing istrinya dengan makanan kesukaan Cyra.
Cyra yang memang tidak pernah menolak dengan makanan itu, memakan begitu saja tanpa ada rasa curiga sama sekali. Gadis ini dengan cuek melahap habis makanannya tanpa ingin bicara banyak dengan sang suami.
"Apakah kamu suka dengan perhatianku Cyra?"
"Hmm!"
"Apakah kamu tidak merindukan aku?"
"Aku belum siap Fauzan maafkan aku..!"
Brukkkk..
Cyra akhirnya pingsan.
"Ternyata begitu gampang membuat gadis ini masuk dalam jebakan ku."
Fauzan merasa puas dengan rencananya yang sudah berhasil menjebak istrinya.
Akhirnya, dalam sebulan gadis itu tidak lagi mengusai dirinya. Untuk lebih cepat proses untuk menyingkirkan Cyra, ketiganya kompak membawa Cyra ke rumah sakit jiwa dan itupun harus mengeluarkan uang cukup besar sebagai penutup mulut para dokter yang menangani Cyra.
Betapa kagetnya asisten pak Handi saat mengetahui kalau Cyra sudah berada di rumah sakit jiwa. Sebagai suami CYRA, Fauzan mulai menggunakan haknya untuk mengendalikan perusahaan termasuk memecat asisten pribadi tuan Atala.
"Sekarang istriku sudah di nyatakan gila oleh dokter spesialis psikiater yang menanganinya saat ini.
Itu berarti aku adalah orang yang tepat yang akan meneruskan kepemimpinan istriku di perusahaan ini. Untuk memudahkan pekerjaanku, aku harap kamu sebaiknya mengajukan surat pengunduran diri dari perusahaan ini." Ucap Fauzan setengah meledek.
"Tanpa kamu minta pun, aku dengan senang hati pergi dari perusahaan ini karena aku tidak sudi menjadi siapapun di perusahaan ini dibawah kepemimpinan mu." Ujar pak Handi serius.
"Bagus! rupanya kamu cepat tanggap dengan permintaanku. Sekarang tunggu apa lagi? Cepat pergi dari hadapanku karena aku sudah cukup muak melihat wajah sok suci mu itu!" Titah Fauzan sambil memainkan tangannya untuk mengusir pak Handy dari ruang kerjanya.
"Setiap kejahatan pasti tidak akan pernah bertahan lama anak muda karena yang kamu nikmati saat ini adalah hasil curian dengan penuh tipu daya.
Aku pastikan kau akan menerima hukumanmu atas hasil perbuatan burukmu. Jangan lupa, nona Cyra masih memiliki seorang ibu yang punya kuasa dan orang berpengaruh di Canada.
Dia tidak akan tinggal diam melihat putrinya di perlakukan begitu hina oleh dirimu." Ujar pak Handi.
Ia segera keluar menuju ruang kerjanya untuk mengambil barang-barang miliknya.
"Aku bersumpah untuk membuatmu menyesal Fauzan! Karena kau telah menipu wanita yang telah mengangkat derajatmu, dari lelaki miskin yang hanya bermodalkan tampang doang." Gumam pak Handi.
...----------------...
Di rumah sakit jiwa, Cyra sudah berada di dalam kamarnya sendirian. Ia mengenakan pakaian pasien rumah sakit jiwa dengan nomor punggung.
Tubuhnya terlihat lemah dengan wajah pucat pasi. Saat ia di bawa ke rumah sakit itu, ia sedang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh obat.
Saat kesadarannya mulai pulih, Cyra mengerjapkan matanya dan melihat ke sekelilingnya dengan perasaan bingung.
"Ya Allah! Apa yang terjadi denganku?"
CYRA berusaha berpikir cerdas untuk bisa menjawab pertanyaannya sendiri mengapa dirinya bisa berakhir di tempat mengerikan itu.
Ia menatap di di sekelilingnya dan ternyata ada dua CCTV yang mengarah ke arahnya.
"Apa yang terjadi? Apakah ini perbuatan ibu tiriku? atau suamiku, Fauzan?"
Cyra terus mengembalikan ingatannya, di mana terakhir kalinya ia berada di mansionnya. dan masih dalam keadaan sadar.
"Bukankah saat itu aku sedang makan malam bersama suamiku dan setelah itu aku tidak sadarkan diri. Apakah makanan itu sudah ditaburi sesuatu? Ya Tuhan, apa yang terjadi sebenarnya? Jika ini perbuatan suamiku, aku tidak akan pernah memaafkan dirinya." Batin Cyra lalu berpura-pura bersikap seperti orang gila.
Ia duduk sambil memeluk kakinya dengan memangku wajahnya. Hatinya makin yakin bahwa adanya dirinya di sini pasti ulah suaminya Fauzan.
"Aku rasa Fauzan memanfaatkan kesedihanku agar ia bisa mengusai perusahaan milik ayahku. Dasar bajingan! Laki-laki terkutuk." Umpat Cyra lalu menangis.
Tiba-tiba terdengar suara pintu di buka. Cyra menggeser tubuhnya ketakutan saat dua orang Suster masuk dengan seorang perawat laki-laki yang sangat tampan dan gagah menggunakan pakaian seragam mereka.
Ada yang membawa makanan untuknya dan juga obat-obatan yang akan disuntikkan kepadanya.
CYRA berpura-pura terlihat seperti orang gila agar dia bisa mengetahui apa sebenarnya yang terjadi, jika ketiga petugas rumah sakit jiwa ini terlibat obrolan satu sama lain.
"Kapan gadis ini masuk?" Tanya perawat cowok.
"Sepertinya semalam, dokter."
Sahut salah satu suster yang sedang menyiapkan obat untuk di minum Cyra dan juga obat suntikan.
"Ternyata si tampan itu adalah dokter. Aku sudah salah menebak." Batin Cyra sambil melihat apa yang dilakukan ketiganya pada dirinya.
"Aku yang akan menyuapkan gadis ini. Kalian keluarlah!" Titah dokter muda itu membuat Cyra merasa senang.
"Maaf dokter Panji! Ini sudah tugas kami menyuapkan pasien makan dan memberinya obat. Anda cukup memeriksanya saja, itu yang disampaikan oleh dokter Hendro pada kami." Ujar suster Susy yang mendapatkan mandat langsung dari atasannya.
Dokter Panji tersenyum kepada Cyra yang menatapnya dengan wajah sendu.
"Permisi nona! Aku harus memeriksa keadaanmu." Pinta dokter Panji sambil mengarahkan stetoskop ke dada Cyra.
Jantung dokter Panji berdegup kencang saat manik Cyra tidak lepas menatap wajahnya. Apa lagi ia di tatap seorang gadis cantik.
Dokter ini mengira Cyra sedang terpesona dengan ketampanannya, padahal Cyra sedang memberikan isyarat melalui matanya untuk meminta tolong pada dirinya.
"Apakah aku sangat tampan nona?" Tanya Dokter Panji sambil mengulum senyum.
"Bagaimana caraku untuk menyampaikan kepadamu bahwa aku bukan orang gila, dokter?" Batin Cyra mulai berkaca-kaca.
Dokter Panji hanya mengelus pipi Cyra dan memintanya supaya cepat sembuh.
Dokter Panji berlalu begitu saja membuat Cyra mulai frustasi. Suster mulai memintanya untuk membuka mulut ketika sendok berisi makanan itu sudah mengarah ke mulutnya.
Karena takut akan diracuni, Cyra menghempaskan makanan itu dari pangkuan suster hingga tertumpah pada roknya.
"Dasar perempuan gila! Kau sudah membuat penampilanku seperti tikus got." Umpat Suster Susy.
"Berikan dia suntikan obat yang di kasih dokter Hendro itu!" Titah suster Susy pada temannya suster Eka.
"Tidakkkk! Jangannnn....! Pekik
Cyra ketakutan. Ia berteriak bukan karena jarum suntik nya tapi obat yang di suntikan pada tubuhnya yang tidak ia mengerti itu adalah obat apa.
Dalam lima menit, Cyra kembali tertidur dan fly.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!