Seorang gadis kecil yang memiliki rupa begitu cantik dan menggemaskan, kini terlihat sedang bermain petak umpet bersama teman-teman, di halaman belakang dari sebuah panti asuhan.
Gadis kecil yang biasa dipanggil dengan nama Ann itu, sudah menjadi bagian dari panti asuhan sejak usianya masih bayi. Tepatnya lima tahun yang lalu, biarawati yang mengurus panti asuhan ini menemukan seorang bayi ditinggalkan begitu saja di post penjagaan. Bayi perempuan mungil dan kelihatan begitu cantik itu terus menangis karena merasa lapar dan haus.
Entah siapa yang meninggalkannya, biarawati itu pun tak segan langsung menggendong bayi itu dan membawanya masuk ke panti asuhan. Bayi itu dirawat dengan begitu baik, sampai akhirnya sekarang bisa tumbuh menjadi seorang gadis cantik nan sehat tanpa kekurangan apapun.
Ann sangat suka di panti asuhan. Meskipun ia tak pernah tahu bagaimana rasanya disayang oleh ayah dan ibu, tapi tetap saja Ann bisa merasa bahagia. Kasih sayang yang diberikan oleh pengurus panti dan juga teman-temannya jauh lebih tulus dibandingkan kedua orang tuanya yang sudah tega meninggalkan Ann disini.
"Ann? Sekarang giliran kamu yang berjaga dan kami yang bersembunyi," kata anak lainnya dan langsung saja dituruti tanpa adanya protes sama sekali.
Ann yang diminta untuk berjaga dalam permainan petak umpet ini pun mulai menutup matanya dengan tangan, mencoba menghindari dari permainan curang, dan hitungan satu sampai sepuluh mulai dibuat oleh gadis kecil yang masih berusia 5 tahun itu.
Cukup menghitung, Ann pun membuka mata dan kini saat baginya untuk mencari keberadaan dari teman-temannya yang sudah tak terlihat. Mereka semua terlalu pandai bersembunyi. Kemungkinan Ann akan sedikit kesulitan untuk mencari.
Pada saat Ann mulai melangkahkan kaki dengan pandangan mata terus mencari, suster biara datang menghampiri sambil memanggil mereka semua yang sedang sibuk bermain. Bukan tanpa sebab, hanya saja sekarang sudah waktunya bagi mereka untuk menikmati makanan ringan.
Mengabaikan permainan petak umpet yang belum usai, Ann dan semua temannya pun bergegas masuk ke panti asuhan itu, lalu berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke arah meja makan. Suster biara yang menjaga dan merawat hanya bisa tersenyum bahagia karena melihat anak-anak disini masih boleh diberikan tumbuh sehat, meskipun nasib mereka bisa dibilang kurang beruntung.
"Hari ini untuk camilan siang, kami membuatkan roti sobek dan juga es susu coklat untuk kalian," kata salah seorang biarawati yang memang mengurus panti asuhan ini.
"Duduk dulu yang manis di tempat, lalu kami akan membagikannya dengan rata," tambahnya dan berhasil dituruti oleh semua anak-anak itu.
Semuanya duduk dalam diam, termasuk dengan Ann yang kelihatan sudah sangat menantikan camilan siang. Sungguh, karena terlalu banyak bermain dengan teman-temannya, perut Ann sudah minta diisi.
"Jangan berebut ya! Kalau kalian mau menambah, tinggal bilang saja. Roti dan es susu coklatnya masih banyak," ucap biarawati itu memberitahu.
Semua anak sudah mendapatkan jatah camilan siang dan seperti biasa, suster biasa meminta mereka agar berdoa terlebih dahulu, berterima kasih kepada Tuhan atas nikmat dan kebaikan yang masih bisa mereka rasakan.
Ann yang memang menjadi seorang primadona di antara para anak lainnya, karena bisa dibilang ia yang paling aktif serta ekspresif, diminta untuk memimpin doa sebelum makan. Tanpa bisa menolak, Ann yang masih berusia 5 tahun pun beranjak dari tempatnya duduk, lalu mulai berdiri persis di samping suster biara.
Dengan penuh rasa khidmat, mereka semua pun berdoa kepada Tuhan. Mengucap syukur serta berterima kasih atas semua hal baik yang mereka bisa dapatkan. Tak perlu terlalu lama, mereka akhirnya selesai dan Ann kembali ke tempat duduk.
"Nikmati camilan siang kalian," kata suster biara yang kemudian memberikan waktu bagi anak-anak itu untuk menikmati apa yang tersedia.
...****************...
Pada saat anak-anak panti asuhan ini masih menikmati camilan siang yang disediakan oleh para suster biara, sebuah mobil sedan hitam yang kelihatan begitu mewah mulai memasuki halaman dari rumah panti asuhan ini.
Tak perlu bertanya-tanya mengenai siapa yang datang, karena sebelumnya kepala dari panti asuhan sudah mendapatkan kabar akan kedatangan tamu orang penting yang berasal dari keluarga Wilson — salah satu keluarga terkenal yang ada di negara ini.
Suster kepala yang mendapatkan kabar kalau mobil dari keluarga Wilson sudah datang, pun memutuskan meninggalkan ruang makan, hanya untuk menemui tamu penting. Kalau mendengar tujuan keluarga ternama itu datang kesini hanya karena ingin mengadopsi seorang putri.
"Selamat datang Tuan dan Nyonya Wilson," sambut suster biara itu kedengaran begitu ramah dan sopan.
Mendapatkan sambutan seperti itu, membuat keluarga ternama itu juga merasa tersanjung. Mereka tersenyum singkat, lalu mulai melangkahkan kakinya masuk. Mereka mengikuti suster kepala menuju ke ruangan, tempat dimana bisa membicarakan banyak hal.
Tanpa adanya sebuah basa-basi yang berarti, karena itu bukan gaya dari keluarga Wilson, mereka pun langsung saja memberitahu niat sebenarnya. Mengadopsi seorang putri dan menjadikannya salah satu anggota keluarga Wilson.
"Kami benar-benar bersungguh atas niat kami untuk mengadopsi seorang putri dari panti asuhan ini," kata Nyonya Wilson sambil menyesap secangkir teh hangat yang disediakan.
"Kalau saya boleh tahu, apa alasan kalian ingin mengadopsi anak?" Tanya suster kepala itu dengan hati-hati.
"Kami hanya ingin memberikan teman bermain untuk putra tunggal kami, Noah. Akan terlalu kasihan kalau membuatnya bermain sendirian," kata Nyonya Wilson kedengaran jujur.
"Kami sudah tidak bisa membuat keturunan lagi. Beberapa hari yang lalu, dokter mengatakan kalau istri saya ini mengalami masalah pada rahim nya," tambah Tuan Wilson dan langsung mendapatkan anggukan kepala dari suster biara.
Meskipun baru berbincang sebentar, suster kepala dari panti asuhan ini sangat mengerti dengan perasaan dari Tuan dan Nyonya Wilson.
"Semua anak sedang berada di ruang makan, kalau Nyonya dan Tuan berkenan, mungkin bisa melihat mereka. Siapa tahu ada anak yang langsung membuat anda jatuh cinta," kata suster kepala mengajak keluarga Wilson untuk mengunjungi para anak.
.
.
.
Sesampainya mereka di ruang makan, tanpa mengatakan banyak hal Nyonya Wilson langsung saja memperhatikan seluruh anak yang ada. Sekarang ia sedang mencoba mencari seorang putri yang kira-kira bisa diadopsi dan menjadi anggota keluarga Wilson.
"Mereka semua ada disini," kata suster kepala dan hanya mendapatkan anggukkan singkat dari Tuan Wilson.
Tidak butuh terlalu lama untuk melihat, pandangan Nyonya Wilson sudah tertuju pada seorang anak yang kelihatan begitu ceria. Entah siapa namanya, tapi yang jelas saat melihatnya hati Nyonya Wilson mulai tergerak ingin menjadikan gadis cilik itu sebagai putri dari keluarganya.
"Sayang, lihatlah gadis cilik itu. Bukankah ia tampak begitu menggemaskan?" Ucap Nyonya Wilson kepada sang suami.
Suster kepala yang tahu kalau Nyonya Wilson menentukan ketertarikannya, pun tak segan untuk memanggil Ann yang saat ini kelihatan tengah sibuk bercanda sambil menikmati camilan siang dengan para temannya.
"Annalise?" Panggil suster kepala.
Mendapatkan panggilan ini pun langsung membuat Ann menoleh dan beranjak dari tempat duduk, memenuhi panggilan dari si suster kepala. Dalam tatapan penuh bertanya-tanya, Ann ingin tahu kenapa dirinya dipanggil.
"Iya?" Gadis kecil itu kini telah berdiri dihadapan suster kepala dengan kepala yang mendongak.
"Perkenalkan, ini ada Tuan dan Nyonya dari Keluarga Wilson," kata suster kepala.
Karena Ann memang tidak terlalu takut dengan orang baru, gadis cilik itu tak ragu untuk beberapa kali menundukkan kepala hormat sambil menyapa Tuan dan Nyonya keluarga Wilson.
"Ann, umur 5 tahun, senang bermain sama teman-teman," ucap Ann yang mulai memperkenalkan dirinya.
Nyonya Wilson yang melihat cara gadis cilik itu memperkenalkan diri pun membuat senyuman gemas. Bagaimana bisa ia langsung dibuat jatuh cinta, sebelum mengenal anak yang lain?
"Ann? Nama yang bagus. Siapa yang memberikan nama itu?" Tanya Nyonya Wilson sembari mengusap lembut pipi chubby milik gadis cilik itu.
"Suster kepala. Dia yang memberikan nama bagus itu. Aku juga menyukainya," jawab Ann dengan mudah.
Seperti seseorang yang sudah pasti akan mengadopsi, Nyonya Wilson tak ragu untuk segera berjongkok, bermaksud ingin menyamakan posisi tinggi badan dengan gadis cilik itu.
"Ann, sayang?" Panggil Nyonya Wilson sembari mengusap lembut rambut panjang hitam milik Ann.
"Kalau nama mu berubah menjadi Jane, apakah kamu juga akan menyukainya?" Tanya Nyonya Wilson kelihatan serius.
Bersambung...
Saat ditanyai seperti itu oleh Nyonya Wilson, gadis cilik yang masih berusia 5 tahun itu hanya bisa terdiam membisu, dengan pandangan yang terus melirik kepada suster kepala. Nama Jane memang terdengar tidak buruk, tapi gadis itu sudah terbiasa dengan nama Ann. Menurutnya Annalise terdengar lebih bagus daripada Jane.
"Sepertinya kamu tidak terlalu menyukai namanya," kata Nyonya Wilson sambil tersenyum kecewa.
Pada saat Nyonya Wilson ingin kembali berdiri, tiba-tiba Ann memegang jemari tangannya. Bukan tanpa sebab, hanya saja Ann sedikit merasa bersalah setelah melihat raut wajah kecewa dari perempuan yang sudah berumur sekitar 30 tahunan itu.
"Aku menyukainya. Nama Jane juga bagus," ujar Ann yang tak ingin membuat perempuan itu sedih.
Mendengar pernyataan seperti itu dari gadis cilik pemilik nama asli Ann, sanggup membuang jauh-jauh rasa kecewa yang tadi sempat hadir dalam diri Nyonya Wilson. Sekarang, kalau sudah seperti ini mungkin proses adopsi akan terasa jauh lebih mudah.
"Sayang, sepertinya anggota keluarga kita akan bertambah satu lagi," tutur Nyonya Wilson sembari menggandeng jari mungil milik Ann.
"Mau bermain ayunan bersama mommy?" Tanya Nyonya Wilson yang sudah menyebut dirinya sebagai ibunda dari Ann.
Ann yang pertama kali di ajak bermain dengan orang baru pun tidak ragu untuk setuju. Menurut pengelihatan mata seorang anak kecil, sepertinya Nyonya Wilson bukanlah orang jahat.
Selagi membiarkan sang suami mengurus segalanya soal proses adopsi anak, Nyonya Wilson akan membawa Ann untuk bermain. Ini adalah cara yang ditempuh agar mereka berdua bisa saling akrab sebagai seorang ibu dan anak, bukan orang asing.
.
.
.
Nyonya Wilson sudah memiliki seorang putra tunggal bernama Noah jadi, baginya mengurus gadis kecil seperti Ann bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Seperti seorang ibu yang kelihatan begitu menyayangi putrinya, Nyonya Wilson mulai membantu Ann untuk naik ke atas ayunan yang memang ada di taman belakang dari panti asuhan ini.
"Pegangan yang erat! Mommy akan mendorongnya," ujar Nyonya Wilson yang dengan perlahan-lahan mulai membuat ayunan itu bergerak.
Ann memang bisa akrab dengan siapa saja, tapi entah mengapa saat bersama Nyonya Wilson, gadis cilik itu nampak nyaman. Kelihatan dari senyuman lebarnya yang jarang terlihat begitu merekah.
Setelah cukup puas bermain ayunan, Ann yang mulai bosan pun bergegas turun dari sana, tentu saja Nyonya Wilson turut membantu gadis itu turun.
"Mau kemana sayang?" Tanya Nyonya Wilson terus mengikuti di belakang gadis itu.
"Duduk," singkat Ann.
Karena tinggi Ann masih belum terlalu jadi, untuk duduk di bangku taman, ia sedikit merasa kesulitan. Untung saja ada Nyonya Wilson yang selalu siap memberikan bantuan.
Dengan sigap, Nyonya Wilson menggendong tubuh mungil itu, kemudian menempatkannya dengan nyaman di atas bangku taman. Beliau bahkan tak ragu untuk mengambil tempat duduk persis disebelah Ann.
"Ann?" Panggil Nyonya Wilson dan langsung berhasil membuat si pemilik nama menoleh.
"Kenapa, Tante?" Sahut Ann.
"Kok manggilnya Tante? Ann gak mau buat panggil Mommy?" Kata Nyonya Wilson sedikit kurang suka dengan panggilan yang diberikan oleh Ann.
"Memangnya boleh Ann panggil Mommy?" Namanya juga anak kecil. Sangat wajar kalau Ann bertanya seperti ini.
Sambil menggenggam erat tangan mungil milik gadis cilik itu, Nyonya Wilson mulai mengatakan hal yang bisa dibilang begitu serius. Sepertinya Ann memang harus diberitahu kalau sekarang dirinya sudah mempunyai keluarga.
"Ann, mau mommy beritahu sesuatu gak?" Sedikit berbasa-basi adalah cara Nyonya Wilson untuk berbincang dengan anak kecil.
"Mulai sekarang kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Kamu punya orang tua yang lengkap dan juga seorang kakak laki-laki. Nama kamu juga bukan Ann lagi, melainkan Jane Wilson," kata Nyonya Wilson mulai memberitahu yang sebenarnya.
"Jadi, aku harap kamu bisa menerima dan memanggil aku dengan mommy, bukan Tante. Sekarang kamu adalah anak aku," tambah Nyonya Wilson yang tentu saja tak bisa dengan mudah dipahami oleh gadis itu.
"Maksudnya, sekarang Ann sudah tidak harus tinggal disini lagi?" Tanya gadis cilik itu memastikan.
"Iya. Kamu sudah punya keluarga lengkap yang bakal sayang banget sama Jane. Kamu mau kan sayang jadi, anak Mommy?" Nyonya Wilson berharap dengan sangat.
Karena impian yang selalu diharapkan oleh Ann adalah memiliki orang tua dan mendapatkan kasih sayang dari keluarga lengkap, Ann dengan senang hati menerima keluarga Wilson sebagai keluarga. Apalagi pendekatan yang dilakukan oleh Nyonya Wilson begitu amat baik. Sekarang Ann benar-benar percaya kalau keluarga Wilson hanya berisi orang baik.
"Mommy?" Panggil Ann mencoba apakah berhasil mendapatkan sahutan.
"Benar begitu. Tolong untuk terus memanggil Mommy ya, Jane," ujar Nyonya Wilson sembari menyelipkan rambut panjang hitam milik gadis cilik itu ke telinga.
...****************...
Setelah menyelesaikan proses adopsi yang bisa dibilang begitu mudah, Ann pun dibawa oleh keluarga Wilson. Sebelum benar-benar pergi meninggalkan panti asuhan dan menjalani kehidupan dengan keluarga baru, Ann berpamitan terlebih dahulu kepada teman-temannya dan juga tak lupa degan para suster biara yang selama ini mau menjadi wali.
"Bahagia terus ya, Ann. Sekarang yang selalu kamu impikan sudah bisa terwujud. Kamu punya keluarga baru yang pastinya akan selalu menyayangi kamu," ujar salah seorang suster biara disela-sela pelukannya.
Tak memiliki banyak waktu lagi untuk saling berpamitan seperti ini, Nyonya Wilson mulai menghampiri dan menggandeng jemari tangan mungil milik Ann.
"Pulang sekarang yuk, Jane," ajak Nyonya Wilson dan langsung dituruti.
Ann mengikuti Nyonya Wilson masuk ke mobil yang memang sudah menunggu. Sebenarnya ada alasan kenapa keluarga sebesar dan begitu tenar seperti Wilson ingin mengadopsi seorang putri. Bukan benar-benar mau merawat hanya saja...
.
.
.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya iring-iringan mobil sedan hitam yang ditumpangi oleh keluarga Wilson, tiba juga di sebuah mansion mewah dengan gaya arsitektur modern.
Mobil sedan yang dikendarai oleh sopir pun sudah terlihat berhenti tepat di halaman depan, dekat pintu masuk dari mansion mewah itu.
Masih sambil menggendong tubuh mungil dari gadis yang kini sudah berganti nama menjadi Jane, Nyonya Wilson pun turun dari mobil ini dan diikuti dengan sang suami.
Kelihatan seperti pengantin baru yang baru mendapatkan seorang anak, raut wajah kebahagiaan terlukis jelas di wajah keduanya. Mereka berdua memang begitu mendiamkan seorang anak perempuan di keluarga. Kehadiran Ann rupanya akan membawa banyak dampak dan juga perubahan yang berarti, khususnya dalam bidang bisnis.
"Ini dimana, mommy?" Tanya Ann yang belum tahu kalau sekarang dirinya sudah berada di kediaman keluarga Wilson.
"Rumah sayang. Mulai sekarang kamu akan tinggal disini," jawab Nyonya Wilson diikuti dengan senyuman.
"Besar sekali. Sepertinya dua kali lebih besar daripada di panti asuhan," kata Ann masih terkesima dengan mansion ini.
"Pasti kalau Ann main petak umpet, kesulitan untuk mencari. Tempatnya terlalu luas," tambahnya yang masih menyebut diri sendiri dengan nama lama.
"Sayang. Bukan Ann, tapi Jane. Nama kamu sekarang Jane," Nyonya Wilson mengingatkan kembali gadis itu mengenai nama yang dipergunakannya sekarang, sebagai identitas baru.
Masih sambil menggendong tubuh mungil Jane, Nyonya Wilson pun mulai melangkahkan kakinya memasuki mansion mewah dan belum jauh pergi, kedatangannya ini sudah mendapatkan sambutan hangat dari Noah. Putra laki-lakinya yang kini sudah tidak menjadi anak tunggal, karena sekarang ia memiliki seorang adik bernama Jane.
"Hai, Noah. Sedang melakukan apa?" Tanya Nyonya Wilson sambil mengacak rambut pirang sang putra.
"Menunggu kalian berdua untuk kembali. Kata kepala pelayan, saat mendengar mesin mobil kalian, aku harus langsung memberikan sambutan," kata Noah dalam balutan ekspresi wajah datar.
"Rupanya kepala pelayan sangat pandai dan tahu untuk mendidik dengan benar," ucap Nyonya Wilson kemudian menurunkan gadis mungil itu. Membiarkan Jane berdiri dengan kaki sendiri.
"Noah perkenalan. Dia adikmu, Jane," Tanpa adanya aba-aba yang berarti, Nyonya Wilson langsung memperkenalkan mereka berdua.
Jane hanya diam dengan pandangan yang terus lurus menatap ke arah anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang saat ini tepat berada di hadapannya. Dalam benaknya bertanya-tanya, apakah sekarang ia juga memiliki seorang kakak?
"Noah, tolong jaga adikmu dengan baik ya! Daddy tahu kalau kamu pasti akan menjaganya dengan baik," ujar Tuan Wilson kemudian melangkah pergi terlebih dahulu menuju ke arah ruang kerjanya yang ada di lantai dua dari mansion mewah ini.
Untuk semakin mengakrabkan hubungan antar kakak dan adik, Nyonya Wilson sengaja meminta kepada putranya agar mau mengajak Jane bermain. Terserah mau bermain apa, yang penting mereka berdua bisa segera akrab.
"Noah, adiknya ajak main dulu! Sekalian kamu juga harus berkenalan dengan dia," tutur Nyonya Wilson.
Tanpa banyak bicara, Noah langsung menggandeng jemari mungil dari adik barunya, lalu tak ragu untuk membawanya masuk menuju ke kamar, dimana cukup banyak mainan yang tersedia.
"Jangan dibuat nangis ya, Noah! Bertingkah baiklah kepada adik perempuan mu," tukas Nyonya Wilson memperingati lagi.
Bersambung...
Sebenarnya keluarga Wilson memiliki alasan kuat tentang mengapa harus mengangkat seorang putri dari panti asuhan. Kalau mengira hanya untuk menambah anak ataupun keceriaan di dalam keluarga, tentu saja bukan itu jawabannya.
Keluarga Wilson mereka begitu terkenal dikalangan para pebisnis hanya karena perusahaan mereka Wilson Company, yang bergerak dalam bidang otomotif sudah berhasil mencapai pasar internasional.
Tuan Wilson sebagai kepala keluarga sekaligus pemilik dari perusahan Wilson Company, kerap menginginkan semua pencapaian sekarang tetap berada di atas angin. Mempertahankan apa yang ada jauh lebih sulit daripada harus membuat dari awal.
Hanya untuk membuat semuanya kerja kerasnya tetap berada pada tempat sama, tanpa perlu mengkhawatirkan tentang roda kehidupan yang katanya selalu berputar itu, Tuan Wilson membuat rencana untuk menjodohkan anak-anaknya dengan seorang pasangan dari keluarga yang tentu saja bisa digunakan sebagai pondasi tambahan untuk bisnisnya.
Ada dua keluarga dan perusahaan besar yang sudah ditargetkan olehnya dan salah satu diantaranya sudah menerima dengan senang hati tentang perjodohan yang dipergunakan untuk memperkuat pondasi dari masing-masing perusahaan.
Benar sekali, meskipun usia putra sulungnya baru menginjak 10 tahun, bisa dibilang terlalu dini untuk melangkah ke pernikahan. Seakan tak peduli, Tuan Wilson sudah berhasil membuat Noah bertunangan dengan seorang putri dari keluarga Stenly. Usia mereka masih muda, tapi sudah saling bertukar cincin. Tak hanya sampai pertunangan, Tuan Wilson juga merencanakan kalau putranya itu akan menikah ketika usia sudah mencapai 20 tahun.
Seakan belum memenuhi apa yang sudah ditargetkan. Tuan Wilson memilih untuk mengadopsi seorang putri. Kenapa harus putri? Karena keluarga Perth hanya memiliki seorang putra. Rencananya setelah umur Jane tepat menginjak usia 8 tahun, ia akan mengikuti jejak Noah untuk bertunangan.
Noah yang memang terlalu pandai untuk memahami segala situasi di dalam keluarga ini pun hanya bisa menatap kasihan kepada gadis cilik yang katanya bernama Jane itu. Kalau ia mencari kebahagiaan, keluarga Wilson bukan jawabannya. Tak ada kebahagiaan apapun disini, Noah saja selalu berencana untuk melarikan diri.
"Kenapa kamu mau?" Tanya Noah yang tentu saja tidak bisa dimengerti oleh gadis cilik yang sekarang sudah bernama Jane itu.
Jane yang masih sibuk dengan permainannya pun menoleh sembari memberikan tatapan bingung yang terkesan polos.
"Lupakan saja," Noah menarik kembali pertanyaannya.
"Kak, gak mau main bareng aku?" Ajak Jane yang mulai bosan karena selalu dibiarkan main sendirian.
Bukan tanpa maksud, hanya saja usia Noah sekarang sudah tak mengharuskan dirinya untuk bermain seperti apa yang sedang dilakukan oleh adiknya, Jane.
"Aku sudah terlalu besar untuk memainkan semua itu," tolak Noah dan langsung berhasil membuat Jane memasang wajah cemberut.
Pasalnya saat berada di panti asuhan, Jane selalu memiliki banyak teman bermain. Saat diajak juga, mereka malah menyambutnya dengan baik. Kali pertama ditolak, mampu membuat Jane sedikit agak sedih.
"Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanya Noah yang ternyata juga memperhatikan ekspresi wajah dari gadis cilik pemilik nama Jane.
"Kalau bermain yang lain, kakak mau gak," Jane yang tak menerima penolakan pun terus mencoba memberikan ajakan. Siapa tahu Noah memang sedang tidak ingin bermain mobil-mobilan.
"Sudah aku bilang kalau—" belum sempat menyelesaikannya, Jane sudah memotong terlebih dahulu.
"Petak umpet? Nanti kita saling bergantian, antara penjaga dan yang sembunyi," kata Jane dengan tatapan mata cerah, penuh harapan.
Daripada terus didesak oleh ajakan, mau tidak mau Noah pun menerima. Ya meskipun, tahu kalau diusianya sekarang sudah tak seharusnya bermain seperti anak kecil. Apalagi kepala pelayan selalu memberitahu Noah agar bertingkah seperti layaknya orang dewasa.
Jane merasa senang karena ajakannya untuk bermain petak umpet berhasil. Tanpa sungkan, gadis cilik itu meraih jemari tangan dari Noah, lalu membawa keluar dari kamar, meninggalkan semua mainan yang masih berantakan di atas lantai.
Pada saat mereka berdua baru mau menuruni anak tangga dari mansion ini, secara tidak terduga kepala pelayan yang sudah kurang lebih dua puluh tahun bekerja disini, menghadang jalan mereka berdua.
"Nona dan Tuan Muda, ingin pergi kemana?" Tanya Kepala Pelayan dengan ekspresi wajah datar.
"Mau main petak umpet," jawab Jane terlalu jujur.
Kepala pelayan yang mendengar itu pun melemparkan senyuman tipis, lalu segera memberikan larangan tegas. Bukan tanpa sebab, beliau hanya mengikuti perintah yang diberikan oleh atasannya.
"Tuan muda tahu kan kalau sekarang bukan waktu yang tepat untuk bermain?" Tanya Kepala Pelayan itu yang sanggup membuat Noah melepaskan genggaman tangan yang sedari tadi dibuat oleh Jane.
Jane yang memang belum terbiasa dan tahu menahu soal peraturan di keluarga ini pun mulai melemparkan pertanyaan, layaknya seorang anak kecil yang polos.
"Apa kami tidak boleh bermain?"
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, berhasil membuat kepala pelayan memberikan jawaban singkat yang kemungkinan bisa dimengerti oleh gadis cilik itu.
"Kalian boleh bermain, tapi tidak sekarang. Tuan Noah harus belajar," ujar kepala pelayan itu.
Belum memiliki kesempatan bagi Jane untuk kembali menyahut, Nyonya Wilson yang saat ini telah kelihatan berganti pakaian pun mulai ikut bergabung dalam pembicaraan antara tiga orang itu. Bukan tanpa maksud hanya saja Nyonya Wilson yang harus menjaga Jane menggantikan sang putra. Seperti apa yang sudah dijadwalkan, hampir setiap hari di jam yang sama, Noah harus bertemu dengan seorang guru bimbingan belajar.
"Noah, kamu lebih baik menyiapkan materi untuk bimbingan belajar. Untuk Jane, biar mommy yang menjaganya," suruh Nyonya Wilson dan tak berani dibantah oleh Noah.
Sebenarnya Jane begitu ingin bermain petak umpet dengan kakak laki-laki nya itu, tapi Nyonya Wilson membuat Noah kembali ke kamar. Sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi? Jane juga tidak bisa memaksa.
Awalnya memang ingin sekali bermain bersama Noah, tapi sekarang Jane sedang berada di taman belakang dari mansion mewah ini dengan Nyonya Wilson. Lagi dan lagi, gadis cilik itu hanya bisa bermain ayunan.
"Mommy? Mau main petak umpet tidak?" Tanya Jane memberanikan diri untuk bertanya kepada Nyonya Wilson yang kelihatan tengah sibuk memainkan ponsel pribadi miliknya.
"Sudah malam? Masih mau bermain petak umpet?" Tanya Nyonya Wilson ternyata masih dengan senang hati menanggapi Jane.
"Gak boleh ya, Mommy?"
"Boleh. Tapi, gak sekarang ya, sayang. Besok pagi aja. Takutnya kalau main petak umpet sekarang, gak kelihatan jadi sedikit sulit untuk menemukan," kata Nyonya Wilson memberikan pengertian kepada anak angkatnya itu.
Tak perlu bersusah-susah lagi, hanya dengan perkataan seperti itu, Jane sudah bisa paham. Tanpa memberikan protes apapun, Jane pun bergegas melangkahkan kaki pergi meninggalkan taman belakang dari mansion ini. Jane sudah merasa bosan dan enggan untuk bermain lagi.
"Mau kemana sayang?" Tanya Nyonya Wilson.
"Aku lapar, mommy. Apa sekarang sudah waktunya untuk makan malam?"
Mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Jane, sanggup membuat Nyonya Wilson tersenyum. Ternyata begitu ya rasanya memiliki seorang anak perempuan yang baru berusia 5 tahun. Tingkah kekanak-kanakan yang masih penasaran akan banyak hal membuat Nyonya Wilson harus banyak bersabar.
Karena putri kecilnya itu kini sudah masuk ke mansion, tidak ada alasan lagi bagi Nyonya Wilson untuk tetap berada di taman belakang rumah. Beliau pun juga ikut mengekor persis di belakang Jane.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!